Jumat, 26 Desember 2014

Refleksi Akhir Tahun 2: Rakyat melawan Nafsu Serakah Pemodal dan Tirani Penguasa


Selama tahun 2014 terdenagr di sana sini kabar berita ttg eksploitasi alam oleh para pemodal.  Terdengan pula perlawanan dr rakyat yg tdk mau alam, tanah dan air, tempat hidup dihancurkan oleh rakusnya kuasa modal. Di Sumatera, ekspansi dr sawit telah menggusur habitat hidup gajah dan harimau, dan terdenagr pula di beberapa tempat rakyat menolak ekspansi sawit tersebut.  Di Kalimantan, akibat meluasnya sawit dan pertambangan bukan hanya menggusur ruang hidup orangutan ttp jg masyarakat adat, tentu saja timbul penolakan dan perlawanan rakyat. Di Sulawesi, ekspansi sawit dilawan dg keras dan bahkan salah seorang pejuang perempuan disana dikriminalisasi dan dipenjarakan, walau akhirnya beroleh grasi.  Di Papua, berita ttg rakusnya freeport yg merusak bumi Papua dan tentu saja perlawanan rakyat yg masih terjadi sampai saat ini.  Di Jawapuntidak luput dr ekaploitasi pemodal, kasus lapindo yg meruapakan ekses dr ekploitasi alam belum juga tuntas sampai hari ini.  Belum lagi muncul perlawanan rakyat di seputar Gunung Kendeng menolak pembangunan pabrik semen yg akan menghancurkan kawasan kapir kendeng.  Bahkan di Bali, lait akan diurug demi invetasi kawasan wisata eksklusif yg lagi2 memantik perlawanan rakyat Bali.  Belumlagi eksploitasi2 kecil yg merusak alam dan menggusur rakyat di beberapa tempat di seantero nusantara.  Dengan tidak mengecilkan arti perjuangan kawan2, kita coba akan berefleksi ttg perlawanan kawan2 menolak eksploitasi alam oleh pemodal.  Baik pemodal privat maupun perusahaan yg bahkan dimiliki oleh negara.

Eva Bande, seorang pejuang rakyat yg baru saja dibebaskan dg grasi dr Presiden.  Eva Bande yg mendampingi rakyat Luwuk di Sulawesi Tengah menentang perluasan kebun sawit milik swasta. refleksi Sebagai akibatnya, Eva Bande mengalami kriminalisasi dan diputuskan sampe tingakatan Mahkamah Agung bersalah, tentu saja oleh rezim terdahulu, rezim SBY.  Tetapi dg grasi dr presiden terkini, Eva Bande dibebaskan.  Kuasa modal privat berkehendak, rakyat melawan, seharusnya  negara hadir sebagai pemegah dan bahkan pembela rakyat. Tetapi dalam kasus Eva Bande dan kawan2, negara malah berpihak pada privat, tentu saja dg berbagai pertimbangan ekonomi dan politis yg melatarbelakanginya.  Rakyat dikorbankan karena ada kepentingan ekonomi dan politik besar yg menguntungkan rezim berkuasa.  Peristiwa dan modus opernadi yg tidak hanya terjadi di Sulawesi, tidak pula hanya dirasakanoleh Eva Bande, ada banyak kawan yg berjuang yg akhirnya malah dikorbankan  dan ditumbalkan demi berlangsungnya investasi yg mebawa keuntungan bagi penguasa walaupun menyengsarakan rakyat dan merusak alam.

Aak Abdullah, seorang santri yg sadar akan arti penting Gunung, Hutan, dan Ranu yg ada di desanya untuk keberlangsungn kehidupan dan kesejahteraan rakyat.  Melihat Gunung Lemongan di Klakah, Lumajang, Jawa Timur yg gundul akibat penebangan secara membabi buta di akhir milenia kemarin yg berakibat pd matinya sumber2 air yg berakibat pd turunnya debit air di ranu2 yg ada di daki gunung.  dengan melakukan gerakan berbasis budaya dan agama, Aak melakukan penghijauan dan penghutanan kembali gunung lemongan.  gerakan rakyat yg digalang dengan nama Laskar Hijau bukan saja medapat sambutan baik dr rakyat sekitar gunung ttp juga mendapat tentangan dr MUai dan tentu saja Perhutani yg merasa dirugikan oleh gerakan Laskah Hijau.  Para ulama melalui MUai Kecamatan Klakah sempat memberi fatwa sesat pada aktivitas Laskar ahijau yg bernama Mualid Hijau krn menggabungkan gerakan agama dengan gerakan penghijauan.  suatu fatwa yg aneh dan sangat beraroma politis.  Sedangkan perhutani merasa dirugikan, krn dg gubdulnya hutan ada kesempatan utk menjadikan kawasan lindung menjadi hutan produksi.  Kehadiran Laskar Hijau yg menghutankan kembali gunung akan menjadi penghambat perluasan kawasan hutan produksi.  Intimidasi dan tekanan menjadi menu wajib keseharian Aak dan Relawan Laskar Hijau, bahkan pembakaran kawasan penghijauan bukan barang aneh, krn nyaris sll terjadi setiap musim kemarau.  bukannya melemah, ttp gerakan rakyat dan aktivitas Laskar Hijau malah membesar dan mendapat perhatian scr nasional.  Keadaan yg memaksa perhutani, perushaan pengelola hutan milik negara berfikir keras bila ingin melakukan tindakan sabotase.  Tidak berhenti sampai disitu, Relawan Lasakar Hijau juga membantu kawan2 di Desa Wotgalih, kawasan selatan Lumajang yg pantai di desa tersebut akan dilakukan penambangan pasir besi lagi oleh Aneka Tambang, perusahaan tambang milik negara.  Rakyat yg selama satu dasawarsa tidak mendapatkan manfaat apapun dr aktivitas tambang yg menghancurkan pantai mereka melakukan perlwanan keras dan terus berjuang smapai saat ini.  dalam kasus ini, pemerintah yg seharusnya hadir untuk menyejahterahkan rakyat dan mnjaga lestarinya tanah air, amalah berbalik menjadi eksploitator melalui perushaan yg dimilikinya.  Negara bukan hanya alpa ttp berperan aktif merusak alam dan mengancam hancurnya kehidupan di suatu kawasan. Kalau sudah begini, rakyat berharap pd siapa lagi kalau ukan pada dirinya sendiri.

Bergeser ke Pulau Bali.  tersebutlah sebuah rencana untuk melKukan rekalmi demi pembangunankawasan pariwisata eksklusif kelas dunia yg dilakukan dg cara mereklamasi Teluk Benoa.  Diawali dengan pembangunan jalan tol bandara yg scr teknis ada yg aneh, krn ada sayap2 yg menjadi semacam gerbang keluar dari jalan tol, dan itu ada di atas laut. Terbukti kemudian mucnul Surat keputusan gubernur bali yg mengininkan adanya reklamasi kawasan Teluk Benoa menjadi kawasan wisata.  Bahkan keputusan itu diperkuat dengan Keputusan Preiden (SBY) no 51 tahun 2014 untuk melakukan revitalisasi teluk benoa dengan jalan direklamasi seluas 700 hektar.  Keputusan yg bukan hanya akan merusak alam bali sebelah selatan tetapi juga akan mengahncurkan hidup nelayan yg ada disana dan tentu saja ancaman banjir krn teluk tidak lagi menjadi muara dari sungai.  Rakyat bergeak, melalui komunitas Forum rakyar Bali Menolak Reklamasi (ForBALI) terjadi perlwana. rakyat terhhadap kesewanangan kuasa modal yg didukung oleh penguasza lokal setingakt gubernur tetapi didukung pula oleh Presiden.  Skelai lagi, negara bukannya hadir tetapi malah berkhianat dan menjadi pendukung modal utk merusak alam dan menghancurkan kehidupan.  Rakyat walau sendiri, tetap bertahan dan terus melawan walau intimidasi, hajaran, bahkan berbagai tindakan kotor kuasa modal dan dukuanngan penguasa lama tidak menyrutka perjuangan.  Dengantidak terlalu berharap pada penguasa baru, dengan harapan Kepres Rekalamsi dicabut, seperti juga grasi diberikan pada Eva Bande, ForBALI tetap bergerak melawan dan terus berjuang untuk lestarinya alam dan lestarinya kehidupan rakyat di Teluk Benoa dan bahkan seluruh Bali.

Kembali ke Pulau Jawa, di Jawa Tengah, tepatnya di Rembang, kawasan perbukitan kapur Kendeng menarik minat Semen Indonesia utk membangun pabrik semen.  Semen Indoensia yg merupakan perusahaan milik negara memaksakankehendak untuk membangun apbrik abru, sedangkan rakyat Kendeng tidak menghendakinya krn takut kawasan kapur yg meruapakan kawasan sumber air akan rusak serta tentu saja tidak ingin hiduap menghirup polusi pabrik semen seumur hidup mereka.  Rakyat tidak rela tanah dan iarnya serta kebidupanya diruk oleh hadirnya pabrik semen yg jelas2 akan merubah bentang alam kendeng dan akan berpengaruh pd kehiduapankeseharian rakyat.  Negara kemana? jelas2 Smen Indoensia adalah perusahaan milik negara, tentu saja negara ada di belakang perusaahaan tersebut.  Nyatanya, gubernur jawa tengah saat ini, Mas Ganjar, tidak bisa berbuat banyak krn tersandera pd keputusan yg telah diambil oleh Gubernur sebelumnya, dan tentu saja tekana politik yg besar bila berani merubah keputusan pendirian pabrik semen yg sudah menjadi keputun pusat.  Negara bukan saja lalai dan alfa, tetapi negara secara aktif turut menjadi eksploitator alam dan menjadi pelaku aktif peruk alam dan penghancur kehidupan rakyat Kendeng.  Perlawanan terus dilakukan' rakyat terus menolak dan terus bertahan, tetapiaktivitas pembangunan pabrik terus berjalan dan berlangsung dengan perlindungan dan kawalan aparat kemanan karena kawasan pabrik telah ditetapkan sebagai kawasan vital milik negara.

Permasalahan laten lain yg melibatkan negara adalah kasu Lumpur Lapi do di Sidoajo yg belum kelar dn bahkan terus meluas dampaknya.  Berawal eksploitasi gas bumi oleh perusahaan yg saat itu dimiliki oleh sMenkokesra Asurizal Bakrie, dg cara eksplorsi yg sekenanya demi efisiensi meletuslah sumur lumpur yg menyembur sampai saat ini.  Bukannya ditindak tegas, perusahaan perusak dan pemilik perusahaan tetap dibiarkan bebas karena kedekatan dengan rezim berkuasa.  Bahkan, penanganan luapan lumpur diam il alih oleh negara melalui APBN.  Negara bukan hanya lalai, ttp dg sengaja menanggung dosa pelaku kejahatan lingkungan menjadi tanggungan negara.  Pemilik perusahaan dibebaskan dan akibat kejahatannya diam il alih oleh negara.  Akhirnya yg terjadi, rakyat korban lumour lapindo seakan2 dihadapkan pd negara sbg penanggung dosa lapindo.  Rakyat korban bukan algi berhadap2an dengan pelaku, etatpi rakyat berhadap2an denga negara.  Sekali lagi negara bukan saja tidak hadir, ttp hadir dg wajah baru sbg pelindung pemodal, negara berkhianat pd rakyat dan malahmenjadi pelindung pemodal. lebih menyakitkan lagi, rakyat korban ssaat berjuang seringkali dikorbankan sekali lagi (victimized the victimms) . perjuanganrakyat dikriminalisasi sbg kegiatan menghambat kerja negara utk menjaga fasum dan fasos yg dihancurkan oleh kuasa modal, rakyat korban difitnah sebagai penghambat pembangunan, rakayat korban diposisikan sebagai penganggu.  Negara dan media menjadi eksekutor yg kejam bagi rakyat yg berjuang demi ekadilan menjadi gerombolan pengacau keamanan dan ketertiban.  sedanagkan sang perusak yg sesungguhnya bukan saja bebas ttp malah diangkat dan dipuja sebagai salah satu penguasa terbaik.  Ironis, engara bukan hadir melindunagi rakyat ttp negara berkhianat dan menjadi usuh rakyat hanya demi emlindungi segelintir orang yang memiliki kuasa modal dan bernaung dibawah ketiak penguasa saat itu.  Tentu dengantimbal balik dan harga yg tidak murah.  Demi kelangsungan rezim' rakyat ditumbalkan dan dikrobankan.

Belumlagi pergolakan rakyat di berbagai temoat yg memperjuangkan tanahnya dari ekspansi modql baik dalam bentuk pabrikasi, perkebunanisai, pertambangan, seperti kasus di Timor dengan tambanga marmernya, papua dengan freeport, sumbawa dan sulawesi utara berhadapan dengan newmont, dan berbagai kaus diberbagai belahan bumi nusantara menjadikan perjuanganrakyat membela tanah air dan kehidupannya bukan kasus kecil di negara ini.  Negara bukannya hadir juga bukan alpa tetapi engara hadir sebagai pembela dan pelindung kuasa modal.  Rakyat bukan saja dibiarkan berjuanga sendiri, tetapi rakyat dijdikan musuh bersama kuassa modal dan rezim berkuasa,
.  Rakyat dikorbankan dan dijadikan tumbal atas nama pembangunan ekonomi dan tentu saja penggelembung pundi2 pribadi sang penguasa.  Rakyat yg telah menjadi korban kembali dikorbankan olh negara (victimized the victims) demi keberlangsungan investasi daneksploitasi alam guna timbunan kekayaan pemodal dan tentu saja penguasa sendiri.  Rakyat berjuang sendiri, rakyata bukan ssaja menghadapi kuasa modal, rakyat juga melawan penguasa yg rakus.  Rakyat bukan saja berjuang sendiri, tetapi rakyat dikeroyokmoleh kuasa modal dan penguasa yg berkelindan menjadi satu eksatuan atas nama pembangunan dan kekayaan.  Apa yg dilakukan oroleh rakyat? Rakyat yg menjadi korban, rakyat yg akan menjadi korban, rakyat yg akan terdampak, banhkan seluruh rakyat harus bersatu menjadi rakyat berjuang.  Bila Rakyat telah bersatu, tidak akan bisa dikalahkan, rakyat hanya perlu bersatu untuk melawan tirani modal dan nafsu rakus rezim.  Demi kelestarian alam, demi lestarinya kehidupan, rakyat harus terus melawan dalam satu kesatuan yg kokoh.  

Tanah dan air untuk rakyat, 
kehidupan nan lestari adalah milik rakyat, 
kesejahteraan hidup adalah hak rakyat,
hamemayu hayuning bahwana
mempercantik alam yg cantik adl kewajiban.....


Omah Sinau Sumberjo, Siang nang Mendung, Jumat 26 Desember 2014,

Senin, 22 Desember 2014

Rupiah Melemah, Utang Bertambah...


Salah satu penyebab melemahnya rupiah thd dollar krn utang luar negeri korporasi meningkat. Data dr Bank Indonesia menyebutkan, sampai bulan oktober 2014 utang luar negeri korporasi sebesar 161,29 Milliar USD, naik 1,22% dr bulan sebelumnya yg telah mencapai 159,35 Miliar USD. Sedangkan utang luar negeri pemerintah mencapai 126,55 Miliar USD naik 0.9% dr bulan sebelumnya yg. sebesa r 125,41 USD. Secara total, utang luar negeri Indonesia pd bulan oktober mencapai 294,46 Miliar USD, swasta mencapai 54,8% yg 77,5% dikuasi oleh sektor keuangan, industi pengelolaan, pertambangan, listrik, gas, dan air. Posisi utang luar negeri Indonesia telah mencapai 31,2% thd Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Jauh lebih ketimbang negara2 lain spt India (23,5%), Brazil (21,6%), China (8,5%). Tetapi masih lebih baik dr Rusia (33,9%), Afrika Selatan (41,8%), dan Turki (52,9%).
Guna mencegah hal yg buruk, Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia. 16/20/PBI/2014 ttg Penerapan Prinsip Kehati2an dlm Pengelolaan Utang Luar Negeri Kosporasi Non Bank. Aturan ini dikeluarkan agar korporasi yg memiliki Utang Luar Negeri (ULN) melakukan hedging atau lindung nilai spy tidak terpapar risiko melemahnya rupiah thd USD.
ULN korporasi pd saat melemah akan memperbesar utang dan bila tdk terlindungi akan menganggu kondisi keuangan korporasi yg bisa mengakibatkan kebangkrutan. Korporasi dg ULN dan memperoleh pendapatannya dlm rupiah akan terbebani kenaikan jumlah utang krn melemahnya rupiah thd USD.
Demi memperbesar likuiditas keuangannya, apalagi saat bunga rendah di negara asal modal. Semangat kapitalistik adl mencari keuntungan sebesar2nya, mk bl di negara asalnya keuntungan tdk sebesar di negara lain, modal akan dialirkan kemanapun yg memberi keuntungan terbesar. Salah satunya tentu sja ke Indonesia.
Tanpa perlu bekerja, pemodal cukup mengalirkan uang ke Industriawan lokal yg haus memperbesar usaha dan tentu saja keuntungannya. Maka, modalnya akan terus berkembang seiring kerja keras sang industriawan lokal mencari keuntung sebesar2nya utk diri sendiri dan tentu saja kuasa modal internasional yg hrs diberi keuntungan pula, bahkan mendpt lebih besar. Bahkan, dg melemahnya nilai tukar, uang sang pemodal akan bertambah dg sendirinya, sdgkan beban sang industriawan lokal memberat dg sendirinya.
Bila beban industriawan pengguna ULN memberat, siapa yg akan dikorbankan? Sbg langkah awal hrs dilakukan efisiensi biaya, tentu saja biaya upah tenaga kerja yg dpt dikelola. Selanjutnya, tentu saja memperdayai konsumen utk memperoleh pendptan sebesar2nya dr penjualan. Bila pendptan membesar dan biaya serta beban mengecil tentu saja akan menghasilkan laba yg besar. Laba yg besar diperlukan utk membayar ULN dan keuntungan bg dirinya sendiri.
Pd akhirnya, akibat melemahnya nilai tukar rupiah thd USD dan tingginya ULN korporasi akan mengorbankan rakyat pekerja krn efisiensi seefisien mungkin, selain itu tentu saja rakyat Indonesia krn keuntungan korporasi sebagian besar teralirkan ke luar negeri dan sisanya diniikmati segelintir industriawan dan pemodal lokal.



Omah Sumberjo saat malam nang mendung 21 Desember 2014...

Selasa, 16 Desember 2014

Melemahnya Kepeng..... harus bertindak nyata, bukan berutopia dan berjargon saja...!!!


Syahdan di suatu pagi nan cerah di tengah2 musim penghujan... berdiskusi dua manusia yang berbeda generasi dan berbeda kelas pula.  Seorang Pendekar Muda nan gagah yang saat ini sedang duduk nyaman di kursi empuk Kahyangan Senayanloka.  Sedang yang seorang Sang Begawan yang bertahun2 lalu malang melintang sebagai yang vokal di Senayanloka.  Mereka berdiskusi tentang semakin melemahnya nilai tujar kepeng dibanding dengan nilai tukar negara2 manca.

 Sang Begawan mengawali pembicaraan.. "Sang Maharaja harus berani mengambil langkah2 kongkrit demi kepentingan rakyat, walau sakit..."
Sang Pendekar Muda memotong...."Kita sedang melaksanakan Trisakti dan Revolusi Mental..."
Sang Begawan menjawab... "Saya setuju anak muda, tetapi harus ada langkah kongkrit.  Revolusi itu membongkar dan membangun, apa yang dibongkar dan apa yang akan dibangun? Mental? Mental siapa dan mental apa?"
Sang Pendekar Muda mennyela dengan berapi2... "Ya mental semua, mental rakyat negeri ini..!!!"
Sang Begawan kembali berujar..."Mental rakyat? bagaimana dengan mental Para Rakryan? Para Adipati? Para Satria?"
Sang Pendekar Muda... binggung mau berkata apa dan kemudian meracau..... "bagaimana dengan Negeri Bambu? Mengapa mereka menjadi kuat..?"
Sang Begawan berucap lirih... "Mereka menderita dengan mendidik diri puluhan tahun, berdisiplin, dan tirakat.."
Sang Pendekar Muda semakin binggung meracau... "Kita juga sudah punya, ilmu itu, ilmu yang kita miliki bertahun lalu.  Ilmu tertinggi yang diciptakan oleh Sang Pendiri Negeri ini....!"
Kembali Sang Begawan menimpali dengan kalem... "Benar, sayapun tahu, saya pula yang berusaha menyusun jurus2, tirakat dan laku untuk menjadikan ilmu itu bisa diserap bukan hanya tubuh tapi juga jiwa kita.."
Sang Pendekar Muda terdiam seribu bahasa.....

Ternyata, di Negeri ini Pendekar2 Muda banyak yang masih terjebak pada anggan2 Ilmu Tinggi tanpa pernah belajar apalagi mendisiplinkan diri dengan laku dan tirakat serta belatih jurus2 dasarnya.  Bahkan dengan pongahnya, setelah sekedar mendengar dan belum tentu pernah membaca apalagi mengaji Kitab Ilmu Tinggi berani berkoar2 laksana menguasai Ilmu Tinggi tersebut.  Lucunya lagi, mereka berani mendebat atau bahkan pula hampir menantang Para Begawan yang bukan hanya belajar langsung dari Sang Fajar pencipta Ilmu Tinggi tersebut.  Mereka lupa, Para Begawan ini bukan hanya belajar langsung tetapi membantu Sang Fajar untuk menulis kitab2 turunan untuk belajar Ilmu Tinggi tahap demi setahap.
Jabatan tinggi sebagai Adipati atau Rakryan atau apapaun kedudukanya, menjadikan mereka pongah bahkan congkak.  Bagaimana mungkin mereka menutup telinga dan mata mereka terhadap petuah dan ajaran Sang Begawan.  Bagaimana mereka lupa, saat mereka masih memakai gurita di kala bayi, Sang Begawan sudah menjadi murid Sang Fajar.  Bagaimana mereka lupa, saat mereka masih bermain layang2 dan mandi di sungai, Sang Begawan sudah malang melintang sebagai yang vokal di lingkungan Istana dan Keprabon karena membela Ilmu Tinggi yang saat itu disingkirkan dan bahkan nyaris diharankan di Negeri ini.

Semoga kita selalu belajar, salalu ingat dan berwaspada... Seberapa tinggi jabatan kita, seberapa panjang gelar tambahan di depan dan belakang nama kita, kebijaksanaan hanya berasal dari kerendahan hati dan sikap yang terus mau belajar dan mendisiplinkan diri untuk bertirakat dan tentu saja terus bekerja dan berkarya dengan laku2 kerja untuk kebaikan umat manusia...

Pagi nang cerah ditengah musim hujan di Puncak Bukit nDoro, 16 Desember 2014.

Kamis, 11 Desember 2014

Jawa Timur for sale...!!!

Gubernur Jawa Timur, Pakde Karwo Brengos, berangkat ke Amerika Serikat utk menjual Jawa Timur dengan menggelar karpet merah bg investor dr negeri Paman Sam. Tidak main2, krn yg di datangi scr langsung sebagiannya adl raksaksa spt Freeport, Du Pont, & Cargil.
Freeport, salah satu raksaksa tambang yg menghancur leburkan Papua, ditawari utk membangun pabrik peleburan nikel (smelter) dg jaminan ketersediaan lahan dan pasokan listrik. Walau belum seluruh rakyat jatim terlayani listrik, tuan2 pemodal didahulukan. Ternyata smelter bukan hanya jasa peleburan semata ttp akan dimanfaatkan turunannya alias sampahnya spt sulfat utk pasokan bahan dasar pupuk yg akan digunakan utk menopang industri sawir. Rencana yg manarik, tanah Papua dihancurkan, tanah Jatim dicemari, dan tanah kalimantan, sulawesi, dan sumatera dirusak oleh sawit. Benar2 rencana yg sistematis dan masif penghancuran alam dan kehidupuan atas nama pembangunan ekonomi.
Du Pont sbg penguasa GMO diberi keleluasaan utk menguasai industri pangan di Jatim. Dipersilahkan utk menanam jagung, kedelai, ketela, dan susu yg akan diekspor ke beberapa negara spt vietnam dan myanmar. Ironis sekali, saat Jatim dan Indonesia belum berwasembada, jauh dr ketahanan dan kedaulatan pangan malah lahannya ditanami oleh kuasa modal asil yg menjual hasil panennya ke negara lain. Siapa yg memberi saran? Bukannya memenuhi kebutuhan rakyatnya dg pertanian kearifan lokal tp malah menjual tanahnya pd kuasa asing, untuk ekspor pula. Demikian pula dg Cargill, mendpt fasilitas dan kemudahan utk membangun pabrik pengolahan coklat yg ditujukan utk kebutuhan ekspor. Walau bukan kebutuhan pokok rakyat, ttp mengapa hrs dijual ke kuasa modal asing? Mengapa tidak memfasilitasi dan mempermudah investasi domestik?
Selain memberi kemudahan, Pakde Karwo Brengos jg memberi jaminan (1) kemudahan perizinan, (2) ketersediaan sumberdaya listrik, (3) tenaga kerja produktif, dan (4) ketersediaan lahan sampai 22.000 hektar. Benar2 Jatim dijual habis, diobral murah pd kuasa asing. Benar2 akan dibentangkan karpet merah utk tuan2 pemodal. Rakyat dan alam Jatim? Cukuplah menjadi penonton dan tumbal atas nama pembangunan ekonomi dan industrialiasasi.
Mendapat angin segar, kedatangan "orang2 miskin" yg meminta2 pd kuasa modal, Direktur kerjasama Asia Tenggara dr Departemen Luar Negeri Paman Sam mengambil kesempatan dalam kesempitan. Bukan hanya meminta jaminan sgl kemudahan di tingkat pusat ttp memintanya sampai tingkat daerah. Atas nama pembangunan ekonomi dan industrialisasi, akan mendorong negara2 bagian di AS sana utk menyerbu Jatim. Bahkan melalui USAID akan membantu "harmonisasi" kebijakan pembangunan ekonomi Jatim jangka panjang. Jatim benar2 pasrah utk diintervensi dan diatur utk kepentingan tuan2 kuasa modal dr Paman Sam sana.
Apakah tuan2 kuasa modal Paman Sam membangun ekonomi di Jatim utk membantu menyejaterahkan Jatim? Tentu saja tidak! Dengan pertumbuhan ekonomi Jatim, jumlah penduduk yg besar (38 juta orang) bukan saja sbg tempat investasi yg menarik ttp jg pasar besar utk menggeruk laba sebesar2nya. Ternyata, perang ekonomi yg terjadi adalah perang hegemoni melawan invasi China yg sangat masif, bukan hanya di Jatim tetapi di Indonesia bahkan dunia.
Sekali lagi, Indonesia menjadi ajang perang besar kekuatan dunia. Bila pada pertengahan 60an, perang ideologi antara sosialisma/komunisma melawan kapitalisma yg mengakibatkan genosida berjuta nyawa, pd saat ini perang berganti dg perang ekonomi antara Paman Sam dan China. Akankah terjadi genosida kedua walau dlm bentuk yg lain?
Perang sudah terjadi, Jatim dan Indonesia telah membuka diri utk dijadikan "Padang Kurusetra", pasti ada konsekuensi, mungkin tdk nyawa yg melayang ttp pemiskinan pasti terjadi. Selain itu, rusaknya alam tdk mungkin dielakkan. Keuntungan? Hanya para tuan pemodal yg akan mendapatkannya, kedua2nya untung dan kita pasti buntung bahkan mungkin hancur lebur.
(Sumber: Korang Surya, Teras Jatim, Senin, 08 Desember 2014)
Sumberjo, 10 Desember 2014

Senin, 16 Juni 2014

THE NEW PROFAUNA



Tertegun menerima SMS dan surel berupa undangan dari kawan-kawan staf Profauna. Undangan dengan bunyi, “ Hari Minggu 1 Juni 2014, di PWEC Adventure, Pukul 10.00, Peluncuran New Proafuna”.  New Profauna? Profauna Baru? Ada apalagi gerangan? Kok tiba-tiba ada Profauna Baru? Bukannya setiap tahun, bahkan beberapa kali dalam setahun selalu ada yang baru di Profauna.  Entah supporter baru, entah volunteer baru, entah program baru, banyak hal yang selalu baru.  Apalagi ini yang baru?  Selalu ada kejutan dan selalu ada sesuatu yang baru dan segar di Profauna.
Kutanya sana dan sini, bukan hanya sesama supporter, kutanya pula para staff, bahkan kutanya langsung pada Pak Rosek, Sang Pendiri dan Komandan (Founder and Chairman)  Profauna.  Semua diam membisu, cuman jawaban “ada dech” atau “nanti saja disaksikan sendiri” yang kuterima.  Rasa penasaran semakin membuncah, keinginan untuk tahu sesuatu yang baru yang sering kali kusaksikan semakin meninggi.  Sampai saat harinya tiba.
Di hari itu, Hari Minggu, 1 Juni 2014, pagi-pagi sudah kuterima SMS dari Niar. “Pak nanti pasti datang khan? Ditunggu kehadirannya paling lambat pukul 10.30 untuk menyampaikan sepatah dua patah kata sambutam.”  Lho? Kok sedemikian penting dan resmi? Ada apa siang nanti di PWEC? Sesuatu yang penting pasti akan terjadi, sesuatu yang fenomenal pastinya.  Kupastikan pada Niar, pukul 10.00 aku sudah sampai sampai di PWEC. 
Pukul 09.00 aku tunggangi Si Kuda Biru, tunggangan lama yang kembali pulang setelah melanglang buana selama 3 tahun menjelajah Gunung Lemongan, menjadi kawan bagi relawan-relawan Laskar Hijau.  Belum pukul 10.00, kami sudah sampai di PWEC, dan suasana telah ramai riuh rendah oleh percakapan.  Bukan hanya kawan-kawan staff Profauna dan PWEC tetapi ada banyak undangan, baik kawan-kawan wartawan, ada kawan-kawan Lembaga Swadaya Masyarakat, ada berbagai kawan dari berbagai komunitas.

Launching New Profauna
Tepat pukul 10.30, acara dimulai oleh mbak Heni, kawan lama di Profauna yang sekarang berkarya sebagai staff di PWEC Adventure.  Setelah pembukaan, sedikit pengantar mengenai susunan acara Launching New Profauna dimulai.   Ternyata, aku tertuduh untuk menjadi pembuka untuk menyampikan kesan-kesan selama menjadi supporter Profauna.  Kehadiranku mewakili kawan-kawan supporter Malang Raya dan sebagai Advisory Board Profauna.  Dan setelahnya ada banyak kawan dari berbagai chapter bahkan Pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, juga wartawan dari Alinasi Jurnalis Independen (AJI) Malang yang selama ini menjadi rekan sekerja Profauna.
Pada kesan pesan yang kusampaikan, setelah lebih dari sebelas tahun menjadi supporter Profauna, tidak ada yang perlu dikagetkan dengen sesuatu yang baru.  Walau, ada program, kegiatan, dan segala sesuatu yang baru, Profauna tidak akan berubah, Profauna akan  tetap konsisten.  Ya!!! Konsisten itulah kekuatan Profauna.  Konsisten berjuang untuk satwa dan alam Indonesia. Konsisten untuk tetap menjadi lembaga berbasis kerelawanan dan bukan pencari donor.  Konsisten untuk terus mendedukasi masyarakat dimanapun berada.  Konsisten untuk mengadvokasi tindakan criminal perusak alam.  Bahkan konsisten menjadi perawat ternak di lokasi bencana saat yang lain hanya memperhatikan manusianya saja.  Konsisten…. Itulah kekuatan terbesar profauna.  Konsisten bukan hanya dalam perkataan tetapi juga dalam perbuatan nyata demi lestarinya alam Indonesia. Tetapi, tak pelak acara launching new profauna tetap memunculkan tanda Tanya dan penasaran, karena kali ini dengan sengaja ada yang dirahasiakan dan terkesan misterius.
Pada kesan-kesan lain yang diungkapkan oleh mBak Ida Nurmala dari Chaptetr Sidoarjo.  Mbak Ida menyampaikan hal yang senada, tetapi bilau menekankan pada peran edukasi konservasi alam yang sangat kencang di Profauna.  Beliau mengatakan “edukasi konservasi menjadi inspirasi bagi saya sebagai seorang guru.  Walau saya sering diolok-olok sebagai orang gila oleh teman-teman guru yang lain, saya tetap melakukan edukasi konservasi.  Karena saya percaya edukasi konservasi penting bagi kehidupan anak cucu kita.”  Selain itu, mbak Ida terkesan oleh Profauna yang melakukan kegiatan yang di luar nalar kebiasaan orang kebanyakan.  Bukan saja edukasi dan advokasi saja, tetapi juga sampai turun ke daerah bencana untuk menolong ternak warga.  Bukan karena kurang kerjaan, tetapi berfikir jauh ke depan, memikirkan kehidupan para korban bencana setelah kembali pulang.  Pemikiran yang di luar kotak, “thinking out of the box”. Ujarnya.  “Profauna berfikir dan bekerja bukan semata untuk lestarinya alam saja tetapi juga untuk kelangsungan kehidupan, dan saya bangga menjadi supporter Profauna”. Ujar mbak ida menutup kesan-kesannya.
Selanjutnya adalah kesan-kesan dari Mas Ronry, mewakili Chapter Surabaya.  Mas Ronny yang merupakan salah seorang staf peneliti di Kebun Raya Purwodadi menyatakan, bahwa bergabung dengan Profauna memperluas ilmu dan jejaring karena selaras dengan pekerjaan dan hobinya.  Sebagai peneliti beliau mengatakan, “peneliti melakukan riset yang laporannya berhenti sampai di meja dan tersimpan rapi di rak, tetapi Profauna melakukan aksi nyata konservasi.” Mas Ronny menutup kesan-kesannya dengan sebuah pernyataan, “sebuah sinergi yang hebat untuk lestarinya alam, ada peneliti dan ada yang melakukan aksi nyata konservasi, layaknya yang dilakukan oleh Profauna.”
Kesan-kesan selanjutnya disampaikan oleh Mas Didik, Direktur dari Songa Rafting.  Mas Didik menyatakan bahwa lembaganya walau bergerak di bidang wisata alam dan petualangan hanya bertujuan untuk mencari keuntungan semata, sekaligus menyalurkan hobi dan kesenangan.  “Tetapi, setelah saya bertemu dengan Pak Rosek dan berdiskusi panjang lebar dan kemudian bergabung dengan Profauna, serasa saya menemukan hidayah.” Hidayah yang dimaksud adalah pentingnya menjaga kelestarian alam, karena bila alam lestari bisnis yang dijalankannya juga akan terjaga kelangsungannya.  Selain itu, tentu saja perusahaannya akan memiliki visi dan misi yang jauh lebih hebat, bukan sekedar menjual petualangan tetapi menyebarkan kesadaran tentang pelestarian alam.  Sembari menutup penyampaian kesan-kesanya, mas Didik mengatakan, “setelah bergabung dengan Profauna, perusahaan yang dibangun menjadi perusahaan meluas visi dan misinya. Menjadi Perusahaan yang bertanggung jawab pada karyawan (profit), masyarakat (people), dan alam (planet)”.  Sebuah pernyataan yang selaras dengan pemikiran Sustainable Business: People, Planet, and Profit.
Selanjutnya tampil Pak Agung Revolusi dari Departemen Perikanan dan Kelautan.  Pak Agung mengatakan bawah Profauna berbeda dengan yang organisasi lingkungan yang lain.  Profauna tidak anti Pemerintah dan bahkan bekerja sama dengan Pemerintah dalam menjaga kelestarian alam.  Selain itu, Profauna juga berperan aktif dalam melakukan pemberdayaan masyarakat, khususnya masyarakat di sekitar kawasan konservasi. “Profauna seringkali bekerja bersama dan membantu Pemerintah, dalam menjaga kelestarian kawasan konservasi.  Tetapi, Profauna tetap kritis terhadap Pemerintah bila terjadi kebijakan yang bertentangan dengan prinsip kelestarian alam.” Tegas Pak Agung.  Kebijakan organisasi yang tidak enggan bermitra dengan Pemerintah tetapi tidak kehilangan sikap kritis terhadap segala bentuk kebijakan ataupun program Pemerintah yang menyalahi prinsip konservasi alam.
Selanjutnya Ezza menyampaikan kesan-kesannya.  Ezza adalah seorang supporter dari Kota Batu yang masih berstatus mahasiswa.  Ezza mengatakan, bahwa bergabung dengan Profauna memberikan pengetahuan lain selain yang diterima di bangku kuliah.  “Bahkan, pengetahuan dan pengalaman yang saya dapatkan di lapangan jauh lebih banyak dan lebih luas ketimbang yang saya terima di bangku kuliah,” tegas Ezza.  Ternyata, bukan sekedar hobi tersalurkan, bukan hanya idealism yang tetap terjaga, bergabung dengan Profauna memberikan pengalaman dan pengetahuan yang luas.  Pengalaman berorganisasi, pengalaman melakukan aksi nyata, dan bahkan pengalaman spiritual untuk menjaga lestarinya alam.
Berbagai kesan telah banyak disampaikan oleh beberapa orang yang memiliki pengalaman baik sebagai supporter maupun rekanan. Dengan latar belakang yang beragam bukan saja banyak kesan yang disampaikan, tetapi banyak perspektif yang bisa digali dan dibagikan pada seluruh peserta.  Selain memperkaya pengetahuan dan pengalaman, untaian kata dalam kesan-kesan ini menjadi untaian mutiara yang indah tentang kayanya pengetahuan dan pengalaman saat bergabung dengan Profauna.  Sebuah untaian mutiara pengalaman yang indah yang menjadi penyemangat bagi para supporter, staff, dan rekanan untuk terus bekerja sama dan bekerja bersama-sama Profauna.  Bukan untuk kemegahan pribadi tetapi demi lestarinya alam Indonesia.

New Profauna
Tiga saatnya peluncuran New Profauna, diawali dengan penjelasan dari Rosek Nursahid, Pendiri sekaligus PImpinan Profauna saat ini.  Rosek mengawali dengan cerita masa lalu, awal muasal Profauna yang berawal dari kelompok studi yang bernama Konservasi Satwa Bagi Kehidupan (KSBK)pada tahun 1994 yang terus bermetamorfosis menjadi Profauna pada tahun 2003.  Dijelaskan pula, “hasil dari rapat kerja pada bulan Maret dan perenungan selama di Kalimantan pada saat Ride for Borneo kemarin, Profauna akan berubah, benar-benar berubah, lahir baru sebagai New Profauna.”  Semakin menjadikan penasaran saja.  Apa yang baru, benar-benar baru dari Profauna hari ini.
Sebagai pengabtar, Rosek menjabarkan hasil dari rapat kerja., Rapat yang dihadiri oleh para staff dan beberapa anggota advisory board, menghasilkan visi dan misi baru, visi dan misi yang lebih luas.  Profauna baru nanti bukan hanya memfokuskan pada advokasi dan edukasi perlindungan satwa liar saja, tetapi sudah melebar menjadi perlindungan pada satwa liar, hutan sebagai habitat satwa liar, dan pemberdayaan masyrakat sekitar hutan.  Walau bukan sesuatu yang sangat baru, tetapi menjadi baru karena isu hutan dan masyarakat hutan bukan semata sebagai isu pendamping dari isu besar konservasi satwa liar.  Saat ini, isu satwa liar beriring bersama dan mendapat perhatian yang sama besarnya dengan isu konservasi hutan yang merupakan habitat satwa liar dan isu pemberdayaan masyarakat seputar hutan sebagai “pagar” pertama dan utama dari konservasi hutan dan satwa liar.
Selebrasi New Profauna diawali dengan pembukaan selubung logo yang terbingkai dalam sebuah pigura.  Nampak tulisan PROFAUNA tetap tertampang, tetapi logo Lutung Jawa yang selama ini dikenal berganti menjadi 3 gambar yang merangkai satu dengan yang lain.  Gambar Lutung Jawa tetap ada, walau tidak duduk, tetapi dengan pose berjalan ada ditengah-tengah, diapit oleh gambar pohon paku-pakuan dan gambar pepohonan nan rimbun, dua gambar mengenai hutan yang lestari.  DIbawah tulisan PROFAUNA tertampang tulisan lain “Protection of Forest & Fauna”, inilah New Profauna yang dimaksud.  Bila selama ini ProFauna identic dengan keberpihakan pada satwa liar, New Profauna jelas-jelas menyatakan keberpihakan yang lebih luas, berpihak dan membela hutan dan satwa liar.
Setelah menjelaskan arti dari logo baru dan kata-kata yang menjadi singkatan dari PROFAUNA bukan lagi ProFauna, Rosek menjelaskan “PROFAUNA saat ini memiliki kepanjangan, Protection of Forest and Fauna.”   Dijelaskan lebih lanjut, PROFAUNA adalah lembaga Non Profit berjaringan internasional yang bergerak di bidang pelindungan hutan dan satwa liar.  Kegiatan PROFAUNA bersifat Non Politis dan Non Kekerasan.  Bidang kegiatan PROFAUNA meliputi kampanye, pendidikan, investigasi, advokasi, dan pendampingan masyarakat.  Sebenarnya tidak ada yang berubah dari PROFAUNA, konsisten dengan nilai dan metoda aktivitas yang selama ini telah ada.  Sebenarnya tidak ada yang baru, dalam esensi dan nilai, hanya kepanjangan baru, logo baru, dan kepanjangan yang benar-benar baru ada.  PROFAUNA yang baru, hanya berganti baju dan berganti penampilan, tetapi visi, misi, tujuan, dan metoda perjuangan tetaplah sama dengan perluasan cakupan kerja.  Karena Isu satwa liar tidak akan dapat dipisahkan lagi dengan isu kelestarian hutan dan masyarakat sekitar hutan serta masyarakat luas tentunya.
Tentu saja perubahan logo dan adanya kepanjangan baru yang menandakan keluasan cakupan kerja  PROFAUNA yang semakin meluas memunculkan konsekuensi baru yang lebih luas tentunya.  Fokus kegiatan dan kebijakan PROFAUNA berkembang menjadi lebih luas dan kompleks, pekerjaan yang semakin besar dan semakin berat menanti.  Terdiri dari:
1.       Combating Wildlife Crime.  Perdagangan illegal satwa liar menjadi ancaman paling serius bagi kelestarian satwa liar di alam setelah deforestasi.  Perdagangan satwa liar selain melanggar hukum, juga sarat dengan kekejaman terhadap satwa.
2.       Protect the Forest.  Deforestasi yang begitu cepat di Indonesia, mendorong PROFAUNA untuk turut bekerja untuk melestarikan hutan yang tersisa dengan melibatkan partisipasi masyarakat local.
3.       Against Wildlife Abuse.  PROFAUNA percaya bahwa tidak sepatutnya satwa liar dieksploitas untuk kepentingan pertunjukan, satwa peliharaan untuk hobby, dan perburuan.  Satwa liar seharusnya berada di alam bebas untuk menjalankan fungsinya sebagai bagian dari keseimbangan ekosistem.
4.       Ranger.  PROFAUNA membentuk tim relawan untuk menjaga hutan dan mencegah perburuan satwa liar di kawasan konservasi alam yang disebut Ranger PROFAUNA.  PROFAUNA juga mendukung kelompok-kelompok masyarakat lain yang berinisiatif membentuk Ranger untuk menjaga hutan dan alam di daerah masing-masing secara mandiri.
5.       Support Local Community.  PROFAUNA percaya bahwa uoaya pelestarian hutan dan satwa liar itu akan lebh efektif jika melibatkan masyatakat local.  Untu itu, PROFAUNA mendorong keterlibatan masyarakat local dan juga mendukungnya melalui pendanaan, pelatihan, dan pendampingan.
6.       Grassroots Movement.  PROFAUNA percaya bahwa setiap orang memunyai tanggung jawab untuk melestarikan hutan dan satwa liar.  PROFAUNA memberui kesempatan pada setiap orang yang peduli terhadap pelestarian hutan dan satwa liar untuk bergabung menjadi Supporter PROFAUNA.
“PROFAUNA memberi kesempatan kepada masyarakat luas yang peduli pelestaian hutan dan satwa liar Indonesia untuk bergabung menjadi Supporter PROFAUNA.  Saat ini Supporter PROFAUNA tersebar luas di seluruh Indonesia dan bahkan luar negeri dengan latar belakang yang berbeda ada pelajar, mahasiswa, guru, dosen, usahawan, pegawai negeri sipil, aktivis LSM, seniman, selebritis, hingga ibu rumah tangga.” Kata Rosek. “Satwa liar dan hutan tidak bisa bicara, namun kita bisa bicara dan berbuat untuk mereka.  Saatnya kita semua membantu satwa liar dan hutan Indonesia beraksi bersama sebagai Supporter PROFAUNA, sekarang juga!” Tukas Rosek mengakhiri pemaparannya.

Pendantanganan Nota Kesepahaman (MoU)
Setelah peluncuran New PROFAUNA, acara selanjutnya adalah penandatangan Nota Kesepahaman (MoU) antara PROFAUNA dengan dua lembaga masyarakat (civil society) atau komunitas masyarakat yang bekerja untuk menjaga lestarinya alam di daerah masing-masing.  Dua lembaga tersebut mewakili juga cakupan kerja PROFAUNA, yang pertama adalah LASKAR HIJAU, merupakan organisasi kerelawanan dari rakyat di kaki Gunung Lemongan, Klakah, Lumajang yang bekerja untuk melakukan reforestasi.   Sedangkan yang kedua adalah, POKMASWAS (Kelompok Masyarakat Pengawas) Gatra Alam Lestari Desa Sitiarjo, Kecamatan Sumber Manjing Wetan, Kabupaten Malang yang bekerja untuk pelestarian pesisir dan penyu di kawasan Pantai Sendang Biru dan sekitarnya.
Laskar Hijau yang aktif melakukan penghutahanan kembali Gunung Lemongan telah bekerja sejak tahun 2008.  Lembaga Kerelawanan Penghutanan ini didirikan dan dipimpin oleh A’ak Abdullah Al-Kudus, pemuda local yang peduli terhadap pengundulan dan ancaman longsor serta penurunan debit air di sejumlah Ranu di kaki Gunung Lemongan.  Laskar Hijau bekerja sama dan bekerja bersama PROFAUNA  untuk Program Ranger Hutan Lemongan, bukan saja mencegah perburuan satwa liar yang sudah jamak di kaki Gunung Lemongan tetapi juga untuk mencegah pencurian kayu dan perusakan hutan dan alam Gunung Lemongan lainnya.  Selain itu, PROFAUNA akan membantu segala bentuk edukasi untuk masyarakat sekitar Hutan Lemongan serta advokasi terhadap kebijakan-kebijakan (Perhutani dan Pemkab Lumajang) yang bertentangan dengan Perundangan dan Peraturan tentang Pelestarian Alam.  Kerja sama yang bukan semata memenuhi visi, misi, dan tujuan kedua lembaga tetapi untuk kelestarian hutan, satwa liar, dan kehidupan di kaki Gunung Lemongan.
Kelompok Masyarakat Pengawas (PokMasWas) Gatra Alam Lestari merupakan kelompok masyarakat local Pantai Sendang Biru dan sekitarnya, pantai yang masuk Desa Sitiarjo, Kecamatan Sumber Manjing Wetan, Kabupaten Malang, yang bekerja untuk menjaga lestarinya pesisir pantai selatan serta konservasi penyu.  PokMasWas Gatra Alam Lestari telah cukup lama bekerja untuk melestarikan penyu, menjaga lestarinya terumbu karang, dan ekosistem laut di pantai selatan, khususnya Pantai Sendang Biru dan sekitarnya.  PokMasWas bekerja sama dan bekerja bersama dengan PROFAUNA terkait dengan konservasi penyu serta edukasi kepada masyarakat di Pantai Selatan Malang untuk menjaga lestarinya penyu demi kehidupan yang lestari.  Selain itu, berbagai bentuk kerja sama yang lain juga telah disepakati bersama antara PROFAUNA dan PokMAsWas Gatra Alam Lestari.

Seremoni Penanaman Pohon Sukun di Takakura
Pada akhir acara launching New PROFAUNA kali ini, setelah pemaparan dan berbagi cerita tentang Ride For Borneo oleh Rosek Nursahid, dilakukan penanaman pohon sebagai symbol awal baru dari PROFAUNA dan awal kerjasama dengan Laskar Hijau dan PokMasWas Gatra Alam Lestari.  Pohon yang  ditanam di lahan Takakura PWEC Adventure, seakan menjadi symbol bagi ketiga lembaga dan para insan yang ada di dalamnya untuk bersepakat, menanamkan kecintaan akan hutan, laut, dan satwa liar Indonesia.  Kecintaan yang bukan hanya dimiliki sendiri, tetapi kecintaan yang akan selalu ditularkan pada siapapun, kapanpun, dan dimanapun berada.  Bukan hanya melalui kata-kata tetapi juga dalam perbuatan dan tentu saja tindakan nyata.
Acara yang sacral tetapi dibalut dengan suasana nyaman, akrab, dan penuh kekeluargaan ini diakhiri dengan melakukan foto bersama.  Pengambilan foto yang bukan untuk tampil bagi diri sendiri, tetapi sebagai pengikat persaudaraan dalam aksi nyata menjaga lestarinya satwa, hutan, dan alam liar Indonesia.  Foto yang suatu saat menjadi pengingat bahwa kita pernah bersepakat untuk berkarya dan bekerja secara nyata untuk menjaga lestarinya satwa, hutan, dan alam liar Indonesia.  Semangat baru telah dikumandangkan, tantangan yang lebih besar Nampak jelas di depan mata, dan karya serta aksi nyata yang lebih hebat akan dikerjakan.
PROFAUNA….. MAJU….!!!

Kawasan Tidar di Perbatasan Kota dan Kabupaten Malang,
Pagi menjelang siang, 16 Juni 2014
Daniel S. Stephanus  

Selasa, 03 Juni 2014

Sewindu Sudah Lumpur Lapindo




 Kamis, 29 Mei 2014, sudah 8 tahun atau sewindu Lumpur Lapindo menenggelamkan dan memberikan penderitaan bagi rakyat Porong.  Ada serangkaian acara untuk melawan lupa akan bencana industry yang terjadi serta menjaga nyala api perlawanan terhadap perilaku Lapindo yang tidak bertanggungjawab.  Acara yang dipusatkan di Tanggul Siring mulai dari instalasi patung oleh Dadang Kristianto untuk mengingatkan pada penderitaan rakyat Porong sampai penandatangan Pakta Politik antara rakyat korban Lapindo dengan calon Presiden Joko Widodo. 
Keriuh rendahan acara tidak selamanya menjadi cara untuk melawan lupa.  Kegiatan berbeda dilakukan oleh kawan-kawan dari Sanggar Al Faz yang dulunya berada di Desa Besuki bagian timur.  Sanggar Al Faz bereinkarnasi kembali di Desa Pangreh Kecamatan Jabon, di kompleks perkampungan yang lebih dikenal sebagai Kaplingan Besuki, dekat dengan SMK Negeri Jabon.  Bertepatan dengan peringatan 8 tahun Lumpur Lapindo dilaksanakan acara Selamatan Lebon (masuk) Sanggar untuk menandai secara resmi aktivitas Sanggar Al Faz.  Sebelum selamatan dilaksanakan Diskusi Publik dengan thema “Dibalik Dongeng Timus Mas” dengan narasumber Henry Nurcahyo, seorang penulis dan budayawan serta pegiat lingkungan dari Surabaya.

Diskusi Publik
Di luar acara hingar bingar di Tanggul Siring dalam rangka memperingati 8 tahun semburan Lumpur Lapindo, Sanggar Al Faz menggelar Diskusi Publik “Dibalik Dongeng Timun Mas”.  Diskusi yang menghadirkan Henry Nurcahyo, seorang penulis, budayawan, dan pegiat lingkungan dari Surabaya dan dimoderatori oleh Rere Pilot, pendamping korban yang juga adalah korban lumpur lapindo dari Desa Reno Kenongo.  Diskusi yang dihadiri oleh kurang lebih 30an orang cukup menarik karena menguak dongeng Timun Mas.  Dongeng yang menceritakan perlawanan seorang anak kecil melawan raksaksa yang akhirnya dimenangkan oleh sang anak dengan menenggelamkan sang raksaksa di sebuah kubangan lumpur.
Dongeng sebagaimana umumnya adalah salah satu alat perlawanan rakyat terhadap kesewenangan penguasa.   Pada Dongeng Timun Mas, Rakyat kecil diwakili oleh anak kecil yang tidak berdaya, sedangkan penguasa yang lalim digambarkan oleh bentuk raksaksa jahat dan serakah.  Dongeng juga bersifat multi tafsir, tergantung pada konteks tempat dan waktu penuturannya.  Tetapi, Dongeng akan sangat kuat untuk menginternalisasi keadaan pada saat ini, khususnya sebagai sarana edukasi dan advokasi.  Apalagi bila dongeng diinternalisasikan dengan mengolaborasikannya dengan gerak budaya lain untuk melawan ketidakadilan.  Dalam konteks Lumpur Lapindo, dongeng, khususnya Dongeng Timun Mas merupakan alat edukasi dan advokasi yang kuat untuk melawan lupa pada kengerian luapan lumpur lapindo dan sekaligus menjaga api semangat melawan kesewenangan korporasi yang bernama Lapindo Brantas.
Acara diskusi ditutup oleh pembacaan puisi karya Henry Nurcahyo yang memiliki korelasi kuat dengan peristiwa semuran Lumpur Lapindo.  Bukan hanya narasumber, salah seorang anak Sanggar Al Faz bernama Fika turut juga menyumbangkan puisi tentang ngerinya Lumpur Lapindo dan getirnya hidup yang diakibatkannya.  Tidak sampai di situ, Daris salah seorang pegiat Sanggar Al Faz yang juga putri dari pendiri sanggar meminta pada peserta diskusi public untuk menuliskan puisi terkait 8 tahun Lumpur Lapindo.  Walau tidak semua dapat menulis puisi dengan baik, tetapi kumpulan puisi dapat didokumentasi bukan sekedar untuk pengingat dan penanda tetapi juga sebagai sarana menjaga api perlawanan terhadap Lapindo yang tidak akan kunjung padam.

Selamatan Sanggar
Bersamaan dengan peringatan 8 tahun Semburan Lumpur Lapindo kali ini, tepat pada tanggal 29 Mei 2014, di sore yang terasa panas, Sanggar Al Faz Besuki yang telah rata dengan tanah bereinkarnasi di Desa Pangreh, Kecamatan Jabon.  Terletak di halan rumah salah satu pegiat sanggar, Cak Rokim, di tengah Kampong Kaplingan Korban Lumpur Lapindo dari Desa Besuki dekat SMK Jabon, Sanggar Al Faz kembali berdiri.  Ditandai dengan lantunan doa berisi harapan, Sanggar Al Faz Pangreh berdiri dan beraktivitas kembali.  Aktivitas yang mengedukasi bahkan advokasi untuk melawan dan menuntut hak-hak rakyat yang dihilangkan dan ditenggelamkan oleh ganasnya Lumpur Lapindo.  Bahkan, menjadi salah satu tempat untuk belajar, belajar untuk memberdayakan diri sendiri, belajar untuk mengorganisir diri bagi kawan-kawan dari berbagai tempat untuk melawan demi memperjuangkan hak-haknya yang dirampaas oleh kejam dan rakusnya korporasi.
Sanggar Al Faz Pangreh bukanlah pengganti sanggar yang ada di Desa Besuki, karena sanggar di Desa Besuki tetap merupakan pusat perlawanan dan tidak akan pernah diganti apalagi dilupakan.  Sanggar di Desa Pangreh maupun yang ada di tempat lain, akan menjadi pancaran sinar dari Sanggar Al Faz Besuki.  Sinar yang berspora yang memantul di banyak tempat.  Bukan pula cabang, karena Sanggar-Sanggar Al Faz di Pangreh dan diberbagai tempat yang lain didirikan oleh Rakyat Korban Lumpur Lapindo dari Desa Besuki yang dipaksa berdiaspora oleh kejamnya Lumpur Lapindo hasil karya Lapindo Brantas.  Sanggar Al Faz Besuki tetaplah Sanggar Al Faz adalah Sang Matahari Perlawanan, sedangkan Sanggar-Sanggar Al Faz di tempat-tempat lain adalah pancaran dan pantulan sinar Sang Matahari Perlawanan.   
Sanggar Al Faz Pangreh bukanlah pancaran Matahari Perlawanan Al Faz yang pertama, pasti akan diikuti oleh pancaran matahari di berbagai tempat.  Bahkan, ruh perlawanan yang dihidupi oleh sinar matahari perlawanan dari Besuki telah menghidupi api semangat banyak kawan di berbagai tempat.  Ruh yang menghidupi api peralwanan terhadap kesewenangan dan kekejaman dari korporasi yang bernama Lapindo Brantas.  Bahkan telah juga menjadi sumber semangat dan inspirasi dari berbagai kawan di berbagai tempat untuk melawan kerasukan dan keserakahan korporasi yang menghancurkan alam dan kehidupan.


Sedikit Jengah yang Tersisa
Bersamaan dengan peringatan 8 tahun Semburan Lumpur Lapindo, terjadi peristiwa politik yang cukup menarik perhatian banyak pihak.  Pada tanggal yang sama dengan tanggal menyemburnya Lumpur Lapindo 8 tahun yang lalu, ditandatangi “Kontrak Politik” antara Joko Widodo (Jokowi) sebagai salah satu Capres pada Pilplres 9 Juli 2014 mendatang dengan Rakyat Korban Lumpur Lapindo.  Sebuah peristiwa yang sebenarnya dinanti-nanti oleh Rakyat Korban Lumpur yang menanti harapan pada Penguasa Rezim yang dapat menyelesaikan masalah Lumpur Lapindo.  Setelah 8 tahun tidak terlalu diperhatikan oleh Penguasa kecuali penanggulan dan mekanisma jual beli sebagai ganti rugi, tidak dihitung kehilangan-kehilangan nirbenda, seakan-akan hanya menjadi komoditas yang diperjualbelikan.  Kontrak Politik dengan Jokowi menjadi harapan baru untuk memperoleh hak-hak yang hilang.
Sayang seribu saying, acara yang seharusnya menjadi pesta awal kemenangan Rakyat Korban Lumpur Lapindo menjadi tidak terlalu terasa.  Bukan karena Jokowi tidak serius, tetapi karena menjadi acara public, kedatangan pendukung dan “fans” Jokowi malah menjauhkan Jokowi dengan komponen Rakyat Korban Lumpur Lapindo.  Rakyat Korban tersisihkan bukan karena tidak diperhatikan, tetapi terpinggirkan oleh besarnya antusias Jokowi Mania yang merangsek sampai ke dekat tempat penandatanganan kontrak politik tersebut. Memang Jokowi bukan milik Rakyat Korban Lumpur Lapindo saja, Jokowi sudah menjadi milik rakyat pada umumnya, tetapi sedikit jengah terjadi.  Pesta kemenangan awal yang digadang-gadang menjadi bercampur baur dengan pesta rakyat.  Akibatnya, Rakyat Korban Lumpur Lapindo merasa sedikit terabaikan dan tersisihkan, walau bangga dan harapan tetapi digantungkan pada sosok Jokowi sebagai Calon Presiden Republik Indonesia selanajutnya.
Semoga sedikit jengah ini cukuplah selesai pada hari itu bersamaan dengan bergantinya hari.  Semoga harapan yang digantungkan pada Jokowi Sang Capres Rakyat ini tidak kemudian layu bersamaan dengan bergulirnya waktu.  Semoga doa-doa yang selalu dipanjatkan untuk mendapatkan kembali hak-hak dan kedamaian hidup Rakyat Korban Lumpur Lapindo dapat segera terkabul bersama datangnya hari kemenangan Jokowi Sang Capres Rakyat.  Rakyat hanya bisa menanti dan berharap, semoga fajar baru yang penuh kebahagiaan dan suka cita serta damai sentausa kembali datang di atas Tanah Porong.

Malang 03 Juni 2014, di sore hari yang mendung
Daniel S. Stephanus