Rabu, 17 Juni 2015

BISNIS, INDUSTRIALISASI, DAN PEMBANGUNAN BUKAN SEKEDAR MENGERUK KEUNTUNGAN: Analisis Triple Bottom Line Pada Kasus Pembangunan Pabrik Semen di Pegunungan Kendeng


BISNIS, INDUSTRIALISASI, DAN PEMBANGUNAN  BUKAN SEKEDAR MENGERUK KEUNTUNGAN:
Analisis Triple Bottom Line Pada Kasus Pembangunan Pabrik Semen di Pegunungan Kendeng
Diskusi Mahasiswa Progresif, Universitas Ma Chung, 22 Mei 2015
Daniel S. Stephanus (@danielstephanus  & daniels.stephanus@gmail.com)


Aktivitas dan pembangunan ekonomi baik dalam bentuk ekonomi mikro seperti aktivitas bisnis dalam berbagai skala maupun ekonomi makro dalam bentuk industrialisasi dan kebijakan pembangunan tidak hanya bertujuan untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya atau kemakmuran dalam bentuk materi yang sebanyak-banyaknya. Elkinton (1997) mengemukan sebuah pemikiran bahwa aktivitas ekonomi haruslah memperhatikan 3 (tiga) aspek, yaitu people (manusia), planet (alam atau lingkungan), dan profit (keuntungan).  Aktivitas ekonomi, khususnya industrialisasi yang hanya memperhatikan aspek profit semata tanpa mengindahkan aspek people and planet bukanlah aktivitas ekonomi yang berkesinambungan tetapi merupakan aktivitas eksploitasi (manusia dan alam) untuk memperoleh keuntungan (sebesar-besarnya) dalam jangka pendek.

Pembangunan Pabrik Semen di Pegunungan Kendeng Jawa Tengah, menimbulkan polemic tersendiri.  Ancaman kehancuran alam dan potensi pemcemaran lingkungan akan menganggu keseimbangan alam.  Bukan hanya itu, ribuan manusia yang mengantungkan hidup dari tanah dan air Pegunungan Kendeng akan terancam tergusur bahkan terusir dari tanah kelahirannya. Sebuah ancaman bagi manusia dan alam yang kentara di depan mata atas nama pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.  Mendahulukan kepentingan ekonomi jangka pendek dengan menghancurkan kemanusiaan dan lestarinya alam.  Pegungungan Kendeng dan Anak-Anak Kendeng laksana menjadi tumbal untuk pembangunan di tempat-tempat lain.


PENGANTAR
Istilah Triple Bottom Line dipopulerkan oleh John Elkington pada tahun 1997. Melalui bukunya yang berjudul “Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century Business”, Elkington mengembangkan konsep Triple Bottom Line dalam istilah economic prosperity, environmental quality, dan social justice. Perusahaan yang ingin berkelanjutan haruslah memerhatikan “3P”. Selain mengejar profit, perusahaan juga harus memperhatikan dan terlibat dalam pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet).

Aspek-aspek yang terdapat dalam Triple Bottom Line adalah sebagai berikut (Wibisono, 2007).
1. People
Masyarakat di sekitar perusahaan adalah salah satu stakeholder penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan. Dukungan dari masyarakat sekitar sangat diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup, dan perkembangan perusahaan sehingga perusahaan akan selalu berupaya untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat. Operasi perusahaan berpotensi memberikan dampak bagi masyarakat sekitar, sehingga perusahaan perlu untuk melakukan berbagai kegiatan yang menyentuh kebutuhan masyarakat. Secara ringkas, jika perusahaan ingin tetap mempertahankan usahanya, perusahaan juga harus menyertakan tanggung jawab yang bersifat sosial.

2. Planet
Selain aspek people, perusahaan juga harus memperhatikan tanggung jawabnya terhadap lingkungan. Karena keuntungan merupakan inti dari dunia bisnis, kerapkali sebagian besar perusahaan tidak terlalu memperhatikan hal yang berhubungan dengan lingkungan, karena tidak ada keuntungan langsung di dalamnya. Dengan melestarikan lingkungan, perusahaan akan memperoleh keuntungan yang lebih, terutama dari sisi kenyamanan dan ketersediaan sumber daya yang menjamin kelangsungan hidup perusahaan.

3. Profit
Profit merupakan unsur penting dan menjadi tujuan dari setiap kegiatan usaha dan aktvitas ekonomi. Fokus utama dari seluruh kegiatan dalam perusahaan adalah mengejar profit atau mendongkrak harga saham setinggi-tingginya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Profit sendiri adalah tambahan pendapatan yang dapat digunakan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Aktivitas yang dapat ditempuh untuk mendongkrak profit antara lain dengan meningkatkan produktivitas dan melakukan efisiensi biaya. Hal tersebut akan menyebabkan perusahaan memiliki keunggulan kompetitif yang dapat memberikan nilai tambah semaksimal mungkin.


Konsep Tripple Bottom Line (People, Planet, and Profit) merupakan konsep bisnis dan aktivitas ekonomi yang berbeda.  Konsep yang mengedepankan kepentingan jangka panjang (going concern concept) dari aktivitas ekonomi secara makro dan entitas ekonomi secara mikro.  Konsep yang mengedepankan bukan pada pencarian keuntungan (profit) yang hanya bersifat jangka pendek, tetapi menjadikan keuntungan (profit) sebagai dampak dari pemberdayaan masyarakat dan karyawan (people) dan pelestarian alam (planet). 

Pertama, mengedepankan konsep pemberdayaan masyarakat baik karyawan, konsumen, maupun masyarakat secara umum menjadikan entitas ekonomi berorientasi untuk mengedukasi dan mengadvokasi manusia sebagai factor utama menjaga pertumbuhan dan kelanjutan usaha yang manusiawi. Bila masyarakat teredukasi dengan produk yang berkualitas apalagi dengan harga terjangkau, dijamin kesetiaan konsumen pada produk dan perusahaan akan terjaga.  Di sisi lain, karyawan yang teredukasi dengan baik akan menciptakan tenaga kerja yang mumpuni untuk memproduksi produk yang bermutu sekaligus efisien dalam biaya. 

Kedua, entitas ekonomi menjadikan kelestarian alam sebagai dasar untuk bukan hanya menjaga keberlanjutan bahan baku dan energy, tetapi benar-benar menjaga lestarinya planet Bumi sebagai satu-satunya tempat hidup manusia.  Bahan baku dan energy yang lestari akan menjamin kelangsungan usaha entitas ekonomi dalam jangka panjang sekaligus menjadikan bumi sebagai tempat tinggal yang nyaman dan asri.  Bukan hanya memperhatikan bahan baku dan energy, tetapi polusi dan sampah yang dihasilkan oleh perusahaan hendaknya ramah lingkungan dan memiliki dampak yang sangat kecil bagi lingkungan. 

Bila manusia sudah berdaya dan planet tetap lestari, profit atau keuntungan akan datang dengan sendirinya baik keuntungan yang dinikmati oleh manajemen sebagai agen pengelola entitas maupun investor sebagai pemilik entitas ekonomi tersebut.  Jadi, keuntungan atau profit bukanlah menjadi tujuan pertama dan utama, tetapi menjadi dampak dari kinerja perusahaan yang baik dan bertanggung jawab.  Keuntungan yang akan bersifat jangka panjang dan berkesinambungan (going concern). 





MASYARAKAT SAMIN
Masyarakat Samin adalah komunitas yang menganut ajaran Samin Surosentiko yang mengajarkan Ajaran Sedulur Sikep. Pada awalnya, gerakan Komunitas Samin atau Sedulur Sikep ini merupakan perlawanan terhadap penjajahan Belanda.   Perlawanan tanpa kekerasan dengan bentuk menolak membayar pajak, menolak menaati seluruh peraturan kolonian Belanda, dan hidup dalam ajaran kebersamaan dan kesetaraan.  Ajaran Sedulur Sikep berawal dari  Samin Surosentiko (nama lahir Raden Kohar) dari Desa Ploso Kedhiren, Randublatung, Kabupaten Blora, Jawa Tengah pada tahun 1859, dan meninggal saat diasingkan ke  Padang, Sumatera Barat pada tahun 1914.

Ajaran Sedulur Sikep mulai diajarkan oleh Samin Surosentiko pada tahun 1890 di Desa Klopoduwur, Kabupaten Blora.  Dilaporkan oleh Residen Rembang, pada tahun 1903 telah dianut oleh 722 orang dan berkembang menjadi kurang lebih 5.000 orang pada tahun 1907.  Penguasa Kolonial Belanda mulai resah dan dilakukan penangkapan terhadap penganut Ajaran Sedulur Sikep dan bahkan terhadap Samin Surosentiko sendiri dan diasingkan di Padang, Sumatera Barat sampai meninggalnya pada tahun 1914.  Pada intinya, Ajaran Sedulur Sikep mengajarkan tentang nilai-nilai kehidupan, ajaran tentang bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.  Ajaran yang berkembang dan dianut oleh sedulur-sedulur di seputaran Pengunungan Kendeng, pegunungan di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, meliputi Lamongan, Bojonegoro, Cepu, Blora, Kudus, Pati, dan Rembang.

Berbeda dengan Ajaran Sedulur Sikep, Gerakan Samin yang berakar pada Ajaran Sedulur Sikep lebih kepada gerakan perlawanan terhadap penjajahan colonial Belanda.  Gerakan tanpa kekerasan yang ditunjukkan dengan Sikap Diam, diam tidak membayar pajak, diam tidak mau bekerja paksa, diam tidak mengikuti peraturan penguasa.  Gerakan Saminisma tentu sangat berbeda pada saat ini, walau tidak menentang pemerintah Reupblik Indonesia tetapi sampai hari ini Masyarakat atau Komunitas Samin tetap menolak berbagai bentuk bantuan pemerintah.  Demikian pula berbagai bantuan dari program corporate social responsibility (CSR) perusahaan-perusahaan minyak di daerah Cepu ditolak oleh Komunitas Samin walau warga-warga setempat lain menerimanya dengan sukacita.   

Demikian pula pada kondisi terakhir, pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng membangkitkan semangat perlawanan Komunitas Samin.  Perlawanan yang dikobarkan bukan untuk sekedar melawan, tetapi perlawanan yang dilakukan untuk menyelamatkan tanah dan air untuk hidup, bukan saja kehidupan saat ini tetapi juga keberlangsungan hidup anak cucu.  Perlawanan dengan semangat lama walau dengan pendekatan kekinian, perlawanan yang bukan hanya dilakukan sendiri tetapi juga merangkul jaringan yang lebih luas.  Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) dengan gerakan Lumbung Pangan dan Omah Kendeng menjadi pusat gerakan perlawanan terhadap perusakan kawasan kendeng sejak tahun 2009 melawan PT Semen Gresik Tbk., yang saat ini bersalin musuh menjadi PT Sahabat Mulia Sakti anak perusahaan dari PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk.


PEGUNUNGAN KARST KENDENG
Dipetik dari: https://geoenviron.wordpress.com/2011/12/26/geologi-pegunungan-kendeng/



Sumber: Gambar Sketsa Fisografi Pulau Jawa Bagian Timur (de Genevraye and Samuel, 1972)

Zona Kendeng  juga sering disebut Pegunungan Kendeng dan adapula yang menyebutnya dengan Kendeng Deep, adalah antiklinorium berarah barat-timur. Pada bagian utara berbatsan dengan Depresi Randublatung, sedangkan bagian selatan bagian jajaran gunung api (Zona Solo). Zona Kendeng merupakan kelanjutan dari Zona Pegunungan Serayu Utara yang berkembang di Jawa Tengah. Mandala Kendeng terbentang mulai dari Salatiga ke timur sampai ke Mojokerto dan menunjam di bawah alluvial Sungai Brantas, kelanjutan pegunungan ini masih dapat diikuti hingga di bawah Selat Madura. Menurut Van Bemmelen (1949),  Pegunungan  Kendeng dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian barat yang terletak di antara G.Ungaran dan Solo (utara Ngawi), bagian tengah yang membentang hinggaJombang dan bagian timur mulai dari timur Jombang hingga Delta Sungai Brantas dan menerus ke Teluk Madura. Daerah penelitian termasuk dalam Zona Kendeng bagian barat.

Stratigrafi
Menurut Harsono P. (1983) Stratigrafi daerah kendeng terbagi menjadi dua cekungan pengendapan, yaitu Cekungan Rembang (Rembang Bed) yang membentuk Pegunungan Kapur Utara, dan Cekungan Kendeng (Kendeng Bed) yang membentuk Pegunungan Kendeng. Formasi yang ada di Kendeng adalah sebagai berikut.
1.       Formasi Kerek Formasi ini mempunyai ciri khas berupa perselingan antara lempung, napal lempungan, napal, batupasir tufaan gampingan dan batupasir tufaan. Perulangan ini menunjukkan struktur sedimen yang khas yaitu perlapisan bersusun (graded bedding) yang mencirikan gejala flysch. Berdasarkan fosil foraminifera planktonik dan bentoniknya, formasi ini terbentuk pada Miosen Awal – Miosen Akhir ( N10 – N18 ) pada lingkungan shelf. Ketebalan formasi ini bervariasi antara 1000 – 3000 meter. Di daerah Lokasi Tipe, formasi ini terbagi menjadi 3 anggota (de Genevreye & Samuel, 1972), dari tua ke muda masing-masing : a. Anggota Banyuurip Tersusun oleh perselingan antara napal lempungan, napal, lempung dengan batupasir tuf gampingan dan batupasir tufaan dengan total ketebalan 270 meter. Pada bagian tengah perselingan ini dijumpai batupasir gampingan dan tufaan setebal 5 meter, sedangkan bagian atas ditandai oleh adanya perlapisan kalkarenit pasiran setebal 5 meter dengan sisipan tipis dari tuf halus. Anggota ini berumur N10 – N15 (Miosen Tengah bagian tengah – atas). b. Anggota Sentul Tersusun oleh perulangan yang hampir sama dengan Anggota Banyuurip, tetapi lapisan yang bertufa menjadi lebih tebal. Ketebalan seluruh anggota ini mencapai 500 meter. Anggota Sentul diperkirakan berumur N16 (Miosen Tengah bagian bawah). c. Batugamping Kerek Anggota teratas dari Formasi Kerek ini tersusun oleh perselang-selingan antara batugamping tufan dengan perlapisan lempung dan tuf. Ketebalan dari anggota ini adalah 150 meter. Umur dari Batugamping Kerek ini adalah N17 (Miosen Atas bagian tengah).
2.        Formasi Kalibeng Formasi ini terletak selaras di atas Formasi Kerek. Formasi ini terbagi menjadi dua anggota yaitu Formasi Kalibeng Bawah dan Formasi Kalibeng Atas. Bagian bawah dari Formasi Kalibeng tersusun oleh napal tak berlapis setebal 600 meter berwarna putih kekuningan sampai abu-abu kebiruan, kaya akan foraminifera planktonik. Asosiasi fauna yang ada menunjukkan bahwa Formasi Kalibeng bagian bawah ini terbentuk pada N17 – N21 (Miosen Akhir – Pliosen). Pada bagian barat formasi ini oleh de Genevraye & Samuel, 1972 dibagi menjadi Anggota Banyak, Anggota Cipluk, Anggota Kalibiuk, Anggota Batugamping, dan Anggota Damar. Di bagian bawah formasi ini terdapat beberapa perlapisan batupasir, yang ke arah Kendeng bagian barat berkembang menjadi suatu endapan aliran rombakan debris flow, yang disebut Formasi Banyak (Harsono, 1983, dalam Suryono, dkk., 2002). Sedangkan ke arah Jawa Timur bagian atas formasi ini berkembang sebagai endapan vulkanik laut yang menunjukkan struktur turbidit. Fasies tersebut disebut sebagai Formasi Atasangin, sedangkan bagian atas Formasi Kalibeng ini disebut sebagai Formasi Sonde yang tersusun mula – mula oleh Anggota Klitik, yaitu kalkarenit putih kekuningan, lunak, mengandung foraminifera planktonik maupun foraminifera besar, moluska, koral, alga, bersifat napalan atau pasiran dan berlapis baik. Bagian atas bersifat breksian dengan fragmen gamping berukuran kerikil sampai karbonat, kemudian disusul endapan bapal pasiran, semakin ke atas napalnya bersifat lempungan, bagian teratas ditempati napal lempung berwarna hijau kebiruan.
3.       Formasi Pucangan Di bagian barat dan tengah Zona Kendeng formasi ini terletak tidak selaras di atas Formasi Sonde. Formasi ini penyebarannya luas. Di Kendeng Barat batuan ini mempunyai penyebaran dan tersingkap luas antara Trinil dan Ngawi. Ketebalan berkisar antara 61 – 480 m, berumur Pliosen Akhir (N21) hingga Plistosen (N22). Di Mandala Kendeng Barat yaitu di daerah Sangiran, Formasi Pucangan berkembang sebagai fasies vulkanik dan fasies lempung hitam.
4.       Formasi Kabuh Formasi Kabuh terletak selaras di atas Formasi Pucangan. Formasi ini terdiri dari batupasir dengan material non vulkanik antara lain kuarsa, berstruktur silangsiur dengan sisipan konglomerat dan tuff, mengandung fosil Moluska air tawar dan fosil – fosil vertebrata berumur Plistosen Tengah, merupakan endapan sungai teranyam yang dicirikan oleh intensifnya struktur silangsiur tipe palung, banyak mengandung fragmen berukuran kerikil. Di bagian bawah yang berbatasan dengan Formasi Pucangan dijumpai grenzbank. Menurut Van Bemmelen (1972) di bagian barat Zona Kendeng (daerah Sangiran), formasi ini diawali lapisan konglomerat gampingan dengan fragmen andesit, batugamping konkresi, batugamping Globigerina, kuarsa, augit, hornblende, feldspar dan fosil Globigerina. Kemudian dilanjutkan dengan pembentukan batupasir tuffaan berstruktur silangsiur dan berlapis mengandung fragmen berukuran kecil yang berwarna putih sampai cokelat kekuningan.
5.       Formasi Notopuro Terletak tidak selaras di atas Formasi Kabuh. Litologi penyusunnya terdiri dari breksi lahar berseling dengan batupasir tufaan dan konglomerat vulkanik. Makin ke atas, sisipan batupasir tufaan makin banyak. Juga terdapat sisipan atau lensa – lensa breksi vulkanik dengan fragmen kerakal, terdiri dari andesit dan batuapung, yuang merupakan ciri khas Formasi Notopuro. Formasi ini pada umumnya merupakan endapan lahar yang terbentuk pada lingkungan darat, berumur Plistosen Akhir dengan ketebalan mencapai lebih dari 240 meter.
6.       Formasi Undak Bengawan Solo Endapan ini terdiri dari konglomerat polimik dengan fragmen batugamping, napal dan andesit di samping batupasir yang mengandung fosil-fosil vertebrata, di daerah Brangkal dan Sangiran, endapan undak tersingkap baik sebagai konglomerat dan batupasir andesit yang agak terkonsolidasi dan menumpang di atas bidang erosi pad Formasi Kabuh maupun Notopuro.

Description: Stratigrafi Kendeng
Gambar Stratigrafi Kendeng (Harsono, 1983)

Struktur Geologi
Deformasi pertama pada Zona Kendeng terjadi pada akhir Pliosen (Plio – Plistosen), deformasi merupakan manifestasi dari zona konvergen pada konsep tektonik lempeng yang diakibatkan oleh gaya kompresi berarah relatif utara – selatan dengan tipe formasi berupa ductile yang pada fase terakhirnya berubah menjadi deformasi brittle berupa pergeseran blok – blok dasar cekungan Zona Kendeng. Intensitas gaya kompresi semakin besar ke arah bagian barat Zona Kendeng yang menyebabkan banyak dijumpai lipatan dan sesar naik dimana banyak zona sesar naik juga merupakan kontak antara formasi atau anggota formasi.

Deformasi Plio – Plistosen dapat dibagi menjadi tiga fase/ stadia, yaitu; fase pertama berupa perlipatan yang mengakibatkan terbentuknya Geantiklin Kendeng yang memiliki arah umum barat – timur dan menunjam di bagian Kendeng Timur, fase kedua berupa pensesaran yang dapat dibagi menjadi dua, yaitu pensesaran akibat perlipatan dan pensesaran akibat telah berubahnya deformasi ductile menjadi deformasi brittle karena batuan telah melampaui batas kedalaman plastisnya. Kedua sesar tersebut secara umum merupakan sesar naik bahkan ada yang merupakan sesar sungkup. Fase ketiga berupa pergeseran blok – blok dasar cekungan Zona Kendeng yang mengakibatkan terjadinya sesar – sesar geser berarah relatif utara – selatan.

Deformasi kedua terjadi selama kuarter yang berlangsung secara lambat dan mengakibatkan terbentuknya struktur kubah di Sangiran. Deformasi ini masih berlangsung hingga saat ini dengan intensitas yang relatif kecil dengan bukti berupa terbentuknya sedimen termuda di Zona Kendeng yaitu Endapan Undak.

Description: Gambar Pola Struktur Jawa (Sribudiyani dkk., 2003)
Gambar Pola Struktur Jawa (Sribudiyani dkk., 2003)

Secara umum struktur – struktur yang ada di Zona Kendeng berupa : 1. Lipatan Lipatan yang ada pada daerah Kendeng sebagian besar berupa lipatan asimetri bahkan beberapa ada yang berupa lipatan overturned. Lipatan – lipatan di daerah ini ada yang memiliki pola en echelon fold dan ada yang berupa lipatan – lipatan menunjam. Secara umum lipatan di daerah Kendeng berarah barat – timur. 2. Sesar Naik Sesar naik ini biasa terjadi pada lipatan yang banyak dijumpai di Zona Kendeng, dan biasanya merupakan kontak antar formasi atau anggota formasi. 3. Sesar Geser Sesar geser pada Zona Kendeng biasanya berarah timur laut- barat daya dan tenggara -barat laut. 4. Struktur Kubah Struktur Kubah yang ada di Zona Kendeng biasanya terdapat di daerah Sangiran pada satuan batuan berumur Kuarter. Bukti tersebut menunjukkan bahwa struktur kubah pada daerah ini dihasilkan oleh deformasi yang kedua, yaitu pada Kala Plistosen.


Naga Tidur, Penjaha Keseimbangan Kendeng

Puluhan anak bertopeng naga dan barongan bermain di antara batu kapur dan pepohonan jati di lereng Pegunungan Kendeng Utara, Desa Gandu, Kecamatan Bogorejo, Blora, Jawa Tengah. Sesekali, wajah topeng mereka berhadapan dan diadu. Yang terdesak lalu bersembunyi untuk mengatur strategi dan melawan kembali. Tak jarang mereka menari-nari sambil menggerakkan mulut topeng kayu hingga terdengar tak-tak-tak.... Itulah salah satu permainan tradisional nagaraja dan barongan di kawasan itu.
Permainan itu menunjukkan pertarungan naga atau nagaraja dan singa barong, yang merupakan mitos masyarakat di lereng Pegunungan Kendeng Utara. Mereka meyakini pegunungan yang membentang mulai dari Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, hingga Kabupaten Tuban, Jawa Timur, merupakan nagaraja yang tengah tidur. Sementara hutan-hutan jati di sekitar pegunungan itu dijaga singa barong, sang raja hutan. Mereka akan marah jika keseimbangan alamnya terusik.

Pabrik Semen
”Kalau Pegunungan Kendeng terus diusik, nagaraja akan bangun dan menghakimi mereka yang merusak tempat tinggal tersebut. Begitu pula jika hutan dijarah habis-habisan, singa barong akan mengejar penjarahnya. Demikian pesan pelestarian alam yang dikisahkan turun-temurun. Sayangnya, kisah itu jarang terdengar dan bergaung lagi,” tutur seniman patung kayu dan batu Pegunungan Kendeng Utara, Punky Adi Sulistyo (42), di Blora, Selasa (26/2).

Pesan pelestarian alam itu kini muncul karena Pegunungan Kendeng Utara merupakan ruang yang menghidupi masyarakat di kawasan pegunungan kapur dan karst, yang menyimpan potensi alam sangat besar, terutama air. Namun, sebagai ruang hidup masyarakat, kawasan itu telah terusik menyusul munculnya rencana pembangunan pabrik semen dan penambangan batu gamping dan kapur berskala besar di kawasan itu.

”Naga dan singa barong itu sekarang tak lagi berupa mitos dan simbol keseimbangan lingkungan, tetapi mencerminkan masyarakat Pegunungan Kendeng Utara yang menjaga keseimbangan alam,” kata aktivis Lembaga Kajian Budaya dan Lingkungan Pasang Surut Blora, Eko Arifianto.
Potensi Pegunungan Kendeng Utara itulah yang jadi alasan sebagian besar masyarakat untuk mempertahankan tanah air sumber hidup mereka sebagai ruang kehidupan abadi.


Ribuan tahun lalu
Geolog Belanda, RW van Bemmelen, dalam The Geology of Indonesia (1949), yang membagi fisiografi Pulau Jawa, menyatakan, Pegunungan Kendeng Utara merupakan bagian dari Zona Rembang, yaitu kelompok perbukitan yang terbentuk oleh struktur lipatan dengan arah sumbu lipatan barat daya-timur laut. Zona Rembang didominasi endapan laut berumur tersier dan terkenal dengan lapangan minyaknya yang beroperasi sejak abad ke-20. Di pegunungan itu terdapat kawasan karst Sukolilo yang membentang di bagian utara Provinsi Jawa Tengah seluas 19.472 hektar, meliputi Kabupaten Blora 45,3 hektar, Kabupaten Grobogan 721 hektar, dan Kabupaten Pati 11.802 hektar.

Karena tergolong sebagai pegunungan kapur dan karst, Pegunungan Kendeng Utara berfungsi sebagai daerah tangkapan, imbuhan, dan kantong air. Di kawasan itu terdapat goa-goa air, sungai bawah tanah, dan mata air-mata air yang menjadi sumber hidup masyarakat. Air kemudian dimanfaatkan sebagai bahan baku air minum, mandi-cuci-kakus, dan pertanian. Warga juga mengalirkan air itu ke permukiman dengan sistem pemipaan dan mengalirkan ke persawahan dengan sistem irigasi alam atau mengikuti alur atau jalan-jalan air yang terbentuk secara alami.

Description: http://stat.k.kidsklik.com/data/photo/2013/04/16/1628084-pegunungan-kendeng-620X285.jpg
Kompas/P Raditya Mahendra Yasa
Hamparan lahan persawahan dengan latar belakang Pegunungan Kendeng di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Kamis (15/3). Keberadaan Pegunungan karst yang menyimpan sumber mata air serta kehidupan warga di sekitarnya ini kembali terancam setelah adanya rencana pembangunan pabrik semen.

Tokoh Sedulur Sikep Pati atau pengikut ajaran Samin Surosentiko (1859-1914), Gunretno, mengatakan, kawasan karst Sukolilo menjadi tempat penelitian ahli geologi dan speleologi. Salah satu lembaga yang meneliti kawasan itu sejak 1994-1996 adalah Acintyacunyata Speleological Club (ASC) Yogyakarta.
Hasilnya, di Pegunungan Kendeng Utara Grobogan terdapat 49 mulut goa dan 33 mata air permanen. Tim ASC juga memetakan dua sistem sungai bawah tanah yang memiliki jaringan hidrologi terpisah, yaitu sistem Urang-Kembang dan Pakel-Ngeposan.

”Di Pati, ASC bekerja sama dengan masyarakat Sukolilo dan Universitas Pembangunan Nasional Veteran, Yogyakarta, menjumpai 79 mata air dan 24 mulut goa. Mata air yang ditemukan adalah mata air karst yang bersifat permanen atau mampu mengalirkan air sepanjang musim,” kata Gunretno.
Di antaranya Goa Pancur di Desa Jimbaran, Kecamatan Kajen, Pati, yang bisa dimanfaatkan sebagai wisata jelajah goa. Goa sepanjang 800 meter itu salah satu lokasi mengalirnya sungai bawah tanah dengan stalaktit dan stalakmit yang indah.

Description: http://stat.k.kidsklik.com/data/photo/2013/04/16/1626344p.jpg

Dengan sumber air tawar yang baik, sejak ribuan tahun lalu, Pegunungan Kendeng Utara pun jadi tempat tinggal manusia. Waktu itu, kawasan sekitar pegunungan masih berupa rawa air payau dan laut. Selain potensi air, karst yang awalnya tertutup hutan juga berfungsi sebagai habitat flora dan fauna.
Dari pendataan awal Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng di Kecamatan Tambakromo, Kajen, dan Sukolilo, kawasan ini juga kaya tanaman yang bermanfaat. Di sana juga tumbuh sejumlah fauna yang menjaga keseimbangan ekosistem alam. Wajar, dengan potensi seperti itu, masyarakat dengan berbagai cara menentang gangguan keseimbangan alam Pegunungan Kendeng.


PEMBANGUNAN PABRIK SEMEN
Kawasan Pegunungan Kendeng yang kaya akan kapur menjadi daya tarik investasi perusahaan-perusahaan semen di Indonesia, mulai perusahaan yang berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sampai perusahaan swasta.  Pada tahun 2009, PT Semen Gresik Tbk yang akan membangun pabrik semen di Desa Kedumulo Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati berhasil dibatalkan oleh sedulur-sedulur yang tergabung di JMPPK dengan Omah Kendeng-nya.  Tetapi beberapa saat kemudian masuk PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk melalui perusahaan anaknya PT Sahabat Mulia Sakti, perusahaan semen swasta berusaha masuk dan membangun pabrik semen yang sedang berlangsung dan mendapat perlawanan sampai hari ini (Effendi, 2013).



ANALISIS TRIPLE BOTTOM LINE


REFLEKSI


REFERENSI

Effendi, M. N., & Wibowo, M. A. 18 Agustus  2013. Merajut Kisah di Sepanjang Kendeng. Suara Merdeka.

Effendi, M. N. 18 Agustus  2013. Metamorfosis Lumbung Pangan. Suara Merdeka

Elkington, J. 1997. Cannibals with Forks: The Triple Bottom Line of 21st Century Business. Oxford: Capstone Publishing.

Fitri, N. 2014. Rencana Pembangunan Pabrik Semen, Penambangan Batu Kapur dan Tanah Liat Oleh PT Indocement di Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah. Direktur Eksekutif Jawa Tengah.

Hendrastomo, F. …..  Wong Sikep, Penjaga Eksistensi Ajaran Samin.

https://geoenviron.wordpress.com/2011/12/26/geologi-pegunungan-kendeng/

Sanyotohadi, H. 2000. Perjuangan Masyarakat Samin untuk Hak Asasi Manusia dan Demokrasi. Majalah Ilmiah Humaniora PRANATA, Vol XII No. 1. Hal. 34—44. ISSN 082-0887.

Widi, H. 16 April 2013. Naga Tidur, Penjaga Keseimbangan Kendeng.  http://tanahair.kompas.com/read/2013/04/16/16285419/Naga.Tidur..Penjaga.Keseimbangan.Kendeng.