Senin, 16 Juni 2014

THE NEW PROFAUNA



Tertegun menerima SMS dan surel berupa undangan dari kawan-kawan staf Profauna. Undangan dengan bunyi, “ Hari Minggu 1 Juni 2014, di PWEC Adventure, Pukul 10.00, Peluncuran New Proafuna”.  New Profauna? Profauna Baru? Ada apalagi gerangan? Kok tiba-tiba ada Profauna Baru? Bukannya setiap tahun, bahkan beberapa kali dalam setahun selalu ada yang baru di Profauna.  Entah supporter baru, entah volunteer baru, entah program baru, banyak hal yang selalu baru.  Apalagi ini yang baru?  Selalu ada kejutan dan selalu ada sesuatu yang baru dan segar di Profauna.
Kutanya sana dan sini, bukan hanya sesama supporter, kutanya pula para staff, bahkan kutanya langsung pada Pak Rosek, Sang Pendiri dan Komandan (Founder and Chairman)  Profauna.  Semua diam membisu, cuman jawaban “ada dech” atau “nanti saja disaksikan sendiri” yang kuterima.  Rasa penasaran semakin membuncah, keinginan untuk tahu sesuatu yang baru yang sering kali kusaksikan semakin meninggi.  Sampai saat harinya tiba.
Di hari itu, Hari Minggu, 1 Juni 2014, pagi-pagi sudah kuterima SMS dari Niar. “Pak nanti pasti datang khan? Ditunggu kehadirannya paling lambat pukul 10.30 untuk menyampaikan sepatah dua patah kata sambutam.”  Lho? Kok sedemikian penting dan resmi? Ada apa siang nanti di PWEC? Sesuatu yang penting pasti akan terjadi, sesuatu yang fenomenal pastinya.  Kupastikan pada Niar, pukul 10.00 aku sudah sampai sampai di PWEC. 
Pukul 09.00 aku tunggangi Si Kuda Biru, tunggangan lama yang kembali pulang setelah melanglang buana selama 3 tahun menjelajah Gunung Lemongan, menjadi kawan bagi relawan-relawan Laskar Hijau.  Belum pukul 10.00, kami sudah sampai di PWEC, dan suasana telah ramai riuh rendah oleh percakapan.  Bukan hanya kawan-kawan staff Profauna dan PWEC tetapi ada banyak undangan, baik kawan-kawan wartawan, ada kawan-kawan Lembaga Swadaya Masyarakat, ada berbagai kawan dari berbagai komunitas.

Launching New Profauna
Tepat pukul 10.30, acara dimulai oleh mbak Heni, kawan lama di Profauna yang sekarang berkarya sebagai staff di PWEC Adventure.  Setelah pembukaan, sedikit pengantar mengenai susunan acara Launching New Profauna dimulai.   Ternyata, aku tertuduh untuk menjadi pembuka untuk menyampikan kesan-kesan selama menjadi supporter Profauna.  Kehadiranku mewakili kawan-kawan supporter Malang Raya dan sebagai Advisory Board Profauna.  Dan setelahnya ada banyak kawan dari berbagai chapter bahkan Pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, juga wartawan dari Alinasi Jurnalis Independen (AJI) Malang yang selama ini menjadi rekan sekerja Profauna.
Pada kesan pesan yang kusampaikan, setelah lebih dari sebelas tahun menjadi supporter Profauna, tidak ada yang perlu dikagetkan dengen sesuatu yang baru.  Walau, ada program, kegiatan, dan segala sesuatu yang baru, Profauna tidak akan berubah, Profauna akan  tetap konsisten.  Ya!!! Konsisten itulah kekuatan Profauna.  Konsisten berjuang untuk satwa dan alam Indonesia. Konsisten untuk tetap menjadi lembaga berbasis kerelawanan dan bukan pencari donor.  Konsisten untuk terus mendedukasi masyarakat dimanapun berada.  Konsisten untuk mengadvokasi tindakan criminal perusak alam.  Bahkan konsisten menjadi perawat ternak di lokasi bencana saat yang lain hanya memperhatikan manusianya saja.  Konsisten…. Itulah kekuatan terbesar profauna.  Konsisten bukan hanya dalam perkataan tetapi juga dalam perbuatan nyata demi lestarinya alam Indonesia. Tetapi, tak pelak acara launching new profauna tetap memunculkan tanda Tanya dan penasaran, karena kali ini dengan sengaja ada yang dirahasiakan dan terkesan misterius.
Pada kesan-kesan lain yang diungkapkan oleh mBak Ida Nurmala dari Chaptetr Sidoarjo.  Mbak Ida menyampaikan hal yang senada, tetapi bilau menekankan pada peran edukasi konservasi alam yang sangat kencang di Profauna.  Beliau mengatakan “edukasi konservasi menjadi inspirasi bagi saya sebagai seorang guru.  Walau saya sering diolok-olok sebagai orang gila oleh teman-teman guru yang lain, saya tetap melakukan edukasi konservasi.  Karena saya percaya edukasi konservasi penting bagi kehidupan anak cucu kita.”  Selain itu, mbak Ida terkesan oleh Profauna yang melakukan kegiatan yang di luar nalar kebiasaan orang kebanyakan.  Bukan saja edukasi dan advokasi saja, tetapi juga sampai turun ke daerah bencana untuk menolong ternak warga.  Bukan karena kurang kerjaan, tetapi berfikir jauh ke depan, memikirkan kehidupan para korban bencana setelah kembali pulang.  Pemikiran yang di luar kotak, “thinking out of the box”. Ujarnya.  “Profauna berfikir dan bekerja bukan semata untuk lestarinya alam saja tetapi juga untuk kelangsungan kehidupan, dan saya bangga menjadi supporter Profauna”. Ujar mbak ida menutup kesan-kesannya.
Selanjutnya adalah kesan-kesan dari Mas Ronry, mewakili Chapter Surabaya.  Mas Ronny yang merupakan salah seorang staf peneliti di Kebun Raya Purwodadi menyatakan, bahwa bergabung dengan Profauna memperluas ilmu dan jejaring karena selaras dengan pekerjaan dan hobinya.  Sebagai peneliti beliau mengatakan, “peneliti melakukan riset yang laporannya berhenti sampai di meja dan tersimpan rapi di rak, tetapi Profauna melakukan aksi nyata konservasi.” Mas Ronny menutup kesan-kesannya dengan sebuah pernyataan, “sebuah sinergi yang hebat untuk lestarinya alam, ada peneliti dan ada yang melakukan aksi nyata konservasi, layaknya yang dilakukan oleh Profauna.”
Kesan-kesan selanjutnya disampaikan oleh Mas Didik, Direktur dari Songa Rafting.  Mas Didik menyatakan bahwa lembaganya walau bergerak di bidang wisata alam dan petualangan hanya bertujuan untuk mencari keuntungan semata, sekaligus menyalurkan hobi dan kesenangan.  “Tetapi, setelah saya bertemu dengan Pak Rosek dan berdiskusi panjang lebar dan kemudian bergabung dengan Profauna, serasa saya menemukan hidayah.” Hidayah yang dimaksud adalah pentingnya menjaga kelestarian alam, karena bila alam lestari bisnis yang dijalankannya juga akan terjaga kelangsungannya.  Selain itu, tentu saja perusahaannya akan memiliki visi dan misi yang jauh lebih hebat, bukan sekedar menjual petualangan tetapi menyebarkan kesadaran tentang pelestarian alam.  Sembari menutup penyampaian kesan-kesanya, mas Didik mengatakan, “setelah bergabung dengan Profauna, perusahaan yang dibangun menjadi perusahaan meluas visi dan misinya. Menjadi Perusahaan yang bertanggung jawab pada karyawan (profit), masyarakat (people), dan alam (planet)”.  Sebuah pernyataan yang selaras dengan pemikiran Sustainable Business: People, Planet, and Profit.
Selanjutnya tampil Pak Agung Revolusi dari Departemen Perikanan dan Kelautan.  Pak Agung mengatakan bawah Profauna berbeda dengan yang organisasi lingkungan yang lain.  Profauna tidak anti Pemerintah dan bahkan bekerja sama dengan Pemerintah dalam menjaga kelestarian alam.  Selain itu, Profauna juga berperan aktif dalam melakukan pemberdayaan masyarakat, khususnya masyarakat di sekitar kawasan konservasi. “Profauna seringkali bekerja bersama dan membantu Pemerintah, dalam menjaga kelestarian kawasan konservasi.  Tetapi, Profauna tetap kritis terhadap Pemerintah bila terjadi kebijakan yang bertentangan dengan prinsip kelestarian alam.” Tegas Pak Agung.  Kebijakan organisasi yang tidak enggan bermitra dengan Pemerintah tetapi tidak kehilangan sikap kritis terhadap segala bentuk kebijakan ataupun program Pemerintah yang menyalahi prinsip konservasi alam.
Selanjutnya Ezza menyampaikan kesan-kesannya.  Ezza adalah seorang supporter dari Kota Batu yang masih berstatus mahasiswa.  Ezza mengatakan, bahwa bergabung dengan Profauna memberikan pengetahuan lain selain yang diterima di bangku kuliah.  “Bahkan, pengetahuan dan pengalaman yang saya dapatkan di lapangan jauh lebih banyak dan lebih luas ketimbang yang saya terima di bangku kuliah,” tegas Ezza.  Ternyata, bukan sekedar hobi tersalurkan, bukan hanya idealism yang tetap terjaga, bergabung dengan Profauna memberikan pengalaman dan pengetahuan yang luas.  Pengalaman berorganisasi, pengalaman melakukan aksi nyata, dan bahkan pengalaman spiritual untuk menjaga lestarinya alam.
Berbagai kesan telah banyak disampaikan oleh beberapa orang yang memiliki pengalaman baik sebagai supporter maupun rekanan. Dengan latar belakang yang beragam bukan saja banyak kesan yang disampaikan, tetapi banyak perspektif yang bisa digali dan dibagikan pada seluruh peserta.  Selain memperkaya pengetahuan dan pengalaman, untaian kata dalam kesan-kesan ini menjadi untaian mutiara yang indah tentang kayanya pengetahuan dan pengalaman saat bergabung dengan Profauna.  Sebuah untaian mutiara pengalaman yang indah yang menjadi penyemangat bagi para supporter, staff, dan rekanan untuk terus bekerja sama dan bekerja bersama-sama Profauna.  Bukan untuk kemegahan pribadi tetapi demi lestarinya alam Indonesia.

New Profauna
Tiga saatnya peluncuran New Profauna, diawali dengan penjelasan dari Rosek Nursahid, Pendiri sekaligus PImpinan Profauna saat ini.  Rosek mengawali dengan cerita masa lalu, awal muasal Profauna yang berawal dari kelompok studi yang bernama Konservasi Satwa Bagi Kehidupan (KSBK)pada tahun 1994 yang terus bermetamorfosis menjadi Profauna pada tahun 2003.  Dijelaskan pula, “hasil dari rapat kerja pada bulan Maret dan perenungan selama di Kalimantan pada saat Ride for Borneo kemarin, Profauna akan berubah, benar-benar berubah, lahir baru sebagai New Profauna.”  Semakin menjadikan penasaran saja.  Apa yang baru, benar-benar baru dari Profauna hari ini.
Sebagai pengabtar, Rosek menjabarkan hasil dari rapat kerja., Rapat yang dihadiri oleh para staff dan beberapa anggota advisory board, menghasilkan visi dan misi baru, visi dan misi yang lebih luas.  Profauna baru nanti bukan hanya memfokuskan pada advokasi dan edukasi perlindungan satwa liar saja, tetapi sudah melebar menjadi perlindungan pada satwa liar, hutan sebagai habitat satwa liar, dan pemberdayaan masyrakat sekitar hutan.  Walau bukan sesuatu yang sangat baru, tetapi menjadi baru karena isu hutan dan masyarakat hutan bukan semata sebagai isu pendamping dari isu besar konservasi satwa liar.  Saat ini, isu satwa liar beriring bersama dan mendapat perhatian yang sama besarnya dengan isu konservasi hutan yang merupakan habitat satwa liar dan isu pemberdayaan masyarakat seputar hutan sebagai “pagar” pertama dan utama dari konservasi hutan dan satwa liar.
Selebrasi New Profauna diawali dengan pembukaan selubung logo yang terbingkai dalam sebuah pigura.  Nampak tulisan PROFAUNA tetap tertampang, tetapi logo Lutung Jawa yang selama ini dikenal berganti menjadi 3 gambar yang merangkai satu dengan yang lain.  Gambar Lutung Jawa tetap ada, walau tidak duduk, tetapi dengan pose berjalan ada ditengah-tengah, diapit oleh gambar pohon paku-pakuan dan gambar pepohonan nan rimbun, dua gambar mengenai hutan yang lestari.  DIbawah tulisan PROFAUNA tertampang tulisan lain “Protection of Forest & Fauna”, inilah New Profauna yang dimaksud.  Bila selama ini ProFauna identic dengan keberpihakan pada satwa liar, New Profauna jelas-jelas menyatakan keberpihakan yang lebih luas, berpihak dan membela hutan dan satwa liar.
Setelah menjelaskan arti dari logo baru dan kata-kata yang menjadi singkatan dari PROFAUNA bukan lagi ProFauna, Rosek menjelaskan “PROFAUNA saat ini memiliki kepanjangan, Protection of Forest and Fauna.”   Dijelaskan lebih lanjut, PROFAUNA adalah lembaga Non Profit berjaringan internasional yang bergerak di bidang pelindungan hutan dan satwa liar.  Kegiatan PROFAUNA bersifat Non Politis dan Non Kekerasan.  Bidang kegiatan PROFAUNA meliputi kampanye, pendidikan, investigasi, advokasi, dan pendampingan masyarakat.  Sebenarnya tidak ada yang berubah dari PROFAUNA, konsisten dengan nilai dan metoda aktivitas yang selama ini telah ada.  Sebenarnya tidak ada yang baru, dalam esensi dan nilai, hanya kepanjangan baru, logo baru, dan kepanjangan yang benar-benar baru ada.  PROFAUNA yang baru, hanya berganti baju dan berganti penampilan, tetapi visi, misi, tujuan, dan metoda perjuangan tetaplah sama dengan perluasan cakupan kerja.  Karena Isu satwa liar tidak akan dapat dipisahkan lagi dengan isu kelestarian hutan dan masyarakat sekitar hutan serta masyarakat luas tentunya.
Tentu saja perubahan logo dan adanya kepanjangan baru yang menandakan keluasan cakupan kerja  PROFAUNA yang semakin meluas memunculkan konsekuensi baru yang lebih luas tentunya.  Fokus kegiatan dan kebijakan PROFAUNA berkembang menjadi lebih luas dan kompleks, pekerjaan yang semakin besar dan semakin berat menanti.  Terdiri dari:
1.       Combating Wildlife Crime.  Perdagangan illegal satwa liar menjadi ancaman paling serius bagi kelestarian satwa liar di alam setelah deforestasi.  Perdagangan satwa liar selain melanggar hukum, juga sarat dengan kekejaman terhadap satwa.
2.       Protect the Forest.  Deforestasi yang begitu cepat di Indonesia, mendorong PROFAUNA untuk turut bekerja untuk melestarikan hutan yang tersisa dengan melibatkan partisipasi masyarakat local.
3.       Against Wildlife Abuse.  PROFAUNA percaya bahwa tidak sepatutnya satwa liar dieksploitas untuk kepentingan pertunjukan, satwa peliharaan untuk hobby, dan perburuan.  Satwa liar seharusnya berada di alam bebas untuk menjalankan fungsinya sebagai bagian dari keseimbangan ekosistem.
4.       Ranger.  PROFAUNA membentuk tim relawan untuk menjaga hutan dan mencegah perburuan satwa liar di kawasan konservasi alam yang disebut Ranger PROFAUNA.  PROFAUNA juga mendukung kelompok-kelompok masyarakat lain yang berinisiatif membentuk Ranger untuk menjaga hutan dan alam di daerah masing-masing secara mandiri.
5.       Support Local Community.  PROFAUNA percaya bahwa uoaya pelestarian hutan dan satwa liar itu akan lebh efektif jika melibatkan masyatakat local.  Untu itu, PROFAUNA mendorong keterlibatan masyarakat local dan juga mendukungnya melalui pendanaan, pelatihan, dan pendampingan.
6.       Grassroots Movement.  PROFAUNA percaya bahwa setiap orang memunyai tanggung jawab untuk melestarikan hutan dan satwa liar.  PROFAUNA memberui kesempatan pada setiap orang yang peduli terhadap pelestarian hutan dan satwa liar untuk bergabung menjadi Supporter PROFAUNA.
“PROFAUNA memberi kesempatan kepada masyarakat luas yang peduli pelestaian hutan dan satwa liar Indonesia untuk bergabung menjadi Supporter PROFAUNA.  Saat ini Supporter PROFAUNA tersebar luas di seluruh Indonesia dan bahkan luar negeri dengan latar belakang yang berbeda ada pelajar, mahasiswa, guru, dosen, usahawan, pegawai negeri sipil, aktivis LSM, seniman, selebritis, hingga ibu rumah tangga.” Kata Rosek. “Satwa liar dan hutan tidak bisa bicara, namun kita bisa bicara dan berbuat untuk mereka.  Saatnya kita semua membantu satwa liar dan hutan Indonesia beraksi bersama sebagai Supporter PROFAUNA, sekarang juga!” Tukas Rosek mengakhiri pemaparannya.

Pendantanganan Nota Kesepahaman (MoU)
Setelah peluncuran New PROFAUNA, acara selanjutnya adalah penandatangan Nota Kesepahaman (MoU) antara PROFAUNA dengan dua lembaga masyarakat (civil society) atau komunitas masyarakat yang bekerja untuk menjaga lestarinya alam di daerah masing-masing.  Dua lembaga tersebut mewakili juga cakupan kerja PROFAUNA, yang pertama adalah LASKAR HIJAU, merupakan organisasi kerelawanan dari rakyat di kaki Gunung Lemongan, Klakah, Lumajang yang bekerja untuk melakukan reforestasi.   Sedangkan yang kedua adalah, POKMASWAS (Kelompok Masyarakat Pengawas) Gatra Alam Lestari Desa Sitiarjo, Kecamatan Sumber Manjing Wetan, Kabupaten Malang yang bekerja untuk pelestarian pesisir dan penyu di kawasan Pantai Sendang Biru dan sekitarnya.
Laskar Hijau yang aktif melakukan penghutahanan kembali Gunung Lemongan telah bekerja sejak tahun 2008.  Lembaga Kerelawanan Penghutanan ini didirikan dan dipimpin oleh A’ak Abdullah Al-Kudus, pemuda local yang peduli terhadap pengundulan dan ancaman longsor serta penurunan debit air di sejumlah Ranu di kaki Gunung Lemongan.  Laskar Hijau bekerja sama dan bekerja bersama PROFAUNA  untuk Program Ranger Hutan Lemongan, bukan saja mencegah perburuan satwa liar yang sudah jamak di kaki Gunung Lemongan tetapi juga untuk mencegah pencurian kayu dan perusakan hutan dan alam Gunung Lemongan lainnya.  Selain itu, PROFAUNA akan membantu segala bentuk edukasi untuk masyarakat sekitar Hutan Lemongan serta advokasi terhadap kebijakan-kebijakan (Perhutani dan Pemkab Lumajang) yang bertentangan dengan Perundangan dan Peraturan tentang Pelestarian Alam.  Kerja sama yang bukan semata memenuhi visi, misi, dan tujuan kedua lembaga tetapi untuk kelestarian hutan, satwa liar, dan kehidupan di kaki Gunung Lemongan.
Kelompok Masyarakat Pengawas (PokMasWas) Gatra Alam Lestari merupakan kelompok masyarakat local Pantai Sendang Biru dan sekitarnya, pantai yang masuk Desa Sitiarjo, Kecamatan Sumber Manjing Wetan, Kabupaten Malang, yang bekerja untuk menjaga lestarinya pesisir pantai selatan serta konservasi penyu.  PokMasWas Gatra Alam Lestari telah cukup lama bekerja untuk melestarikan penyu, menjaga lestarinya terumbu karang, dan ekosistem laut di pantai selatan, khususnya Pantai Sendang Biru dan sekitarnya.  PokMasWas bekerja sama dan bekerja bersama dengan PROFAUNA terkait dengan konservasi penyu serta edukasi kepada masyarakat di Pantai Selatan Malang untuk menjaga lestarinya penyu demi kehidupan yang lestari.  Selain itu, berbagai bentuk kerja sama yang lain juga telah disepakati bersama antara PROFAUNA dan PokMAsWas Gatra Alam Lestari.

Seremoni Penanaman Pohon Sukun di Takakura
Pada akhir acara launching New PROFAUNA kali ini, setelah pemaparan dan berbagi cerita tentang Ride For Borneo oleh Rosek Nursahid, dilakukan penanaman pohon sebagai symbol awal baru dari PROFAUNA dan awal kerjasama dengan Laskar Hijau dan PokMasWas Gatra Alam Lestari.  Pohon yang  ditanam di lahan Takakura PWEC Adventure, seakan menjadi symbol bagi ketiga lembaga dan para insan yang ada di dalamnya untuk bersepakat, menanamkan kecintaan akan hutan, laut, dan satwa liar Indonesia.  Kecintaan yang bukan hanya dimiliki sendiri, tetapi kecintaan yang akan selalu ditularkan pada siapapun, kapanpun, dan dimanapun berada.  Bukan hanya melalui kata-kata tetapi juga dalam perbuatan dan tentu saja tindakan nyata.
Acara yang sacral tetapi dibalut dengan suasana nyaman, akrab, dan penuh kekeluargaan ini diakhiri dengan melakukan foto bersama.  Pengambilan foto yang bukan untuk tampil bagi diri sendiri, tetapi sebagai pengikat persaudaraan dalam aksi nyata menjaga lestarinya satwa, hutan, dan alam liar Indonesia.  Foto yang suatu saat menjadi pengingat bahwa kita pernah bersepakat untuk berkarya dan bekerja secara nyata untuk menjaga lestarinya satwa, hutan, dan alam liar Indonesia.  Semangat baru telah dikumandangkan, tantangan yang lebih besar Nampak jelas di depan mata, dan karya serta aksi nyata yang lebih hebat akan dikerjakan.
PROFAUNA….. MAJU….!!!

Kawasan Tidar di Perbatasan Kota dan Kabupaten Malang,
Pagi menjelang siang, 16 Juni 2014
Daniel S. Stephanus  

Selasa, 03 Juni 2014

Sewindu Sudah Lumpur Lapindo




 Kamis, 29 Mei 2014, sudah 8 tahun atau sewindu Lumpur Lapindo menenggelamkan dan memberikan penderitaan bagi rakyat Porong.  Ada serangkaian acara untuk melawan lupa akan bencana industry yang terjadi serta menjaga nyala api perlawanan terhadap perilaku Lapindo yang tidak bertanggungjawab.  Acara yang dipusatkan di Tanggul Siring mulai dari instalasi patung oleh Dadang Kristianto untuk mengingatkan pada penderitaan rakyat Porong sampai penandatangan Pakta Politik antara rakyat korban Lapindo dengan calon Presiden Joko Widodo. 
Keriuh rendahan acara tidak selamanya menjadi cara untuk melawan lupa.  Kegiatan berbeda dilakukan oleh kawan-kawan dari Sanggar Al Faz yang dulunya berada di Desa Besuki bagian timur.  Sanggar Al Faz bereinkarnasi kembali di Desa Pangreh Kecamatan Jabon, di kompleks perkampungan yang lebih dikenal sebagai Kaplingan Besuki, dekat dengan SMK Negeri Jabon.  Bertepatan dengan peringatan 8 tahun Lumpur Lapindo dilaksanakan acara Selamatan Lebon (masuk) Sanggar untuk menandai secara resmi aktivitas Sanggar Al Faz.  Sebelum selamatan dilaksanakan Diskusi Publik dengan thema “Dibalik Dongeng Timus Mas” dengan narasumber Henry Nurcahyo, seorang penulis dan budayawan serta pegiat lingkungan dari Surabaya.

Diskusi Publik
Di luar acara hingar bingar di Tanggul Siring dalam rangka memperingati 8 tahun semburan Lumpur Lapindo, Sanggar Al Faz menggelar Diskusi Publik “Dibalik Dongeng Timun Mas”.  Diskusi yang menghadirkan Henry Nurcahyo, seorang penulis, budayawan, dan pegiat lingkungan dari Surabaya dan dimoderatori oleh Rere Pilot, pendamping korban yang juga adalah korban lumpur lapindo dari Desa Reno Kenongo.  Diskusi yang dihadiri oleh kurang lebih 30an orang cukup menarik karena menguak dongeng Timun Mas.  Dongeng yang menceritakan perlawanan seorang anak kecil melawan raksaksa yang akhirnya dimenangkan oleh sang anak dengan menenggelamkan sang raksaksa di sebuah kubangan lumpur.
Dongeng sebagaimana umumnya adalah salah satu alat perlawanan rakyat terhadap kesewenangan penguasa.   Pada Dongeng Timun Mas, Rakyat kecil diwakili oleh anak kecil yang tidak berdaya, sedangkan penguasa yang lalim digambarkan oleh bentuk raksaksa jahat dan serakah.  Dongeng juga bersifat multi tafsir, tergantung pada konteks tempat dan waktu penuturannya.  Tetapi, Dongeng akan sangat kuat untuk menginternalisasi keadaan pada saat ini, khususnya sebagai sarana edukasi dan advokasi.  Apalagi bila dongeng diinternalisasikan dengan mengolaborasikannya dengan gerak budaya lain untuk melawan ketidakadilan.  Dalam konteks Lumpur Lapindo, dongeng, khususnya Dongeng Timun Mas merupakan alat edukasi dan advokasi yang kuat untuk melawan lupa pada kengerian luapan lumpur lapindo dan sekaligus menjaga api semangat melawan kesewenangan korporasi yang bernama Lapindo Brantas.
Acara diskusi ditutup oleh pembacaan puisi karya Henry Nurcahyo yang memiliki korelasi kuat dengan peristiwa semuran Lumpur Lapindo.  Bukan hanya narasumber, salah seorang anak Sanggar Al Faz bernama Fika turut juga menyumbangkan puisi tentang ngerinya Lumpur Lapindo dan getirnya hidup yang diakibatkannya.  Tidak sampai di situ, Daris salah seorang pegiat Sanggar Al Faz yang juga putri dari pendiri sanggar meminta pada peserta diskusi public untuk menuliskan puisi terkait 8 tahun Lumpur Lapindo.  Walau tidak semua dapat menulis puisi dengan baik, tetapi kumpulan puisi dapat didokumentasi bukan sekedar untuk pengingat dan penanda tetapi juga sebagai sarana menjaga api perlawanan terhadap Lapindo yang tidak akan kunjung padam.

Selamatan Sanggar
Bersamaan dengan peringatan 8 tahun Semburan Lumpur Lapindo kali ini, tepat pada tanggal 29 Mei 2014, di sore yang terasa panas, Sanggar Al Faz Besuki yang telah rata dengan tanah bereinkarnasi di Desa Pangreh, Kecamatan Jabon.  Terletak di halan rumah salah satu pegiat sanggar, Cak Rokim, di tengah Kampong Kaplingan Korban Lumpur Lapindo dari Desa Besuki dekat SMK Jabon, Sanggar Al Faz kembali berdiri.  Ditandai dengan lantunan doa berisi harapan, Sanggar Al Faz Pangreh berdiri dan beraktivitas kembali.  Aktivitas yang mengedukasi bahkan advokasi untuk melawan dan menuntut hak-hak rakyat yang dihilangkan dan ditenggelamkan oleh ganasnya Lumpur Lapindo.  Bahkan, menjadi salah satu tempat untuk belajar, belajar untuk memberdayakan diri sendiri, belajar untuk mengorganisir diri bagi kawan-kawan dari berbagai tempat untuk melawan demi memperjuangkan hak-haknya yang dirampaas oleh kejam dan rakusnya korporasi.
Sanggar Al Faz Pangreh bukanlah pengganti sanggar yang ada di Desa Besuki, karena sanggar di Desa Besuki tetap merupakan pusat perlawanan dan tidak akan pernah diganti apalagi dilupakan.  Sanggar di Desa Pangreh maupun yang ada di tempat lain, akan menjadi pancaran sinar dari Sanggar Al Faz Besuki.  Sinar yang berspora yang memantul di banyak tempat.  Bukan pula cabang, karena Sanggar-Sanggar Al Faz di Pangreh dan diberbagai tempat yang lain didirikan oleh Rakyat Korban Lumpur Lapindo dari Desa Besuki yang dipaksa berdiaspora oleh kejamnya Lumpur Lapindo hasil karya Lapindo Brantas.  Sanggar Al Faz Besuki tetaplah Sanggar Al Faz adalah Sang Matahari Perlawanan, sedangkan Sanggar-Sanggar Al Faz di tempat-tempat lain adalah pancaran dan pantulan sinar Sang Matahari Perlawanan.   
Sanggar Al Faz Pangreh bukanlah pancaran Matahari Perlawanan Al Faz yang pertama, pasti akan diikuti oleh pancaran matahari di berbagai tempat.  Bahkan, ruh perlawanan yang dihidupi oleh sinar matahari perlawanan dari Besuki telah menghidupi api semangat banyak kawan di berbagai tempat.  Ruh yang menghidupi api peralwanan terhadap kesewenangan dan kekejaman dari korporasi yang bernama Lapindo Brantas.  Bahkan telah juga menjadi sumber semangat dan inspirasi dari berbagai kawan di berbagai tempat untuk melawan kerasukan dan keserakahan korporasi yang menghancurkan alam dan kehidupan.


Sedikit Jengah yang Tersisa
Bersamaan dengan peringatan 8 tahun Semburan Lumpur Lapindo, terjadi peristiwa politik yang cukup menarik perhatian banyak pihak.  Pada tanggal yang sama dengan tanggal menyemburnya Lumpur Lapindo 8 tahun yang lalu, ditandatangi “Kontrak Politik” antara Joko Widodo (Jokowi) sebagai salah satu Capres pada Pilplres 9 Juli 2014 mendatang dengan Rakyat Korban Lumpur Lapindo.  Sebuah peristiwa yang sebenarnya dinanti-nanti oleh Rakyat Korban Lumpur yang menanti harapan pada Penguasa Rezim yang dapat menyelesaikan masalah Lumpur Lapindo.  Setelah 8 tahun tidak terlalu diperhatikan oleh Penguasa kecuali penanggulan dan mekanisma jual beli sebagai ganti rugi, tidak dihitung kehilangan-kehilangan nirbenda, seakan-akan hanya menjadi komoditas yang diperjualbelikan.  Kontrak Politik dengan Jokowi menjadi harapan baru untuk memperoleh hak-hak yang hilang.
Sayang seribu saying, acara yang seharusnya menjadi pesta awal kemenangan Rakyat Korban Lumpur Lapindo menjadi tidak terlalu terasa.  Bukan karena Jokowi tidak serius, tetapi karena menjadi acara public, kedatangan pendukung dan “fans” Jokowi malah menjauhkan Jokowi dengan komponen Rakyat Korban Lumpur Lapindo.  Rakyat Korban tersisihkan bukan karena tidak diperhatikan, tetapi terpinggirkan oleh besarnya antusias Jokowi Mania yang merangsek sampai ke dekat tempat penandatanganan kontrak politik tersebut. Memang Jokowi bukan milik Rakyat Korban Lumpur Lapindo saja, Jokowi sudah menjadi milik rakyat pada umumnya, tetapi sedikit jengah terjadi.  Pesta kemenangan awal yang digadang-gadang menjadi bercampur baur dengan pesta rakyat.  Akibatnya, Rakyat Korban Lumpur Lapindo merasa sedikit terabaikan dan tersisihkan, walau bangga dan harapan tetapi digantungkan pada sosok Jokowi sebagai Calon Presiden Republik Indonesia selanajutnya.
Semoga sedikit jengah ini cukuplah selesai pada hari itu bersamaan dengan bergantinya hari.  Semoga harapan yang digantungkan pada Jokowi Sang Capres Rakyat ini tidak kemudian layu bersamaan dengan bergulirnya waktu.  Semoga doa-doa yang selalu dipanjatkan untuk mendapatkan kembali hak-hak dan kedamaian hidup Rakyat Korban Lumpur Lapindo dapat segera terkabul bersama datangnya hari kemenangan Jokowi Sang Capres Rakyat.  Rakyat hanya bisa menanti dan berharap, semoga fajar baru yang penuh kebahagiaan dan suka cita serta damai sentausa kembali datang di atas Tanah Porong.

Malang 03 Juni 2014, di sore hari yang mendung
Daniel S. Stephanus  


KATASTROFI: BENCANA BESAR YANG MEMBENTUK SEJARAH PERADABAN MANUSIA




Katastrofi atau bencana besar akan memengaruhi bahkan menentukan jalan sejarah dan peradaban manusia.  Nusantara sebagai kawasan yang memiliki 129 gunung berapi aktif sekaligus berada di antara 3 patahan dan dengan garis pantainya yang panjang merupakan kawasan yang seringkali dilanda katastrofi.  Sehingga, sejarah dan peradaban nusantara bukan saja dipengaruhi tetapi juga ditentukan oleh katastrofi.  Tambora dan Krakatau merupakan contoh sejarah yang masih dapat dilacak, bahkan semburan Lumpur Lapindo adalah bukti sejarah terkini, belum lagi Toba, Kaldera Bromo, dan berbagai kawasan lain merupakan jejak-jejak sejarah yang belum terungkap sampai saat ini.

Sabtu malam (17/5/14) yang tak lagi dingin di Kota Malang, di sebuah warung di depan Lapangan Rampal, di sebuah warung yang bernama Warung Kelir, berkumpul beberapa puluh orang untuk sekedar menikmati kopi atau the atau hidangan lain, dan tentu saja menanti hidangan utama yang bertajuk Katastrofi Geologi di Indonesia yang diracik dan disajikan oleh Dr. Andang Bachtiar.  Sesajian yang bukan hanya berat tetapi menyehatkan, bukan menyehatkan badan tetapi menyehatkan pikiran dan paradigma para tetamu yang hadir dan menikmatinya.  Sebuah sajaan menu tentang katastrofi geologi atau bencana-bencana besar yang membentuk sejarah dan peradaban manusia dengan cara memporak-porandakan permukaan bumi melalui gempa, letusan gunung, dan berbagai peristiwa alam besar lainnya.  Sam Andang yang asli Malang merupakan salah satu pakar gelologi yang dimiliki Indonesia, terbukti dengan jabatan sebagai Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) yang pernah disandangnya pada tahun 2000—2005 dan tentu saja berbagai karya besar beliau baik berupa pemikiran atas kasus Lumpur Lapindo dan berbagai penelitian mandiri beliau di Gunung Padang dan berbagai lokasi lainnya.
Sajian menu diskusi yang dipandu oleh Mas Adjie, seorang komikus pergerakan di Kota Malang, diawali dengan penyampaian biodata Sam Andang yang sebenarnya sangat panjang tetapi cukup disingkat dengan satu kata “hebat”.  Pakar Geologi yang rambutnya sudah berwarna perak, ternyata adalah putra dari mantan salah seorang Rektor IKIP Malang, salah seorang yang cukup legendaris sebagai pakar sastra di Kota Malang.  Mengawali sajianya dari ketertarikannya masuk Jurusan di Geologi dulu hanya karena anak-anak Geologi gondrong-gondrong, bermain gitar seharian, dan jarang mandi, persis seperti kelakukan anak-anak seni dan sastra yang ingin dimasukinya tetapi ditentang oleh sang ayah.  Dari sekesar suka kesehariannya, Sam Andang menjadi cinta berat pada geologi, karena Ilmu Geologi bagi beliau merupakan gabungan antara sejarah, seni, dan teknik.  Sejalan juga dengan petuah bapaknya, “memilih suatu bidang ilmu apapun, pelajari dan kuasai dengan sekuat tenaga, pasti akan bermanfaat di suatu hari kelak.” 
Sajian menu utama oleh Sam Andang dimulai dengan menceritakan studi kasus tentang semburan Lumpur Lapindo di Porong.  Pengeboran yang mengalami blow out pada tanggal 29 Mei 2006 dikarenakan oleh kesalahan pengeboran seperti penempatan rig pengeboran yang tidak benar dan prosedur pengeboran yang tidak benar.  Lumpur Lapindo benar-benar kesalahan manusia bukan bencana alam.  Sebagai pakar Geologi dan Konsultan Independen, Sam Andang tahu benar adanya kesalahan pengeboran.  Bahkan bersama Rudi Rubiandini melakukan penelitian independen yang menghasilkan simpulan bahwa semburan Lumpur Lapindo adalah kesalahan manusia.  Khusus kasus Lumpur Lapindo , dengan  sengaja di stigma sebagai bencana alam agar dapat dialihkan penangannya kepada Pemerintah dan didanai oleh Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN).  Lumpur Lapindo bergeser dari bencana yang disebabkan oleh manusia menjadi bencana alam, permasalahan ekonomi dan social bergeser menjadi permasalahan politik.   Sayangnya, karena Rudi Rubiandini memilih masuk dalam pusaran akhirnya terhisap dan dihabisi.  Sedangkan Sam Andang memilih untuk tetap di luar pusaran dan bersikap independen. Sehingga tetap aman dan dapat terus membantu Walhi maupun YLBHI untuk meluruskan sejarah Lumpur Lapindo berdasar fakta dan keilmuan. 
Sam Andang pernah diminta oleh Presiden untuk turut bersumpang saran untuk penyelesaian Lumpur Lapindo. Tetapi masalah lain muncul, ada scenario menyembunyikan fakta karena akusisi data sangat susah.  Belum lagi rekomendasi dimentahkan oleh pakar-pakar geologi  (bayaran) yang dimiliki oleh Lapindo Brantas.  Berdasar data seismic yang dimiliki sejak tahun 2006, semburan Lumpur Lapindo belum akan berhenti sampai 30 tahun.  Artiya, paling cepat semburan Lumpur Lapindo tidak akan berhenti sampai tahun 2036.  Semburan Lumpur Lapindo menjadi meluas tidak seperti blow out di Sumur Porong 1 yang dapat ditangani hanya dalam baktu 3 minggu karena operator pengeboran (Lapindo Brantas) under spec (melakukan pengeboran dengan serampangan dan tidak sesuai prosedur keamanan) serta tidak menangani dengan benar.  Walaupun sejarah telah mencatat bahwa Porong adalah daerah delta yang pernah tergenang lumpur, seperti yang digambakan di Candi Pari di Porong, tetap saja ekplorasi gas diteruskan.  Walau teknologi telah maju, seharusnya catatan sejarah tetap harus diperhatikan sehingga pekerjaan dapat dilakukan secara hati-hati.  Tetapi bukannya bekerja dengan hati-hati malah dilakukan dengan serampangan dan menyalahi prosedur serta aturan, akibatnya rakyat Porong dan Tanggulangin menjadi korban langsung.

Nusantara adalah Kawasan Proses Bumi Aktif
Sam Andang, bersama kawan-kawan seide membentuk Team Terpadu Riset Mandiri, sebuah team yang bekerja secara mandiri dengan melakukan penelitian tentang kemungkinan ancaman bencana.  Tim yang terbentuk dan bekerja sejak tahun 2009 ini meneliti tentang “Katastrofi Purba”, bencana-bencana hebat yang menentukan jalannya sejarah dan peradaban nusantara.  Mengawali dengan sebuah pernyataan, “Bumi diberntik dari Proses Bencana”, Sam Andang menjelaskan mengenai proses alami bumi, khususnya proses yang terjadi di Bhumi Nusantara.  Indonesia atau Nusantara, memiliki 129 gunung berapi aktif, 95.000 KM pantai yang pernah terkena tsunami, banyaknya patahan yang menyebar di sepanjang Pulau Jawa, Sumatera, dan pulau-pulau lainnya.  Indonesia (nusantara) ini adalah kawasan proses gelologi bumi yang aktif.  Sulit diprediksi secara jelas tetapi dapat diperkirakan dengan bantuan statistic kebencanaan.  Sebagai contoh, Borobudur yang dibangun (terakhir) pada abad kedepalan masehi, sebenarnya bukan bangunan baru tetapi renovasi.  Menurut penetlian, Candi yang digali dan dipugar oleh Raffles pada tahun 1800an, merupakan candi yang tertimbun oleh material vilkanik dari Gunung Merapi dengan Indeks Erupsi Vulkanik 6 pada tahun 1006, bandingkan dengan erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 yang “hanya” memikik Indeks Erupsi Vulkanik 4.
Sayangnya, catatan-catatan sejarah katastropi yang terjadi di Nusantara hanya dapat dilacak sampai abad keempat saja. Catatan-Catatan sejarah Nusantara yang biasa tertulis pada prasasti, candi, dan berbagai bangunan atau media lain tidak dapat diketemukan.  BIlapun ada, dapat dipastikan telah tertimbun oleh katastrofi atau sebagian telah diangkut ke Ledien, Belanda saat Nusantara dikuasai oleh VOC dan kemudian dilanjutkan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda.  Catatan sejarah berupa Prasasti yang tertua yang dapat ditelurusi berakhir pada abab ke 4, yaitu Prasasti Kalingga dan Sima.  Sedangkan perioda yang lebih tua seperti jejak abad ke 0 sampai abad 8 SM, palagi sampai abad 30 SM, dipastikan belum ada catatan dan jejak sejarah yang dapat ditelusuri.  Seperti catatan tentang Tambora, baru diketemukan 6 tahun yang lalu, padahal letusan Tambora pada tahun 1816 telah mengubur 3 kerajaan.  Bagaimana dengan Kaldera Bromo, Rinjani, Gede Panggrango, Toba?  Sejarah dan peradaban Nusantara terkubur dan kehilangan jejak masa lalunya.  Bilapun ada, sebagian telah dihapus oleh Imperialis yang pernah menguasai Nusantara seperti Belanda dan Inggris. Nusantara seharusnya menyimpan sejarah yang besar dan agung.
Permasalahan ketiadaaan catatan sejarah katastrofi di Nusantara sedikit banyak telah dapat dilacak dengan menggunakan Carbon Dating.  Metoda yang menggunakan teknik membalik radio aktif dari sisa-sisa katastrofi di masa lalu.  Walaupun tidak menghasilkan data yang bersifat menyeluruh, tetapi paling tidak waktu peristiwa, jenis dan besarnya katastrofi dapat diperkirakan dengan akurat.  Sedangkan pengungkapan peradaban di kawasan tersebut akan membutuhkan waktu dan biaya yang lebih besar lagi karena harus dilakukan pengangkatan (ekskavasi) besar-besarannya.  Selain masalah biaya, ekskavasi harus berhadapan dengan masalah-masalah lain.  Contoh Kasus, Gunung Padang di Cianjur yang mulai marak sejak tahun 2012, penelitian yang awalnya hanya untuk melakukan kalibrasi alat yang akan dipergunakan untuk penelitian di Aceh pada November 2011.  Gunung Padang diplih karena merupakan situs megalitikum terstruktur.  Alat yang bernama Super String V.8, menemukan rongga (ruang) dan bangunan lain di bawah situs Gunung Padang.  Tempat eksperimen yang menjadi situs temuan.
Katastrofi bukannya sebuah lubang hitam yang misterius yang tidak dapat diprediksi.  Katastofi dapat dijelaskan secara ilmiah dan dapat pula dilakukan perkiraan yang bersifat ilmiah pula.  Walau tempat dan tanggal yang tepat akan sangat sulit ditetapkan secara gamblang.  Kasus Tsunami Aceh pada Desember 2004 misalnya, Dani Hilman seorang Pakar Geologi pernah memprediksi tentang kemungkinan adanya Gempa dan Tusami Aceh pada November 2004.   Dani Hilman memprediksinya berdasar gerakan segmen-segmen patahan di Sumatera.  Saat ini segemen-segmen patahan bergerak ke selatan, Padang di Sumatera Barat dan Jawa tinggal menunggu waktunya.  Perkiraan besaran gempa yang akan terjadi di Padang mencapai 8,9—9,1 SR.  Besaran gempa dapat diprediksi, tetapi kapan waktunya yang sulit dipreksi secara akurat kecuali secara statistic.  Segmen-segmen yang saat ini sedang bergerak antara lain segmen Aceh—Lampung, Banten—Banyuwangi, Bali—Timor, Maluku, dan Sulawesi.

Sejarah Katastrofi Nusantara
Borobudur merupakan bangunan purba yang terkubur selama kurang lebih 800 tahun dan baru diketemukan kembali pada tahun 1815 oleh Raffles.  Bagaimana tertimbunnya? Oleh bencana apa? Harus dibuktikan dengan catatan-catatan sejarah.  Catatan sejarah penting untuk mitigasi bencana, khususnya bencana-bencana besar (katastrofi).  Catatan sejarah dapat tersebar di prasasti dan candi, seperti catatan yang ada di Candi Pawon.  Catatan-catatan tentang katastrofi sebagai bagian dari proses bumi dapat berupa (1) quaternary coral growth (EQ Recorsd); (2) paleotsunami Layer Stratigraphy (tsunami records); (3) volcanic sediment statigraphy, banyak tercatat di (1) historical notes (prasasti) seperti Negara Kertagama yang menceritakan tentang erupsi Gunung Kelud di jaman Majapahit; (2) temple wall relief panels; (3) wall painting; (4) stratigraphy  of sediment buried (carbon dating).
Indonesia merupakan kawasan proses bumi yang masih aktif. Berdasar seismotectonic map, Indonesia (Nusantara) memiliki 129 Gunung Berapi Aktif yang saat ini 22 gunung bersatus “waspada” dan 4 diantaranya sedang berstatus “awas”.  Nusantara memiliki 95.000 km pantai yang terancan tsunami.  Bila ingin mengetahui peta gunung berapi dan peta ancaman tsunami bisa mengakses ke US. Geological Survey.  Nusantara telah mengalami proses bumi dalam bentuk katastrofi berkali-kali. Sebagai contoh dan bukti, catatan karbon erupsi Toba yang terjadi pada 7.000 tahun SM tercatat sampai di Kutub Utara.  Demikian juga dengan karbon erupsi Tambora pada tahun 1815 tercatat di kaki Gunung Tambora.
Kebudayaan dan peradaban Nusantara berkembang dan selalu “dihancurkan” dan “dikuburkan” oleh adanya katastrofi.  Contoh, Borobudur begitu megah dikubur oleh erupsi Gunung Merapi.  Bangunan Borobudur yang begitu simetris dan presisi yang diarsiteki oleh Gunadharma tertimbun oleh Gunung Merapi pada tahun 1006 dengan Indeks Erupsi 6.  Berbeda dengan Eropa dan Mesir yang keutuhan bangunan-bangunan bersejarahnya tetap terjaga dan terpelihara sampai saat ini.  Eropa dan Mesir jauh dari Gunung Berapi, Gempa, dan Tsunami.  Sehingga, perkembangan teknologi dapat berlanjut dan berkesinambungan secara terus menerus.  Sedangkan Nusantara, kebudayaan dan teknologinya dihancurkan beberapa kali oleh katastrofi, bersamaan dengan peradaban dan catatan-catatan sejarahnya.  Seharusnya, peradaban, kebudayaan, dan teknologi nusantara cukup tinggi dan maju bahkan sangat mungkin lebih maju ketimbang teknologi, kebudayaan, dan peradaban yang ada di Eropa.  Sebagai contoh kecil saja, teknologi umpak, merupakan teknologi purba untuk mengantisipasi gempa.  Rumah dibangun di atas umpak, menjadi  rumaha tahan gempa.  Local traditional wisdom yang modernnya belum lama ditemukan untuk rumah tahan gempa di Jepang dengan memanfaatkan per dan karet.  Nusantara telah memilikinya ratusan tahun yang lalu.
Sayangnya, penelitian dan pengungkapan teknologi, kebudayaan, dan peradaban Nusantara hanya berhenti sampai menjadi komoditas wisata.  Kurangnya perhatian dari Pemerintah ditingkahi dengan kurangnya tenaga ahli serta tentu saja pendanaan, menjadikan penelitian apalagi pengangkatan kawasan peradaban purba terhenti atau jalan di tempat dan bergeser menjadi kawasan wisata.  Bukan saja tidak terungkap, situs-situs bersejarah tersebut malah hancur karena eksploitasi wisata.
Manusia merupakan bagian dari ekosistem bumi.  Katastrofi sebagai bagian dari proses bumi secara berkala dan bersiklus menghapus peradaban yang ada pada masanya.  Proses yang merupakan bagian dari siklus bumi.  Sebagai contoh, Dinosaurus musnah pada 700 juta tahun yang lalu karena jatuhnya meteor yang merubah ekosistem bumi secara ekstrim, batu meteor yang jatuh pada masa itu dapat diketemukann di Yukatan, Meksiko.  Di Nusantara, bencana banjir bandang di Wasior, Papua merupakan siklus yang selalu berulang antara 50—100 tahun sekali.  Sejarah manusia ditentukan oleh proses geologi bumi.
Sejarah dan kebudayaan manusia tidaklah linier dan sederhana, tetapi merupakan siklus dari proses bumi.  Legenda dan mitos adalah penggambaran dari catatan sejarah yang tidak mampu diterima logika manusia saat ini.  Contoh, kemegahan Borobudur tidak akan dapat diceritakan apalagi direkonstruksi dengan logika dan teknologi masa kini.  Demikian pula dengan Stone Hang yang ada di Inggris.  Demikian pula dengan Cupumanik dari cerita Ramayana karangan Walmiki pada abad ke 4. 

Konsep Bencana Katastrofi
Bentuk-bentuk bencana besar (katastrofi) dapat berupa perubahan iklim yang drastic, gempa, letusan gunung berapi, tumbukan meteor, tsunami, dan berbagai bencana lainnya.  Katastofi sebagai bagian dri proses bumi merupakan salah satu factor yang memengaruhi peradaban manusia.  Sebagai salah satu contohnya, erupsi Toba pada 70.000 tahun SM menyebabkan kerusakan besar di Nusantara dan setelah semua kembali normal muncul tesis mengenai migrasi manusia dari Afrika ke Nusantara.  Demikian pula dengan erupsi Maninjau pada 55.000 tahun SM yang ditingkahi oleh erupsi Gunung Sunda pada 50.000  tahun SM yang membentuk Bandung sebagai Kaldera dan Gunung Tangkuban Perahu sebagai salah satu tepinya.
Pada 10.000 tahun SM, terjadi banjir besar dengan naikknya muka air laut (sea level rise) yang bila ditarik tahun sejarahnya dengan catatan agama dekat dengan jaman Nabi Nuh.  Sehingga, muncul thesis mengenai Adam yang manusia pertama merupakan manusia pertama dari siklus terakhir.  Menilik dari temuan Homo Sapiens yang berasal dari 150.000 tahun SM yang ditemukan di Sanggiran, sebelum Adam telah ada manusia dari siklus sebelumnya.
Catatan tentang sejarah peradaban Nusantara hanya bisa dilacak sampai abad ke 4 berupa Prasasti Kalingga.  Sedangkan Manusia Sangiran teridentifikasi ada di Jawa sejak 150.000 tahun SM.  Kemanakah catatan sejarah, budaya, teknologi, dan peradaban manusia Nusantara?  Catatan sejarah Nusantara yang pada jaman purba disebut dengan Sunda Land dengan North Sunda River malah dikemukakan oleh pakar dari Eropa.  Mollen pada tahun 1937 memetakan aliran Sunda Land dan sungai-sungainya, menurutnya Sunda Land yang menyatu dari Thailand, Malaka, Sumatera, Jawa, dan Kalimantan merupakan kawasan padang rumput dadn hutan hujan yang sangat subur dengan suhu 18—20 derajat celcius.  Sampai pada 10.000 tahun SM tenggelam oleh katastrofi naiknya muka air laut sehingga dataran rendahnya terkubur di bawah laut, Laut Jawa, Selat Karimata, Selat Malaka, dan Selat Sunda.  Pada 9.000 tahun SM air laut naik lagi, demikian pula pada 7.200 tahun SM yang akhirnya memisahkan pulau-pulau di Nusantara.  Kawasan yang sangat kaya dengan bahan-bahan mineral seperti emas, lithium, lutil dan lain sebagainya.  Pembuktian secara ilmiah dapat dilakukan dengan menggunakan 3D Seismik yang memunculkan gambar-gambar sungai-sungai yang ada di dasar Laut Jawa.  Jejak peradaban masa itu dapat ditelusuri dampau ke Teluk Thailand yang pada masa itu menjadi bagian dari Sunda Land.  Sungai Caudpraya yang membelah Thailand merupakan bagian dari North Sunda Land River.  Terekam dengan menggunakan 3D Seismik dan foto-foto satelit, bukan ada sungai tetapi Nampak adanya jaringan irigasi yang tertata, bukti tingginya teknologi dan peradaban saat itu.  Selain itu, catatan-catatan sejarah katastrofi di Thailand yang dapat ditelusuri sampai 500 tahun SM menjadi petunjuk sahi keberadaan Sunda Land.
Catatan sejarah lain tentang katastrofi dan peradaban di Nusantara dapat ditelusuri di Banda Aceh pada catatan sejarah Kerajaan Indrapura dan Indraparwa.  Makam Raja-Raja Indrapura dan Indraparwa yang berada di Banda Aceh, saat ini berada di bawah permukaan laut dan semakin hari semakin tenggelan jauh.  Turunnya tanah di Banda Aceh dikarenakan tarikan (regangan) patahan Sumatera.  Pada tahun 1.200, Indrapuri dari Samudra Pasai membangun Masjid yang menandakan Samudra Pasai sebagai Kerajaan Islam.  Masjid tersebut dibangun di atas bangunan lain yang berbentuk candi peninggalan dari kerajaan sebelumnya, kerajaan Pra Islam. 
Catatan lain adalah Situs Batu Jaya yang ditemukan pada tahun 1997.  Di situs tersebut ada catatan sejarah tentang tenggelamnya Jakarta oleh Banjir Bandang.  Selain itu ada catatan lain tentang Gempa Bumi yang terjadi pada tahun 1699 dikarenakan gerakan patahan yang ada di Selatan Pulau Jawa.  Catatan penting lain tentu saja tentang erupsi Gunung Krakatau dan tsunami yang diakibatkannya pada tahun 416 dan terulang lagi pada tahun 1883 dan meletus lagi pada tahun 1927.  Situs Batu Jaya dengan Candi Balandongan berjarak 14 KM dari pantai dan pernah terendam karena tsunami akibat erupsi Gunung Krakatau pada tahun 416.  Masih ada candi lain lagi yang belum terteliti sampai saat ini.
Kanal Kerajaan Majapahit juga memberikan cerita yang lain lagi.  Kanal tersebut dibangun  untuk sarana transportasi dan mengatasi bencana.  Terdapat lapisan-lapisan batu bata dari jaman yang berbeda.  Batu bata laipsan teraras berasal dari abad keduabelas, dibangun dijaman Hayam Wuruk.  Lapisan kedua berasal dari abak ketujuh dibangun dijaman Empu Sendok.   Lapisan terbawah berasal dari abad ketiga yang tidak diketahui siapa yang membangunnya.  Jadi, saat Raden Wijaya membuka Alas Tarik untuk dijadikan lokasi pembangunan Kerajaan Majapahit bukan tanpa sengaja.  Pembangunan Kerajaan Majapahit dilakukan di atas kerajaan lain yang terkubur oleh erupsi Gunung Penanggungan.  Buktinya lain adalah Candi Kedaton yang ternyata dibangung di atas reruntuhan candi yang lain.
Catatan lain tentang peradaban agung Nusantara yang terkubur oleh katastrofi adalah Situs Gunung Padang.  Situs ini terletak di zona patahan Lembang – Cimandiri.  Lokasinya tepat di tengah-tengah tapal kuda bekas gunung purba yang meletus kurang lebih 1,5 juta SM.  Di Gunung Padang, terdapat struktur bangunan di luar situs saat ini.  Bila dibandingkan dengan Machu Pichu di Peru yang dibangun pada abad keempatbelas, masih lebih besar dan lebih megah.  Luasan Situs Gunung Padang seluas 15 hektar yang artinya 10 kali dari luas Borobudur.  Dibangun jauh kurang labih lima abad sebelum masehi.  Ditemukan adanya semen purba diantara kolom-kolom batu berupa kerak logal yang setelah diteliti dengan menggunakan jejak karbon.


Belajar dari Peninggalan Peradaban dan Katastrofi   
Belajar dari Candi Borobudur.  Dibangun pada tahun 800 Masehi oleh Smaratungga dari Dinaasti Syailendra dengan Gunadharma sebagai arsiteknya.  Terkubur oleh erupsi Gunung Merapi dan diketemukan kembali oleh Raffles pada tahun 1815.  Dipugar kembali pada tahun 1973.  Terdapat banyak relief dengan banyak kisah dari berbagai tingkatan Borobudur, dan hanya sebagian yang dapat ditafsirkan (relief tentang Sidharta Gautama, Mahabarata, dan Ramayana), tetapi banyak relief yang tidak dapat ditafsir (manusia menggunakan helm dan bentuk piring terbang).  Bangunan sangat simetris dan presisi dengan relief yang terukir halus.  Ternyata, Borobudur yang dibangun pada abad kedelapan tersebut dibangun di atas bangunan lain.  Hanya sekitar 10% informasi tentang Borobudur yang terungkap sampai saat ini.
Belajar dari Situs Gunung Padang.  Berumur 2.500 tahun (diperkirakan dibangun pada tahun 500 SM).  Terdapat struktur batu dengan perekar semen puba.  Berdasara Carbon Dating, diketahui ada bangunan lain di bawah Situs Gunung Padang.  Terdapat gmbar tapak harimau dan gambar kujang di bebatuan.  Terdapat danau di depan situs yang masuk ke Sungai Cimandiri dan bermuara di Pelabuhan Ratu.  Kaki Situs kemungkinan tempat berlabuh perahu.  Bahkan, ada teknologi bantalan pasir penahan getaran dyang diletakkan di bawah Situs Gunung Padang.  Pasir setebal 30—40 CM yang diayak halus dengan ukuran butiran yang sama, diletakkan dan ditata dengan sengaja.
Bebatuan dari Situs Gunung Padang berasal dari lelehan lava (tubuh lava), membentuk columnar joints (tiang-tiang batu atau lonjoran-lonjoran batu).  Situs Gunung Padang terdiri dari 4.000 pilar batu.  Bagaimana teknologi  untuk membangun dan menatanya?  Strategi pengungkapan dilakukan dengan pemugaran di luar pagar dan perlahan menuju puncak (untuk sementara dimulai di permukaan), dari dasar sampai puncak.  Pengungkapan bangunan di dalam, diungkap kemudian.
Belajar hanya dari dua situs situ saja dapat disimpulkan bahwa budaya, Ilmu pengetahuan, dan teknologi Nusantara sangat tinggi.  Sayangnya, catatan sejarah, peradaban, pengetahuan, dan teknologi adiluhung Nusantara tertimbun oleh katastrofi.  Eksplorasi dilakukan untuk sekedar berbangga diri semata tetapi untuk belajar tentang budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi bagi kesejahteraan rakyat Indonesia saat ini.

Belajar dari Pengalaman-Pengalaman Lain
Katastrosi selalu berulang dan membentuk siklus.  Terbukti dengan adanya bangunan-bangunan besar nan megah yang teruruk dan tertimbun katastrofi.  Harus dieksplorasi dan diekskavasi untuk mengetahuai budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi masa lalu yang dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat pada saat ini.  Contohnya, Kerajaan Majapahit yang dibangun di atas reruntuhan kerajaan sebelumnya yang dihancurkan oleh bencana alam.
Contoh lain keagungan budaya Nusantara adalah ditemukannya topeng yang dibuat dari bahan semi konduktor di Jombang.  Topeng yang berasal dari abad kelima ini dibawa ke Jepang dan tidak diberitakan.  Adanya pihak-pihak tertentu yang tidak mau sejarah Nusantara terungkap.
Sejarah pertambangan juga mengungkap banyak cerita. Di lokasi Tambang Newmont di Batu Hijau, Nusa Tenggara Barat, ditemukan banyak tembikar.  Sudah dilaporkan ke Badan Arkeologi Nasional, tetapi mendapat jawaban “tidak patut diteliti lebih lanjut”.  Ternyata menurut sejarahnya, tambang tersebut sudah ditambang sejak dahulu, sejak sebelum Gunung Tambora meletus pada tahun 1815.  Demikian pula tambang pada abad keempat, pada jaman Kalingga telah ada tambang-tambang besi yang dipergunakan sebagai alat perang.  Bahkan keris yang bagus dibuat dari batu meteorit dan dibuat dengan tangan hampa.  Legenda dan mitos disertai klenik menjadi cara bagi manusia modern saat ini untuk merasionalisasi ketakmampuan rosionalnya akan budaya, pengetahuan, dan teknologi masa lalu.
Candi Pari di Porong, merupakan candi penanda peristiwa banjir lumpur pada masa lalu di kawasan Porong.  Manusia Nusantara belajar dari peristiwa alam pada sebuah kawasan.  Pengeboran Lapindo tidak mempertimbangkan fakta sejarah dan merasa menguasai teknologi terkini.  Lapindo melakukan pengeboran di Porong bukan tanpa pengetahuan tetapi terjebak pada underspect dan penanganan yang tidak benar.
Situs Kaldera Mahameru (Brom0, Tengger, Semeru) belum diteliti dan tidak ada referensi.  Semesterinya sangat menarik karena akan memunculkan penelitian baru seperti ‘Arkeologi Vulalkanologi” atau “Arkeologi Geologi”.
Situs Gunung Padang tidak dapat diungkap dengan segera karena adanya keberatan dari beberapa pihak.  Bukan saja karena kendala dengan budaya dan kepercayaan masyarakat Sunda tetapi juga karena adanya pihak-pihak tertentu yang tidak ingin sejarah dan budaya unggul Nusantara diungkap.  Terbukti dengan keraguan penguasa (pemerintah) untuk mengambil tindakan dan keputusan.  Khususnya ketaktegasan menghadapi kepenting para Menteri yang saling menyandera.  Sebagai contoh, Instruksi Presiden tidak ditindaklanjuti oleh Menteri dan Dirjen, tetapi tidak ada tindakan keras dari Presiden.  Team Mandiri benar-benar mandiri sehingga terbebas dari sandera kepentingan dari pihak-pihak tertentu tersebut.  Kedekatan dengan Andi Arif (Penasehat Presiden Bidang Kebencanaan) dimanfaatkan untuk mempermudah perijinan dan masalah administrasi.  Birokrasi tidak akan bekerja tanpa kepentinganya.
Pertarungan kepentingan bukan saja terjadi di lingkaran penguasa (rezim) dan birokrasi saja, tetapi juga terjadi di lingkaran para ahli geologi.  Banyak ahli geologi dari luar negeri yang datang meneliti dan ditolak karena tidak mau hasil penelitiann diangkut ke luar negeri.  Tetapi para ahli geologi dalam negeri saling sikat atas temuan geologi dan mencoba untuk menjatuhkan temuan dari kolega.
Mengacu pada Teori Konspirasi, banyak teknologi yang dikuasai oleh USA dan Israel dengan tujuan-tujuan tertentu.  Contohnya adalah Area 51,  monopoli informasi dan teknologi untuk kepentingan sendiri.  Contoh yang lain, banyak prasasti dan kitab lontar yang dibawa oleh Pemerintah Belanda ke Leiden sejak jaman penjajahan dulu.  Nusantara telah kehilangan masa lalu dan sejarahnya.  Harus diungkap bukan untuk menjadi kawasan wisata semata tetapi untuk membangun peradaban yang lebih baik di kemudian hari.
Hipotesis tenang Atlantis.  Paling cocok adalah Sunda Land yang tenggelam karena naiknya muka air laut dan gunung meletus.  Data dari Dani Hilman mendukung hipotesis tersebut.  Data lengkap tentang arkeologi laut dimiliki oleh perusahaan-perusahaan minyak.  Bisa dikumpulkan dan dielaborasi.
Sejak jaman purba, Jawa Timur berbentuk tapal kuda karena bentukan Sungai Bengawan Solo dan Sungai Berantas.  Belanda membelokkan Sungai Bengawan Solo pada abad kesembilan belas yang menjadi Ujung Pangkah.  Ujung Galuh (Surabaya) menjadi hilang.  Pelabuhan Kambang Putih di Pati, Pelabuhan Muria, Lasem, dan Tuban mendangkal sehingga pelabuhan di Utara Jawa selalu bergeser ke timur.  Di Indonesia hanya ada 2 orang ahli tentang pelabuhan purba, tetapi karena keterbatasan dana, tidak banyak penelitian yang berhasil diungkap.
Penambangan pasir besi di selatan Jawa Timur seperti di Jember, Lumajang, Malang, dan Blitar akan memperparah ancaman tsunami dari Laut Indonesia.  Kerentanan terhadap Tsunami akan meningkat karena hilangnya gumuk (bukit) pasir.  Ancaman terhadap lingkungan dan alam mengancam keamanan manusia.  Kondisi Pulau Jawa, selatan terus menerus naik tetapi sisi utara terus menerus turun.  Ancaman terhadap masuknya iar laut semakin meningkat diiringi dengan naiknya muka air laut akibat global warming.  Salah satu contoh nyata perubahan permukaan Pulau Jawa adalah berbeloknya Sungai Bengawan Solo Purba yang dulunya bermuara di selatan Pulau Jawa menjadi bermuara di utara Pulau Jawa.
Siklus bumi bersifat dinamis.  Di Indonesia saja ada 129 gunung berapi aktif dan 22 berstatus waspada dengan 4 berstatus awas pada saat ini.  Mitigasi bencana ke masyarakat kurang dan kurang tahunya pemerintah terhadap ancaman bencana gunung berapi.  Selain kematian dan rusaknya infrastuktur serta ekonomi, gunung berapi akan berampak pada hilangnya kerifan local.
Global warming adalah proses alami, tetapi campur tangan manusia memperparahnya.  Saat ini kita berada di sklus terakhir global warming berdasar data dari 200 tahun terakhir.  Setelahnya manusia dan bumi akan menghadapi global cooling, sebagai siklus dinamis bumi.
Keberadaan Gunung Wukir di Karang Ploso dan Gunung Katu di Pakis Aji mirip punden berundak.  Berdasar peta geologi, kedua gunung tersebut merupakan bentukan magma gunug berapi.  Tetapi perlu penelitian lebih lanjut karena bentuknya tidak berubah.  Ekplorasi dan penelitian dilakukan berdasarkan kecurigaan dan harus dibuktikan.
Sejarah Nusa Tenggara Timur dikumpulkan dari syair dan catatan mantra yang sayangnya dihancurkan oleh Gereka karena alas an mengancam iman.  Geologi adalah sejarah bumi, hubungannya sangat kuat dengan sejarah manusia.  Di Flores ada situs-situs megaliltik dapat menjadi awal penelitian untuk membuka tabir sejarah.  Pulau Timor memiliki batuan yang sama dengan Australia sampai ke Pulau Seram, Pulau Kei, dan Papua.  Memiliki landas kontinen yang sama.  Selat Timor merupakan selat yang kaya akan minyak, cadangan minyak di Selat Timor saat ini sama dengan seluruh cadangan seluruh Indonesia saat ini.  Sangat dikejar oleh Australia.
Sejarah adalah milik pemenang.  Penulis sejarah sesuai kebutuhan rezim yang berkuasa.  Contoh: Sejarah Ken Arok yang berbeda antara Pararaton dan Prasasti Kediri.  Sejarah manusia dan bumi membentuk sejarah budaya dan teknologi manusia.  Sejarah geologi membentuk peradaban.  Kraton (batuan yang paling tua) yang ada di Victoria (Australia), Saudi Arabia, Afrika merupakan batuan yang tidak bergerak karena aktvitas buminya berhenti.  Indonesia adalah kawasan yang proses buminya masih terus bergerak.  Australia akan membentur Pulau Jawa dan Nusa Tenggara kurang lebih pada 50 juta tahun lagi.  Benturan dua lempeng akan membentuk kawasan baru, seperti lempeng India dan membentu Asia menciptakan Pegunungan Himalaya.

Penutup
Babad Kediri yang ditulis pada tahun 1832 merupakan tulisan yang dipesan oleh Pemerintah Kolonial Belanda setelah Perang Jawa (Diponegoro).  Caranya adalah membuat seseorang kesurupan roh masa lalu dan dari omongan dan ocehannya ditulis sebagai Babad Kediri.  Tetapi ada misteri-misteri yang terungkap pula.  Di Gumarah (Gurah pada saat ini) ditemukan Patung Totok Kerot, patung seorang raksaksa perempuan yang ingin melamar Prabu Jayabaya.  Patung ditemukan pada tahun 1981 dengan deskripsi yang sama persis dengan yang diceritakan di Babad Kediri.  Patung Totok Kerot terbenam dan tertutup erupsi beberapakali, Patung yang terbukti secara ilmiah dibuat pada abab kesebelas.  
Nusantara seharusnya memiliki peradaban yang tinggi, karena merupakan kawasan hunian manusia sejak 1,5 juta tahun yang lalu.  Tetapi Nusantara mengalamai 4 kali Glasilasi atau Katastropi.  Dibuktikan dengan adanya homo sapiens yang telah menghuni Jawa.  Sayangnya, sejarah panjang Nusantara belum diajarkan selain itu pencarian sejarahpun belum selesai.  Ada masih banyak bukti sejarah dan peradaban Nusantara yang belum terungkap dan masih tertimbun tanah.  Sejarah menanti untuk diungkap.

Pagi yang mendung di pojok barat Malang
03 Juni 2014