Selasa, 04 Agustus 2009

Trip to Manado - North Celebes

Pada akhir Juli 2009 kemarin, saya beserta keluarga (istri dan anakku) berkesempatan untuk berjalan2 dan menikmati indahnya Manado dan sekitarnya, termasuk Bunaken tentunya.
Keberangkatan pada hari senin pagi, 28 Juli dari Bandar Juanda dan kami harus transit kurang lebih 3 jam di Bandara Hassanudin - Makassar.  Sesampe di Manado, hari telah menjelang sore dan tiada tempat lain yang kami tuju kecuali Hotel untuk kami sekedar beristirahat dan bersih2 diri tentunya.  Kami menginap di Hotel Travello, Jalan Sudirman - Manado, tepat di tengah keramian dan kemacetan Kota Manado.
Acara pertama kami di Manado adalah makan malam di daerah Malalayang, entah itu pantai atau tebing? tapi kami rasa itu tebing.  Makan malam di salah salah satu restoran yang cukup besar disana.  Sayang badanku sudah mulai terasa tidak enak, makanan yang berlimpah tidak dapat kuhabiskan, padahal kalau aku sehat2 aja, mungkin bisa kulahap habis itu makanan. Sayang seribu sayang ........
Malampun tiba, saat beristirahat untuk menyiapkan diri berjalan2 mengelilingi Minahasa (Manado - Tomohon - Minahasa - Manado).  Perjalanan selepas sarapan di Hotel dengan tujuan pertama adalah Kota Tomohon, kota yang dikelilingi 3 gunung. Menurut cerita, Tomohon berasal dari kata Tou Mohon yang artinya orang memohon atau berdoa, karena kotanya sering diguncang oleh gempa dan letusan gunung2 di sekeliling kota tersebut.  Sebelum mencapai Tomohon kami berhenti dulu di semacam Puncak Pass, dimana tempat kami bisa melihat Manado dari atas.  Cantik juga, sayang cuaca agak berkabut sehingga pemandangan kurang bisa tertangkap dengan bersih.
Selanjutnya kami menuju ke Pagoda Ekayana, pagoda yang cukup tinggi dengan 18 patung buddha, naga, dan kura2.  Lucu juga, tempat ibadah bisa jadi tujuan wisata, dan nyatanya disana lebih banyak yang berwisata ketimbang beribadah.  Maklum latar belakang Gunung Lokon sungguh indah dan menampilkan kemegahan tersendiri.  Dari tempat ibadah kami meluncur ke tempat belanja, pasar maksudnya.  Di Pasar Tomohon jelas tersaji bahan makanan yang berbeda dari tempat2 lain di Indonesia.  Daging babi (ternak maupun liar), ular, anjing (RW), kelelawar (paniki), dan tikus hutan (kawok) tersaji.  Benar kata pepatah memang, semua yang berkaki bisa dimasak dan dimakan oleh orang2 Manado, kecuali kaki meja dan kursi, itupun karena keras hehehehehe ...... bahkan di Sulawesi Utara tidak ada kebun binatang, karena pasti binatangnya akan stress, terancam untuk dimasak hehehehehe.
Dari pasar kami mampir sebentar ke BLPT Kaaten, tempat pelatihan pengelolahan katu kelapan dan aren yang banyak bertebaran di seluruh Sulawesi Utara.  Ternyata kalau diolah dengan benar, akan menghasilkan furniture yang bagus dan kuat.  Sayang pemilik pusat pelatihan itu orang dari Swedia, kenapa tidak ada anak bangsa sendiri yang memperhatikan potensinya sendiri.  Sayang .. seribu kali sayang.  Setelahnya kami meluncur ke Desa wisata Rurukan, desa yang ada di puncak Tomohon, dengan hawanya yang dingin dan pemandangan Danau Tomohon yang cantik.  Sayang pengelolah pariwisata setempat (Kota Tomohon) belum memanfaatkan betul potensi wisata tersebut.  Bukan hanya sarana jalan yang masih belum memadai, tetapi juga sarana lain yang membuat orang betah berlama2 di Rurukan juga tidak ada, ironisnya lagi tidak ada usaha untuk memanfaatkan dan memberdayakan masyarakat lokal sebagai duta2 wisata setempat.  Keindahan dan kecantikan yang terbuang sia2, percuma tanpa bekas karena ketidak mampuan dan ketidak tahuan.
Dari Rurukan kami turun ke Danau Tondano, danau yang cukup besar, besar banget malahan, danau dengan potensi air dan perikanan yang begitu melimpah.  Sekali lagi sayang, tidak ada sentuhan pariwisata sama sekali.  Hanya dibiarkian begitu saja, apa adanya, tanpa penanganan.  Jadinya hanya enak untuk makan siang, yang memang enak sekali disana, tanpa ada pemberdayaan dan pemanfaatan lebih lagi.  Sebenarnya kalau mau digali lebih jauh lagi, bukan hanya ikan goreng dan ikan bakar saja yang bisa dijual, ada pariwisata air yang bisa dijual seperti halnya Bedugul atau Toba, sayang masih belum tergarap dengan baik.
Selepas Danau Tondano (Tou Danau atau orang2 Danau) perjalanan dilanjutkan ke Bukit Kasih, bukit persatuan yang di atasnya ada 5 rumah ibadah agama dan patung dari Toar dan Lumimuut yang dipercaya sebagai nenek moyang orang2 Minahasa.  Sekali lagi, sayang aku yang sakit, jadinya ya ngak bisa naik dech.  Kalaupun sehat belum tentu aku bisa nyampe di atas.  Tinggi banget dan dibarengi dengan bau belerang yang sangat menyengat.  Perlambang yang cukup memberi makna, kasih sebagai pemersatu rakyat Minahasa.  Sebentar berhenti selanjutnya perjalanan dilanjutkan menuju Danau Linow, danau dengan air 3 warna, waarna yang berbeda karena pengaruh air belerang dan kedalaman danau.  Indah benar, dan telah terkelolah dengan baik, walau infrastruktur jalan masih jauh dari harapan.  Tapi keindahan Danau Linow membuat kami betah berlama2 disana, dan bahkan berangan2 untuk punya tempat tinggal disebelah danau, apalagi danau seindah Danau Linow.  Walau hanya sekedar angan, siapa tahu akan menjadi kenyataan suatu saat nanti.
Dari Danua Linow perjalanan kembali menyusuri jalan dan menuju pusat pembuatan rumah2 adat Minahasa.  Ternyata sedesa yang membuat, dan indah, harga selangit sich, lebih mahal ketimbang rumah dari tembok, tapi sepadan dengan keindahannnya.  Wah wah wah .... imajinasi semakin melayang tinggi saja.  Rumah panggung adat Minahasa tinggal di tepiaan danau (linow) dengan hamparan kebun buah dan sayur di belakang rumah serta sekolah rakyat di bagian depan halaman .... hhhmmmmmm ... cita2 yang tidak terlalu muluk bukan?
Selanjutnya kembali menuju ke Manado dan kembali makan malam.  Tetapi kenapa juga makan malamnya di rumah makan khas jogja, jauh2 ke Manado masih juga makan masakan jawa? Sudahlah semua sudah diatur sedemikian.  Kembali ke hotel dan mandi, tidur sore2 karena besok akan ada perjalanan besar menunggu.
Rabu pagi, 30 Juli, selepas sarapan pagi, perjalanan dilanjutkan menuju Marina - Manado.  Iya benar, kami akan menuju Bunaken, salah satu spot penyelaman terindah di dunia.  Kamipun menyeberang menggunakan speedboat, perjalanan kurang lebih 45 menit, dan kemudian naik kapan intai (untuk melihat ikan bawah laut maksudnya).  Wow ... sungguh indah, bukan hanya air laut yang jernih, gugusan karang yang membentuk tembok2, keliaran ikan2 indah .... susah dilukiskan dengan kata2 keindahannya.  Sayang karena batuk, aku ga bisa menyelam (belum kursus juga) atau bahkan snorkling .... moment indah yang terlewatkan.  Membuatku bertekat untuk suatu saat kembali ke Bunaken dan tinggal disana untuk beberapa saat, belajar menyelam dan snorkling sepuasnya.  Menikmati indahnya alam bawah laut Bunaken.  Tapi paling tidak kali ini aku udah sampai ke ujung utara Indonesia. Jalan2 menikmati pantai dan makan siang hasil laut disana, selanjutnya kembali pulang ke Manado.
Sesampai di Manado, kami belanja oleh2, walau udah beli banyak juga di Bunaken hehehehe.  Sepulang belanja mencicipi nikmatnya es kacang merah (es TM) yang memang enak banget.  Sebelum makan malam, sesaat menikmati indahnya matahari terbenam di Pantai Manado, ga jauh2 di belakang sebuah mall, Megaria Mall Manado Boulevard.  Indah banget, temaram merah matahari terbenam, orang memancing dan berperahu, indah banget.  Kenapa harus masuk mall yang cuman begitu2 aja.  Seandainya aku punya rumah disana.  Lho kok jadi pengen punya rumah banyak2 di Manado ya ...... serasa menemukan tanah iar tumpah darah yang hilang ...... aaaggggghhhhh .... haruskah aku kemgbali pulang ke Manado????? 
Moment terakhir telah terlewatkan, makan malam berlalu begitu saja, dan malam inipun tiada kegiatan lain selain beristirahat dan bersiap untuk besok kembali pulang ke Sidoarjo.  Pagipun datang, sarapan dulu, mandi dulu dan siap2 untuk pulang.  Tepat pukul 12.00 kami keluar dari Hotel dan menuju ke bandara, setelah 2 jam di bandara Sam Ratulangi, kamipun terbang menuju Jawa, tapi transit dulu di Makassar, cuman 1 jam dan terbang kembali menuju Surabaya.  Memasuki malam, kamipun sampai di Sidoarjo, kota asalku dan keesokan harinya kamipun kembali ke Malang, kota tempatku tinggal sekarang.
Manado meninggalkan bekas diingatan dan hati, Bunaken telah memenjara hatiku untuk aku suatu saat kembali kesana.  Apakah sebagai wisatawan lagi ataukah aku menjadi warga Manado? Hanya waktu yang bisa menjawab.  Tetapi gambaran indah tentang rumah panggung di tepi danau (linow) dan menikmati indahnya sunset di pantai, menjadikanku ingin kembali ke Manado atau bahkan tinggal di Madao.  Siapa tahu?????  

Rabu, 15 Juli 2009

Social Protection in Asia Workshop di Hanoi - Vietnam

Saku mendapat kehormatan mewakili Indonesia melalui organisasiku (Mitra Wanita Pekerja Rumahan Indonesia) menghadiri workshop mengenai Social Protection in Asia di Hanoi Vietnam pada 1 - 5 Juni 2009 kemarin. Aku hadir sebagai salah satu partner peneliti untuk kasus Pekerja Rumahan di Indonesia.
Bukan sekedar kehadiranku, bukan pula fasilitas cukup mewah yang kuterima, maklum transit hotelku aja di Hotel Ciputra Jakarta yang bersebelahan dengan Mall Ciputra, bukan pula rekan2 Indonesia lain yang berasal dari organisasi2 besar dan ternama seperti dari SMERU (Bu Anti dan Mas Sirojudin) dan BAPPENAS (Pak Rudy). Bukan pula fasilitas workshop di Hotel Fortuna, hotel bintang lima di Vietnam sana, dengan fasilitas 1 kamar untuk 1 orang peserta. Tetapi lebih pada keherananku mengenai Vietnam.
Berangkat dengan sedikit masalah di sana sini tetapi dapat diatasi dengan baik, datang melihat bandara yang sederhana, perjalanan ke kota yang penuh debu karena pembangunan infrastruktur baik jalan, bangunan, dan perusahaan2 baru, serta tentu saja perumahan mewah. Vietnam berbenah dan membangun dengan kecepatan yang sulit di bayangkan.
Aku berfikir, apakah Vietnam seperti negaraku dalam membangun, seperti Indonesia? ternyata tidak, jauh, bahkan sangat jauh.
Di negara Paman Ho (Ho Ci Minh), nyaris tidak konflik dalam penggusuran karena tempat tinggal baru yang layak serta pekerjaan pengganti disiapkan oleh Pemerintah dengan baik. Pedagang akan tetap jadi pedaganga, petani akan tetap jadi petani di daerahnya yang baru dengan fasilitas yang sangat memadai. Beda dengan aparat2 negaraku yang menggusur ya sekedar menggusur seperti mengusir hewan liar perusak pemandangan.
Di negara Paman Ho bangunan2 lama sisa2 peninggalan Perancis dan Rusia tetap dibiarkan kokoh berdiri dengan tata kota yang seperti apa adanya, sedangkan pengembangan daerah baru begitu tertata, tidak seperti di negaraku semua dihancurkan, di bumi hanguskan, semua yang bernilai sejarah dirusak hanya untuk mengganti sesuatu yang baru, sangat moody dan hanya mengikuti trend sesaat, sangat jangka pendek, secupep pemikiran para birokrat dan penguasa negeri ini, keuntungan sesaat dengan menghancurkan yang hakiki.
Di negara Paman Ho bukan utang dari luar negeri yang jadi andalan, tetapi kekuatan sendiri dalam membangun. Ekonomi yang berbasis pertanian (ekportir beras kedua terbesar setelah thailand dan kopi setelah brasil), dipergunakan untuk membangun infrastuktur pertanian dengan baik. Daerah industri dikembangkan, banyak investor asing masuk, tetapi diharuskan memproduksi dengan kandungan lokal dan tenaga lokal yang tinggi. Industrialisasipun di beri zona khusus yang jauh dari areal pertanian, bahkan jauh dari areal pemukiman.
Ekonomi kerakyatan di kedepankan, nyaris tidak ditemui mall besar di negara itu. Semua berbasis toko2 kecil yang dimiliki oleh warga lokal. Berjajar rapi dengan zoning yang fungsional. Ditengah2 kota Hanoi akan ditemui belasan zona belanja dengan masing2 zona untuk masing2 produk. Produk2 yang dijualpun berbasis produk dalam negeri sendiri, produk anak negeri. Sedangkan produk2 impor dari manca negara di beri zona tersendiri, yang jelas2 dijauhkan dari pusaat keramaian. Pembeli produk impor harus bersusah2 menjangkaunya. Benar2 cara2 yang berpihak pada anak negeri.
Bahkan kesan keberpihakan pada produk anak negeri sangat terasa di bandara. Kita datang, keluar sebentar banyak berjajar money changer yang siap menerima uang dollar dengan uang dong setempat. Tetpai jangan harap kita menemui yang namanya money changer saat kita akan meninggalkan negara itu, di keberangkatan hanya ditemui berjajar toko2 dan gerai2 tanpa ada money changer satupun. Toko2 dan gerai2 itupun hanya menjual produk2 setempat dan nyaris tidak ada produk impor di jual disana. Sangat jauh berbeda dengan bandara2 di Indonesia yang berlomba menjual rpduk2 impor ketimbang produk anak negeri. Terlihat perbedaan keberpihakan pengambil kebijakan di negara ini, jelas2 lebih berpihak pada manca ketimbang anak negeri. Jelas2 berpihak pada keuntungan finansial ketimbang harga diri sebagai bangsa mandiri yang merdeka dan berdaulat.
Belum lagi kala bertemu dengan rekan2 sesama pendamping UKM, iri berat di buatnya. Bagaimana cerita mereka tentang dukungan Pemerintah Paman Ho terhadap kawan2 pengusaha mikro, mulai dari pendirian, pendampingan, permodalan, sampai ekspor, semua serba muda dan serba terlindungi. Usaha kecil berkembang dengan pesat dan mampu duduk sejajar dengan produsen masal seperti pabrik. Sangat berpihak pada rakyat dan orientasi pada ekonomi kerakyatan dan pemerataan yang sesungguhnya. Sedangkan di negaraku, ekonomi kerakyatan dan pemerataan hanya jargon dan bahan kampanye yang hanya sekedar janji2 surga semata. Kenyataannya, semua diserahkan pada pasar. Produsen besar menggulung pengusaha kecil, produk impor melindas produk anak negeri. Rakyaat benar2 dijadikan tumbal atas nama pembangunan ekonomi dan kemakmuran.
Akh ... kalau diteruskan, hanya kekecewaan dan kesedihan saja yang terungkap. Bahwa negeri ini merupakan negeri yang terjual, negeri yang para penguasanya lebih berpihak pada pemodal dan juga pada kekuatan asing ketimbang memberdayakan anak negeri. Lebih senang mereguk kesenangan sesaat ketimbang bersakit2 dahulu untuk memperoleh kebahagiaan hakiki bagi seluruh anak negeri. Menyakitkan benar2 menyakitkan.

Ohya, mengenai presentasi dan pekerjaan kami, ternyata kita tidak kalah kalau tidak bisa dikatakan malah menjadi yang terbaik diantara presentasi negara2 lain dan bahkan dalam hal kedalaman penelitian, kita masih tergolong yang terbaik.
Bukan karena kami pandai atau jumwa, segalanya jadi begitu indah dan meyakinkan karena permsalahan yang kami hadapi begitu kompleks, begitu banyak alternatif pemikiran yang kami sajikan karena tiadanya jalan yang jelas dalam perlindungan sosial di negeri ini. Begitu tinggi sajian konsep yang kami sajikan, begitu holistik pemecahan masalah yang kami tawarkan, karena tidak ada konsep dan pemecahan masalah yang pasti di negeri ini. Kesimpang siuran dan ketidak niatan pengambil kebijakan dan pelaksana lapangan menjadikan perlindungan sosial sebagai sesuatu janji indah negeri di atas awan yang sangat sulit diterapkan di negara ini.
Sedangkan di negara lain, begitu sederhana konsep mereka, begitu mudah jalan keluar yang diambil untuk pelaksanaan perlindungan sosial, karena negara telah menyiapkan semuanya dan menerima dengan mudah konsep yang ditawarkan. Rakyat menjadi yang utama dan benar2 diutamakan, sesuatu yang muskil di negara ini.
Indonesia menyajikan sesuatu yang indah, Indonesia menjadi daya tarik, Indonesia menjadi perhatian pada forum itu, bukan karena pelaksanaan perlindungan sosial tetapi karena herannya rekan2 dari negara2 se Asia, bahwa Indonesia yang mereka nilai sebagai salah satu negara besar dan kaya di Asia, ternyata begitu tidak pedulinya pada rakyatnya, begitu liberal dan kapitalis melebihi Amerika yang gembongnya kapitalis liberal. Mereka heran bagaimana mungkin Indonesia yang negara besar, salah satu pencetus ide non blok, yang sangat berpihak pada kemerdekaan dan kerakyatan pada awal2 kemerdekaan negara2 di Asia saat ini bisa menjadi negara yang memperbudakkan diri pada kapitalisme dan liberalisme, bahkan lebih kapitalis dan liberal ketimbang Amerika.
Hebatkan Indonesia ..... hebat abis ........

Semoga pengalaman dan catatanku ini berguna bagi siapapun yang membacanya.
Salah satu perjalanan hidup yang semakin meyakinkanku untuk bekerja dan berjuang untuk rakyat. Berjuang sampai benar2 MERDEKA dan BERDAULAT ........

Malang, 15 Juli 2009

Selasa, 27 Januari 2009

Aktivitas Akhir Tahun 2008 ....

Di penghujung tahun 2008, aktivitasku cukup berjibun dan saling susul menyusul ....
Sampai2 untuk bercerita dan mengambil sarinya saja ga cukup waktu, dan baru bisa kurangkum pada saat ini ... dan tentu saja banyak peristiwa dan renungan yang terlewat ....

Diawali menjadi fasilitator Pelatihan Kepemimpinan Lembaga Kemahasiswaan Universitas Ma Chung, 7-9 November di Baung Camp, belakang Kebun Raya Purwodadi - Pasuruan.
Rencana menjadi fasilitator berdua dengan temanku (Hari Kris) tetapi karena ada tugas mendampingi mahasiswa untuk lamba di Surabaya, jadinya aku dech sendirian memfasilitasi semua materi pelatihan, tentu saja kecuali outboound.
Tempat baru yang asyik, walau fasilitas masih kurang memadai tetapi cukup asyik untuk pelatihan dan kalau outboundnya jangan ditanya, lengkap dan alami. Sayangnya karenat tidak seketat tahun sebelumnya, konsentrasi anak2 terpecah dengan SMS sana dan SMS sini selama pealtihan. Jadinya seraasa kurang greget dan kurang menggigit seperti tahun sebelumnya. Belum lagi karena "tragedi" (bagiku sich biasa aja), karena firewalk banyak yang melepuh dan dijadikan alasan tidak ikut latihan lapangan .... dasar anak2 manja .....
Apapun yang terjadi, pelatihan tetap harus berjalan. Sampai pulang tidak ada peristiwa lain yang terjadi, kecuali aku ada sedikit kecelakaan saat outbound. Aku salah bersandar dan akhirnya malah dikerubungi semut, sialnya karena itu aku ga bisa menyelesaikan outbound highroofku ... sial sial sial .....
Udahlah .. apapun yang terjadi, semoga apa yang kuberikan bisa bermanfaat untuk anak2 LK UMC ... dan berguna bagi mereka secara pribadi pada tahun2 mendatang .... walau aku tidak berharap banyak ......

Selanjutnya, aku pergi ke luar negeri (lagi) pada awal Desember (6-14 desember tepatnya) ..... ke Laos lewat Bangkok. Nyaris ga jadi berangkat karena di Bangkok sedang terjadi demo besar2an anti pemerintah. Kurang 3 hari baru dipastikan kami bisa berangkat. Sesampai di Bangkok ... ampun ... kami kaget2 karena Bandara Swarnabhumi seperti tidak ada kejadian apa2 walau 3 hari sebelumnya diduduki pendemo selama 2 minggu .... semua bersih tidak ada yang rusak atau kotor .....
Hebat .. hebat ... hebat .... coba kalau di Indonesia ... udah berantakan dan dijarah habis itu bandara ......... ternyata demonstrasi bagi rakyat Thailand adalah mogok dan pendudukan saja, kalau di Indonesia artinya anarki, perusakan dan penjarahan ..... arti demokrasi bagi Thailand dan Indonesia ternyata berbeda ...... kebebasan berpendapat dan bertindak (semaunya dan seenaknya) hanyalah arti demokrasi yang hanya ada di kamus Indonesia.
Semalam nginep di Bangkok, di kantor HomeNet Thailand, terus ke Laos naik kereta api malam ke perbatasan. Kantor HNT memang kantor beneran, jadinya kami tidur hanya di kursi dan lantai ... coba kalau di Indonesia, kantor khan plus rumah singgah hehehehehe .... Udah gitu di tengah kota bener .... ga kayak di HNI yang nyelempit hehehehehe ..... Ohya kereta api Bangkok-Laos bagus lho, kita bisa tidur malem disana dan ga pake asongan keliling seperti di Indonesia, ternyata kita memang jauh .... jauh, jauh banget ... disiplin, ketertiban .. jauh banget ... bahkan dengan Laos sekalipun ....
Gilanya lagi, masuk Laos kami kena Visa, padahal negara2 lain tidak menggunakan Visa untuk masuk Laos... ada apa dengan Indonesia? apakah kita ini bukan sesama negara ASEAN? atau Indonesia dianggap negara yang kurang punya sesuatu hingga tidak semua negara ASEAN memperlakukan Indonesia seperti anggota kelas 2? Ternyata Indonesia-ku cuman besar jumlah penduduknya tetapi tidak benar2 besar di mata negara2 lain, bahkan sesama ASEAN sekalipun.
Belum berhenti keheranan kami, ternyata kami dibuaat lebih heran lagi. Laos yang nilai tukarnya hampir sama dengan Indonesia, ternyata lebih makmur ketimbang Indonesia secara rata2. Bukan hanya masalah mobil mewah yang berkeliaran, bukan hanya fasilitas umum yang nyaris serba gratis, tetapi pendapatan pekerja (rumahan) yang terkecil di Indonesia merupakan kelompok pekerja dengan pendapatan terendah, mereka mendapatkannya 4x pendapatan di Indonesia dengan jam kerja 1/3 dari yang kita lakukan.
Kalau udah begini, jangan2 negara2 sosialis lebih makmur dari negara2 kapitalis. Paling tidak secara umum, untuk semua orang. Tidak seperti negara kapitalis apalagi yang ultra kapitalis seperti Indonesia ini, yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Ternyata bagi negara kapitalis, kemakmuran hanya untuk segelintir orang, bukan untuk segenap rakyat Indonesia.
Walau secara presentasi Indonesia paling membanggakan, paling lengkap pendekatannya, bukan karena kami paling pinter, tetapi ternyata Indonesia masalahnya paling kompleks dan tanpa dukungan Pemerintah sama sekali. Kalau yang lain, jangan tanya, pemerintahnya sangat memperhatikan gerakan untuk rakyat miskin. Di Indonesia? masalah dimusuhin yang ada. Dianggap pengganggu program pemerintah, program sekedar program dengan program dasar bagi2 duit untuk para aparat keparat itu, jelas aja kami adalah pengganggu.
Kami pulang dengan dengan berjuta pertanyaan, bagaimana nasib bangsa ini di masa mendatang? satu hal yang pasti, si kaya akan tetap kaya bahkan semakin kaya, dan si miskin akan bertambah miskin, dan kami yang bekerja dan berjuang untuk mereka tetaplah dianggap menjadi penganggu dan perusuh .... terus kapan Indonesia Adil dan Makmur untuk segenap rakyat Indonesia .... ya kapan kapan dech .....

Akhir Desember, dikala banyak teman mulai memikirkan atau bahkan ada yang berangkat berlibur ... eh mulai 21-24 Desember aku malah kerja, ngaudit proyeknya Praxis, Teater Sandekala namanya. Wah wah wah ... kerja seperti orang tahanan, 4 hari 3 malam aku tidak melihat dunia luar, kerja, kerja, dan kerja ..... maklum harus selesai sebelum tanggal 24 sore. Walau dengan load kerja tinggi akhir bisa kuselesaikan juga, dan lumayanlah hasilnya untuk nambah tabungan. Sekalin tentu saja promosi untuk mendapatkan kerjaan2 selanjutnya. Sayangnya waktuku tidak sefleksibel dulu2 ..... semoga aja kerjaan2 audit yang lain bisa diatur2 gitu ... hehehe ..... lumayan untuk tambah pengalaman dan tentu saja tambah tabungan .... Asal ga kerja rodi lagi seperti ini lagi aja ......

Renungan akhir tahun ....
Aku ini udah kerja di sebuah perguruan tinggi yang ketat, kerja 8 jam sehari dan 5 hari kerja, dengan penghasilan yang lumayan tinggi, cukup untuk keluarga. Tetapi sisi idealismeku masih mengharuskanku kerja di dunia pendampingan dan kebetulan bertemu dengan lembaga pendampingan pada pekerja rumahan, penghasilan tidak seberapa tetapi kesempatan untuk berjuang dan bepergian ke luar kota, luar pulau, bahkan luar negeri ada disana, idealis dan juga beraktualisasi. Belum puas juga, dari sisi profesioanal aku ga mau pengetahuanku dan pendidikan sebagai akuntan terbuang percuma, aku juga jadi konsultan dan auditor independen, lumayan untuk pengalaman dan tentu saja menambah tabungan.
Pertanyaan dan renunganku .....
aku ini banyak kerjaan atau bekerja terlalu banyak ya ..... to much work or work to much ....????
karena ada harga yang harus kubayar ..... aku jadi jarang olah raga, jadi jarang jalan2 (tracking, offroading, dan camping plus wild animal watching) juga jadi jarang ke Porong lagi ..... dan tentu saja keluarga ..... apa yang harus kulakukan?
Udahlah .... kujalani aja ... apa adanya ...... kalau memang harus mati kecapekan .... kujalani aja ... mumpung masih ada waktu dan kesempatan .....
Kusambut tahun 2009 dengan semangat seperti air mengalir .... hambayu milih ......
mengalir dan mengalir saja, sambil membasahi tanah yang kulewati dan memberi kehidupan di manapun aku berada .... semoga .... seperti air .... mengalir, mengalir, dan mengalir lah .......