Pengantar
Sebagai pembuka adalah sambutan Rektor Universitas Kristen
Petra (UKP), Hanny Tumbeleka, Ph.D. yang menjelaskan bahwa Service Learning (SL) telah diterapkan di UKP sejak tahun
2006. SL adalah mengajar atau mengabdi
pada masyarakat sembari belajar dari masyarakat. Pada tahun 2010 telah dilakukan
institusionalisasi, SL menjadi syarat untuk kelulusan (yudisium). Selain itu juga membangun jejaring kerja (networking) dengan Universitas Kristen
dan Katolik se Indonesia. Pertemuan dan
lokakarya kali ini dilaksanakan untuk berbagi (sharing) untuk melengkapi satu dengan yang lain. Dengan motto “light the world, glory to the Lord”.
Sharing International Service Learning
Sesi berbagi kali ini dimoderatori oleh Herry C. Palit dari
UKP dengan para penyaji Wijayanto dari Unika Soegijapranata Semarang, Paulus
Bawole dari Universitas Kristen Duta Wacana Jogjakarta, Yohanes B, Cahyono dari
Universitas Kristen Petra Surabaya, dan dari Universitas Katolik Sanata Darma
Jogjakarta.
Paparan pertama yang disampaikan oleh Wijayayanto (Unika
Soegijapranata) bertajuk “Fluorising
Environmental Action Through SL Approch: The Case of Carbon Foot Print
Solidarity”. Merupakan proyek SL
yang dalam proses institusionalisasi (akan menjadi Kuliah Kerja Nyata) dengan
tujuan untuk mengadaptasi masalah perubahan iklim (climate change) dengan menggunakan carbon calculator sebagai bagian dari solidaritas aksi lingkungan (environmental action solidarity). Aksi solidaritas yang bertujuan untuk: (1) internalizing water literacy to junior high
school students through participatory film making; (2) communal sanitation facility at kricak kidul, sleman, jogja. Carbon
footprint solidarity, sosialisasi
efek gas rumah kaca. Premise: potential transforms in climate
change. SL is teaching, learning, and reflectingmethod by experiential
educatin. Integrasi modul
pembelajaran dengan live in untuk (1)
memperkaya pemeblajaran; (2) tanggung jawab pembelajaran; (3) penguatan
komitmen pembelajaran; (4) penguatan komunitas.
Lokasi live in: di komunitas
dan dibandingkan dengan di rumah sendiri, metoda belajar dan
membandingkan. Belajar dan refleksi
untuk (1) transformasi gaya hidup dan (2) pemberdayaan komunitas. Komponen kunci dalam SL: (1) student voice, terlibat aktif untuk
mendisain, mengimplementasi, dan mengevaluasi pembelajaran dan pelayanan. Menumbuhkan minat jangka panjang, sebagai
contoh: air jerang emisi karbonnya rendah ketimbang air kemasan (produksi, pembotolan,
dan transportasi). Setiap aktivitas
(makan dan minum) dihitung emisi karbonnya dengan carbon calcualtor; (2) Refleksi, menulis aktivitas dan
merefleksikannya untuk penyadaran terhadap gaya hidup masing-masing
mahasiswa. Desain aktivitasnya adalah
sebagai berikut:
Modul oleh Dosen
|
|
Riset dan Lokakarya
|
|
Desain dan Modul Diseminasi
|
·
Mencari sumber referensi
·
Modifikasi modul
·
Solusi Komunitas
|
|
·
Modul awal
·
Live in
(partisipatory)
·
Refleksi
·
Lokakarya (lokal dan nasional)
|
|
·
Publikasi
·
Disain Modul akhir
|
Modul yang telah disusun: Carbon calculator &
carbon footprint, carbon solidarity, observasi partisipatoris, refleksi dan
praktik, komparasi dan pembelajaran. Student voice: riset lapang
partisipatoris, carbon footprint
analysis, laporan perbandingan dan kontras, modul turunan sesuai dengan
temuan lokal. Pembelajarannya adalah
untuk (1) memperkaya pembelajaran melalui pengakuan; (2) mengembangkan
kalkulator karbon; (3) meningkatkan solidaritas partisipan; (4)catatan: tidak melupakan kebutuhan dasar komunitas. Sebagai catatan, alat analisis (instrumen)
dikembangkan melalui diskusi guna perkembangan pengetahuan dan solidaritas
serta pengembangan instrumen yang lebih efektif. Metoda perkuliahan kelas dan live in.
Pemaparan kedua dilakukan oleh Paulus Bawole dari
Universitas Kristen Duta Wacana Jogjakarta dengan judul “Improvement Low-Income Settlement Through ISL Program”. Program SL yang berusaha melakukan
mitigasi masalah urban poor. Mitigasi yang dilakukan adalah (1) kampung improvement program; (2) housing development; (3) develop self housing; (4) sweat equity strategy: Habitat for Humanity.
Supervising
Coaching
Lectures Student Learning
& Services
Communities
Metoda yang dipergunakan adalah action research dan grounded
research. Aktivitas datang ke
komunitas untuk (1) belajar dan tidak menggurui komunitas; (2) menyusun
strategi untuk pelayanan berdasar fakta, local
wisdom, dan keilmuan. Pembelajaran
dengan Live Ine, belajar tentang
kehidupan dan daya juang komunitas.
Tidak mungkin belajar hanya dengan survey,
harus tinggal dan hidup bersama.
Tidak melakukan assessment tetapi
belajar tentang daya hidup. Membangun
empati dan mengakomodasi potensi dan kreativitas komunitas. Proses Pembelajaran: (1) Persiapan: melakukan
pemilihan komunitas dengan menggali informasi, data, dan fakta; mencari
informasi kondisi yang sama di tempat yang berbeda; studi komparasi. (2) Coaching:
teori dan pengetahuan, pemilihan target area, lokakarya untuk
penyamaan pemahaan antar perguruan tinggi peserta, dan focus group discusion antara universitas dan komunitas. (3) Pelaksanaan: detail survey dan observasi
selama live in kurang lebih 3 minggu
untuk belajar dari komunitas. Fokus dari
SL adalah pemberdayaan komunitas.
Lokakarya dan diskusi mingguan, formulasi strategi, dan lokakarya akhir
bersama Pemerintah Daerah sebagai ajang
diseminasi dan publikasi dengan stakeholders.
(4) Tindak Lanjut (Implementasi) dilakukan oleh Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat. Tindak lanjut dapat berupa action research ataupun grounded
research. Implementasi aksi dalam
bentuk Pengabdian Masyarakat. (5) Pengabdian Masyrakat oleh mahasiswa untuk
membangun pendekatan dan metoda pelaksanaan pemberdayaan. Program berkelanjutan dan berkesinambungan
yang dilaksanakan oleh Universitas.
Simpulan, SL adalah salah satu strategi pemberdayaan masyarakat oleh
masyarakat akademik. Pemberdayaan dengan
mengembangkan dan membangun potensi komunitas.
Pelibatan komunitas untuk membangun komunitasnya adalah kunci
keberhasilan pemberdayaan masyarakat.
Membuka pikiran dan hati mahasiswa untuk melayani komunitas
(marjinal). Live in adalah metoda yang paling efektif untuk memahami masalah
dan potensi komunitas serta kearifan lokal untuk memberdayakan dan membangun
komunitas. Survey tidak menghasilkan
apa-apa dan tidak efektif untuk pemberdayaan dan pembangunan komunitas.
Paparan ketiga disampaikan oleh Yohanes B. Cahyono dari
Universitas Kristen Petra. Paparan
dengan judul Community Outreach Program (COP):
The Embryonic Stage of Peace Building
Construction in the Society. SL
merupakan program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Internasional, program gabungan
mahasiswa lokal dengan mahasiswa luar negeri.
Program dengan metoda Live In selama
1 bulan penuh. Tujuan program ini adalah
sebagai berikut: (1) penyadaran pada mahasiswa tentang kebutuhan komunitas. (2)
mencari solusi pemecahan masalah bersama-sama komunitas. (3) Memberikan
pengalaman hidup bersama pada mahasiswa dan mahasiswa asing. (4) Berperan aktif
membangun perdamaian dunia.
Tahapan-tahapan yang dilakukan adalah: Persiapan, dilakukan selama 9
bulan sebelum pelaksanaan. Penetapan
lokasi dan administrasi. Perumusan
luaran (output) seperti proyek fisik
dan proyek non fisik serta pemahaman lintas budaya. Dampak yang akan dirasakan oleh mahasiswa
adalah pemahaman budaya lokal, kepemimpinan, empati dan kepedulian,
pembelajaran yan kreatif dan inovatif, dan menghargai perbedaan. Dampak bagi masyarakat adalah partisipasi
dalam pembangunan diri sendiri, pengalaman hidup dengan orang lain yang berbeda
latar belakang sosial dan budaya, serta menghargai perbedaan. Dampak bagi Pemerintah Daerah adalah membantu
meringankan kerja, perhatian pada komunitas meningkat, dan menghargai
perbedaan. Bagi Perguruan Tinggi akan
memperoleh akreditasi karena melaksanakan program internasional, kesadaran
intelektual untuk belajar dan berbagi ilmu, refleksi dadn perbaikan diri, serta
membangun jaringan. Tantangan yang harus
dihadapi adalah (1) Terjadinya gegar budaya (culture shock). Diatasi
dengan penjelasan tentang komunitas serta sosialisasi tentang mahasiswa pada
komunitas. (2) Kemampuan menguasai material.
Perbedaan kemampuan antar kelompok yang diatasi dengan pendampingan yang
intensif. (3) Kemauan dan kemampuan
berkomunikasi antar mahasiswa dan antara mahasiswa dengan komunitas. Mahasiswa didorong untuk berkomunikasi serta
saling menguatkan antar anggota kelompok. (4) Potensi konflik antar
mahasiswa. Diatasi dengan fasilitasi dan
penyadaran dengan prinsip-prinsip perbedaan yang harus dihormati. (5) Kegagalan
mendapatkan donatur. Kurang diminati
walau dengan CSR sekalipun. Diatasi
dengan pendekatan pada korporasi dan Pemerintah Daerah setempat. Sebagai contoh, Kabupaten Kediri mengucurkan
dana sebesar 420 juta untuk COP. SL
menjadi jembatan antara intelektual, komunitas, dan para pemangku kepentingan
lainnya. SL membangun jaringan dengan
korporasi (CSR) dan Pemerintah Setempat.
SL membangun jaringan dan persaudaraan dengan komunitas. SL melakukan
pendampingan secara intensif pada komunitas.
Pemaparan selanjutanya dilakukan oleh perwakilan dari Universitas
Katolik Sanata Darma Yogyakarta.
Pemaparan dengan Judul Service
Learning Program (SLP) Sadar. SLP perupakan
porgam reguler dan wajib,dengan bentuk-bentuk program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Reguler maupun
Tematik dan ada pula yang berbentuk Community
Outreach Program (COP) dan Service
Learning Program (SLP) sendiri.
Sadar melaksanakan SL sebagai bagian dari Jaringan Universitas Jesuit
sedunia. Selain itu visi dari Sadar
adalah “Cerdas dan Humanis”. Rerangka
Kerja SL di Sadar:
Sebagai contoh, Program KKN Tematik Turisma yang dilakukan
oleh mahasiswa Prodi Bahasa Inggris dengan membangun Desa Wisata di Gunung
Kidul dengan memberikan pelatihan komunikasi dan Bahasa Inggris. Bersama dengan Prodi Budaya dan Sastra yang
melakukan dokumentasi kearifan lokal dan cerita rakyat. Program ISL dengan membangun pusat
keiwrausahaan dan pendampingan pada UMKM Batik di Kabupaten Bantul. Membangun usaha dengan membangun competence (profesionalitas), conscience (kesadaran), dan compassion (empati). Aktivitas ISL dilaksanakan dengan live in selama 2 minggu untuk
implementasi program dengan masa persiapan 2 minggu guna pencarian data, fakta,
dan informasi untuk menemukan solusi.
Selanjutnya 2 minggu setelah live in
untuk refleksi dan rencana tindak lanjut, dokumentasi, publikasi, dan
diseminasi. Partisipan selain mahasiswa
lokal juga mahasiswa dari Fujen University Taiwan, Sogang University Korea,
Ateneo De Manila Filipina, Sophia University Jepang, dan Elisabeth School of
Music Jepang. Biaya mandiri oleh
mahasiswa dan disubsidi oleh universitas untuk membiayai dosen, pendamping, dan
administrasi. Karena mahal harus ada
nilai (value) yang didapat. Refleksi harus dilakukan untuk menemukan
makna dan nilai-nilai hakiki dari kehidupan.
Tantangan yang harus dihadapi adalah budaya hedonis dan instan
mahasiswa, pemikiran yang dangkal dan pragmatis tanpa hidup yang bermakna, culture shock dan komunikasi, pendanaan
yang sulit. Universitas harus mampu
membangun kesadaran orangtua dan mahasiswa.
Sesi Diskusi
Setelah pemaparan dilanjutkan dengan sesi diskusi, khususnya
untuk menyusun rencana tindak lanjut dari Lokakarya Sl kali ini. Diskusi diawali oleh Universitas Kristen Duta
Wacana yang sekali lagi menegaskan, bahwa SL bukan datang sebagai pahlawan
ataupun sinterklas tetapi untuk belajar bersama dengan komunitas dan bergerak
bersama untuk membangun komunitas. SL
bukan bersifat jangka pendek apalagi hit
and run, SL merupakan pendampingan komunitas jangka panjang dan dilakukan
oleh Universitas melalui Lembaga Peneliltian dan Pengabdian Masyarakat
(LPPM). SL bukan membantu dana tetapi
untuk membangun komunitas dari aset yang dimiliki oleh komunitas, memperkuat
komunitas. SL bersifat multi disiplin,
karena pembangunan dan penguatan komunitas bersifat jangka panjang,
komprehensif, dan universal. SL harus
dilembagakan dan menjadi program wajib Universitas dalam bentuk Kuliah Kerja
Nyata (KKN) dan Program Pengabdian Mahasiswa (PPM).
Sedangkan dari Universitas Katolik Sanata Darma menegaskan
bahwa COP dan ISL harus dilembagakan dan dinaungkan ke KKN serta bersifat wajib
bagi mahasiswa. KKN Reguler dilaksanakan
dengan metoda live in selama 1 bulan yang
di kelola oleh LPPM dan bekerjasama dengan Pemerintah Daerah. KKN Tematik dilaksanakan oleh Fakultas dan
bekerjasama dengan komunitas, sedangkan LPPM hanya memfasilitasi saja. COP dan ISL dikelola oleh Universitas melalui
LPPM dan Biro Hubungan (Kerjasama) Internasional karena melibatkan Universitas
dan Institusi Internasional. Pendekatan
KKN, COP, dan ISL adalah multidisiplin untuk memberikan solusi yang
komprehensif pada masalah komunitas.
Membangun jaringan mahasiswa dengan mahasiswa, universitas dengan Pemda,
Universitas dengan institusi internasional, dan mahasiswa dengan
komunitas. Sebagai bahan refleksi adalah
penanaman nilai dan pendewasaan mahasiswa serta melakukan publikasi guna
menyebarkan kabar baik.
Dari Universitas Katolik Soegijapranata menegaskan bahwa SL
merupakan bagian dari pembelajaran.
Seharusnya dilakukan oleh setiap dosen, tidak harus dalam bentuk KKN
tetapi terlembagakan dalam Univesitas.
SL hadir tidak untuk menggurui komunitas dengan teori tetapi
mengadaptasi teori dengan kondisi terkini dan kontekstual. Pengabdian masyarakat seharusnya merupakan gabungan
dari ide + kebutuhan komunitas + jaringan.
Pengabdian masyarakat tidak dilakukan sendiri oleh dosen si pemilik ide
tetapi mendorong jaringan untuk menjalankan ide-ide tersebut dan memberi
sedikit solusi bagi kebutuhan komunitas.
Perwakilan dari Universitas Kristen Petra menggaris bawahi
belum terintegrasinya SL dalam kurikulum.
Karena Kurikulum Universitas yang masih bersifat mono disiplin, sehingga
SL sangat mungkin dilakukan dalam bentuk KKN (baik lokal maupun internasional). KKN harus dilembagakan dan bersifat wajib dan
bukan bersifat pilihan seperti saat ini.
SL merupakan implementasi ilmu yang bersifat multi disiplin walau tidak
menutup kemungkinan dilakukan dengan perspektif mono disiplin.
The Impelentation of ISL: Challenges and Prospects by Betty Cernol,
Ph.D. (Vice President for Program
United Board for Christian Higher Education in Asia – UBCHEA, Hong Kong)
The Academic of SL: Articulates the Christian dimension of
higher educaton. Gives life to the
mission “to serve others”. Provides a
way to unite the Thre Pronges mission of higher education (teaching, research,
and public service or community outreach).
The Assumptions: (1) Pedagogy grounded: learning by doing.
(2) Teaching strategy: builds on experienal learning theories. (3) Shaped byd
educationg reform principles: encourage students to take responsibility for
their own learning. (4) Inspired by thebelief: academe has a fundamental
responsibility to prepare students for lives of active citizenship. (5) Education for live.
Features of SL: (1) Teaching methodology. (2) Utilize
community involvement component. (3) Gain a deeper understanding of diciplinary
course objectives for students. (4) Gain deeper understanding of civic life and
participation. (5) Use of stuctured reflection.
Students more responsible to their own life and others life. Reflection build the changing of the student
thinking and lives.
Experiental Learning Cycle: Conceptualize, experiment,
reflect, revise
Contextualizing the concepts and theories to the local situations. Building a new theory according to the local
context.
Integrating SL into Curriculum: (1) Preparation:
observation, program, and outcome. (2) Engagement or sevice: networking and
time schedule. (3) Reflection: the most important, value for student. (4)
Public dissemination or celebration: educate the stake holders and student
awarded for their work.
Approaches of SL: (1) Designed to introduce student to the
theories and pinciples of SL. (2) Departemental program integrated into courses
required for graduations (practicum, internship, national service and training,
etc.). (3) Methodology in the teaching courses. (4) Utilized in the conduct of
special programs such as educational tours, field trips, student exchange, etc.
Applications of SL: (1) As part of course. (2) as especially
designed course (adopt SL to the entire course). (3) As a departemental
programs (internship, practicum, etc.). (4) As a departemental program
incollaboration with agencies (community service).
Modes of Delivery: (1) Teacher initated (integrate course
with SL). (2) Staff mediated (community empowerment center). (3) Agency driven
(networkng with the other agency such as Non Govermental Organization (NGO),
etc.
Commitments: (1) ho can faculty members integrate SL into
their subjects? (2) How can service be sustained at the community? (3) How can
the college or university promote SL?
Syetemic approach SL.
Intitualizing SL:
1.
Budgetary Support
2.
Seminars or Workshop
3.
Study Visits
4.
Faculty Incentives
5.
Staff Assistance
6.
Provisions of Facilities
7.
International Linkages
8.
Curriculum Development
9.
Policy Reviewa
10.
Assesment
11.
Etc.
|
A – Faculty Commitment
|
B – Agency Problems
|
C – Intitutional Commitment
|
1.
Integration SL approach in subject tought
2.
Development modules and curriculum.
3.
Etc.
|
1.
Needs assesment or analysis.
2.
Palcement procedures or requirements.
3.
Supervision of learners.
4.
Formal agreement – MoU.
|
1.
Designation of SL officer for University.
2.
Budget allocation.
3.
Provision of office and support staff.
4.
Incentives for SL faculty.
5.
Set up mechanism for the integration of SL in
the academic diciplines.
|
Where is the Leaning of SL: (1) SL as a meaning making
learning activities. Independent but integrated learning and critical thinking.
(2) SL as a communal learning subjects.
Community of learnes, formation of networks, and dissemination and
publication.
Learning Gaps:
Social transformation oriented approach.
Bringing SL to a higher Level: (1) Organize SL arround community issues or
pressing problems such as those related.
Environment (water, forest, farms, coastal, resources,
pollutional). Healt (maternal and child
health, epidemic). Interreligious understanding. Basic education. SL not an individual basic education but
comprehensive basic education. (2) Compare lessons learned across communities
to highlight simmilarities and respect differences. (3) Disseminate results,
recognie achievements, and publish outcome to a wider audiences. (4) Address
issues of reciprocity. (5) Evaluate SL programs and learning outcomes to
include ethical considerations. (6) Establish mechanism for
intitutionalization. Ensure program
sustainability.
Discussion: (1) Serving others concept. For all communities, also the companies and
corporation, example: water waste management and internship to companies. Event extrem poverty of marginalize
communities need the service more. (2) Value of citizenship: social
transformation as final target.
Diskusi Kelompok dan Simpulan
(1)
Pemahaman tentang SL: Learning or teaching
method, bukan sekedar Kuliah Kerja Nyata. Tujuannya adalah transformasi sosial. Pendekatan
dua arah, mahasiswa – dosen – komunitas.
(2)
Institusionalisasi SL: Integrasi kurikulum, jaringan
institusi dan komunitas, need assesment, dan insentif bagi dosen. Bukan institusionalisasi secara struktur saja yang
dibangun tetapi juga secara kultur (pembiasaan, metoda, nilai, dan tujuan).
(3)
LPPM sebagai lembaga koordinasi dan fasilitasi serta
administrasi.
(4)
SL berdasar pada experiencial learning (David Koff). Refleksi merupakan alat internalisasi secara emosional
dan spiritual.
Disarikan dari:
Workshop on Service
Learning in Indonesia
Organized by Petra
Christian University and United Board for Christian Higher Education in Asia
(UBCHEA)
Santika Hotel
Surabaya, 17 November 2011