Rabu, 13 April 2016

Selayang Pandang Akuntansi Forensik dan Audit Invetigatif



Dipetik dan disarikan dari SEMINAR AKUNTANSI FORENSIK & AUDIT INVESTIGATIF
Himpunan Mahasiswa Program Studi Akuntansi Universitas Ma Chung. 
Balai Pertiwi Universitas Ma Chung. 19 Maret 2016.
Pembicara: (1)  Maywan (Otoritas Jasa Keuangan); (2)  Dr. M. Achsin (Dosen Akutansi Universitas Brawijaya); dan Moderator: Daniel S. Stephanus (Dosen Akuntansi Universitas Ma Chung)


Pengantar
Fraud atau kecurangan telah mejadi penyakit akut di masyarakat Indonesia saat ini.  Manifestasi fraud seperti korupsi yang terjadi di sektor publik (pemerintahan), penggelapan yang terjadi di sektor privat (swasta) sudah menjadi hal yang jamak dilakukan oleh para pelaku usaha dan birokrat dari level atas sampai bawah untuk memperlancar usahanya.  Demikian pula dengan suap, sebagai salah satu bentuk fraud juga banyak dilakukan oleh masyarakat umum yang ingin urusannya lancar atau menghindar dari kasus hukum seperti bila melanggar peraturan lau lintas.
Fraud bukan saja permasalahan hukum semata, fraud yang nyaris telah menjadi perilaku keseharian, walau belum bisa dikatakan menjadi budaya, dapat terkait bahkan terkait erat dengan Ilmu Akuntansi.  Merebaknya fraud ditimpali dengan berkembangnya sub keilmuan akuntansi yang bukan semata untuk mengungkap fraud tetapi juga bisa untuk mencegah fraud terjadi.  Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif lahir sebagai anak ilmu akuntansi yang berguna untuk melawan fraud dan anak-anaknya seperti korupsi, penggelapan, penyalahgunaan aset, pelaporan yang menyesatkan, penyuapan, dan berbagai tindakan kecurangan lainnya.
Untuk mengetahui lebih jauh lagi mengenai Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif (AFAI) baik secara umum maupun membaca kasus di sektor perbankan, akan dipaparkan di bawah ini.  Belajar untuk memberi kontribusi mencegah, mengurangi, dan menindak fraud.  Baik fraud di sektor publik (pemerintahan) maupun sektor privat (swasta).


Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif pada Tindakan Pidana Perbankan
Fraud can encompass any crime for gain that uses deception as its principal modus operandus”  (Assocition of Certified Fraud Examiners)

Fraud is an array of irregularities and illegal acts characterized by intetional deception” (The Insitute of Internal Auditor).

Fraud adalah tindakan yang disengaja oleh anggota manajemen perusahaan, pihak yang berperan dalam governance perusahaan, karyawan, atau pihak ketiga yang melakukan pembohongan atau penipuan untuk memperoleh keuntungan dengan cara yang tidak adil atau illegal” (International Standards of Auditing seksi 240).

Jadi, fraud adalah manipuasi untuk keuntungan pribadi yang merugikan orang lain.  Fraud menurut ACFE terjadi karena 3 alasan (fraud triangle) keserakahan (greed), kesempatan (opportunity), dan kebutuhan (need).  Ada juga yang menyatakan bahwa penyebab fraud adalah kesempatan (opportunity), tekanan (pressure), dan rasionalisasi (rasionalization).  Sedangkan pelaku farud dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, accidental fraudsters (pelaku fraud isidental) pelaku fraud yang melakukan fraud karena ada kesempatan dan kebutuhan.  Sedangkan pathological farudsters (pelaku fraud patological) yaitu pelaku fraud yang mencari-cari kesempatan untuk kesenangan dan bersenang-senang.

Gambar 1.  Fraud Triangle, Penyebab Terjadinya Fraud (Cressey, 1953)
                                                               
http://brumellgroup.com/wp-content/uploads/Fraud_Triangle.png



Gambar 2.  Fraud Diamond, Pelaku Fraud (Kranacher, 2010)
http://image.slidesharecdn.com/tayanganseminar-univmachung-160319061604/95/penyimpangan-ketentuan-perbankan-yang-berindikasi-tindak-pidana-perbankan-7-638.jpg?cb=1458368481


Gambar 3.  Fraud Tree (ACFE)

http://www.acfe.com/uploadedImages/ACFE_Website/Content/images/fraud-tree-large.jpg



Fraud di Perbankan
Fraud atau tindak pidana terkait perbankan adalah sebagai berikut.
“Perbuatan pidana yang menjadikan bank sebagai sarana (crimes through the bank) dan sasaran (crimes against the bank)”
“Tindakan penyimpangan atau pembiaran yang disengaja dilakukan untuk mengelabui, menipu, atau memanipulasi Bank, nasabah, atau pihak lain, yang terjadi di lingkungan bank dan/atau menggunakan sarana Bank sehingga mengakibatkan Bank, nasabah, atau pihak lain menderita kerugian dan/atau pelaku fraud memperoleh keuntungan keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung” (SE BI No.13/28/DPMP tanggal 9 Desember 2011 perihal Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Bank Umum).
Jadi, Fraud perbankan adalah tindakan melanggar ketentuan internal (sistem operasional prosedur) dan atau perundang-undangan yang belaku demi kepentingan pribadi atau pihak lain yang berpotensi merugikan bank, nasabah, atau pihak lain baik secara materil maupun non materiil.  Bisa juga tindakan penyimpangan, pembiaran, mengelabui, menipu, atau memanipulasi  bank, nasabah bank, atau pihak lain di lingkungan bank dan/atau menggunakan sarana bank yang megakibatkan kerugian atau pihak lain memperoleh keuntungan keuangan langsung maupun tidak langsung.

Tindak Pidana di Bidang perbankan
Tindakan Pidana di bidang perbankan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu (1)tindakan pidana perbankan yang melanggar Undang-Undang perbankan, dan (2) tindakan pidana di bidang perbankan yang tidak melanggat Undang-Undang Perbankan.
Tindak pidana perbankan dengan melanggar UU Perbankan, terdiri dari tindakan-tindakan berikut ini.
1)      Pendanaan
Tindakan pidana perbankan terkait dengan pendanaan seperti: (1) Menghimpun dana tanpa ijin OJK; (2) Pencatatan dana yang sebenarnya tidak ada setoran; (3) Tidak dicatat dana yang sebenarnya ada setoran; (4) Penarikan dana dari rekening nasabah tanpa sepengetahuan nasabah; (5) Pemberian marketing fee atau special rate/bonus/bunga/marjin simpanan kepada pihak tertentu secara pribadi; dan (6) Pemberian ketengan mengenai nasabah penyimpan dan simpanan tidak sesuai dengan prosedur bank (rahasia bank).
2)      Kredit atau pembayaran
Tindakan pidadna perbankan terkait dengan kredit atau pembayaran seperti: (1) Rekayasa pemberian kredit (fiktif, topangan, dan menampung pengeluaran yang tidak jelas); (2) Mark Up nilai taksaksi agunan untuk memenuhi kredit maksimum yang diberikan; (3) Pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit dengan cara melakukan pemecahan kredit untuk beberapa kelompok usaha (pass through loan, swap loan, dan lainnya); (4) Menerima dana/komisi dari debitur sehubungan dengan pencairan kredit; (5) Menggunakan potongan biaya provisi dan administratif untuk kepentingan pribadi; (6) Tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan  bank atas pembayaran angsuran atau pelunasan kredit dari debitur; (7) Pemarikan agunan tidak sesuai ketentuan. 
3)      Pemberian Jasa
Tindakan pidana perbankan dalam bentuk pemberian jasa dilakukan dengan cara seperti: (1) Jual beli valuta asing untuk kepentingan pribadi atau pihak tertentu; (2) Pemberian bank garansi yang disengaja untuk menguntungkan pihak tertentu atau merugikan bank.
4)      Operasional Akuntansi
Tindakan pidana perbankan dalam bentuk operasi akuntansi yang dilakukan dengan cara-cara seperti: (1) Melakukan perubahan parameter bunga atau bagi hasil sehingga biaya dana meningkat dan dipindahkan ke tabungan oknum; (2) Pembukuan hasil transaksi valuta asing dengan rate yang tidak sama dengan yang tertera atau tertulis pada deal slip; dan (3) Window dressing.
5)      Operasional Lainnya
Tindakan pidana perbankan dalam bentuk operasional lainnya seperti tindakan-tindakan (1) Pengadaan barang atau jasa lebih mahal dari harga pasar (mark up); (2) Pengambilan uang tunai dari khazanah bank; (3) Penghilangan atau pemusnahan dokumen bank; (4) Penggelapan pajak dan pendapatan bank seperti denda, bunga kredit, dan lain sebagainya: (5) Penyalahgunaan password karena sharing password; dan (6) Penyalahgunaan dana hasil penerimaan denda atau dana kebajikan pada bank syariah.

Sedangkan tindak pidana di bidang perbankan di luar Undang-Undang Perbankan merupakan tindakan atau perbuatan yang berhubungan dengan kegiatan usaha pokok bank.  Tindakan-tindakan seperti perbuatan kriminal yang melanggat KUHP, Undang-Undang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi, dan berbagai tindakan lainnya.

Indikasi Tindakan Pidana Bank
Tindakan-tindakan pidana bank dapat terlihat bila ditemukan indikasi-indikasi seperti tindakan (1) Menghimpun dana tanpa ijin OJK; (2) Mencatat dana tanpa setoran; (3) Tidak mencatat dana yang disetorkan; (4) Menarik dana nasabah tanpa ijin nasabah: (5) Marketing fee atau margin simpanan kepada nasabah tertentu; (6) Membuka rahasia bank.  Rahasia bank hanya bisa dibuka atas ijin OJK atau untuk peneyelidikan pengadilan atau kepentingan perpajakan; (7) Rekayasa pemberian kredit; (8) Mark up nilai realisasi agunan; (9) Pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK); (10) Pelunasan kredit dari hasil pencairan kredit lainnya; (11) Rekayasa Laporan Keuangan Debitur; (12) Pemberian kredit yang melanggar sikap kehati-hatian; dan indikasi-indikasi lainnya.


Ruang Lingkup Tindak Pidana Perbankan
Ruang lingkup Tindak Pidana Perbankan (Tipibank) adalah tindakan pidana di bidang perbankan dan kegiatan usaha pokok perbankan yang melanggar Undang-Undang Nomer 7/1992 tentang Perbankan yang diubah dengan Undang-Undang Nomer 10/1998 Pasal 46—50A dan Undang-Undang Nomer 21/2008 tentang Perbankan Syariah Pasal 59—66.
Secara detail Tipibank adalah sebagai berikut. (1) Perizinan didasarkan pada Pasal 46 Undang-Undang Perbankan dan Pasal 59 Undang-Undang Perbankan Syariah; (2) Rahasia Bank didasarkan pada Pasal 47—47A Undang-Undang Perbankan dan Pasal 60--61 Undang-Undang Perbankan Syariah; (3) Pengawasan Bank didasarkan pada Pasal 48 Undang-Undang Perbankan dan Pasal 62 Undang-Undang Perbankan Syariah; (4) Kegiatan Usaha Bank didasarkan pada Pasal 49 Undang-Undang Perbankan dan Pasal 63 Undang-Undang Perbankan Syariah; (5) Pihak Terafiliasi didasarkan pada Pasal 50 Undang-Undang Perbankan dan Pasal 64 Undang-Undang Perbankan Syariah; (6) Pemegang Saham didasarkan pada Pasal 50A Undang-Undang Perbankan dan Pasal 65 Undang-Undang Perbankan Syariah; dan (7) Prinsip Kehati-Hatian didasarkan pada Pasal 66 Undang-Undang Perbankan Syariah.

Pendeteksian, Pencegahan, dan Penanganan Tipibank (Fraud di Perbankan)
Deteksi, pencegahan, dan penanganan Fraud atau Tipibank dilaksanakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdasar pada Pasal 7 Undang-Undang Nomor 21/2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.  Terdiri dari kewenangan-kewenangan untuk pengaturan dan pengawasan menegai (1) kelembagaan; (2) kesehatan bank; (3) aspek kehatia-hatian; dan (4) pemeriksaan bank. 
Kewenangan OJK dalam pengaturan dan pengawasan perbankan diatur dalam Undang-Undang Nomor 7/1992 yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 10/1998 tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 21/2008 tentang Perbankan Syariah.  Kewenangan OJK tersebut meliputi (1) tindakan pemeriksaan terhadap bank. Naik secara berkala ataupun setiap waktu apabila diperlukan sesuai dengan Pasal 31 Undang-Undang Perbankan. (2) tindakan pengawasan dengan melakukan pemeriksaan dan mengambil data atau dokumen dari setiap tempat yang terkait bank. (3) tindakan pengawasan dengan  memeriksa dan mengambil data, dokumen, dan keterangan dari setiap pihak yang menurut penilaian OJK memiliki pengaruh terhadap bank. (4) tindakan memerintahkan bank melakukan pemblokiran rekening tertentu, baik rekening simpanan maupun rekening pembiayaan.
Sedangkan bank memilki kewajiban yang termaktub dalam Undang-Undang Perbankan maupun Undang-Undang Perbankan Syariah terkait degan pemeriksaan atau investigasi.  Kewajiban-kewajiban tersebut adalah (1) menyampaikan keterangan dan penjelasan mengenai usaha dan tatacara seperti yang telah ditetapkan. (2) Memberi kesempatan pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada, serta memberi bantuan yang diperlukan untuk memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen, dan penjelasan yang dilaporkan bank.
   


Deteksi Fraud
Deteksi terhadap Tipibank dan fraud dapat dilakukan oleh OJK dalam bentuk pengawasan (offsite supervision) maupun pemeriksaan (offsite supervision). 
Pengawasan (offsite supervision) dilakukan bila ada (1) indikasi dari Redflag, (2) indikasi dari risiko; dan (3) analisis Vertikal dan Horisontal dari kedua indikasi.  Pengawasan secara berkala dengan melakukan penelitian oleh OJK terhadap laporan bank berdasar pada (1) analisis vertikal dan horisontal laporan keuangan bank; (2) rasio-rasio keuangan bank.  Penelitian dan tindak lanjut dapat dilakukan bila ada pengaduan nasabah dan masyarakat.
Pemeriksaan (onsite supervision) dilakukan dengan melakukan tindakan-tindakan(1) penelitian atau pengecekan kelengkapan dokumen; (2) ketaatan terhadap sistem dan prosedur; (3) kunjungan ke nasabah (on the spot); (4) kelarifikasi dan pengecekan ke instansi terkait; (5) dan berbagai tindakan lain yang diperlukan.
Indikasi Fraud di Bank yang paling mencolok adalah (1) ditemukan bukti transaksi fotokopian; (2) tidak melaksanakan seluruh prosedur; dan (3) terjadi lonjakan pencairan kredit.

Upaya Pencegahan Fraud di Bank
Upaya pencegahan fraud bukan hanya menjadi tanggungjawab OJK tetapi juga tanggungjawab manajemen.  Tindakan-tindakan pencegahan yang dapat dilakukan meliputi tindakan-tindakan berikut ini.
1.       Good Corporate Governance (GCG)
GCG dilakukan oleh manajemen bank dengan tujuan untuk (1) menghadapi risiko yang semakin kompleks; (2) melindungi kepentingan pemangku kepentingan (stakeholders); (3) meningkatkan kepatuhan kepada peraturan dan perundang-undangan sert nilai etika yang berlaku umum pada industri perbankan; dan (4) memperkuat kondisi internal perbankan nasional.  GCG dilakukan oleh manajemen bank dengan cara-cara seperti (1) pelaksanaan tugas dan tanggungjawab Direksi dan Dewan Komisaris; (2) pelaksanaan komite-komite, khususnya komite audit dan fungsi pengendalian internal; (3) penerapan fungsi kepatuhan, independensi dan konsistensi auditor internal, serta peran auditor eksternal.
2.       Manajemen Risiko
Upaya penerapan manajemen risiko didasarkan pada PBI Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bank Umum. Risiko-risiko tersebut khususnya adalah risiko umum, risiko reputasi, dan risiko kepatuhan. Manajemen risiko dilakukan dengan tindakan-tindakan (1) pengawasan aktif dari Direksi dan Komisaris; (2) kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit; (3) kecukupan proses identifikasi, pengukuran, dan pengendalian risiko, serta sistem informasi manajemen; dan (4) sistem pengendalian informasi yang menyeluruh.
3.       Know Your Customer (KYC)
Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dan melakukan tindakan customer due dilligent (CDD) dan enhancing due dilligent(ECDD) dilakukan untuk mengetahui identita nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah, melakukan pelaporan bila ada transaksi yang mencurigakan.  Tindakan-tindakan tersebut dilakukan untuk membantu OJK guna melindungi diri sendiri dari ancaman masuknya dana ilegal dalam sistem keuangan dan mencegah terjadinya prkatik pencucian uang.  Hal-Hal wajib dalam Prinsip Mengenal Nasabah adalah menetapkan kebijakan dan prosesur terkait dengan (1) penerimaan nasabah; (2) identifikasi nasabah; (3) pemantauan terhadap rekening dan transaksi nasabah; (4) manajemen risiko yang berkaitan dengan Prinsip Mengenal Nasabah. 
4.       Fit and Proper Test (FPT)
Tindakan FPT dilakukan bertujuan untuk (1) memastikan industri perbankan dimiliki oleh orang yang berintergritas tinggi untuk pengembangan bank dan tidak memanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau grup; (2) memastikan perbankan dikelola oleh pengurus yang berintegritas tinggi dan kompeten sehingga tercipta perbankan yang sehat; (3) menyediakan informasi Fit & Proper pemilik, pengurus, dan pejabat eksekutif guna pengawasan dan pengaturan bank..
5.       Penugasan Compliance Protector
Dilakukan dengan tindakan-tindakan (1) menetapkan langkah-langkah yang diperlukan guna memastikan kepatuhan bank terhadap peraturan OJK dan undang-undang yang berlaku serta komitmen dengan OJK; (2) memantau dan menjaga agar kegiatan usaha bank tidak menyimpang dari ketentuan yang berlaku; (3) memantau dan menjaga kepatuhan bank pada komitmen terhadap OJK; (4) menegah Direksi agar tidakmenyimpang dari ketentuam yang berlaku; dan (5) melaporkan kepada OJK atas Keputusan Direksi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku.
6.       Internal Audit yang independen
Internal audit harus berperan untuk mencegah fraud, dilakukan dengan tindakan-tindakan sesuai dengan PBI 1/6/PBI/ 1999.  Tindakan-tindakan yang dilakukan seperti (1) analisis dan penilaian seluruh kegiatan bank melalui pemeriksaan langsung dan pengawasan tidak langsung; (2) mengidentifikasi kemungkinan perbaikan dan efisiensi; (3) memberikan saran perbaikan dan informasi yang obyektif atas kegiatan yang diperiksa pada setiap tingkatan manajemen; (4) melaporkan kepada OJK pelaksanaan audit dan pokok-pokok hasil audit serta setiap temuan audit yang diperkirakan menganggu kelangsungan usaha bank.
7.       Pengelolaan sumber daya manusia
Sumberdaya Manusia sebagai sumberdaya utama bank harus dikeloa dengan baik dan ditingkatkan kualitasnya dari waktu ke waktu. Pengelolaan SDM dilakukan dengan tindakan-tindakan (1) peningkatan akuntabilitas, integritas, dan kompetensi SDM secara berkala; (2) pemberian reward yang memadai; (3) penegakan hukum dan pemberian sanksi yang tegas dan kongkrit; dan (4) penerapan sistem rotasi dan mutasi secara berkal.

Penanganan Tindak Pidana Bank
Dilaksanakan oleh Otoritas Jasa Keuangan sesua dengan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 21/2011 tentang OJK. 
Pejabat penyidik  à  Penuntutan oleh Jaksa  à  Peradilan
Kewenangan OJK hanya penyidikan sedangkan penangkapan bekerja sama degan Kepolisian Republk Indonesia.

Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif untuk Menguungkap Fraud   
Fraud (korupsi dan penggelapan) terjadi karena (1) lack of governance; dan (2) moralitas pelaku.
Merupakan white colar crime (Edwin Z.) sebagai indikasi dari penyakit materialisma.

Akuntansi Umum dan Forensik
Jasa Akuntan Publik meliputi (1) Audit Umum (reasonbale assurance) audit ang menghasilka opini (unqualified opinion, qualified, adverse, & disclaimer); (2) Review (limited assurance); (3) Audit dengan prosedur yang disepakati (agreed upon procedures) dan tidak memunculkan simpulan; (4) Audit Investigatif (5W + 2H); (5) Jasa Konsultasi.
Perbedaan tujuan masing-masing jasa-jasa audit adalah sebagai beikut.
1.       Tujuan Audit atas Laporan Keuangan
Memastikan kewajaran penyajian laporan keuangan yang dibuat dan disajikan oleh Pimpinan Perusahaan dengan hasil akhir opini akuntan publik berupa satu dari 4 pilihan opini (unqualified opinion, qualified, adverse, & disclaimer).
2.       Tujuan Audit Agreed Upon Procedures
Sesuai dengan kesepakatan pemberi kerja yang dituangkan dalam perintah pelaksanaan prosedur-prosedur dalam kontrak (perikatan).
3.       Tujuan Audit Investigatif
Untuk mencari dan menemukan serta mengumpulkan termuan berprinsip pada 5W dan 2 H (what, where, when, who, why, how, and how much).

Audit Investigatif (Audit Bertujuan Khusus)
Merupakan pekerjaan audit yang berhubungan dengan eksaminasi (litigasi) perkara di pengadilan.  Karenanya argumen berbasis aturan hukum menjadi sebuah keniscayaan.  Audit investigatif = akuntansi + Pengauditan + Hukum. Sinergi untuk menemukan dan mengumpulkan bukti hukum.
Dilakukan untuk menemukan alat bukti hukum, merupakan laporan visum (mosaik) yang beyond reasonable doubt.  Prinsip 5W + 2H (What, Where, When, Who, Why, How, and How Much).

Kejahatan Korupsi melibatkan uang negara (sektor publik), sedangkan untuk sektor privat (swasta) disebut dengan penggelapan.  Unsur kejahatan keuangan terdiri dari: (1) seseorang (barang siapa), dengan sengaja (witten en willen); (2) ada perbuatan melawan hukum (onrechmatigdead); (3) ada upaya menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasinya; da (4) terdapat akibat (kausalitas) kerugian bagi korporai atau negara.  

  Pelaku Tindak Pidana (Pasal 55 dan 56 KUHP)
Pelaku à Penyuruh à Pembantu à Ikut serta

Kesaslahan (Scoeld) dan Putusan Hakim
Pasal 1 KUHP menyebutkan bahwa “tidak ada perbuatan yang dapat dihukum, kecuali berdasarkan ketentuan pidana menurut undadng-undang yang telah ada terlebih dahulu daripada perbuatannya itu sendiri (geen straft zonder schoeld”).  Sedangkan pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa “hakim tidak boleh menjatuhkan pidana pada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”
  
Pembuktian dan Alat Bukti
Audit Investigatif merupakan bagian dari 5 alat bukti hukum, sesuai dengan Pasal 184 KUHAP terdiri dari: (1) Keterangan ahli (paling kuat). (2) Surat atau dokumen (kuat). (3) Keterangan saksi (lemah). (4) Keterangan Terdakwa (paling lemah). (5) Petunjuk (pelengkap).
Pembuktian merupakan suatu ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang dan dipergunakan hakim dalam membuktikan kesalahan yang didakwakan.  Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang dalam membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada si terdakwa.

Figur Auditor
1.       Think like a thief.
2.       Act like a detective.
3.       Honest like a messenger of God.

Deteksi Fraud
 Penugasan auditor forensik dan investigatif berdasar permintaan atau aduan atau laporan peristiwa tindak pidana (5W + 2H).
Tindak pidana korupsi adalah tindakan “Penyimpangan”.  Penyimpangan = Seharusnya veersus Senyatanya.  Dibuktikan dengan Report Model Matrix.
Tindak pidana korupsi harus diikuti dengan perhitungan kerugian negara (ata korporasi untuk penggelapan).  Terdiri dari 5 metoda perhitungan dan merupakan kompetensi Akuntan.
Pelaksanaan Audit Forensik  dilakukan untuk memperoleh kejelasan tentang 5W dan 2H:
1.       What, apayang sedang terjadi?
Menjawab hipotesis:(1) apa yang terjadi? (2) apa yang dilakukan? (3) apa jenis kejahatan yang dilakukan? (4) apa yang dapat dijadikan bukti? (5) Dengan apa si pelaku melakukan kejahatan?
2.       Where, kapankah kejadian tersebut terjadi?
Menjawab hipotesis: (1) dimana tempat kejadian perkara (TKP)? (2) Dimana letak keberadaan barang-barang bukti? (3) dimana pelaku dan saksi-saksi berada saat kejadian berlangsung.
3.       When, dimanakah kejadian tersebut terjadi?
Menjawab hipotesis: (1) kapan kejahatan itu dilakukan? (2) kapan kejahatan dilakukan? (3) kapan kejahatan dilaporkan?
4.       Who, siapa yang melakukan dan yang terlibat?
Menjawab hipotesis: (1) siapa yang melaporakan? (2) siapa pelakunya? (3) siapa yang terlibat? (4) siapa yang dapat menambah keterangan? (5) siapa yang pertama mengetahui?
5.       Why, mengapa dilakukan?
Menjawab hipotesis: (1) mengapa perbuatan itu dilakukan (motif)? (2) mengapa si pelaku menggunakan cara-cara demikian (modus operandi)? (3) mengapa perbuatan itu bisa dilakukan (kelemahan sistem pengendalian internal (SPI) atau peluang melakukan tindak pidana)?
6.       How, bagaimana terjadinya?
Menjawab hipotesis: (1) bagaimana kejahatan tersebut dilakukan? (2) bagaimana kejahatan itu dadpat terjadi? (3) bagaimana akibat yang ditimbulkan oleh kejahatan tersebut?
7.       How Much, berapa kerugian yang diderita?
Menjawab hipotesis: (1) berapa besar kerugian keuangan yang terjadi? (2) kerugian berkriteria nyata dan pasti jumlahnya? (3) Kerugian harus bersifat kas karena hukum tidak mengelaborasi kerugian yang bersifat akrual dan tidak bisa menerima kerugian dalam bentuk analisis atau potensial.

Penyimpangan (Das Sollen dan Das Sein)
Penyimpangan terjadi saat kriteria atau aturan yang seharusnya dilaksanakan tidak sesuai dengan kondisi atau fakta yang senyatanya terjadi.

Contoh: Report Model Matriks

No.
Unsur Tindak Pidana
Fakta Perbuatan
Bukti yang Mendukung
1.
Setiap orang
Mr. X adalah Pimpinan BUMN
1.       Keterangan Mr. X.
2.       KTP atas nama Mr. X.
3.       SK Pengangatan
2.
Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi
Pada tanggal 11 Januari 2016 melakukan pembayaran yang masuk ke rekening pribadi dengan nomor rekening 1133555777
1.       Keterangan Mr. X.
2.       Keterangan saksi.
3.       Keterangan petugas bank.
4.       Print out rekening bank.
5.       Dan lain sebagainya.
3.
Dengan cara melawan hukum
Penyimpangan standar
1.       SOP BUMN.
2.       Keterangan saksi.
3.       Dan lain sebagainya
4.
Merugikan keuangan negara atau korporasi
Negara rugi 5 Milyar Rupiah
1.       Keterangan alhi (auditor).
2.       Laporan kerugian keuangan.
3.       Dan lain sebagainya.

Contoh: Model Narative – Pemeriksaan Akun Piutang
1.       Obyek Audit
Mutasi piutang PT XXX untuk perioda 1 Januari 2011 sampai dengan 30 April 2015
2.       Prosedur Audit
1)      Dapatkan catatan pembelian piutang perioda ...
2)      Tentukan keakurasian matematis mutasi piutang dengan cara ...
3)      Dapatkan dokumen-dokumen piutang ... dan seterusnya ...
3.       Hasil Penerapan Prosedur Audit
1)      Kami telah mendapatkan dokumen piutang ...
2)      Hasil pengujian keakuratan matematis mutasi piutang terdapat ...
3)      Terdapat pemberian Piutang kepada XXX ... tanggal ... yang patut diduga ...
4)      Hasil wawancara dengan petugas ... bernama ... tanggal ... pukul ...

Perhitungan Kerugian Negara dan Korporasi
Salah satu unsur dari tiga unsur dalam Tindakan Pidana Korupsi (Tipikor) atau penggelapan dalam korporasi adalah eksistensi kerugian keuangan negara karena korupsi dan korporasi karena penggelapan.  Secara normatif (das sollen) meminta Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) atau penggelapan yang harus berkriteria “nyata dan pasti jumlahnya”.
Terdapat berbagai ragam norma dalam Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN), baik dalam hukum perdata, pidana, dan administratif.  Terdapat berbagai konsep dalam Perhitungan Kerugian Keuangan, seperti total loss, adjusted total loss, economic loss, accounting loss, opportunity loss, riel loss, dan lain sebagainya.

Contoh kasus ragam metoda Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN), hasil kajian terhadap 18 putusan atas kasus di KPK
1.       Kerugian keseluruhan dengan beberapa penyesuaian (adjusted total loss): 3 kasus.
2.       Selisih antara harga kontrak dengan harga pokok pembelian atau harga pokok produksi: 5 kasus.
3.       Selisih antara harga kontrak dengan harga atau nilai pembanding: 4 kasus.
4.       Penerimaan yang menjadi hak negara tetapi tidak dilaporkan ke kas negara: 2 kasus.
5.       Pengeluaran yang tidak sesuai dengan anggaran, digunakan untuk kepentingan pribadi atau pihak-pihak tertentu: 1 kasus.

Laporan Perhitungan Negara
1.       Perbuatan si pelaku melawan hukum:  Perbuatan yang dilakukan si pelaku nyata-nyata melanggar aturan hukum
2.       Terdapat kesalahan (schoeld) pada di pelaku:  Dapat dibuktikan bahwa si pelaku melakukan tindakan melanggar hukum.
3.       Terjadinya kerugian keuangan korporasi:  Kerugian dapat dihitung secara nyata dan pasti jumlahnya.
4.       Terdapat hubungan kausalitas antara perbuatan dengan kerugian:  Terdapat hubungan atau persesuaian antara perbuatan si pelaku dan kerugian.

Perhitungan Kerugian Keuangan
Kerugian keuangan adalah berkurangnya keuangan korporasi atau negara yang disebabkan oleh suatu tindakan melanggar hukum baik sengaja (dolus) atau lalai (culpe) atau pembiaran (by omission).  Besarnya jumlah kerugian diperoleh dengan melakukan penelitian terhadap kumpulan barang bukti berbentuk data, informasi, laporan, kesaksian yang kemudian dapat untuk menetapkan besarnya jumlah kerugian dengan membandingkan antara yang seharusnya (das sollen) dengan kenyataannya (das sein).  Persesuaian antara perbuatan dan peristiwa dapat diikuti:  Peristiwa (fakta dan proses keterjadian) à Perbuatan (unsur melawan hukum) à Jumlah kerugian negara atau korporasi à Pro Justisia  



DISKUSI
1.        Apakah Ketaatan dan Prosedur pada Sistem Informasi sebagai deteksi Fraud.
Red flag sebagai tanda-tanda awal terjadinya fraud terlihat dari luar dan menjadi acuan awal dilakukannya pemeriksaan.  Pemeriksaan dilakukan dari luar lokasi fraud (offsite).  Bila terindikasi kuat terjadi fraud baru dilakukan pemeriksaan di lokasi terjadinya fraud (onsite).
Contoh: Bila ada kebijakan tertentu yang terkadang dilewati oleh Bank.  Merupakan indikasi (red flag), tetapi bisa tidak ditindaklanjuti karena tidak membahayakan Bank dan tidak melanggar prinsip kehati-hatian bank.
2.       Deteksi di Perbankan tinggi baik di Sistem Pengendalian Internal (SPI) maupun Good Corporate Governance (GCG), kecepatan mendeteksi sering kali terlambat. Mengapa?
Penangan fraud diperbankan terkesan lambat karena ada banyak pertimbangan.  Sebagai contoh dalam kasus Melinda Dee, terjadi karena ada faktor kesalahan nasabah dengan memberikan kepercayaan berlebih pada Malinda Dee (menandatangani cek kosong dalam jumlah banyak untuk mempermudah transaksi).  Berlangsung lama dan tidak diketahui oleh Manajemen Bank.  Pihak Manajemen Bank juga melakukan kesalahan karena tidak melakukan prosedur konfirmasi pada transaksi yang dilakukan oleh Melinda Dee untuk klien-klien premium, karena faktor kenyamanan pelanggan yang diutamakan.  Adanya kelemahan sistem yang dimanfaatkan oleh Melinda Dee selama bertahun-tahun.   Setelah menumpuk di belakang baru ketahuan.
Penanganan korupsi masih bersifat represif (tangkap tangan dan pembuktian hukum) tidak ada efek jera seperti pemiskinan dan hukuman kurungan dalam jangka panjang.  Sehingga, koruptor tidak terlalu takut dihukum, karena setelah keluar dari kurungan penjara tetap kaya dari hasil korupsinya, bahkan bertambah kaya karena kekayaan hasil korupsinya telah berbunga-bunga.
3.       Bagaimana Peran Auditor Internal dalam mendeteksi Fraud?
Auditor hanya mengeidentifikasi terjadinya fraud melalui red flag saat melakukan penugasan audit dan melaporkannya pada Laporan Auditnya.  Tindakan lebih lanjut (Audit Khusus – Investigastif) baru bisa dilakukan kalau diminta oleh Auditee.
4.       Thema penelitian Akuntansi Forensik dan Investigatif apa yang menarik saat ini?
Semua kasus masih menarik karena belumbanyak penelitian yang dilakukan.  Selain itu, setiap kasus berbeda satu dengan yang lain.  Tetapi, penelitian hanya bisa dilakukan pada kasus yang secara hukum telah putus.
5.       Bila perusahaan mendapat Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), tetapi kemudian terbukti terjadi Fraud di perusahaan tersebut.  Apakah ada tuntutan terhadap Auditor yang mengeluarkan opini?
Bila Opini Audit WTP tetapi kemudian terindikasi fraud bukan menjadi tanggung jawab Auditor, asal Auditor telah menjalankan tugas auditnya sesuai dengan prosedur dan prinsip audit dengan baik (Standar Profesional Akuntan Publik).
Sebagai contoh, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan bahwa Kementerian Agama (Kemenag) memperoleh Opini Audit WTP tetapi beberapa saat kemudian diketahui terjadi fraud.  BPK menunjukkan Kertas Kerja Audit yang telah dilakukan, dan semua telah dilakukan sesuai sebagaimana mestinya.  Masalah ada pada konsep Materialitas dan Teknik Sampling.  Karena, tidak material dan luput dari sampling.
6.       Penyebab fraud:segitiga fraud) + moralitas.  Sistem Pengendalian Internal (SPI) baik tetapi fraud tetap tinggi.  Darimana penanganannya?
Pertama-tama pasti dari diri sendiri, kalau setiap orang sadar bahwa korupsi buruk dan telah tertanam sejak kecil, korupsi pasti dapat diminimalkan.  Kedua, sistem pengendalian secara umum dan dalam setiap entitas berjalan dengan baik maka pencegahan terjadinya fraud dapat berjalan dengan baik dan fraud dapat diminimalkan.  Ketiga, tentu saja hukuman yang memberikan efek jera bagi pelaku fraud seperti pemiskinan dan hukuman kurungan jangka panjang serta penindakan hukum yang tegas dan konsisten akan membuat calon-calon koruptor berpfikir ulang untuk melakukan fraud.  
7.       Penanganan dan penindakan terhadap korupsi masih tebang pilih.  Bagaimana bisa terjadi?
Masih terjadi tebang pilih dan pesanan untuk penindakan korupsi dikarenakan faktor politik dan perputaran kekuasaan.  Pemimpin yang tegas terhadap koruptor akan banyak memiliki musuh, sehingga penanganan korupsi harus berhati-hati.
Indikasi paling gampang untuk mengetahui politisi tersebut korup atau anti korupsi, bila dalam kegiatan politiknya menggunakan politik uang (money politic) maka dapat dipastikan dia adalah politisi korup.  Karena setelah berkuasa pasti akan berusaha untuk mengembalikan uang yang telah dikeluarkannya, demikian pula pada para bandar yang mendanainya.  Peran aktif masyarakat untuk memilih ddan mengawasi entah wakil rakyat ataupun pimpinan daerah yang tidak melakukan politk uang dan yang menggunakan politik uang.
8.       Apakah ada audit untuk praktik bisnis syariah?
Prosedur dan proses audit sama untuk semua bentuk bisnis, hanya disesuaikan dengan institusi atau entitas yang akan diaudit.  Understanding business client adalah syarat pertama bagi auditor untuk merencanakan dan melaksanakan proses audit.


Catatan Akhir

Fraud termasuk korupsi yang ada di dalamnya tidak bisa dihilangkan, hanya bisa diminimalkan.  Fraud tidak pernah dilakukan sendirian tetapi selalu berkelompok, sehingga kekuatan mental masing-masing individu untuk menolak fraud harus kuat.  Kuatnya mental untuk menolak fraud harus ditanamkan sejak kecil pada setiap individu, pendidikan (keluarga dan formal) menjadi kunci untuk memperkuat mental anak bangsa.

Korupsi bukan dilakukan karena terpaksa tetapi karena memang ada niatan terutama bila menemukan struktur yang buruk, substansi yang rendah, dan perilaku yang menyimpang baik pribadi maupun entitas tempat pelaku berada,  Apalagi bila penegakan hukum rendah, fraud akan merajalela.  Untuk meminimalkan fraud harus ada keinginan politik (political will) dari rezim berkuasa, adanya sistem hukum yang kuat, dan mentalitas serta perilaku masyarakat yang baik.