Minggu, 11 Januari 2015

Bersiap Diri Menghadapi Kemacetan yang Senakin Parah

kabar berita dari Koran Surya yang terbit hari Kamis, 08 Januari 2015 mengabarkan berita yang cukup menarik. Dari berita utama dikabarkan akan ada 132.000 mobil yang akan dipasarkan di tahun 2015 seJawa Timur dengan 60.000 buah akan menyusui jalanan Kota Surabaya.  Dikabarkan pula, setiap bulan ada 4.800 sampai 5.000 buah mobil baru perbulan yang mengaspal di Kota Surabaya saja dan kurang lebih 11.000 perbulan yang mengaspal di kota dan kabupaten lain sejawa Timur, sehingga kurang lebih ada 132.000 buah mobil baru yang akan mengaspal di seluruh Jawa Timur.
Tingginya permintaan akan mobil baru menjadikan pabrikan mobil berlomba2 untuk mengeluarkan mobil dengan varian2 baru yang menjadi tren permintaan terkini.  Pabrikan mobil dari Jepang menjadi pabrikan yang paling terdepan berlomba2 mengeluarkan produk2 barunya.  Sehingga, tidak perlu heran kalau jalanan di Jawa Timur akan dipenuhi oleh kuda besi dar Jepang.  Seluruh pabrikan mobil Jepang mengenjot produksi dan penjualannya karen dilaporkan penjualan selama tahun 2014 selalu meningkat dari bulan per bulan.  Kesempatan yang tidak mungkin disia2kan begitu saja.  Berbagai varian produk baru akan ditawarkan pada tahun 2015 ini tentu saja dengan berbagai varian harga yang akan disesuaikan dengan masing2 permintaan dan masing2 kelas konsumen. Varian produk mulaui yang disebut mobil murah (walau berharga diseputaran 100jutaan), mobil multivungsi seharga sekitar 200jutaaan, sampai kelas premium dikisaran harga 400juta sampai 500jutaan, dan bahkan mobil mewah untuk para hartawan senilai 1milyar keatas.
Pabrikan dari negara lain seperti pabrikan dari Korea juga memanfaatkan masa panen penjualan di Jawa Tmur.  Walau hanya menangguk pasar sekitar 10% tidak menjadikan mereka keder. Segala daya upaya diusahakan untuk sedikit demi sedikit merangsek menjadi mobil yang menjadi pilihan masyarakat.  Sedangkan pabrikan dari Eropa dan Amerika walau kecil pangsa pasarnya tidak goyah karena memiliki konsumen khusus, konsumen eksklusif dari kelas atas.
Bertambahnnya jumalah kendaraan bermotor secara signifikan tidak diiringi dengan pertumbuhan panjang dan luas jalan, akibatnya bisa diapstikan, akan ada kemacetan panjang ditahun2 mendatang.  Data yang diungkapkan oleh Direktur Lantas Polda Jatim menyatakan bahwa total panjang jalan di Jatim adalah 5000km sedangkan jumlah kendaraan bermotor yang melintasinya 13.446.859 untuk yahun 2014, naik 5,84% dari tahun 2013 yang "hanya" 12.662.191 buah kendaraan bermotor. 13,4juta lebih kendaraan bermotor terdiri dari 910.132 buah mobil penumpang, 408.894 mobil barang, 12.086.820 sepeda motor, 10.523 kendaraan khusus.  Jumlah yang tidak sedikit untuk 5000km jalan di Jawa Timur.
Ruang jalan termacet yang terdeteksi adalah ruas jalan waru (sidoarjo) sampai A.Yani (surabaya) dwngan kemacetan yang mencapai 5km.  Jalan lain yang menjadi titik kemacetan adalah ruas jalan Arjosari sampai Lawang (Poros Malang Surabaya) dengan panjang jalur 24,5km yg bisa ditempuh 3 sampai 5 jam dalam kondisi macet. Survei menunjukkan jalan Arjosari-Singosari-Lawang adalah jalan termacet di Jawa Timur.  pada jam kerja di hari kerja diperkirskan ada 3.360 sampai 5.040 mobil dan 2.100 sampai 3.360 sepeda motor yang melintas.  Sedangkan pada akhir pekan  tercatat 4.620 sampai 7.140 mobil dan 5.880 sampai 11.760 sepeda motor yang melintas setiap harinya. Anacaman kemacetan yang semakin nampak jelas di depan mata, terutama ditingkahi oleh pertumbuhan penjualan mobil dan sepeda motor.  Belum lagi di perkotaan seperti di Surabaya dan Malang yang pertumbuhan pertahunnya puluhan ribu mobil dan puluhan ribu sepeda motor baru bertambah, belum mobil dan motor bekas atau mutasian dari daerah yang masuk ke kota.  Kemacetan yang sudah menjadi kesehairan di Jakarta dan Bandung pasti akan terjadi di Surabaya dan Malang.
Selain masalah kemacetan, tentu saja masalah lain yang muncul seperti angka kecelakaan dan permasalahan parkir pasti akan menjadi permasalahan tersendiri.  Semakin macet swmakin orang tidak sabar semakin meningkat pula kecerobohan dan perilaku seenaknya di jalan raya.  Akibatnya, kemungkinan kecelakaan pasti akan meningkat drastis.  semakin banyak orang bepergian, entah bekerja, berusaha, dan kegiatan lain menggunakan kendaraan sendiri pasti akan menimbulkan masalah parkir.  luasan lahan parkir yang tidak betambah scara signifikan akan menibulkan masalah seperti pemanfaatan ruang publik sebagai tempat parkir.  Sebagai akibatnya banyak ruang publik bahkan ruang terbuka hijau yang akan berubah fungsi menjadi parkir liar.
Masalah sosial lain juga akan muncul dengan semakin banyaknya kendaraan bermotor khsusnya sepda motor.  Angka kriminalitas seperti pencurian dan penodongan untuk merebut sepeda motor juga akan semakin meningkat.  Banyaknya motor yang menjadi kebutuhan transportasi juga akanberimbas pada pencurian karena juga banyak sepeda motor diparkir di tempat2 liar tanpa pengawasan yang memadai.  Demikian pula penodongan karena banyaknya motor yang bersliweran di jalan.  Belum lagi kriminalitas ringan seperti  banyaknya motor bodong tanpa surat karena motor hasil kriminal akan menjadi hal lumrah.  Belum lagi ketakdisiplinan warga terhadap aturan karena dapat dipastikan akan semakin banyak pengendara kendaraan bermotor tanpa Surat Ijin Mengemudi (SIM), baik karena enggan mengurus atau karena memang belum waktunya atau belumcukup umur mengendarai kendaraan bermotor.
Permasalahan besar lyang pasti akan muncul adalah semakin cepat dan mendekatnya krisis Bahan Bakar Minyak atau sumber Energi Fosil.  JumlH kendaraan motor yang menungkat pasti akan meningaktkan konsumsi BBM dRi fosil yang semakin terbatas jumlahnya.  Belum lagi ditingkahi oleh semakin panjang dan lamanya kemcetan yang akan semakin banyak membakar dan mengonsumsi BBM yang tidak produktif.  Pada akhirnya, karena jumlah yang semakin terbatas, harga BBM pasti akan melam ung tinggi yang aksn mrnimbulkan masalah baru.  Semakin langkah dan semakin mahal harga BBM akan memicu krisis baru yang bukan hanya bersifat ekonomi tetapi juga bersifat sosial dna politik.
Banyak hal yang mungkin akan terjadi baik yang berimbas secara ekonomi, politik, sosial, dan budaya, serta tentu saja lingkungan yang semakin tercemar oleh asapkendaraan bermotor dan buangan oli bekas.  Masalaha hukum yang akan semakin banyak karena tragedi kecelakaan bermotor dan kriminalitas yang semakin tinggi akibat keterbatasan parkir dan banyaknya motor berseliweran di jalanan.  Serta berbagai bentuk masalah lain yang akan semakin tumpang tindih dan kait mengait satu dengan yang lain.  Keberadaan alat transportasi yang akan menjadi kebutuhan tidak dapat dipugkiri karena merupakan keniscayssn sejarah, tetapi bila kebutuhan sudah bergeser menjadi keinginan apalagi menjadi alat gengsi dan. pengangkat harga diri tentu permasalahannya akan menjadi berbeda.

Pembatasan jumlah penjualan atau pembatasan jumlah kepemilikan bukan kebijakan yang begitu saja fibuat apalagi diterapkan.  Bahkan mungkin bisa menjadi masalah karena pasar yang sudah terlanjur liberal seperti saat ini.  Berbagai kiat seperti pajak progresif kepemilikan kendaraan bermotor juga tidak berpengaruh banyak, karena orang tetap berani membayar untuk memiliki kendaraan bermotor. Edukasi terhadap masyarakat juga terus dilakukan bahkan berbagai kiat seperti pmbatasan lewat, anglutan umum gratis tidak juga menjadikan keinginan untuk memiliki dsn menaiki kendaraan bermotor menurun. Entah cara apa yang dapat dilakukan untuk menekan jumalah kepemilikan dan jumlah kendarasn yang mengaspal setiap harinya. Mungkin bila terjadi krisis dengan melambung tingginya BBM atau karena terbatasnya BBM yang dapat menekan keinginan orang untuk berlomba2 mengoleksi kendaraan bermotor sebanysk yang dimaui. Entahlah...!!!

Mendadak galau dihari Minggu siang nan panas, 11 Januari 2015 di Teras rumah Omah Sumberjo, Desa Kalisongo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang

Sabtu, 10 Januari 2015

Perijinan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat mudah?

Banyaknya anak putus sekolah dan cukup tingginya tingkat ketaklulusan peserta didik sekolah formal menjadi alasan utama munculnya Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).  Ditingkahi dengan banyaknya sekolah internasional yang membutuhkan ijasah nasional menjadikan PKBM semakin menjamur.  Selain itu, membesarnya fenomena home schooling juga menjadi sasaran darinPKBM utk menyediakan ijasah formal melalui penyetaraan ujian nasional.Tentu saja ada yg dibuka karena keprihatinan akan kesempatan memperoleh pengakuan kelulusan dari jenjang pendidikan bernama ijasah, sebagian lagi berusaha mencari keuntungan secara finansial karena adanya permintaan benda bernama ijasah.
PKBM sebagai lembaga pendidikan informal tetapi bisa menyediakan fasilitas utk mendapatkan ijasah baik untuk tingkat dasar (kejar paket A), menengah pertama (kejar paket B), dan menengah atas (kejar paket C). Semakin banyak dan semakin menjamur saja, sebagai contoh, di kota Surabaya ada 37 PKBM aktif dan masih banyak lagi yg dlm pengajuan ijin. Belum lagi di berbagai kota dan kabupaten yang lain, walau pastinya tidak akan sebanyak Kota Surabaya yang memiliki tingkat permintaan ijasah paling besar se Jawa Timur tentunya.
Menjamurnya PKBM bukan saja karena tingginya permintaan akan ijasah.  Kemudahan mendirikan PKBM menjadi salah satu penyebab banyak berdirinya PKBM.  Seperti yang diberitakan oleh Koran Surya yang terbit Sabtu, 10/01/15, syarat untuk mendirikan PKBM tidaklah sulit dan tidaklah memakan biaya. Bahkan menurut Kabid Pendidikan Non Formal/Informal Dindik Surabaya, keluarnya izin PKBM dapat keluar dalam 1 minggu asal persyaratan sudah lengkap.  Persyaratan dan kemudahan yang sama berlaku untuk seluruh Kota dan Kabupaten se Indonesia karena dijamin oleh Undang-Undang 81/2013.
Sesuai perundang-undangan dan peraturan, syarat-syarat mengajukan izin PKBM adalah sebagai berikut.
1. memiliki dua dari tiga lembaga pendidikan (1) Taman Bacaan Masyarakat (TBM); (2) Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP); dan (3) Kelompok Bermain atau Taman Kanak-Kanak (KB/TK).
2. syarat administrasi berupa (1) fotokopi pemilik dan penyelenggaraan; (2) fotokopi akta pendirian yayasan; (3) fotokopi ijasah tutor; (4) daftar hidup pemilik dan penyelenggaraan; (5) peta lokasi; (6) data warga pelajar by name by address minimal 20 orang peserta didik.
3. kurikulum dan silabus; surat keterangan lingkungan (izin HO) yg berasal dr RT/RW dan Kelurahan serta surat domisili.
4. proposal rangkap 3 (tiga).
persyaratan2 tersebut diserahkan ke UPTD Badan Pengelolaan Sekolah Pemkot atau Pemkab setempat.  Selanjutnya menunggu proses verifikasi lapangan untuk melihat kelayakan sarana dan prasarana serta berbagai penilaian lainnya.  Setelah verifikasi lapangan telah disetujui dan dinyatakan layak, selanjutnya pengelola PKBM mengajukan permohonan ke Dinas Pendidikan Kota atau Kabupaten setempat.

Sepertinya mudah dan tidak berbelit-belit, tetapi bukan perkara mudah untuk mendirikan PKBM. Persyaratan administrasi mungkin bukan perkara sulit walau terkadang cukup berbelit.  Persyaratan peserta didik bukan masalah, karena banyak sanggar yang memilikimpeserta didik lebihbdari 20 orang apalagi kalau berjalan bersama kawan2 pelaku home schooling.  Permasalahan terberat tentu saja kurikulum dan silabus, khususnya kawan2 pengelola sanggar yang terbiasa melakukan pendidikan bebas dan merdeka.  Kurikulum dan silabus bukan sulit didudun tetapi bila menyususn kurikulum dan silabus artinya akan tunduk pada keterikatan dan keseragaman yang selama ini dilawan oleh kawan2 pengelola sanggar.  Benar2 sebuah dilema yang tidak mudah untuk diatas.
PKBM menjadi kesempatan bagi sekolah internasional untuk memperoleh ijasah nasional, tentu bisa menjadi ladang bisnis yang tidak kecil.  PKBM menjadi kesempatan untuk kawan2 yang putus sekolah berkesempatan memperoleh ijasah yang masih jadi tuntutan masyarakat dan untuk bekerja.  PKBM bagi home schooling adalah sarana untuk membuktikan diri bahwa pendidikan di tumah tidak kalah berkualitasnya dengan pendidikan di sekolah juga untuk mendapatkan ijasah bila anaknya akan masuk ke perguruan tinggi.  PKBM bagi kawan2 sanggar adalah kesempatan untuk mengembangkan diri dan ajang pembuktian bahwa pendidikN merdeka ala sanggar tidak kalah baik dan berkualitasnya dengan pendidikan formal sekolah yang diseragamkan dan tekanan jadwal dan tugas.  
Tetapi PKBM juga bisa menjadi kontra produktif, karena tujuan utama home schooling apalagi sanggar adalah pendidikan merdeka yang membebaskan yang tidak berorientasi pada ijasah.  Tanpa ijasah peserta didik dari home schooling dan sanggar belajar atau sekolah merdeka akan menghadapi kesulitan untuk masuk ke perguruan tinggi di Indonesi yang masih menjadikan ijasah sebagai alat bukti kelayakan masuk perguruan tinggi.  Tanpa ijasah peserta didik home schooling dan sanggar bealajar atau sekolah rakyat kesulitan untuk bekerja di sektor formal baik di dunia usaha dan industri apalagi birokrasi, kecuali bekerja secara mandiri atau berusaha secara mandiri tentunya.  Tetapi, mendirikan PKBM dengan tujuan untuk memperoleh ijasah, sanggar atau sekolah rakyat sama dengan mengkhianati tujuan pendirian sanggar belajar dan sekolah rakyat yang ingin menyelenggarakan sekolah yang merdeka dan membebaskan. Dilema yang tiada ujung awal dan akhirnya yang berputar terus saling kait mengait. Dilema hidup di masyarakat yang masih menjadikan ijasah sebagai ajimat sakti untuk menjalani hidup.

Dilema diriku yang bekerja di lembaga pendidikan formal tetapi beraktivitas di lembaga pendidikan informal dan nonformal.  Dilema masih terasa di Minggu Sore mendung, 10 Januari 2015, dari teras rumah sumberjo, Kalisongo, Dau, Kabupaten Malang.


Sabtu, 03 Januari 2015

Gonjang-Ganjing Dunia Pendidikan Berlanjut....

 Tahun 2014 yang baru lalu Dunia Pendidikan di goncang dengan pemisahan Pendidikan Dasar da Menengah dan Pendidikan Tinggi.  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan hanyabertanggung jawab mengelola Pendidikan Dasar dan Menengah sedangkan Pendidikan Tinggi digabungkan ke Kementerian Riset dan Teknologi.  Alasan bahwa Pendidikan Tinggi sebagai pusat riset menjadi alasan utama. Tridharma perguaruan tinggi yg selama ini masih mengutamakan Pendidikan dan Pengajaran digeser ke Riset dan Publikasi, sedangkan Pengabdian pada Masyarakat masih tetap menjadin arus pinggir yg dipandang sebelah mata.

Gebrakan pertama dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.  Kurikulum 2013 yang dipaksakan utk diterapkan tanpa sosialisasi dan edukasi yang memadai ditarik dan hanya dilaksanakan di 6000 sekolah contoh dan tidak pada 200.000 sekolah tingkat dasar dan menengah. Ketaksiapan guru, buku, dan sarana prasarana sekolah menjadi alasan utama.  Bagaimana siap bila pelaksanaan K13 dipaksakan sebagai produk politik ketimbang produk kebijakan pembangunan pendidikan.  Keputusan yang memicu banyak kontroversi walau tidak sekontroversial saat penerapannya. nSalah satunya, Jawa Timur menolak dan tetap akan melaksanakan K13 karena merasa telah siap dan telah mengucurkan investasi yang cukup besar.

Pada awal tahun 2015, goncangan dunia pendidikan tidak berhenti.  Kali ini goncangan dilakukan oleh Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.  Sebuah aturan yang telah dibuat oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sebelumnya (lagi) dalam bentuk Permendikbud 49/2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT) akan dilaksanakan efektif mulai tahun 2015. Peraturan tersebut salah satunya mengatur jumlah  beban Sistem Kredit Semester (SKS) dan lama pendidikan.

Sesuai dengan Permendikbud tersebut, SKS minimal yang harus ditempuh oleh seorang Mahasiswa di perguruan tinggi adalah 144 SKS dengan lama studi 8--10 Semester.  Artinya, seorang mahasiswa wajib kenempuh 144 sks dalam waktu minimal 8 semester dan maksimal 10 semester.  Jadi, tidak akan ada mahasiwa S1 angkatan 2015 dan selanjutnya yg lulus 7 semester dan tidak ada yang menempuh lebih dari 10 semester.  Status mahasiswa akan menempel minimal 8 semester dan maksimal 10 semester, karena bila dalam 10 semester tidak lulus mahasiswa otomatis Drop Out (DO).  Peraturan yang semakin ketat dan tentu saja akan menimbulkan kontroversi tersendiri. Dalam Permendikbud tersebut juga diatur lama studi untuk mahaiswa S2, yaitu minimal 4 semester dan paling lama 8 semester.  Sedangkan untuk jenjang pendidikan S3 minimal lama studi 6 semester dan tanpa batas akhir.

Bagi Perguruan Tinggi Negeri keputusan ini sangat menguntungkan karena beban mahasiswa abadi akan terhapus dengan sendirinya, sedangkan bagi Perguruan Tinggi Swasta bisa sangat merugikan karena pendapatan dari mahasiswa yang berlama-lama study akan berkurang.  Permasalahan mendasarnya, apakah mahasiswa yang pandai yang sama ini bisa menyelesaikan dalam waktu 7 semester rela studynya diperpanjang 1 semester, atau mahasiswa yang bukan karena bodoh mungkin karena ada kendala lain harusn dipaksa lulus dalam waktu 10 semester? Jangan-jangan akan menjdi ajang bisnisnbaru, karena setelah 10 semester bisa di DO tetapi didaftarnulang dengansistem transfer sehingga bisa menambah masa study dengan membayar sejumlah uang.

Peraturan ditujukan untuk kebaikan, tetapi juga memiliki konsekuensi dan kontroversinya sendiri.  Permendikdub kali ini memberi batasan masa studi supaya tidak ada lagi sarjana prematur yang lulus dalam 7 bahkan 6 semester, setelah lulus masih belum siap masuk ke dunia nyata secara mental.  Tetapi peraturan tersebut juga mencegah status mahasiswa abadi yang kuliah S1 saja bukan saja belasan semester tetapi belasan tahun.  Kunci keberhasilan sebuah atauran dan kebijakan adalah Sosialisai dan edukasi oleh seluruh Pemangku Kepentingan.  Bukan saja Kemenristek Dikti yang sekarang bertanggung jawab mengelola pendidikan tinggi yang melakukan sosialisasi dan edukasi tetapi juga Perguruan Tinggi sebagai pelaku dan pelaksana pendidikan tinggi untuk rmlakukan sosialisasi dan eduksi pada calonmamahsiswa Angkatan 2015 dan selanjutnya.

Kunci lain keberhasilan peraturan dan kebijakan adalah pelaksanaan yang konsisten dan konsekuen.  Peraturan yang tidak berubah-ubah mengikuti arah angin dunia ekonomi dan politik tetapi benar-benar demi perbaikan dunia pendidikan.  Peraturan yang konsekuen dan tidak membuka peluang untuk dilakukannya transaksi bisnis DO dan ReNIM yang menjadi sumber pemasukan bagi perguruan tinggi dan alat dari mahasiswa bermalasalah untuk memperpanjang masa study dengan cara instan.  Pada akhirnya, Kemenristek Dikti yang harus tegas dan tidak pandang bulu dalam menjaga konsistensi peraturan tersebut, walau tidak turut menyususn dan membuatnya.

Pendidikan saat ini bukan sekedar pendidikan, tetapi ada kepentingan politik dan ekonomi yang memengaruhinya. Kebijakan bisa sangat bersifat politis untuk kepentingan pihak yang berkuasa atau demi mempertergas hegemoni kekuasaannya.  Peraturan bisa berlatar belakang ekonomi karena penguasa tunduk pada kepentingan Dunia Usahha dan Dunia Industri karena menaruh harapan atas dukungan ekonomi.  Tetapi, peraturan adalah peraturan, kebijakan adalah kebijakan, terlepas apapunlatar belakang dan kepentingannya, konsistensi pelaksanaannya dan sikap konsekuen dari seluruh pemangku kepentingan adalah kunci keberhasilannya.

Madiun, di pagi nan mendung 03 Januari 2014