Rabu, 25 Mei 2016

MEMBACA PEMBANGUNAN EKONOMI DAN AKTIVITAS BISNIS DENGAN KONSEP TRIPLE BOTTOM LINE



ANALISIS KRITIS MENGGUNAKAN TRIPPLE BOTTOM LINE (TBL)
Agency Problem

Rakyat (Principal)






                               
     Mandat                           Profit
& Pajak

                                Kesejahteraan                                                                  Produk (barang & jasa)
                & Pelayanan Publik        

                                Pemerintah (Agent)                                                       Swasta (Investor)
                                                                         Perijinan dan Pengawasan


 
                                                                                Pajak dan Retribusi        

Teori Keagenan (Agency Theory) menjelaskan adanya konflik kepentingan yang terjadi antara pirncipaldengan Agent.Principal adalah pemilik sumberdaya sedangkan agent adalah penerima kuasa (mandat) untuk mengelola sumberdaya. Contoh: antara pemegang saham dengan manajemen di sektor swasta dan rakyat dan pemerintah di sektor publik (Jensen & Meckling, 1976). 

Problem: Benturan Kepentingan (conlict of interest)
1.       Moral Hazard àSelf Interest ­àberperilaku menguntungkan diri sendiri.
2.       Adverse SelectionàAssymetric Informationà menguasai informasi dan penguasan sumberdaya sepihak.

Stakeholders Theory,  Legitimacy Theory & Tripple Bottom Line



Stakeholders Theory
Freeman, dkk., (2004) menyatakan bahwa stakeholders theoryadalah kumpulan kebijakan dan praktik yang berhubungan dengan stakeholders, nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum, penghargaan pada masyarakat dan lingkungan, serta komitmen aktivitas ekonomi dan dunia usaha untuk berkontribusi dalam pembangunan secara berkelanjutan yang berdasar pada Nilai  (value).

Deegan (2004) menyatakan bahwa semua stakeholdermemunyai hak memperoleh informasi mengenai aktivitas agent yang dapat memengaruhi pengambilan keputusan.Para stakeholderjuga dapat memilih untuk tidak menggunakan informasi tersebut dan tidak dapat memainkan peran secara langsung.

Legitimacy Theory
Dowling & Pfeffer (1975) menyatakan bahwa legitimasi adalah sebuah kondisi atau status yang ada ketika sistem nilai entitas kongruen dengan sistem nilai masyarakat yang lebih luas di tempat entitas tersebut berada.

O’Donovan (2002) menyatakan bahwa legitimasi merupakan gagasan agar sebuah organisasi dapat terus beroperasi dengan sukses, maka organisasi tersebut harus bertindak sesuai aturan yang diterima secara luas oleh masyarakat.

Tripple Bottom Line
Elkington (1997) melalui bukunya yang berjudul “Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century Business”, mengembangkan konsep Triple Bottom Line:(1) economic prosperity, (2) environmental quality, and (3) social justice.

People and Planet before profit

TBL mengedepankan going concern ketimbang sustainable development.
Sustainable Development, terus berkembang dan terus membangun (kapitalisasi dan ekstensifikasi).
Going Concern, menjaga kelangsungan hidup entitas untuk jangka panjang (keseimbangan antara kinerja sosial, lingkungan, dan keuangan perusahaan).

Kinerja Perusahaan Komprehensif (3P)
Kinerja Sosial (Corporate Social Responsibility)
Masyarakat adalah stakeholder penting yang harus diperhatikan dalam pembangunan ekonomi dan aktivitas bisnis. Dukungan dari masyarakat sekitar sangat diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup, dan perkembangan pembangunan ekonomi dan aktivitas bisnis sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat sekitar dan secara luas. pembangunan ekonomi dan aktivitas bisnis berpotensi memberikan dampak bagi masyarakat sekitar, sehingga perlu untuk melakukan berbagai kegiatan yang menyentuh kebutuhan masyarakat. Secara ringkas, jika pembangunan ekonomi dan aktivitas bisnis ingin tetap bertahan dalam waktu yang lama harus menyertakan tanggung jawab yang bersifat sosial.

Kinerja Lingkungan (Corporate Environmental Responsibility)
pembangunan ekonomi dan aktivitas bisnis harus memperhatikan tanggung jawab terhadap lingkungan. Karena keuntungan merupakan inti dari pembangunan ekonomi dan aktivitas bisnis, kerapkali tidak terlalu memperhatikan hal yang berhubungan dengan lingkungan, karena tidak ada keuntungan langsung. Dengan melestarikan lingkungan, pembangunan ekonomi dan aktivitas bisnis akan memperoleh keuntungan yang lebih, terutama dari sisi kenyamanan dan ketersediaan sumber daya yang menjamin kelangsungan hidup.


Kinerja Keuangan (Corporate Financial Reponsibility)
Fokus utama dari seluruh kegiatan pembangunan ekonomi dan aktivitas bisnis adalah mengejar profit. Profit sendiri adalah tambahan pendapatan yang dapat digunakan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Aktivitas yang dapat ditempuh untuk mendongkrak profit antara lain dengan meningkatkan produktivitas dan melakukan efisiensi biaya.  Sehingga, seringkali pembangunan ekonomi dan aktivitas bisnis mengabaikan kinerja sosial dan kinerja lingkungannya.  Pengabaian yang akan berdampak negatif pada pembangunan ekonomi dan aktivitas bisnis itu sendiri dalam jangka panjang.


BELAJAR DARI BEBERAPA KASUS TERKINI
MENGENANG KENANGAN JATIGEDE
No.
5W + 2H
1.
What
Bendungan Jatigede: Penenggelaman Desa
Bendungan kedua terbesar di Indonesia.
2.
Who
1.       Negara (Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat); Wijaya Karya (Wika), dan Sinohydro (PMA)
2.       Rakyat Jatigede yang dirugikan.
3.       Masyarakat umum (yang awam) senang dengan adanya Bendungan Jatigede, bukan semata sebagai pengatur irigasi dan penanggulangan banjir tetapi juga sebagai tempat pariwisata serta tidak tahu menahu tentang permasalahan ganti rugi dan masalah-masalah sosial rakkyat Jatigede.  
3.
Where
Kecamatan Jatigede, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
4.
When
Dirintis sejak tahun 1963, awal dibangun tahun 2007 dan selesai dibangun tahun 2015.  Penggenangan (baca: penenggelaman) sejak 31 Agustus 2015.
5.
Why
Pembangunan Bendungan untuk kepentingan irigasi pertanian dan penanggulangan banjir.
Ganti rugi berbeda-beda dan tidak cukup untuk membangun rumah lagi.
Tete Yosef (warga): Bukan menolak malah mendukung program pemerintah tetapi meminta hak rakyat diperhatikan. 
Masalah yang tersisa:
1.       Ganti rugi sebesar Rp741Milyar untuk 11.000KK.
2.       Relokasi warga: Masalah pendidikan, sosial, budaya, dan politik.
3.       28 situs bersejarah hilang.
4.       Kerusakan lingkungan seperti hilangnya 1.300 hektar hutan produksi (Perhutani).
5.       Debit Sungai Cimanuk sudah berkurang 60% dan sedimentasi berat.
6.
How
Penenggelaman kawasan Jatigede.
Ganti rugi berdasarkan Kartu Keluarga. Perkepala keluarga dan pecahan kepala keluarga.
Relokasi menjadi tanggung jawab Pemprov yang belum terselaikan dengan baik.
7.
How Much
28 desa, 10.924 kepala keluarga, kurang lebih 45.000 jiwa.
4.514 Kepala Keluarga mendapat ganti rugi Rp122.500.000,- (pendataan 1984—1986) dan 6.410 (Pecahan KK) Kepala Keluarga mendapat ganti rugi Rp29.000.000,- (pendataan 1994—2009)
4.986 Hektar kawasan waduk + 14.000 hektar kawasan kendali untuk mengairi 90.000 hektar lahan pertanian (Majalengka, Indramayu, Cirebon, dan Sumedang) serta air baku untuk 100.000 Kepala Keluarga di Sumedang plus pembangkit listrik dengan kapasitas 110MW.

REKLAMASI TELUK JAKARTA (RAYUAN PULAU PALSU)
No.
5W + 2H
Aktor
Pro
Kontra
1.
What
Reklamasi Teluk Jakarta
2.
Who
Pemerintah: Pemprov DKI dan Presiden
Pemodal:
Pemerintah: Kementerian Lingkungan Hidup
Rakyat: Nelayan (Marunda, Mauara Angke, dan lain-lain)
3.
Where
Kawasan Jakarta Utara (Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu)
Kawasan Jakarta Utara (Marunda, Muara Angke, Kepulauan Seribu)
4.
When – Why – How – How Much
Diawali Sejak tahun 1980an dengan proyek Pengurukan dan Pengurukan Lahan.  Rencana Reklamasi besar-besaran direncanakan oleh Presiden Soeharto,  seluas 2.700 hektar di Panai Utara Jakarta.
1.       1981: PT Harapan Indah mereklamasi Kawasan Pluit dan membangun Pantai Mutiara.  PT Pembangunan Jaya mengguruk Kawasan Ancol dan membangun Taman Impian Jaya Ancol.
2.       1995: Kawasan Bakau diuruk menjadi Pantai Indah Kapuk dan Kawasan Berikat Marunda.Terbit Perppres 52/1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.  Diikuti dengan Perda DKI 8/1995.3 Pulau direklamasi seluas 200 hektar, diuruk dengan tanah kerukan sungai di Jakarta dan sisa hasil tambang dari Pulau Bangka.  Reklamasi hanya di laut dengan kedalaman 5 meter dan tinggi pulau 3—4 meter di atas permukaan laut (dpl).
3.       1996: Terbit SK Gubernur DKI 1090/1996 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengendali Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
4.       1997: Kepmenneg Perencanaan Pembangunan Negara/Ketua Bappenas Kep.920/KET/10/1997 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Pantai Utara Jakarta.
5.       1998: SK Gubernur KDKI Jakarta 220/1998 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelaksana Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
6.       1999: Perda DKI Jakarta 6/1999 tentang Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta.
7.       2000: SK Gubernur KDKI 138/2000 tentan Tata Cara Penyelenggaraan Reklamasi Pantau Utara Jakarta.
8.       2007: Pemprov menyatakan rencana reklamasi Teluk Jakarta jalan terus.  Enam pengembang yang mendapatkan hak reklamasi menggugat Menteri KLH ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).  Mereka beralasan persyaratan untuk ijin reklamasi dan AMDAL Regional serta berbagai ijin lainnya lengkap.
9.       2008: Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpanjur.
10.   2011: Putusan MA 12/PK/TUN/2011 yang menyatakan bahwa Reklamasi di Pantai Utara Jakarta Legal.  Tetapi dengan syarat Pemprov DKI harus membuat AMDAL baru untuk memperbarui AMDAL 2003 dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis dengan Pemda seputar Teluk Jakarta.
11.   2012: Perda DKI 1/2012 tentang Renncana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2030.  Peraturan Gubernur KDI 121/2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Terbit Perpres 122/2012 tentang Reklamasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil termasuk menetujui praktik penggeringan wilayah pesisir dan pulau kecil di teluk Jakarta.
12.   2013: SK Gubernur KDKI 2238/2013 yang terbit pada Desember 2014 bersamaan dengan pemberian ijin Reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra.
13.   2015: Pemprov DKI bergeming dan mempersiapkan reklamasi untuk Pulau O. P, dan Q yang akan terintegrasi dengan Pulau N sebagai satu kesatuan Port of Jakarta.
1.       1995: Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan Reklamasi Teluk Jakarta tidak layak dan merusak lingkungan.
2.       2003: KLH menyatakan Pemprov DKI tidak mampu memenuhi kaidah penataan ruang dan ketersediaan teknologi pengendali dampak lingkungan.  Dinyatakan dalam SK Menteri KLH 14/2003 tentang Ketidaklayakan Rencana Reklamasi dan Revitalisasi Pantai Utara Jakarta.
3.       2007: PTUN memenangkan gugatan kepada Menteri KLH dan kemudian diajukan banding ke Makahma Agung (MA) dan tetap dimenangkan oleh perusahaan penggugat.
4.       2009 (28/07): Menteri KLH mengajukan Kasasi ke MA dan menang karena Reklamasi menyalahi AMDAL.
5.       2015: Rencana Moratorium reklamasi karena aktivitas reklamasi hanya diperuntukkan bagi pembangunan Pelabuhan, Bandar Udara, dan Listrik.  Reklamasi tidak diperuntukkan bagi hunian, hotel, apartemen, mal, dan lain sebagainya.

5.
Why
Fungsi Reklamasi:
1.       Menambah ruang untuk pembangunan Jakarta dan mendatangkan keuntungan ekonomi.
2.       Menahan pasang naik di pantai utara jakarta.
3.       Pulau reklamasi untuk hunian dan bisnis sebagai pengembangan wilayah utara Jakarta.
4.       Pajak dan retribusi reklamasi untuk pengambangan Jakarta Utara dan penataan wilayah kumuh.
5.       Bendungan atau tanggul raksaksa untuk menahan naiknya permukaan air laut dan memperlancar arus laut.
6.       Pemecah gelombang dan mencegah abrasi.
7.       Sumber air bersih kawasan Jakarta Utara.
8.       Kanal untuk alur pelayaran dan kawasan tangkap nelayan.
Masalah karena Reklamasi:
1.       Reklamasi Pluit menganggu PLTU Muara Karang.
2.       Tenggelamnya beberapa pulau di Kepulauan Seribu karena Reklamasi Ancol.
3.       Perppres 52/1995 dan Perda DKI 8/1995 bertentangan dengan Rencana Tata Ruang (RUTR) Jakarta 1985—2005 yang tidak ada rencana untuk melakukan reklamasi.
4.       Menganggu kehidupan terumbu karang, bentos, dan magrove dan ekosistem laut.
5.       Semakin memperbesar banjir di Jakarta karena muara sungai semakin panjang dan memicu pendangkalan sungai di Jakarta.
6.       Beberapa pulau di kawasan Untung Jawa akan tenggelam karena diambil pasirnya untuk reklamasi.
7.       Tempat penimbunan limbah baru (tabah kerukan sungai dan sisa hasil tambang).
8.       Menganggu kabel laut.
9.       Menganggu kehidupan nelayan. 125.000 jiwa nelayan (Muara Angke dan Marunda) terancam kehilangan mata pencarian.
10.   Berubahnya bentang alam (geomorfologi) dan aliran air (hidrologi) di Jakarta Utara akan rusak karena perubahan pola arus laut dan pasang-surut.
6.
How
1.       Pengeringan kawasan bakau.
2.       Pengurukan laut dengan tanah kerukan sungai dan sisa tambang.
3.       Penataan (baca: penggusuran) kawasan kumuh.
1.       Wacana Reklamasi dengan membantuk 17 pulau baru sudah ada sejak Orde Baru, tetapi baru 10 tahun terakhir mengalami kontroversi dan perlawanan.
2.       Advokasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup.
3.       Advokasi oleh Civil Society.
7.
How Much


Sumber: Megapolitan.kompas.com, Jalan Panajng Reklamasi di Teluk Jakarta




WAJAH GENERASI 13
No.
5W + 2H
Silent Heroes
Toba Pulp Lestari
1.
What
1.       Penyerobotan lahan (hutan kemenyan) oleh Korporasi (TBL) untuk tanaman Ekaliptus (bahan kertas).
2.       Hutan yang telah dikeolah dalam rentang waktu tertentu menjadi Hutan Adat.
1.       Konflik Hutan Industri (Ekaliptus) dan Hutan Adat (Kemenyan) tidak ada, karena Hutan Adat masuk ke Kawasan Hutan Industri.
2.       Hutan Adat adalah Hutan Negara yang dikonsesi ke Swasta
2.
Who
1.       Narasumber: Rusmedi Lumbangaol (Opung Putra).
2.       Masyarakat Adat Desa  Sipitu Huta
3.       Kurang lebih 700 KK atau 4.000 Jiwa.
4.       Suryati Simanjuntak (Sekreatris Eksekutif SKPPM).
1.       Korporasi: Toba Pulp Lestari.
2.       Akademisi (Prof. Dr. Relingena Purba, SH., MS.): Klaim Hukum terhadap kepemilikan hutan tidak jelas, HGU Korporasi jelas.  Tidak boleh main hakim sendiri, harus ada pembuktian secara historis.
3.       Jurnalis: Penanaman simbolis kemenyan.
4.       Anggota Dewan: AMDAL baik.
5.       Petani Kemenyan: Produktivitas turun bukan karena Ekaliptus tetapi karena minat bertani yang turun dan peremajaan tidak terjadi.
6.       Kepala Desa Sipituhuta: TPL tidak merambah Hutan Kemenyan di Tombak Sitanggi, Sektor Tele karena Hutan Register (Hutan Negara).
7.       Korporasi (Ridwan Ritonga - Humas TPL): Hutan Ekaliptus tidak menganggu Kemenya.  Klaim rakyat terhadap hutan adat tidak berdasar. LSM (lokal dan internasional) menganggu produksi.  TPL baik dan peduli karena melakukan Hangijonisasi dan pemberdayaan petani kemenyan. 
8.       Tokoh Lingkungan: Sponsor untuk Taman Eden dan  kawasan Geopark Kaldera Toba.
3.
Where
Hutan Adat (Hutan Kemenyan) Sipitu Huta, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara.
Hutan Industri (Hutan Tanaman Industri – Ekaliptus)
4.
When
Hutan rakyat telah ada selama 13 Generasi (300 tahun lebih).
Konflik sejak Juni 2009.
1992 masuk Perusahaan Indorayon Utama dan kemudian berganti menjadi Toba Pulp Lestari.
Sebelum menjadi TPL adalah Inti Rayon Utama yang sudah menguasai Hak Pengolahan Hutan (HPH) sejak 1992.
5.
Why
1.       Kemenyan adalah kearifan lokal (ritual dan sesaji sebelum panen).
2.       Ekonomi rakyat (sumber kehidupan).
3.       TPL datang terjadi penebangan pohon kemenyan sehingga melawan. 
4.       Hutan kemenyan dikepung oleh pohon ekaliptus sehingga menurunkan produkstivitas kemenyan (ekaliptus butuh pupuk tapi pupuk merusak kemenyan).
5.       Rakyat melawan dan dikriminalisasi, termasuk Tokoh Adat (Sipitua) dan Tokoh Agama (Pendeta). 
1.       Hutan Industri (kawasan pemanfaatan).
2.       Ekaliptus tidak merusak pohon kemenyan dan bisa hidup berdampingan.

6.
How
Kampanye:
1.       Pengorganisasian oleh KSPPM
2.       Aksi dan advokasi melawan korporasi langsung.
3.       Aksi dan advokasi melalui DPRD setempat.
4.       Aksi dan advokasi ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
5.       Kriminalisasi Tokoh Adat dan Tokoh Agama.
Kampanye:
1.       Akademisi, Jurnalis, Tokoh Masyarakat, dan Anggota Dewan.
2.       Budidaya kemenyan dan penanaman simbolis oleh Media Massa dan Tokoh Masyarakat.
3.       Mendukung Taman Eden dan Geopark Kaldera Toba
4.       LSM adalah Provokator.
7.
How Much
Dulu: Panen 2—3 bulan sekali, kurang lebih 2kg/pohon
Sekarang: kurang dari 1 ons/pohon
Hanginjonisasi di Tapanuli Utara untuk membuktikan bila Kemenyan bisa hidup berdampingan dengan Ekaliptus.
Menanam 1.500 pohon di areal 5 hektar dengan produktivitas 2 ons/pohon pertahun.




Kasus Semen Indonesia di Kendeng

Kawasan Pegunungan Kendeng yang kaya akan kapur menjadi daya tarik investasi perusahaan-perusahaan semen di Indonesia, mulai perusahaan yang berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sampai perusahaan swasta.  Pada tahun 2009, PT Semen Gresik Tbk yang akan membangun pabrik semen di Desa Kedumulo Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati berhasil dibatalkan oleh sedulur-sedulur yang tergabung di JMPPK dengan Omah Kendeng-nya.  Tetapi beberapa saat kemudian, di akhir tahun 2010 masuk PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk melalui perusahaan anaknya PT Sahabat Mulia Sakti (SMS), perusahaan semen swasta berusaha masuk dan membangun pabrik semen yang sedang berlangsung dan mendapat perlawanan sampai hari ini (Effendi, 2013).

Dengan alasan potensi bahan baku semen yang melimpah di Pegunungan Kendeng, perusahaan semen berlomba-lomba untuk membangun pabrik semen di Kendeng.  Dengan potensi pemanfaatan bahan baku untuk produksi selama 55 tahun dengan kapasitas produksi 3,84 juta ton untuk 5 tahun pertama dan menjadi 7,68 juta ton untuk 50 tahun selanjutnya.  Sumberdaya yang listrik yang dipergunakan sebesar 120 Megawatt pertahun dengan bahan bakar batubara dan bahan bakar material alternatif lainnya.  Diperkirakan tenaga kerja yang dibutuhkan sebanyak 1.650 orang selama masa konstruksi dan 800 orang tenaga kerja saat operasioal.  Investasi yang dibutuhkan sebesar Rp4 Trilyun sampai dengan Rp5 Trilyun.  Lokasi pabrik akan menempati 11 desa di 2 kecamatan, yaitu Kecamatan Kayen dan Kecamatan Tambakromo memerlukan luas kawasan pabrik seluas 180 hektar.  Luasan kawasan bahan baku untuk batu kapur dibutuhkan luasan seluas 2.025 hektar dan untuk tanah liat seluas 663 hektar yang meliputi tanah Negara, kas desa, perhutani, dan tanah rakyat yang berada di 5 Kabupaten, yaitu Kabupaten Pati, Rembang, Kudus, Grobogan, dan Blora (Fitri, 2013).

Studi Kelayakan pembangunan yang dilakukan PT SMS dapat dirangkum sebagai berikut (Poppy Ismalina).
1.       Kebutuhan tenaga kerja pembangunan pabrik semen selama masa kontruksi 1.650 orang dan pada saat operasi sebanyak 800 orang tenaga kerja.  Tenaga kerja yang dibutuhkan meliputi: (1) tenaga kerja internal perusahaan, dan (2) tenaga kerja eksternal untuk keperluan jasa angkutan semen, jasa kontruksi, dan lain-lainnya.
2.       Kebutuhan lahan untuk pabrik semen (1) Sawah seluas  kurang lebih 639 hektar, (2) Tegalan seluas kurang lebih 794 hektar sehingga dibutuhkan total 1.433 hektar lahan.
3.       Kebutuhan bahan baku untuk produksi sebesar 2,5 juta ton semen/tahun atau 8.000 ton semen/hari adalah: (1) batu kapur sebanyak   kurangl lebih 11.700 ton/hari; (2) tanah liat sebanyak  kurang lebih 2.600 ton/hari; (3) PB dan PS sebanyak kurang lebih 120 ton/hari; dan (4) Gipsum sebanyak kurang lebih 320 ton/hari.
4.       Kebutuhan Energi (1) Listrik sebesar sekitar 105 Kwh/ton semen; dan (2) Batubara untuk pembangkit tenaga listrik sebesar sekitar 1.200 ton/hari.
5.       Kapasitas Produksi yang dihasilkan pada tahun pertama sampai keempat sebesar 8.000 ton/hari. Sedangkan mulai tahun kelima sampai tahun kelima belas akan bertambah dua kali lipat menjadi 16.000 ton/hari.
6.       Biaya investasi yang dibuthkan sekitar  Rp4,5trilyun.

PT SMS berbekal berbagai Surat Rekomendasi dan Perijinan seperti (1) Izin lokasi pendirian pabrik No. 591/021 tahun 2011 dan IUP terbaru No. 591/608/2014, (2) ijin kegiatan penambangan batu kapur dengan IUP No. 545/002/2011 dan yang terbaru No 545/002/2014 serta, (3) penambangan tanah liat dengan IUP No. 545/001/2011 dan IUP terbaru No. 545/001/2014, yang dikeluarkan oleh kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten Pati melakukan aktivitas pembangunan parbik semen.  Padahal, di lokasi pabrik semen banyak ditemukan mulut gua dan sumber air yang menjadi sumber kehidupan masyarakat di kelima kabutapen tersebut.  Bahkan, keberdaan gua yang banyak dihuni oleh kelelawar bermanfaat sebagai pengendali hama pertanian masyarakat setempat.  Bahkan, Gua Wareh, Gua Lowo, dan Gua Pancur telah berkembang menjadi tempat pariwisata (Fitri, 2013).

Menurut hasil survey dan penelitian dari Yayasan Acintyacunyata (1997) dan Semarang Caver Association (SCA), Acintyacunyata Speleogical Club (ASC), dan JMPPK Pati (2012) menyatakan bahwa Pegunungan Kendeng adalah kawasan Karst.  Tetapi, Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) melalaui Surat Keputusan Nomer 0398 K/40/MEM/2005 tentang penetapan Kawasan Karst Sukolilo, dan Nomer 2641 K/40/MEM/2014 tentang penetapan Kawasan Bentang Alam Karst Sukolilo, menetapkan kawasan Pegunungan Kendeng tidak masuk menjadi Kawasan Karst Sukolilo, sekalipun posisi kawasan ini tidak terpisah dari kawasan yang tetapkan sebagai kawasan karst tersebut (Fitri, 2013).

Analisis Triple Bottom Line
Studi kelayakan pabrik semen PT SMS  hanya memuat perhitungan ekonomi dan produksi (pendapatan dari produksi dikurangi biaya produksi yang akan menghasilkan laba).  Analisis mengenai dampak-dampak negatif diserahkan pada Studi AMDAL.  Pada studi kelayakan tidak secara rinci menjelaskan biaya-biaya apa saja yang dibutuhkan dalam pembangunan pabrik semen PT SMS tersebut. Di sisi lain, keuntungan produksi tidak memiliki dampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Studi kelayakan tidak pula memberikan nilai ekonomi dari dampak-dampak terhadap lingkungan, ekonomi, sosial dan budaya dari rencana pembangunan pabrk semen tersebut.  Studi AMDAL yang dilakukan hanya sebatas formalitas dan tidak memiliki kekuatan penegakan hukum. Seringkali tidak memasukkan seluruh dampak-dampak lingkungan yang mungkin muncul.

Analisis Aspek Sosial (People)
1.       Terjadi perpindahan tempat tinggal karena rumah dan tanahnya sudah terbeli.
2.       Hilangnya mata pencaharian karena lahan pertanian dan peternakan yang terbeli.
3.       Pengangguran dalam jumlah besar karena hanya sebagian kecil tenaga kerja yang terserap di pabrik semen (karena alasan pendidikan dan ketrampilan).
4.       Hilangnya semangat kekeluargaan dan kebersamaan karena terpencar.
5.       Rusaknya tatanan sosial dan budaya.
6.       Terjadi gegar budaya karena berubah dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industry, dari petani yang bekerja untuk dirinya sendiri menjadi buruh yang bekerja untuk orang lain.
7.       Muncul konflik horizontal antara kelompok pendukung dan kelompok penolak pembangunan pabrik semen.
Analisis Aspek Lingkungan (Planet)
1.       Perubahan fungsi lahan-lahan pertanian menajdi kawasan tambang.
2.       Perubahan fungsi sumber mata air dan tingginya pencemaran akibat termanfaatkan untuk kebutuhan pabrik semen.
3.       Perubahan ekosistem pada lingkungan sekitar karena pertambangan.
4.       Hilangnya sumber mata air karena daerah resapan dan daerah penyimpanan habis tergerus ditambang untuk bahan baku semen.
5.       Terjadinya Polusi udara, suara, dan zat-zat limbah berbahaya lainnya.
6.       Tergerusnya Karst sebagai tangkapan dan penyimpanan air.
7.       Perubahan suhu udara menjadi lebih panas.
Analisis Aspek Ekonomi (Profit)
Analisis ekonomi melalui studi kelayakan hanya mengedepankan aspek ekonomi tanpa memasukan eksternalitis atau dampak negative dari pendirian pabrik semen.  Dampak-dampak negatif yang akan timbul, seperti dampak lingkungan dan sosial budaya dalam Studi Kelayakan Ekonomi tidak muncul sama sekali. Sehingga, dampak negative dan eksternalitis dari pembangunan pabrik semen harus memunculkan nilai rupiah untuk dapat dijadikan dasar pertimbangan ekonomis.

Pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng hanya mementingkan satu aspek, yaitu aspek profit dan bukan saja tidak mengindahkan tetapi benar-benar menisbihkan aspek people apalagi planet.  Pembangunan pabrik semen mengancam kelestarian alam dan menghancurkan lingkungan yang akan menghilangkan potensi pertanian di Kecamatan Kayen dan Tambakromo.  Pertanian yang mampu menghasilkan 2 kali panen padi dan 1 kali panen palawija setiap tahun, bahkan untuk daerah yang lebih ke utara mampu menghasilkan 3 kali panen padi akan terancam mati karena pasokan air dari Pegunungan Kendeng yang menyusut, hilangnya predator alami hama pertanian karena kelelawar tidak ada lagi, dan pencemaran akibat aktivitas pabrik semen.  Belum lagi peternakan sapi, kambing, dan ternak-ternak lain juga akan kesulitan untuk hidup dan berkembang biak. Pada akhirnya, cita-cita akan Ketahanan Pangan apalagi Kedaulatan Pangan bukan hanya terancam gagal tetapi malah dimatikan sendiri oleh penguasa birokrasi dan peguasa modal.

Kawasan hutan yang terancam oleh keberadaan pabrik semen ada yang masuk lahan Perhutani yang dimanfaatkan sebabagi kawasan Hutan Produksi Tetap (HP) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) juga yang dikelola oleh Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) untuk pertanian tumpang sari dan palawija.  Kawasan Perhutani yang dikelola oleh LMDH seluas 2.756 hektar yang sebagian besar akan masuk lahan tambang PT SMS.  Bila diasumsikan setiap kepala keluarga mengelola 0,5 hektar (asumsi JMPPK) maka petani pengelola sebanyak 5.512 orang dan 65%-nya berada di kawasan tambang maka ada 3.582 kepala keluarga akan kehilangan kehidupannya (Fitri, 2013).  Walaupun pabrik semen menjanjikan pekerjaan untuk 1.650 orang dimasa kontruksi dan 800 orang saat produksi tentu tidak sebanding dengan 3.000 sampai 5.000 orang yang kehilangan pekerjaan sebagai petani.  Belum lagi, budaya sebagai petani yang bekerja untuk diri sendiri dan berubah menjadi buruh bukanlah perkara muda dan pasti akan terjadi gegar budaya.  Demikian juga budaya agraris yang akan hilang dan digantikan dengan budaya industry yang pasti akan mengakibatkan gegar budaya.

Permasalahan lain yang ditimbul dari aspek manusia (people), bukan hanya ancaman terhadap kehidupan social berupa konflik horizontal.  Adanya kelompok yang menolak dan kelompok yang menerima pembangunan pabrik semen menjadi masalah baru yang menganggu keharmonisan dan kegotongroyongan masyarakat di Kawasan Kendeng.  Kelompok yang mendukung pembangunan parbik semen adalah kelompok yang menerima keuntungan dari masa pembangunan dan operasional pabrik, khususnya aparat desa dan kuasa birokrasi lainnya. Sedangkan penolak pembangunan pabrik adalah petani yang terancam kehidupannya.  Masuknya pihak luar seperti aparat pemerintahan kabupaten, aparat kemanan, dan bahkan preman malah memperkeruh keadaan.  Tentu saja, kampanye hitam dan bahkan intimidasi pada para penentang pembangunan pabrik semen sudah menjadi modus operandi lazim (Fitri, 2013). Keberadaan pembangunan pabrik semen bukan menyejahterakan rakyat malah menyengsarakan rakyat Pegunungan Kendeng.  Pihak yang diuntungkan bukanlah rakyat setempat tetapi malah dari luar kawasan Pegunungan Kendeng, sedangkan rakyat setempat bukan saja dirugikan tetapi akan terancam kehidupannya bukan saja untuk saat ini tetapi sampai 55 tahun mendatang dan bahkan akan mungkin menjadi semakin hancur setelah masa itu karena Pegunungan Kendeng telah benar-benar hancur dan pabrik semen berhenti beroperasi.






Kasus Reklamasi Teluk Benoa
Kronologi
26 Desember 2012, Gubernur Bali mengeluarkan ijin pemanfaatan kawasan Teluk Benoa untuk PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) dengan SK Gubernur Nomor 2138/02-C/HK/2012 tentang Rencana Pemanfaatan dan Pengembangan Kawasan Perairan Teluk Benoa Kabupaten Badung seluas 828 hektar.  Ijin prinsip untuk pengelolaan kawasan diterbitkan tanpa ada kajian terlebih dahulu.
16 Agustus 2013, Gubernur Bali mencabut SK sebelumnya dan mengganti dengan SK Gubernur Nomor 1727/01-B/HK/2013 tentang ijin Studi Kelayakan Rencana Pemanfaatan, Pengembanga, dan Pengeloaan Wilayah Perariran Teluk Benoa.  Sekedar revisi atas SK sebelumnya.
Polemik yang terjadi adalah sebagai berikut:
(1)    Keluarnya ijin dengan SK Gubernur yang diam-diam, tanpa kajian, dan cenderung manipulative.
(2)    SK Gubernur bertentangan dengan Perpres Nomor 45/2011 tentang Tata Ruang Kawasan Kawasan Perkotaan Sarbatiga.  Perpres menyatakan bahwa Teluk Benoa adalah kawasan konservasi.
(3)    SK Gubernur bertentangan dengan Perpres Nomor 122/2012 tentang Reklamasi di Wliayah-Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.  Perpres melarang reklamasi di kawasan konservasi.
Pada akhir masa jabatan Presiden, SBY mengeluarkan Perpres Nomor 51/2014 tentang Perubahan atas Perpres 45/2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Sarbatiga.  Perpres baru ini mengubah status kawasan Teluk Benoa menjadi bukan kawasan konservasi.  Perpres yang jelas-jelas dikeluarkan secara mendadak untuk mengakomodir kepentingan PT TWBI selaku investor reklamasi Teluk Benoa.
Selanjutnya, terbit Surat Ijin dari Menteri Kelautan dan Perikanan dengan SK Nomor 445/men-KP/VIII/2014 tentang Reklamasi di Kawasan Teluk Benoa seluas 700 hektar.  Terbitnya Perpres 51/2014 menjadikan perijinan bagi PT TWBI lancer dan tanpa hambatan.
Kejanggalan-Kejanggalan dai terbitnya Perpres, SK Menteri, dan SK Gubernur tentang Reklamasi Teluk Benoa adalah sebagai berikut:
(1)    Dinyatakan terjadi pendangkalan dan sedimentasi di Teluk Benoa.  Mengapa mengatasinya bukan dengan pengerukan (normalisasi) tetapi malah pengurukan (reklamasi)?
(2)    Material uruk untuk reklamasi diperkirakan sebanyak 40 juta meter kubik.  Apakah tidak akan menjadikan Teluk Benoa bukan saja dangkal permanen tetapi menjadi daratan?
(3)    Minimnya pelibatan masyarakat dalam kajian oleh investor maupun pemerintah.  Padahal Teluk Benoa berada di 3 kecamatan di 2 Kota/Kabupaten.  Kecamatan Denpasar Selatan di Kota Denpasar dan Kecamatan Kuta dan Kuta Selatan di Kabupaten Badung.  Terdiri dari 12 Desa.
Sumber: www.forbali13.org
Rencana Reklamasi TWBI

Masalah Dan Kerentanan
Dirangkum menjadi 13 alasan menolak Reklamasi Teluk Benoa.
  1. Reklamasi merusak fungsi konservasi
Teluk Benoa adalah tampungan atau muara dari 5 sungai dan merupakan kawasan suci (Ampuhan Agung), selain itu merupakan  pembentuk Kepulauan Bali.  Teluk Benoa memiliki ekosistem lengkap berupa kawasan mangrove, padang lamun, dan terumbu karang, serta kawasan penyangga terumbu karang yang lebih luas lagi.  Teluk Benoa merupakan kawasan hayati Segitiga Emas Bali (Bali – Nusa Penida – Candi Dasa).
  1. Fungsi reservoir menurun
Reklamasi akan menganggu fungsi 5 sungai yang bermuara di Teluk Benoa (Badung, Mati, Tuban, Bualu, dan Sana) sebagai pengendali banjir di Tanjung Benoa sampai kawasan Bandara akan terganggu bahkan akan kehilangan fungsinya.
  1. Pulau-Pulau baru menyebabkan kerentanan bencana
Reklamasi akan menghilangkan fungsi liquitaksi, fungsi penahanan getaran gempa pada permukaan tanah.  Akibat lebih jauhnya adalah meningkatnya kerencatanan terjadinya tsunami bila terjadi gempa baik di laut maupun di darat.
  1. Rusaknya terumbu karang
Polip atau rongga terumbu karang akan tertutup material padat sehingga akan mematikan terumbu karang tersebut.  Kawasan terumbu karang yanfg rusak akan mengakibatkan rusaknya keanekaragaman hayati di kawasan Segitiga Emas Bali (Bali – Nusa Penida – Candi Dasa).  Material uruk yang didatangkan dari Nusa Dua (Badung), Candi Dasa (Karangasem), dan Sekotong (Lombok) akan merusak kawasan dan lingkungan setempat.  Jadi, reklamasi bukan hanya merusakan ekosistem dan lingkungan Teluk Benoa, tetapi juga tempat asal material uruk didatangkan.
  1. Rusaknya ekosistem mangrove
Reklamasi akan mengakibatkan perubahan kondisi dan salinitas air, akibatnya akan menganggu dan merusak vegetasi asli Teluk Benoa.  Akibat lebih jauh dari rusaknya vegetasi Teluk Benoa adalah rusaknya ekosistem dan keanekaragaman hayati Teluk Benoa.
  1. Ancaman abrasi pantai
Bukan hanya Benoa saja tetapi abrasi pantai akan mengancam Nusa Dua, Sanur, Gianyar, Klungkung, dan Karangasem.
  1. Material reklamasi akan didatangkan dari Nusa Dua (Badung), Candi Dasa (Karangasem), dan Sekotong (Lombok)
Reklamasi akan mengakibatkan kerusakan bukan hanya di Teluk Benoa tetapi juga daerah asal material uruk.  Sebanyak 40 juta meter kubik bukan jumlah yang sedikit dan pasti akan merusak bukan hanya lingkungan dan ekosistem setempat tetapi juga social budaya serta tentu saja social ekonomi.
  1. Reklamasi adalah modus kuasa modal untuk mendapatkan tanah berbiaya murah
Reklamasi menghasilkan tanah berbiaya murah karena harga tanah di sekitar Teluk Benoa telah mencapai harga 1,5—2 Milyar/are.  Sedangkan biaya reklamasi diperkirakan hanya sebesar 1 Milyar/are.  Besar keuntungan pemodal bila luasan reklamasi seluas 700 hektar.  Reklamasi bukan hanya menghancurkan lingkungan dan alam tetapi juga mengancam ratusan nelayan tradisional yang mengantungkan hidup dari Teluk Benoa.
  1. Kebijakan pemerintah yang pro modal
Reklamasi membuka borok mudahnya keluar ijin untuk para pemodal.  Bukan hanya SK Gubernur atau SK Menteri, bahkan Perpres-pun bisa “dibeli” oleh kekuatan uang para pemodal.  Kelindan para Birokrat dan Politisi sebagai dengan kuasa modal yang ekspansif dan destruktif.
  1. Pulau-pulau baru hasil reklamasi untuk mendukung industry pariwisata
Reklamasi akan berimbas pada munculnya ratusan hotel dan ribuan kamar baru.  BaIi selatan sudah dinyatakan terlalu banyak kamar dan sudah diberlakukan moratorium pembangunan hotel dan penambahan kamar baru, mengapa akan dibangun ratusan hotel baru dan ribuan kamar baru di Bali Selatan?  Dampak lebih jauh adalah semakin melabatnya ketimpangan antara kawasan Bali Selatan dan Bali Utara.  Selain itu, masifnya fasilitas hotel juga akan mengakibatkan kelangkaan daya dukung alam seperti air, permasalahan energy listrik, dan tentu saja sampah.
  1. Janji manis investor yang membuai mimpi
Reklamasi Teluk Benoa dapat menjadi mimpi indah yang berubah menjadi mimpi buruk seperi pengembangan kawasan pariwisata lain di Pulau Bali.  Bagaimana kelanjutan reklamasi Pulau Serangan yang terbengkalai? Bagaimana dengan proyek Garuda Wisnu Kencana (GWK) yang macet? Bagaimana dengan Pecatu Graha dan BNR yang terhenti?
  1. Mudahnya merubah status kawasan konservasi menjadi kawasan pemanfaatan
Reklamasi menunjukkan lemahnya komitmen resim saat itu terhadap pelestarian alam.  Bahkan untuk komitmen yang digagasnya, Coral Triangle Initiative, bisa dengan mudah diabaikan dengan menerbitkan Perpres 51/2014 yang mengubah kawasan konservasi Teluk Benoa menjadi kawasan pemanfataan.  Selain itu, nampak jelas abainya rezim pada menjaga fungsi kawasan hidup yang sehat bagi masyarakat local.
  1. Kebangkrutan pariwisata Bali
Reklamasi mengabaikan pariwisata Bali yang berbasis pada alam, budaya, dan spiritualitas bahkan dirusak dan “diperkosa” dengan pola-pola industrialisasi yang ekspansif, masif dan destruktif.  Ciri khas semangat kapitalistik dan imperialistic. 
Sumber: www.walhibali.org

Hasil Pertemuan antara ForBali13 dengan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPD), Kementerian Terkait, dan PT TWBI
Pertemuan yang dihadiri oleh Forbali13 yang juga diikuti oleh Bendesa Pekraman dan Sekses Tanjung Benoa, PT TWBI yang dihadiri oleh Direksi (AA Ngurah M.) dan Komisaris (Nyoman Sebudi) serta konsutan (Prof. Dietrich dari IPB).  Sedangkand dari DPD hadir Senator Kadek Lola Arimbawa dan Gde Pasek Suardika serta dari Kementerian Kelautan dan Perikanan yang diwakili oleh Dirjen KP3K (Sudirman Saad) dan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup yang diwakili oleh Deputi Tata Kelola Lingkungan Hidup.
  1. Disoroti oleh para Senator adalah mudahnya AMDAL dikeluarkan oleh KKLH dan presentasi dari KKP yang mirip dengan presentasi dari PT TWBI.
  2. Terminologi revitalisasi yang dipergunakan oleh investor tetapi dengan aktivitas yang jelas-jelas reklamasi, sehingga muncul penolakan dari warga Bali yang diwakili oleh ForBali13.
  3. Masterplan reklamasi yang mirip dengan Venesia di Italia tetapi bukan Bali yang nuansa kearifan lokalnya kental.
  4. Keberpihakan akademisi sebagai konsultan dan KKP dan KKLH yang terang-terangan bekerja untuk kepentingan investor.
  5. Alasan investor, KKP, dan KKLH tentang pendangkalan dan sedimentasi di Teluk Benoa tetapi malah dilakukan pendangkalan permanen melalui reklamasi adalah alasan yang sangat tidak masuk akal.
  6. Teluk Benoa sebagai penampungan 5 sungai dan pengendali banjir akan terganggu dan akan mengakibatkan banjir di kawasan Tanjung Benoa.
  7. Hilangngya fungsi spawning (pemijahan), nursery (pemeliharaan), dan feeding (makan) di kawasan mangrove akan berdampak pada keanekaragaman hayati serta ikan tangkapan dari nelayan local.
  8. Reklamasi yang bertujuan untuk pengembangan pariwisata yang jelas-jelas untuk mencari keuntungan mengapa dipresentasikan dan disosialisasikan dengan terminology revitalisasi yang bersifat konservasi.  Terjadi proses kebohongan public secara masif yang dilakukan oleh investor, pemerintah local, bahkan kementerian dan presiden melalui SK dan Perpres.
  9. Hilangnya daerah tangkapan ratusan nelayan tradisional yang akan menghancurkanperekonomian dan kehidupan nelayan local.



Kasus Sumber Air Gemulo di Kota batu
Air adalah pusat kehidupan, tanpa air tidak ada satupun makluk hidup dapat bertahan hidup.  Sumber mata air (Umbul, Bahasa Jawa Timuran) merupakan sumber keluarnya air. Dusun Canggar merupakan salah satu Dusun yang ada di Desa Bulukerto Kecamatan Bumiaji Kota Batu.  Selama berpuluh tahun rakyat Dusun Canggar mengantungkan hidup pada air yang berasal dari Umbul Gemulo, baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk menngairi tanah pertanian mereka.  Keberlangsungan hidup rakyat canggar terancam dengan rencana pembangunan Hotel (Rayja) di atas Umbul Gemulo.  Rencana pembangunan yang muncul sejak tahun 2010 di atas Umbul Gemulo dan mengambil air dari dari sumber tersebut jelas-jelas akan menurunkan debit sumber yang pastinya akan menurunkan debit air yang mengalir ke desa-desa di bawahnya, khususnya Dusun Cangar yang mengantungkan hidup dari Umbul Gemulo.
Menyikapi ancaman dari Hotel Rayja, rakyat Dusun Cangar bereaksi, ANJIR dilakukan.  Anjir adalah rembuk warga khan Dusun Cangar untuk menyelesaikan permasalahan bersama, khususnya permasalahan yang menyangkut harkat hidup rakyat Cangar.  Pada Anjir kali ini disepakati akan dilakukan perlawanan terhadap Hotel Rayja guna menyelematkan Umbul Gemulo dan kehidupan rakyat Dusun Cangar.  Pada forum yang sangar demokratis ini, karena setiap orang memiliki hak suara, disepakati untuk seluruh rakyat Dusun Cangar untuk bersatu padu melawan Hotel Rayja.
Pada proses selanjutnya, banyak aksi baik demonstrasi maupun advokasi juga mediasi pada seluruh pemangku kepentingan.  Tetapi semua mengalami kebuntuan, akhirnya ditempuh jalur hokum untuk menuntaskan aksi penyelematan Umbu Gemulo.  Karena proses hokum yang berjalan lambat, aksi masa terus dilakukan karena pihak Hotel juga bersikeras untuk melanjutkan pembangunan karena merasa dapat dukungan dari Pihak Pemerintah Kota yang silau akan Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).  Sampai-sampai hanya karena memindahkan pembatas jalan (batu dan bamboo) 4 (empat) orang rakyat Dusun Cangar dikriminalisasi.  Tetapi dengan persatuan rakyat, saat penahanan 200am (dua ratusan) rakyat Dusun Cangar minta diproses dan ditahan bersama, polisi memberikan penangguhan penahanan.
Proses hokum terus berlangsung, keempat warga sudah dibebaskan, bahkan tuntutan untuk menghentikan pembangunan Hotel Rayja juga sudah dimenangkan rakyat Dusun Cangar.  Untuk sementara Umbul Gemulo terbebas dari ancaman pemodal rakus dan birokrat serakah.  Tetapi, pemodal tidak tinggal diam dan melakukan Banding.  Rakyat Dusun Gemulo tetap siap sedia menghadang laju pembangunan hotel yang akan merusak Umbul Gemulo.
Perjuangan rakyat Dusun Cangar dimotori oleh anak-anak muda yang sadar akan arti kelestarian Umbul Gemulo.  Perjuangan yang juga di dukung oleh Tokoh Masyarakat (Tomas) dan Tokoh Agama (Toga) setempat, menjadikan perjuangan semakin kuat. Perjuangan rakyat Dusun Cangar juga mendapat pendampingan dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur dan Omah Munir serta dari Pusat Hak Asasi (PusHAM) Surabaya.  Sebagai ujung tombak tokoh muda ada Mas Aris Kentung sedangkan dari tokoh masyarakat digawangi oleh Haji Rudy.
Sebagai penanda perjuangan, setiap Bulan Suro (penanggalan Jawa) dilaksanakan Festival Mata Air yang berisi aktivitas Ruwatan Sumber, Arak-Arakan Bersih Desa, Wayangan, dan berbagai Pesta Rakyat dan Pesta Seni lainnya.  Festival yang dimulai sejak tahun 2012 dan telah dilaksanakan 4 kali sampai tahun 2015 ini.  Selain Festival Mata Air dan Ruwatan Sumber, saat ini Dusun Cangar juga menerima banyak kawan mahasiswa yang ingin belajar tentang perjuangan rakyat ataupun Anjir sebagai fenomena antropologis yang berbeda pada kondisi saat ini.  Selain itu juga menerima mahasiswa untuk live in, belajar berkehidupan bersama, khususunya untuk menyikapi ancaman dari pemodal rakus dan birokrat serakah yang mengancam peri kehidupan rakyat.
Mempertahankan sudah, menjaga sudah, merawat juga sudah dilakukan.  Pada saat ini, rakyat Dusun Cangar ingin bergerak lebih jauh lagi dengan melakukan reclaiming, pengambil alihan kawasan Umbul menjadi Kawasan Perlindungan Setempat atau Kawasan Suaka Mata Air, sehingga kawasan umbul akan terbebas dari ancaman pemodal dan birokrat rakus nan serakah yang akan merubah kawasan tersebut menjadi kawasan kelola atau kawasan produksi. Entah siapa yang bisa membantu.

REFLEKSI
Pembangunan dan aktivitasekonomi bukan tidak bisa dikelola dengan arif dan bijaksana.  Konsep triple bottom line menawarkan metoda dan cara pembangunan yang arif dan bijaksana yang berorientasi jangka panjang (going concern). 

Walau telah diterapkan diberbagai negara di Eropa, Amerika, Australia, dan sebagian Negara-negara maju di Asia belum menjadi prioritas untuk diajarkan apalagi diterapkan di Indonesia.Bahkan, masih cenderung menjadi arus pinggiran yang sering kali diremehkan dan ditertawakan oleh pemangku kepentingan, khususnya dari kalangan pengambil kebijakan seperti Pemerintah Pusat dan Daerah, para pelaku usaha baik investor maupun industrialis, bahkan oleh kalangan akademisi sendiri.

Pemangku kepentingan di Indonesia pada umumnya masih menjadikan keuntungan, walau bersifat jangka pendek, menjadi tujuan utama dan bahkan satu-satunya tujuan pembangunan dan aktivitas ekonomi.  Apa yang kita pikirkan? Apa yang bisa kita lakukan?

Karena diam berarti setuju…!!!

Malang, 20 Mei 2016
Salam Hirau Hidup Hijau