Senin, 27 Oktober 2008

3 Hari Di Lampung dan Semalam di Jakarta

Senin sampai Kamis, 20--23 Oktober 2003, aku atau tepatnya kami, aku dan temanku, mbak cecil, melakukan perjalanan kecil dari Malang menuju Lampung dan Jakarta. Kami melakukan perjalanan dalam rangkaian Pelatihan untuk Kelompok Pekerja Rumahan di Lampung dan sekalian maping, dan juga maping di Jakarta, khususnya di Tanah Abang.
Padahal tubuh dan pikiran kami lelah karena sehari sebelumnya kami (HWPRI dan MWPRI) masih harus melakukan Bakti Sosial berupa Pasar Murah dan Pengobatan Gratis dalam rangka ulang tahun HWPRI ke 13. Persiapan seminggu serasa kurang walau acara berjalan dengan sukses dan lancar, walau masih banyak kekurangan di sana-sini, walau sudah mendapat tenaga tambahan relawan dari Universitas Ma Chung.
Keberangkatan pada Senin pagi buta menambah beban pegal-pegal di tubuh dan kelelahan yang semakin memuncak. Belum lagi harus transit di Jakarta yang mengharuskan kami berpindah terminal, sungguh pengalaman yang tidak mengenakkan, untung pesawat tidak mengalami penundaan alias delay. pukul 9 pagi kami menginjakkan kaki di tanah sumatera dan setelah menempuh perjalanan darat 1 jam, sampailah kami di rumah seorang kawan, Sony namanya.
Sony-lah yang mengundang kami untuk menjadi fasilitator pada pelatihan untuk pemimpin kelompok pekerja rumahan di Kabupaten Pesawaran, arah Teluk Betung dari Bandar Lampung. Hanya beristirahat sejenak, sekedar menghilangkan haus dan dahaga, Sony mengajak kami ke lokasi pelatihan dan bertemu dengan seorang pemimpin kelompok yang sudah kami kenal sebelumnya, mbak Daryuti yang pernah mengikuti pelatihan di Malang. Dari Bandar Lampung kami menempuh waktu 1 jam dan sampailah di lokasi pelatihan, Desa Sidodadi, Kecamatan Hanura, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Kabupaten baru yang notabene berisi anak keturunan transmigran gelombang pertama. Di lokasi kami tidak serasa di Sumatera tetapi di Banyumas - Jawa Tengah, karena hampir seisi desa orang tua dan kakeknya berasal dari daeah Banyumas dan sekitarnya, dan masih tetap berbahasa jawa layaknya nenek moyang di tanah Jawa.
Sepulang dari lokasi kami berkesempatan menyaksikan kawasan wisata dalam kota yang menyajikan hutan kota dengan segerombolan monyet, daerah lindung yang sebenarnya masuk kawasan perumahan elit dan berdampingan dengan beberapa hotel bagus. Pemerintah setempat sadar untuk menjaga kelestarian alam dan budaya walau pembangunan kawasan tetaplah bergulir, berbeda dengan kota kami di Malang - Jawa Timur, Pemerintahnya buta karena uang dan kekuasaan, kawasan yang bisa menjadi cagar alam, cagar budaya, dan resapan air berupa hutan kota (APP) dan seputar stadion (Gajayana) telah berubah menjadi mall megah nan congkak. Hancurlah lingkungan Kota Malang, hancur pula daerah resapan air, hancur pula keaslian kota Malang dan berganti menjadi gaya hidup hedonis konsumtif. Kegoblokan dan kerakusan yang mengakibatkan kehancuran.
Malam menjjelang kami berkesempatan melihat geliat kota Bandar Lampung yang lain, kehidupan trans seksual dan homo seksualitas yang di Lampung seperti bukan sesuatu yang tabu. Ohya, kawanku, kawan Sony adalah seorang Gay yang tidak munafik dengan berpura2 menjadi pria normal, tetapi dia berani tampil apa adanya. Jangan salah dan jangan remehkan dia, kawanku ini punya banyak aktivitas sosial dan seabreg prestasi dalam melakukan pendampingan dan pengembangan komunitas. Bukan hanya untuk kalangan Gay dan trakseksual, tetapi pada mereka semua yang tertindas dan di marjinalkan. Dampingan kawanku ini menyebar di seluruh Lampung bahkan sampai ke pulau2 kecil di lepas pantai Lampung. Prestasi yang layak dibanggakan dan dijadikan tauladan. Padahal banyak orang yang merasa normal dan suci tetapi tidak punya hati seperti kawanku ini, hati yang melayani bagi mereka yang tertidas dan termarjinalkan.
Malam berganti dan pagi menjelang, pelatihan pun dilaksanakan, 2 hari serasa waktu yang teramat singkat, bukan hanya bagi kami yang masih banyak keinginan dan ilmu yang ingin kami bagikan, tetapi juga bagi peserta yang seperti haus menimba ilmu dan pengetahuan yang kami sampaikan. Tetapi semua harus kami selesaikan walau jauh dari kata tuntas, kawanku Sony dan rekan2nya berjanji akan terus mendampingi dan membuat rakyat miskin, khususnya perempuan menjadi berdaya dan mandiri.
Sebagai catatan, bukan PR panjang yang masih harus dikerjakan, tetapi mengenai cuaca saja. Di pedesaaan yang rindang sekalipun, hawa panas tidak tertahankan, apalagi bagi aku yang tidak tahan terhadap panas dan selalu berkeringat. Keringatku menetes seperti orang mandi saat melakukan pelatihan dan saat menjadi fasilitator, siksaan tersendiri sekaligus pengalaman tersendiri. Tersiksa tapi bahagia dan bangga, serasa tidak sia2 karena antusiasme dan tanggapan positif para peserta. Semoga benih kecil yang kutanam ini akan tumbuh, berkembang, dan berbuah lebat di masa2 yang akan datang.
Catatan mengenai Lampung, khususnya Pesawaran, desa yang makmur, subur, dan mengahasilkan begitu banyak buah, mulai dari durian, apukat, petai, pisang, coklat, melinjo dan lain2nya, rupanya belum terurus denga baik dan bijaksana. Bila panen melimpah, hasil panenan terbuang dengan percuma, bila satu buah berhenti panen, buah lain akan menyusul menuai panen, terus berputar terus menerus. Kondisi ini mengakibatkan kebutuhan untuk mengelolah dan mengembangak hasil panen yang terbuangpun tiada, padahal kalau dikelolah dengan baik akan banyak produk olahan yang dihasilkan dan akan mendatangkan pendapatan yang jauh lebih tinggi lagi. Sayang tiada orang yang mampu mengajarkan ilmu tersebut, sedangkan kaum cerdik pandai dari perguruan tinggi di Lampung lebih asyik menjadi pendukung industri besar perkebunan kelapa sawit dan karet, tentu saja karena menghasilkan begitu banyak uang ketimbang bekerja bersama rakyat. Orang2 pandai yang hanya mau mencetak uang ketimbang menjadikan rakyat berdaya. Pandai tapi rakus dan mata duitan.
Dua (2) hari yang mengesankan, dua hari yang terasa kurang sama, amat sangat kurang bahkan. Suatu hari nanti aku khan kembali di sana untuk berbagi dan menanam benih kemandirian dan semangat perjuangan untuk hidup lebih baik dan berdaya tanpa harus bergantung pada orang lain, apalagi berharap pada Pemerintah yang sepertinya buta dan tuli terhadap suara2 rakyat yang membutuhkan.
Rabu sore perjalan kami lanjutkan ke Jakarta, Kawan kami yang lain, Titin dan mas Zain suaminya, telah menunggu kami dan siap mengantar kami untuk berkeliling di kawasan pekerja rumahan di Tanah Abang. Memasuki kawasan Tanah Abang, tepatnya di Desa Kebon Melati, trenyuh hati rasanya, bagaiaman kehidupan berjalan di dalam gang2 sempit, kotor, dan kumuh, ciri khan kawasan miskin kota. Tetapi semangat untuk hidup, berjuang, dan berorganisasi tetap menyala terang dihati para rakyat miskin kota, pekerjaan sebagai pekerjaan rumahan dalam bentuk apapun tetap dilakukan oleh ibu2 dengan setia, anak2 putus sekolah mengamen tetapi terorganisir dengan adanya sanggar, anak2 kecil tetap bersekolah, walau Taman Kanak2 yang dibangun bersama mbak Titin dalam waktu dekat akan dibongkar karena alasan normalisasi sungai.
Begitu berat beban hidup di Jakarta, tetapi mengapa tetap saja banyak orang ingin ke Jakarta untuk sekedar menumpang hidup. Belum lagi ketimpangan sosial yang begitu mengangga lebar menjadikan Jakarta seperti etalase indah dengan barang rombeng di dalamnya. Seperti wajah Indonesia pada umumnya, penuh rias make up tetapi bopeng di dasarnya.
Perjuangan belum selesai, jauh bahkan dari kata selesai, kembali ke Malang, semangat perjuangan semakin berkobar dan menyala. Ternyata Indonesia bermasalah dari pusat di Jakarta sana sampai ke seluruh pelosok desa bahkan hutan yang terlebat sekalipun.
Tetaplah berkobar semangat berjuang hai jiwaku, tetaplah menyala terang api suluh jiwa untuk berjuang meneguhkan kembali kedaulatan rakyat. berjuang sampai Indonesia benar2 MERDEKA ..........

Kamis, 16 Oktober 2008

AIR..... AIR..... AIR......

Pada puncak kemarau saat ini, banyak daerah kekurangan air. Bukan saja air untuk pertanian dan aktivitas usaha lainnya, bahkan untuk keperluan mandi, cuci, dan kakus atau malah untuk sekedar memasak dan minumpun menjadi sangatlah susah. Tetapi di beberapa daerah lain di belahan Nusantara ini, air berlimpah banyak karena hujan telah datang. Bukan saja berlimpah tetapi telah berubah menjadi musibah karena menjadi banjir. Di sebagian daerah, setitik air menjadi sangatlah berharga tetapi di beberapa daerah yang lain, air malah menjadi bencana.
Semua ini terjadi bukan karena alam telah murka atau Tuhan sudah bosan dengan kita, manusia yang serakah ini. tetapi semua berawal dari kesalahan dan keserakahan manusia itu sendiri. Manusia menjadi serakah karena tidak dengan cerdas dan cermat mengelolah air, manusia menjadi bodoh karena menebangi hutan dan merubah daerah tangkapan air menjadi bangunan dan berbagai gedung2 megah, manusia menjadi tidak memperdulikan saluran2 air dan menjadikannya tempat penampungan sampah besar, manusia melakukan kejahatan terhadap air. Dan akhirnya, air mencari keadilan dengan caranya sendiri.

Hari air sedunia juga telah dicanangkan, Hari Air telah disepakati akan diperingati setiap tanggal 22 Maret, hasil dari Sidang Umum PBB ke 47 di Rio De Janiero Brasil pada tanggal 22 Maret 1992. Di daerah atau negara yang menyimpan persediaan air terbesar di dunia. World Water Day nama Internasional dari Hari Air Sedunia diperingati dengan menggunakan thema2 tertentu. Pada tahun 2000 berthema Air untuk abad 21, untuk tahun 2001 berthema Air untuk kesehatan, pada tahun 2002 berthema Air untuk pembangunan, pada tahun 2003 berthema Air untuk masa depan, pada tahun 2004 berthema Air dan bencana, pada tahun 2005 berthema Air untuk hidup, pada tahun 2006 berthema Air dan budaya, pada tahun 2007 berthema coping with water scarsity, pada tahun 2008 berthema Air dan sanitasi. Thema selalu berhubungan dengan masalah ketersediaan air bersih dengan masalah laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dan masalah pencemaran.

Pentingnya Air
Ishadi SK menyatakan bahwa air adalah zat cair yang dinamis bergerak dan mengalir melalui siklus hidrologi yang abadi. Kompas, 05 Oktober 2007 mengemukakan 24 juta penduduk Indonesia tidak memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi dan air bersih, tertinggi di ASEAN.

Siklus Hidrologi:
Pertama, penguapan dari laut ke udara adalah 502.800 km3 + daratan 74.200 Km3/tahun.
Kedua, curah hujan dr penguapan jatuh ke laut 458.000 km3 + daratan 119.000 km3/tahun.
Ketiga, Air di daratan 44.800 km3 terbagi menjadi 42.700 km3 mengalir di permukaan tanah dan 2.000 km3 mengalir di bawah tanah, dan semuanya mengalir ke laut.

Masalah yang harus dihadapi saat ini pertumbuhan penduduk, perluasan tempat tinggal, perluasan areal fasilitas publik, kegiatan sehari-hari (mandi, cuci, dan kakus), dan produksi (menanam) bahan pangan. Air merupakan kebutuhan mutlak manusia yang tidak bisa dielakkan, bahkan 2/3 dari tubuh manusia adalah air. Sehingga manusia harus selalu memperhatikan kualitas dan kuantitas air.
Water and Sanitation Collaborative Council (www.WSSC.com) menyatakan bahwa sebanyak 2,6 Milyar penduduk bumi atau 40% dari total penduduk bumi tidak mendapatkan akses ke sanitasi dasar dan air bersih. Hal ini akan berpengaruh pada kesehatan dunia dan secara tidak langsung akan memengaruhi lingkungan, pendidikan, dan ekonomi. Pengaruh terhadap kesehatan dunia adalah keterbatasan asupan air, sanitasi yang buruk, dan higienitas. Merupakan penyebab angka kematian yang cukup tinggi, kurang lebi 1,8 juta manusia mati karena diare (data WHO), mayoritas terjadi di Asia dan 90% korbannya adalah anak2.
Air penting untuk kesehatan karena berfungsi untuk kestabilan tubuh (keringat dan kendali suhu), melancarkan pembuangan (membantu sistem pencernaan di usus besar dan mencegah konstipasi), dan menjaga fungsi ginjal. Setiap manusia membutuhkan 2liter air sehari sebagai pengganti keringat, urine, dan kotoran.

Air Bersih dan Kesehatan
Bukan hanya kuantitas air yang harus dijaga, tetapi juga kualitas air tentunya. Air yang akan dikonsumi haruslah layak konsumsi. Karena tubuh manusia 60--70%nya adalah air. Kebutuhan terbesar manusia pada air adalah saat berolah raga, berada di padang pasir, bekerja dalam ruangan ber AC, dan saat terserang diare. Air bersih memiliki aspek fisik, kimia, dan mikrobiologi bagi manusia. Fisik artinya jernih, tidak berbau, dan tidak berasa. Kimia artinya kadar Ph netral dan kandungan mineral terbatas. Mikrobilogi artinya tidak mengandung mikroba penyebab penyakit seperti salmonela (thypus) dan ecoli (diare).

Di Indonesia, air via PDAM dan PAM berupaya untuk meningkatkan kualitas air melalui proses pengolahan air dgn cara sedimentasi dan filtrasi air spy siap masak. Walau belum secanggih Singapura yang langsung bisa diminum. Kekhawatiran salah masak atau bahkan tidak dimasak sama sekali menyebabkan kecenderungan saat ini masyarakat mengkonsumsi air dalam kemasan. Air dalam kemasan menjadi bisnis yang berkembang pesat untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Bahkan bisnis air dalam kemasan telah berkembang pesat, dari hanya sekedar air mineral, menjadi air minum/mineral berasa, menjadi air minum bervitamin, dan berkembang lagi menjadi bervitamin dan ditambah dengan isotonik.
Masyarakat semakin pandai memilih untuk tidak mengkonsumsi air, memilih yang tidak mengandung pengawet, pewarna, dan gula buatan. Tubuh tidak mampu memproduksi vitasmin sehingga memerlukan pasokan vitamin untuk menunjang daya tahan tubuh sehingga bisnis air minum kemasan bervitamin menjadi bisnis yang sangat menguntungkan.

Sanitasi dan Ancanam Terhadap Kehidupan
Kotoran manusia sama sekali tidak berguna bagi manusia, bahkan menganggu (bau dan jijik) sekaligus sumber penyebaran penyakit. Rasa malu dan jijik merupakan pintu masuk untuk menyosialisasikan masalah sanitasi (jamban dan septic tank).
Sanitasi total adalah bila sebuah rumah telah memiliki jamban yang sehat untuk pembuangan tinja. Selain itu ada kebiasaan dalam keluarga tersebut untuk mencuci tangan dengan sabun, meyimpan air dan makanan dengan aman, dan mengatur limbah air domestic. Dampak kesehatan karena pengelolaan air yang buruk di Indonesia menyebabkan penyakit Diare (423/100 penduduk), Tipus (23/100.000 penduduk), Polio, dan Cacingan.
Intervensi untuk mencegah diare dilakukan dengan cara praktik cuci tangan, meningkatkan sanitasi, dan penyediaan air bersih. Hal yang terpenting dalam kesehatan sanitasi adalah tidak membuang tinja sembarangan, praktik cuci tangan, dan memasak air sebelum minum. Sebagai catatan, air minum di Indonesia 47,5% mengandung E-Coli. Sedangkan kebiasaan mencuci tangan di Indonesia hanya 77% (USAID). Pada masa mendatang, penyadaran pada masyarakat untuk waspada terhadap penyakit dan menjaga kesehatan dengan baik, dengan hidup sehat, perilaku hodup bersih, dan sanitasi memadai perlu dilakukan terus menerus.

Indonesia Merupakan Jamban Terpanjang Di Dunia
Mumbai dan Kalkuta di India terkenal dengan kota terkumuh di dunia (global slum city), sedangkan Indonesia terkanal sebagai jamban terpanjang di dunia. Di Jakarta saha ada kurang lebih 1 juta septic tank dengan 66%nya berjarak kuran dari 10 meter dari sumur. Sedangkan 72,5 juta penduduk Indonesia masih buang air besar di luar rumah (Laporan Pemerintah RI ke MDGs). Bahkan Dep Kesehatan melaporkan lebih dari 100 juta orang Indonesia BAB di luar rumah.
PAda tahun 2000, JUmlah penduduk Indonesia telah mencapai 206,3 juta dengan layanan sanitasi hanya 69% di perkotaan dan 46% di pedesaan. Akses air bersih hanya 60% dari total penduduk Indonesia, 24% dengan system pompa dan 37% dengan system sumur. Laporan dai Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) menyatakan bahwa 70% air tanah di Jakarta terkontaminasi tinja dan bakteri E-Coli.
Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas, 2004) melaporkan bahwa 41% penduduk perkotaan yang terlayani dengan air bersih pipanisasi. 164 PDAM dari 318 PDAM di Indonesia sedang sakit dengan total utang sebesar 5,4 Trilyun. Menurut Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia, penduduk yang terlayani sanitasi di Indonesia hanya 55,43% berbeda dengan Singapura yang sudah 100% terlayani, sedangkan Tahiland 96%, Filipina 84,06%, Malaysia 74,7%, dan Myanmar 64,48%. Jeleknya pelayanan sanitasi di Indonesia terkait dengan jeleknya system pembuangan limbah (sewerage system). Di Jakarta saja hanya 1% penduduk Jakarta yang terlayani system pembuangan limbah yang memadai berbeda dengan Kuala Lumpur yang telah mencapi 80%. Lebih jauh lagi, kalau dikaitkan dengan angka kematian bayi, Indonesia memiliki angka kematian 50 per 1000 kelahiran, kedua tertinggi di ASEAN setelah Kamboja. Secara total 200.000 balita mati pertahun di ASEAN, dan 50%nya adalah bayi-bayi Indonesia.
Kendala belum terlayaninya sanitasi di Indonesia dikarenakan fasilitas air dan sanitasi yang belum memadai (MDGs, 2007). Hal ini dikarenakan oleh sebaran penduduk yang tidak merata, beragamnya wilayah di Indonesia, cakupan pembangunan yang sangat besar, keterbatasan pendanaan, belum menjadikan kualitas sanitasi dan air bersih sebagai prioritas pembangunan, menurunnya kualitas air, meningkatknya kepadatan penduduk, masalah kemiskinan, buruknya manajerial operator air minum, belum adanya kebijakan komprehensif lintas sektoral untuk air dan sanitasi, rendahnya kualitas bangunan septic tank, dan buruknya system pengelolaan limbah.

Pendekatan Holistik
Masyarakat Indonesia masih menganggap membuang kotoran adalah masalah domestic dan pribadi dan diperparah oleh Pemerintah yang belum menjadikan masalah sanitasi sebagai prioritas. Data dari Departemen Kesehatan Indonesia, selama 30 tahun terakhir, dana untuk fasilitas sanitasi hanya 820 juta atau sama dengan Rp200/orang. Menurut MDGs Indonesia mebutuhkan dana sebesar Rp50 Trilyun untuk mencapai MDGs 2015, itupuan hanya bisa mencapai 72,5% penduduk yang terlayani air bersih dan sanitasi.
Bisa dibayangkan kalau dana sanitasi hanya 1:214 dana subsidi BBM pada APBN Indonesia. Hal ini mengambarkan bahwa Pemerintah Indonesia sangat lemah dalam visi sanitasi dan belum melihat kebutuhan sanitasi sebagai investasi tetapi hanya sebagai biaya semata. Data dari WHO menyatakan bahwa investasi $1 pada sanitasi akan menghasilkan manfaat ekonomi sebesar $8. Manfaat ekonomi yang diperoleh adalah seperti peningkatan produktivitas, nerkurangnya angka kasus penyakit dan kematian, mengurangi angka kemiskinan, akses pendidikan dan kesehatan masyarakat, kesetaraan genders, pemulihan lingkungan, dan pengurangan pemukiman kumuh.
Indonesia membutuhkan manajemen sanitasi. Manajemen yang menggunakan pendekatan yang menyuluruh dan terpadu, lintas sektoral, terdesentralisasi, dan berbasis masyarakat. Indonesia pernah melakukan dan berhasil dengan cukup baik pada tahun 1980an. Melalui program PKK (10 program pokok PKK), lomba rumah sehat, dan arisan jamban. Bahkan program tersebut diadopsi oleh India dan sangat berhasil tetapi entah mengapa saat ini hilag begitu saja.

Sanitasi, program ke 10 dari MDGs
Menurut laporan Pemerintah Indonesia, hamper dicapai target penurunan sebesar 50% bagi masyarakat yang tidak memiliki akses ke sanitasi dasar dan air bersih. Sedangkan pipa air bersih pada tahun 1992 yang hanya melayani 14,7% masyarakat, pada tahun 2006 telah mencapai 57,2%. Dapat dipastikan antara 72,5 juta—10o juta masayarakat belum terlayani air bersih. Pemerintah Indonesia lebih suka melihat “setengah gelas telah terisi air ketimbang setengah gelas masih kosong”.
Laporan dari Asian Water Watch 2015, ADB, WHO, UNDP, dan UNESCAP menunjukkan Indonesia sebagai salah satu Negara yang paling lambat untuk mencapai target MDGs. Diprediksi, Indonesia tidak akan mencapai target pada waktunya. MDGs merupakan target minimum bagi kehidupan yang lebih baik. Pemerintah Indonesia sangat puas dan sangat bangga dengan target penurunan 50% pertahun, padahal Vietnam memiliki target penurunan 100%. Jangan pula berharap kita akan mampu bersaing dengan Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Konsekuensi dengan tidak terpenuhinya akses air bersih dan sanitasi adalah kesehatan masyarakat yang buruk, angka kematian bayi yang tinggi, malnutrisi dan pravelensi diare, dan kerugian ekonomi. Indonesia memerlukan pembangunan sanitasi, dari 388 kota dan kabupaten di Indonesia hanya 217 kota dan kabupaten yang terlayani. Ditargetkan pada tahun 2008 ini akan ada69 kota/kabupaten yang terlayani pipa air bersih dan 102 sisanya akan dibangun pada tahun 2009. Dilain pihak rencana Pemerintah Pusat untuk membangun pusat pengolahan limbah terhambat oleh Pemerintah Daerah, sehingga diperlukan koordinasi yang lebih pada lagi.
Masalah sanitasi, masalah bersama tetapi rupa2nya di Indonesia belumlah seperti itu. Semoga semua orang kembali memikirkannya, memecahkan permasalahan ini bersama untuk menjadi Indonesia yang lebih baik.

Selasa, 07 Oktober 2008

Perlindungan Satwa dari Sudut Pandang Agama-Agama

Pada tanggal 13 September 2008, ProFauna Wildlife Education Center menyelenggarakan diskusi 3 bulanan dan sekalian Buka Puasa Bersama. Senyampang dengan Bulan Ramadhan maka thema diskusi kali ini adalah PERLINDUNGAN SATWA DARI SUDUT PANDANG AGAMA-AGAMA.
Tinjauan agama dilakukan dari sudut pandang Agama Kristen oleh Bpk. Jahja Filemon (Yayasan Altruis), Agama Buddha oleh Bhikku Pannavato (Selorejo, Blitar) dan dari Agama Islam oleh K.H. Drs., M. Nafi (Ponpes Al-Hikam) yang tentu saja diantarkan oleh Rozeq Nurhawid selaku Chairman dan Founder ProFauna Indonesia.

Pelestarian Satwa Liar dan Animal Welfare, Ekologi-Sosial-Agama-Moral (Rozeq Nurwahid - ProFauna Indonesia)
Secara ekologi dan biologi setiap makhluk (juga satwa) memiliki 2 fungsi, fungsi bagi alam (ekstrinsik) dan fungsi bagi dirinya sendiri (intrinsik). Fungsi intrinsik satwa sebagai dirinya ditandai dengan setiap makhluk hidup memiliki rasa (feeling) baik rasa sakit dan dapat terserang penyakit. Sedangkan nilai ekstrinsik satwa dikarenakan semua makhluk hidup saling berpengaruh dan memengaruhi alam, sebagai contoh adalah rantai makanan dan jaring makanan. Sehingga bila terjadi masalah pada satwa, itu akan menjadi masalah bagi manusia, bila rantai dan jaring makanan terganggu maka kehidupan manusiapun akan terganggu. Seharusnyalah manusia memiliki rasa kasih terhadap satwa dan alam yang merupakan wujud dari kasih pada dirinya sendiri. Apalagi bagi masayarakat agraris, maka ketergantungan pada hutan dan satwa sangatlah tinggi.

Tinjuan Agama Kristen (Yayasan Altruis)
Mengaca dari berita Kompas 13092008, mengenai orang utan yang terkepung oleh perkebunan kelapa sawit di Langkat - Sumut. BKSDA setempat lebih memilih untuk memindahkan orang utan ketimbang melindungi habitatnya, kekalahan ekologis dibanding ekonomis.
Alam memang diciptakan untuk manusia (Kitab Kejadian), tetapi manusia diciptakan paling akhir, sehingga itu menunjukkan gambaran mengenai ketergantungan manusia terhadap alam dan seluruh makhluk yanga ada. Manusia hanya diperkenankan untuk mengelolahnya tetapi bukan untuk mengeksploitasinya.
Manusia sebagai rupa dan gambar Allah seharusnya, sehingga seharusnya manusia memiliki sifat Allah, yaitu Altruis (lawan dari egois) selalu memikirkan kepentingan orang lain dan alam.

Tinjauan Agama Buddha (Bhikku Pannvato)
Keseimbangan alam mendasari pola pikir untuk peduli pada alam dan satwa, dengan tujuan untuk menjaga perdaiaman. Merupakan keharusan dalam ajaran Buddha. Tidak pantas bagi murid Buddha memegang senjata untuk menyiksa dan membunuh binatang, memanfaatkan binatang dengan arif dan bijaksana, memperlakukan binatang dengan kasih sayang dan sesuai dengan sifat alaminya.
Agama Buddha tidak melarang umat makan daging binatang, tetapi dengan syarat tidak menyembelih sendiri, tidak menuyuruh orang lain untuk menyembelih, dan tidak mengetahui kalau penyembelihan itu dilakukan untuk dirinya sendiri. Larangan makanan daging adalah daging manusia dan daging hewan2 yang berdarah panas (buas) karena akan mengakibatkan kebuasan pada perilaku manusia yang memakannya. Yang terpenting adalah tidak mengorbankan binatang untuk kesenangan diri sendiri.
Konsep reinkarnasi menyatakan bahwa bisa saja binatang yang disiksa atau dibantai tersebut ada hubungan dengan diri kita di masa lalu. Kejahatan tidak akan berhenti bila dibalas dengan kejahatan pula. Kejahatan hanya berhenti bila dibalas dengan kebajikan.
Agama Buddha tidak memperkenankan membunuh makhluk hidup tanpa alasan atau dengan alasan untuk kesenangan manusia semata.

Tinjauan Agama Islam (Drs. K.H. M. Nafi)
Di Indonesia belum ada kesadaran mengenai Animal Welfare, demikian dalam memahami dan menjalankan ajaran kitab suci dengan baik dan benar secara harmonis dan holistik. Sehingga jaminan bagi makhluk hidup untuk hidup sesuai dengan tujuan penciptaan belum tercapai.
Kerusakan alam yang terjadi saat ini dikarenakan kebodohan dan kesombongan manusia semata. Padahal perintah Alquran menyatakan dengan jelas untuk menjaga harmonitas alam dan harmonitas sosial. "Sayangilah penduduk bumi, niscaya akan disayangi oleh seluruh bumi."
Manusia menjadi perusak alam karena manusia telah kehilangan fungsinya sebagai pengelolah alam, karena tindakan serakah (mubazir) dan tindakan dosa.

Hasil Diskusi
Tidak ada perbedaan perlakuan antara satwa liar dan satwa peliharaan menurut agama apapun. Pembedaan satwa liar dan satwa domestik karena definisi modern yang berdasarkan ilmu hukum dan ilmu ekologi.
Mitologi dalam agama dapat dipergunakan sebagai ajaran untuk mengajarkan mengenai kearifan hidup.
Makhluk hidup adalah ciptaan Tuhan, sehingga harus diperlakukan secara holistik.

Renungan
Walau seluruh agama tidak ada yang menyetujui mengenai perusakan alam dan eksployasi satwa tetapi manusia selalu punya alasan dan kilah untuk membenarkan kelakuannya.
Walau akibat kerusakan alam dan nyaris punahnya spesies terntentu yang berpengaruh pada kehidupan normal manusia, tetapi manusia selalu punya cara untuk mengatasinya, walau tidak semakin baik tetapi malah semakin buruk akibatnya.
Walau kiamat sudah dekat, kiamat yang diciptakan oleh manusia itu sendiri, manusia selalu punya jalan untuk menghindarinya, walau jalan itu menuju kiamat yang lebih dahsyat lagi.
Walau Tuhan menghukum bumi dan manusia, manusia tetap akan membangkang dan menenatang Tuhan dengan kebodohan dan kesombongannya.
Apakah kita mau menjadi manusia2 sombong dan bodoh yang melawan Tuhan dengan merusak alam dan makhluk hidupnya?

Mudik, Tradisi Tahunan nan Asyik

Mudik adalah fenomena tahunan yang tidak banyak terjadi di muka bumi ini. Hanya beberapa tempat saja di dunia ini yang memiliki tradisi mudi atau pulang ke rumah untuk merayakan hari raya (apapun) bersama keluarga di kota asal (keluarga besar). Indonesia punya tradisi mudik saat Iedul Fitri atau Lebaran. Ratusan ribu bahkan berjuta orang rela berdesakan di atas kendaraan umum, macet di jalan raya, atau fenomena terkahir adalah bermotor bersama. Walau badan sakit dan capeek bahkan tak kurang meregang nyawa karena mudik tetapi tetap saja berjuta orang mudik setiap tahunnya. Bukan hanya tenaga tetapi juga tabungan akan terkuras habis hanya untuk memperingati ritual tahunan ini.
Seperti tahun2 yang lalu, sayapun ikutan mudik walau tidak ikut merayakan lebaran tetapi untuk bersilahturohim dengan keluarga besar yang merayakannya. Bukan hanya capek dan kehilangan sebagian tabungan yang menjadi perhatian saya, tetapi ada fenomena menarik yang terjadi pada mudik tahun ini.
Mudik tahun ini di jalanan dan bahkan di seputaran rumah berbeda dari tahun2 sebelumnya, bukan karena suasana yang berbeda tetapi karena raungan motor dan asap mobil yang mengudara. Mudik tahun ini jalanan serasa ramai oleh sepeda motor yang berseliweran dan jumlah mobil yang serasa berlipat kali banyaknya di jalanan. Macet sudahlah biasa tetapi tidak separah tahun ini, berita di televisi dan koran mendukung analisis kecil saya ini. Bahkan terminal serasa sepi untuk perjalan jarak jauh walau stasiun masih dijejali pemudik. Sepertinya fenomena mudik dengan mengendarai kendaraan pribadi baik mobil terlebih motor telah menjadi moda transportasi terkini. Alasan macet dan praktis menjadi pembenar tetapi sepertinya ajang pamer diri lebih mendominasi. Apapun juga mudik masih menjadi tradisi yang asyik.
Akibat bawaan lain dari mudik adalah berputarnya roda ekonomi di kota2 kecil dan di daerah menjadi seuatu yang perlu diperhatikan. Banyak uang orang2 kota besar yang dibawa pulang dan di belanjakan di kota asal dan di desa, sehingga walau perekonomian dunia yang lagi berantakan dan Amerika meregang karena krisis, sesaat Indonesia serasa tidak ada masalah apapun dengan ekonominya. Semoga ini bukan menjadi fenomena sesaat, semoga setelah lebaran berlalupun roda ekonomi (daerah) terus berputar dan bergerak sehingga menjadi roka perekonomian Indonesia berputar dengan kencang.
Sepertinya mudik merupakan budaya asyik yang harus dilestaarikan, bukan untuk sesaat tetapi untuk berkelanjutan. Semangat persaudaraan, semangat menempuh perjalanan jauh, berputarnya roda ekonomi daerah dan berbagai dampak bawaan lain sepertinya harus tetap terjaga.
Selamat Hari Raya Iedul Fitri 1429H.
Mohon Maaf Lahir dan Batin.