Selasa, 15 Desember 2020
Senin, 14 Desember 2020
Kamis, 10 Desember 2020
Jumat, 04 Desember 2020
Senin, 30 November 2020
Kamis, 26 November 2020
Rabu, 25 November 2020
Senin, 23 November 2020
Kamis, 19 November 2020
Rabu, 18 November 2020
Selasa, 17 November 2020
Rabu, 11 November 2020
Senin, 02 November 2020
Rabu, 10 Juni 2020
MEKANISME DEBT FOR NATURE SWAP DAN PENERAPANNYA DI INDONESIA
ESTHER
KRISANTY & DANIEL S. STEPHANUS
PROGRAM
STUD AKUNTANSI
UNIVERSITAS
MA CHUNG MALANG
2010
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Dalam
era globalisasi ini, persaingan telah terjadi di segala aspek
kehidupan. Yang paling jelas terlihat adalah persaingan ekonomi antar
negara yang semakin sengit dari tahun ke tahun. Setiap negara
berusaha untuk menjadi yang teratas dalam hal perekonomian, khususnya
dalam dunia bisnis. Salah satu jalan yang ditempuh untuk meningkatkan
gairah bisnis di setiap negara adalah dengan merangsang pertumbuhan
usaha (baik usaha kecil, menengah, maupun besar) demi memajukan dan
memperkokoh posisi keuangan negara tersebut.
Namun,
berbagai kendala mulai bermunculan seiring dengan meningkatnya gairah
masyarakat untuk berbisnis. Salah satu kendala yang terbesar
sekaligus terpenting dalam suatu usaha adalah kurangnya dana yang
tersedia bagi pelaku bisnis. Keterbatasan dana tersebut akan
menyebabkan usaha yang dijalankan oleh para pelaku bisnis menjadi
kurang maksimal dalam perkembangannya dan rapuh terhadap
ketidakstabilan keadaan ekonomi di negara tempat berdirinya usaha
tersebut. Hal ini tentu saja menyebabkan posisi usaha tersebut sangat
rentan terhadap kebangkrutan sehingga tidak mampu menunjang kemajuan
perekonomian negara.
Untuk
mengatasi hambatan ini, berbagai pihak berusaha untuk mencari jalan
keluar yang terbaik. Salah satu cara yang dinilai paling efektif
untuk mengatasinya adalah dengan menggunakan utang. Dengan utang,
suntikan dana yang dibutuhkan oleh para pelaku bisnis dapat dengan
mudah didapat sehingga usaha yang dijalankan dapat berkembang dan
risiko kebangkrutan dapat diminimalisasi.
Utang
tidak hanya dapat digunakan sebagai alat untuk menyuntik dana tetapi
juga memiliki fungsi lainnya. Misalnya saja, utang dapat digunakan
sebagai pengungkit (leverage)
laba perusahaan. Dengan menggunakan utang, perusahaan kemungkinan
akan menjadi lebih berkembang, apalagi pada perusahaan yang memiliki
kesulitan dalam mendapatkan modal.
Namun,
kemudahan utang dapat menjadi boomerang bagi pihak debitor itu
sendiri. Berbagai dampak negatif yang ditimbulkan oleh utang
seringkali tidak dipertimbangkan dengan baik. Dampak yang sangat
menonjol adalah semakin berkurangnya tingkat likuiditas perusahaan
akibat jumlah utang yang tidak diimbangi dengan jumlah aset
perusahaan.
Masalah
yang ditimbulkan oleh utang, juga diderita oleh beberapa negara
dengan jumlah utang yang tinggi. Keadaan ekonomi yang tidak stabil
dan kurangnya kemampuan negara dalam mengelola sumber dayanya
menyebabkan proses pembayaran utang menjadi terhambat dan jumlah
utangnya terus meningkat dari tahun ke tahun.
Pemerintah
negara-negara yang terlilit utang harus mencari sumber dana untuk
melanjutkan program pembangunan maupun untuk meringankan beban utang
negaranya. Terdapat suatu pengertian global bahwa upaya-upaya
internasional untuk melestarikan sumber daya alam harus dilanjutkan.
Di lain pihak, ada kemungkinan bahwa negara-negara yang memiliki
utang dalam jumlah besar akan meningkatkan eksploitasi terhadap
sumber daya alamnya sebagai suatu cara untuk meningkatkan pendapatan
dan meringankan beban utangnya.
Oleh
karena itu, negara-negara maju harus bertanggungjawab untuk membantu
negara-negara yang mengalami kesulitan ekonomi, termasuk Indonesia.
Salah satu cara yang mungkin dilakukan adalah dengan memanfaatkan
dana yang disebut dengan Debt
for Nature Swap
(DNS), yang selanjutnya akan dibahas dalam artikel ilmiah ini.
Permasalahan
Adapun
permasalahan yang dibahas dalam artikel ini adalah :
1. Bagaimana
keadaan utang Indonesia pada saat ini?
2. Apa
saja strategi pengelolaan utang yang seharusnya diterapkan oleh
Indonesia?
3. Apakah
Debt
for Nature Swap
merupakan salah satu cara yang tepat dalam mengatasi utang luar
negeri Indonesia?
Tujuan
Tujuan
dari artikel ilmiah ini adalah :
1. Untuk
mengetahui keadaan utang Indonesia pada saat ini.
2. Untuk
mengetahui strategi pengelolaan utang yang seharusnya diterapkan oleh
Indonesia.
- Untuk mengetahui ketepatan dilaksanakannya Debt for Nature Swap sebagai salah satu cara untuk mengatasi utang luar negeri Indonesia.
LANDASAN
TEORI
Pengertian
Kewajiban
Berbagai
pihak berusaha untuk menafsirkan dan menjelaskan pengertian dari
kewajiban. Beberapa diantaranya adalah :
1. Kieso
(….) Kerangka Kerja Konseptual yang Mendasari Akuntansi Keuangan :
“Kewajiban
adalah pengorbanan ekonomi yang mungkin terjadi di depan, yang timbul
dari kewajiban berjalan sebuah entitas tertentu, atau kewajiban yang
ditimbulkan oleh transaksi atau kejadian masa lalu untuk mentransfer
aktiva atau menyediakan jasa kepada entitas-entitas lain di masa
depan.”
2. International
Financial Reporting Standards
(IFRS), concepts number 3 :
“Kewajiban
adalah pengorbanan manfaat ekonomi di masa yang akan datang yang
mungkin terjadi akibat kewajiban suatu badan usaha pada masa kini
untuk mentransfer aktiva atau menyediakan jasa pada badan usaha lain
di masa yang akan datang sebagai akibat transaksi atau kejadian masa
lalu.”
3.
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) per 1 Juli 2009, PSAK No. 1 paragraf
49(b) :
“Kewajiban
merupakan utang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa
lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari
sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi.”
Dengan
melihat beberapa definisi di atas, maka kewajiban dapat diartikan
sebagai pengorbanan ekonomi yang mungkin tibul si masa kini atau masa
mendatang yang merupakan akibat dari transaksi atau kejadian di masa
lalu. Disamping itu, suatu kewajiban memiliki tiga karakteristik
utama, yaitu :
a. Merupakan
kewajiban saat ini yang memerlukan penyelesaian dengan kemungkinan
transfer masa depan atau penggunaan kas, barang, atau jasa.
b. Merupakan
kewajiban yang tidak dapat dihindari.
c. Transaksi
atau kejadian lain yang menciptakan kewajiban itu harus telah
terjadi.
Bagi
perusahaan, kewajiban memiliki dua keuntungan, yaitu perusahaan dapat
memperoleh dana dengan cepat dan bunga yang dibayarkan dapat
mengurangi beban pajak. Namun kewajiban juga memiliki kelemahan,
yaitu jika rasio utang semakin meningkat tinggi maka semakin tinggi
pula risiko perusahaan sehingga lama kelamaan suku bunga akan semakin
tinggi.
Jenis-Jenis
Kewajiban
Kewajiban
Lancar atau Kewajiban Jangka Pendek
Menurut
SAK per 1 Juli 2009 (PSAK No. 1 paragraf 44), suatu kewajiban
diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek jika:
a. diperkirakan
akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi
perusahaan.
b. jatuh
tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca.
Sedangkan
menurut Kieso (….), kewajiban jangka pendek adalah utang yang
dijadwalkan akan jatuh tempo dalam waktu satu tahun setelah tanggal
neraca perusahaan atau dalam siklus operasi perusahaan. Jadi, pada
intinya kewajiban jangka pendek merupakan utang yang memiliki jangka
waktu satu tahun dan harus dilunasi paling lambat 12 bulan setelah
tanggal neraca.
Tiga
sumber utama dari pendanaan jangka pendek adalah:
1. Kredit
dagang antar perusahaan
Merupakan
sumber pembiayaan spontan yang timbul dari berbagai transaksi bisnis.
2. Pinjaman
dari bank komersial
Pinjaman
bank (kredit) akan dikenakan suku bunga yang ditentukan berdasarkan
ketentuan yang berlaku.
3. Surat
berharga komersial
Sumber
pembiayaan ini tidak hanya digunakan untuk membiayai kebutuhan modal
kerja tetapi juga untuk membiayai sementara proyek-proyek besar.
Beberapa surat berharga komersial, terutama yang dikeluarkan oleh
lembaga keuangan, langsung dijual kepada para investor, dan sebagian
dijual melaui dealer
yang berfungsi sebagai perantara di pasar surat berharga komersial.
Dalam
PSAK No.9 Tahun 2007, kewajiban jangka pendek meliputi:
a. Pinjaman
bank dan pinjaman lainnya.
b. Bagian
kewajiban jangka panjang yang akan jatuh tempo dalam waktu satu tahun
sejak tanggal neraca dengan pengecualian bila perusahaan bermaksud
membiayai kembali kewajiban tersebut dengan pendanaan jangka panjang
dan terdapat jaminan bahwa perusahaan akan mampu melakukannya.
c. Utang
usaha dan biaya yang masih harus dibayar.
d. Uang
muka penjualan.
e. Utang
pembelian aset tetap, pinjaman bank, dan rupa-rupa utang lainnya yang
harus diselesaikan dalam waktu satu tahun.
f. Penyisihan
kewajiban pajak.
g. Utang
dividen.
h. Pendapatan
yang ditangguhkan dan uang muka dari pelanggan.
i. Kewajiban
kontinjen (contingent
liabilities);
merupakan kewajiban yang timbul dan tergantung pada peristiwa masa
mendatang tetapi kewajiban tersebut benar-benar harus dibayar
sebagian atau seluruhnya.
Kewajiban
Tidak Lancar atau Kewajiban Jangka Panjang
Menurut
per 1 Juli 2009 (PSAK No. 1 paragraf 44), kewajiban jangka panjang
adalah semua kewajiban yang tidak memenuhi klasifikasi untuk
kewajiban jangka pendek (diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka
waktu siklus normal operasi perusahaan atau jatuh tempo dalam jangka
waktu dua belas bulan dari tanggal neraca). Sedangkan Kieso
berpendapat bahwa kewajiban jangka panjang merupakan pengorbanan
manfaat ekonomi yang sangat mungkin di masa depan akibat kewajiban
sekarang yang tidak dibayarkan dalam satu tahun atau satu siklus
operasi perusahaan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa kewajiban
jangka panjang adalah kewajiban yang memiliki jangka waktu lebih dari
1 tahun dari tanggal neraca.
Dalam
PSAK No. 1 paragraf 47, dijelaskan bahwa kewajiban berbunga jangka
panjang tetap diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang,
walaupun kewajiban tersebut akan jatuh tempo dalam jangka waktu dua
belas bulan sejak tanggal neraca, apabila:
1. kesepakatan
awal perjanjian pinjaman untuk jangka waktu lebih dari dua belas
bulan;
2. perusahaan
bermaksud membiayai kembali kewajibannya dengan pendanaan jangka
panjang;
3. maksud
tersebut pada huruf (b) didukung dengan perjanjian resmi pembiayaan
kembali atau penjadwalan kembali pembayaran yang resmi disepakati
sebelum laporan keuangan disetujui.
Pembiayaan kewajiban jangka panjang pada umumnya melalui pasar modal
dengan menjual surat berharga yang berbentuk utang (obligasi) atau
surat berharga kepemilikan (saham). Selain obligasi dan saham, saham
preferen juga merupakan salah satu alternatif pembiayaan jangka
panjang perusahaan.
Salah
satu jenis kewajiban jangka panjang yang paling sering dilaporkan
dalam neraca perusahaan adalah obligasi. Menurut Kieso, terdapat 12
jenis obligasi, yaitu:
a. Obligasi
berjamin (secured
bonds);
obligasi yang didukung oleh janji dari beberapa orang penjamin.
b. Obligasi
debenture/tanpa jaminan (unsecured
bonds);
obligasi yang tidak didukung oleh janji dari beberapa penjamin
(berisiko).
c. Obligasi
berjangka; obligasi yang jatuh tempo pada satu tanggal.
d. Obligasi
berseri; obligasi yang jatuh tempo dengan serangkaian pembayaran
angsuran.
e. Obligasi
yang dapat ditebus; obligasi yang memberikan hak kepada penerbitnya
untuk menebus dan menarik obligasi itu sebelum jatuh temponya.
f. Obligasi
konvertibel (convertible
bonds);
obligasi yang dapat dikonversi menjadi sekuritas lain korporasi dalam
jangka waktu tertentu setelah penerbitannya.
g. Obligasi
yang didukung komoditas; obligasi yang dapat ditebus dalam ukuran
komoditas.
h. Obligasi
dengan diskonto besar; obligasi yang dijual pada diskonto yang
memberikan total pembayaran bunga pada saat jatuh tempo kepada
pembelinya.
i. Obligasi
terdaftar; obligasi yang diterbitkan atas nama pemilik dan
mensyaratkan penyerahan sertifikat serta penerbitan sertifikat baru
untuk menyelesaikan penjualan.
j. Obligasi
atas unjuk (kupon); obligasi yang tidak tercatat atas nama pemilik
dan dapat ditransfer dari satu pemilik ke pemilik lain hanya dengan
penyerahan.
k. Obligasi
laba; obligasi dimana bunga tidak perlu dibayar kecuali perusahaan
penerbitnya meraih laba.
l. Obligasi
pendapatan; obligasi dimana bunga dibayar dari sumber pendapatan
tertentu.
Keungulan
dan Kelemahan Kewajiban
Bagi
beberapa pihak, utang dipandang sebagai salah satu solusi terbaik
dalam mengatasi kekurangan dana. Adapun keunggulan utang adalah:
1. Cepat
Dengan
utang, maka pihak yang membutuhkan dana dapat memperoleh dana
tersebut dalam waktu yang lebih cepat daripada jika menggunakan
alternatif lain seperti menerbitkan saham.
2. Prosedur
sederhana
Prosedur
yang harus dilalui untuk mendapatkan utang dapat dikatakan tidak
terlalu rumit dan cukup sederhana sehingga para pelaku bisnis yang
membutuhkan dana tidak kesulitan dalam memenuhi syarat untuk
mendapatkan utang.
3. Tidak
membagi kendali
Jika
perusahaan memilih alternatif lain seperti menerbitkan saham, maka
perusahaan harus kehilangan sebagian kendali terhadap perusahaan
karena sebagian kendali tersebut telah dimiliki pihak lain (pihak
yang membeli saham perusahaan).
4. Menjadi
alat pengurang pajak
Utang
merupakan pengurang laba. Semakin tinggi utang maka pada laporan
keuangan, laba yang dihasilkan oleh perusahaan akan semakin kecil
sehingga pajak yang ditanggung oleh perusahaan juga akan berkurang.
5. Menurunkan
biaya keagenan (agency
cost)
dari ekuitas
Penggunaan
utang akan mendisiplinkan manajer untuk tidak sembarangan menggunakan
kas dan harta perusahaan untuk kepentingannya sendiri. Pengawasan
yang dilakukan oleh kreditur jauh lebih ketat dan efektif daripada
pengawasan yang dilakukan oleh para pemegang saham di luar perusahaan
dengan informasi yang relatif terbatas.
Kendati
demikian, utang juga memiliki kelemahan dan dapat menjadi ancaman
bagi kelangsungan hidup perusahaan. Kelemahan-kelemahan tersebut
adalah :
1. Mengancam
likuiditas perusahaan
Tingginya
utang dapat menyebabkan risiko perusahaan semakin tinggi sehingga
posisi perusahaan semakin tidak likuid. Hal ini diperburuk oleh
jumlah aktiva yang tidak seimbang dengan jumlah utang perusahaan.
2. Kesulitan
dalam menarik kreditor dan investor
Utang
yang tinggi dapat menyebabkan calon kreditor berpikir dua kali
sebelum meminjamkan dana kepada perusahaan karena semakin tinggi
utang yang dimiliki perusahaan maka semakin tinggi pula risiko
perusahaan tersebut tidak mampu membayar. Pihak investor juga akan
kurang tertarik jika mengetahui besarnya jumlah perusahaan, karena
jumlah utang yang besar akan mengakibatkan laba perusahaan semakin
berkurang dan dividen yang dibagika pun akan semakin kecil jumlahnya.
3. Kewajiban
untuk membayar
Jika
menggunakan utang, maka perusahaan memiliki kewajiban untuk membayar
kepada kreditor sehingga aktivitas perusahaan menjadi terbebani oleh
utang.
4. Bunga
Perusahaan
juga harus membayar beban bunga pinjaman sehingga pendapatan yang
diperoleh perusahaan semakin kecil. Semakin besar jumlah utang yang
dimiliki perusahaan, maka kreditor akan memberikan bunga yang lebih
besar pula.
Analisis
Kewajiban
Untuk
mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan dalam mengendalikan
kewajibannya (baik kewajiban jangka pendek maupun kewajiban jangka
panjang) terdapat beberapa cara/rumus (Warren Reeve Fess.2005) ,
yaitu:
1. Rasio
Aktiva Tetap terhadap Kewajiban Jangka Panjang
Merupakan
ukuran solvensi yang menunjukkan margin pengaman dari pemegang wesel
atau pemegang obligasi. Rasio ini juga menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk meminjam tambahan dana atas dasar jangka panjang.
2. Rasio
Kewajiban terhadap Ekuitas Pemegang Saham
Merupakan
ukuran solvensi yang menunjukkan margin pengaman bagi kreditor. Rasio
ini juga menunjukkan kemampuan perusahaan untuk bertahan dalam
menghadapi kondisi bisnis yang memburuk.
3. Jumlah
Kelipatan Beban Bunga yang Dapat Dibayarkan atau Rasio Cakupan Beban
Tetap
Merupakan
ukuran yang menunjukkan kekuatan keuangan perusahaan secara umum,
yang bersangkutan dengan pemegang saham, karyawan, dan kreditor.
Semakin tinggi rasio ini, semakin rendah risiko bahwa pembayaran
bunga tidak dapat dilakukan jika pendapatan menurun. Namun semakin
tinggi rasio ini, semakin besar pula keyakinan bahwa pembayaran bunga
dapat dilakukan secara berkesinambungan.
4. Total
Utang terhadap Total Aktiva
Semakin
rendah angka rasio ini, maka semakin besar peredaman dari kerugian
yang dialami kreditor jika terjadi likuidasi terhadap perusahaan.
5. Rasio
Cakupan EBITDA
Penghitungan
rasio ini dimaksudkan untuk menyempurnakan rasio cakupan beban tetap
karena rasio tersebut dinilai memiliki 2 kelemahan, yaitu
a. Bunga
bukanlah satu-satunya beban keuangan yang bersifat tetap, perusahaan
juga harus mengurangi utangnya sesuai jadwal, dan banyak perusahaan
menyewa aktivanya dan akibatnya harus melakukan pembayaran sewa.
b. EBIT
(earning
before interest and tax)
tidaklah mencerminkan seluruh arus kas yang tersedia untuk melayani
utang, terutama bagi perusahaan yang memiliki baban depresiasi dan
amortisasi yang tinggi.
6. Utang
Jangka Panjang terhadap Ekuitas (Long-term
Debt to Equity)
Penghitungan
ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar perbandingan pendanaan
dari kreditor terhadap pendanaan ekuitas perusahaan.
7. Kelipatan
Bunga Dihasilkan (Times
Interest Earned)
Penghitungan
ini dilakukanb untuk mengetahui seberapa besar perbandingan antara
laba perusahaan dengan komitmen tetapnya (bunga).
Risiko
Kewajiban
Semakin
besarnya jumlah utang, banyak pakar ekonomi yang memperingatkan
pemerintah akan adanya risiko jebakan utang (debt
trap)
dimana utang sudah terlalu membebani anggaran negara untuk membayar
angsuran pokok utang dan bunga. IMF dan World
Bank
(2001) mengidentifikasi beberapa risiko yang dihadapi suatu negara
terkait dengan jumlah utang yang besar, yaitu:
1. Risiko
Bisnis (Business
Risk)
Risiko
yang dihadapi perusahaan ketika melakukan aktivitas operasi tanpa
menggunakan utang. Dalam risiko ini, terdapat ketidakpastian tingkat
pengembalian (return)
dari jumlah yang diinvestasikan dalam kondisi tidak ada utang. Rumus
yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengembalian atas
ekuitas adalah:
Sedangkan
rumus yang dapat digunakan untuk menghitung laba bersih (Net
Income)
adalah:
2. Risiko
Keuangan
Risiko
yang dihadapi perusahaan ketika perusahaan tersebut melakukan
kegiatan operasi perusahaan dengan menggunakan utang. Risiko ini
mempertanyakan apakah dana yang diperoleh dari utang mampu
meningkatkan harga saham. Rumus yang digunakan untuk menghitung harga
per lembar saham (Earning
per Share)
adalah:
3. Risiko
Pasar (Market
Risk)
Risiko
pasar merupakan risiko yang berkaitan dengan fluktuasi suku bunga,
nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan inflasi.
4. Funding
Risk
Funding
Risk
merupakan risiko ketika pemerintah memerlukan dana untuk pembiayaan
anggaran atau roll-over
utang pada tingkat yang dapat diterima. Risiko ini terkait dengan
kemampuan pemerintah untuk melakukan pinjaman baru yang dibutuhkan.
Semakin besar jumlah utang yang dimiliki oleh suatu negara, maka
semakin besar kesulitan pemerintah dalam mendapatkan pinjaman baru.
Risiko lainnya adalah risiko roll-over,
yaitu risiko dimana utang akan di roll
–over
dengan biaya yang sangat tinggi bahkan risiko utang tidak dapat di
roll-over
sama sekali. Ketidakmampuan perusahaan untuk memperpanjang jatuh
tempo utang tersebut dapat menimbulkan krisis utang dan menimbulkan
kerugian ekonomi. Pengelolaan risiko ini sangat penting khususnya
bagi negara yang sedang berkembang.
5. Risiko
Likuiditas (Liquidity
Risk)
Risiko
ini beehubungan dengan manajemen kas pemerintah. Risiko likuiditas
mengarah ke suatu keadaan dimana volume aset lancar (kas) menurun
dengan cepat karena timbulnya kewajiban pembayaran yang tidak
diantisipasi sebelumnya atau kesulitas dalam memperoleh kas melalui
pinjaman jangka pendek. Selain itu, risiko likuiditas juga sangat
erat hubungannya dengan jebakan utang (debt
trap),
karena jika suatu negara mengalami jebakan utang (debt
trap)
yang tidak segera diselesaikan, maka akan mengarah ke jebakan
likuiditas (liquidity
trap).
6. Risiko
Kredit (Kredit
Risk)
Risiko
ini berhubungan dengan kinerja yang rendah dari peminjam atas
kesepakatan keuangan yang telah dicantumkan dalam kontrak. Risiko
kredit merupakan risiko yang relevan khususnya dalam pengelolaan aset
lancar. Tingginya risiko kredit akan menimbulkan premi yang tinggi
terhadap pemerintah pada saat menjual surat utang atau menutup
kontrak derivative sehingga menjadikan biaya peminjaman (cost
of borrowing)
lebih tinggi di atas rata-rata tarif premi pasar.
7. Risiko
Operasional (Operasional
Risk)
Risiko
ini meliputi berbagai jenis risiko seperti kemungkinan kesalahan dari
berbagai tahap pelaksanaan dan pencatatan transaksi, ketidakcukupan
atau kegagalan pengendalian intern atau kegagalan sistem, risiko
reputasi, risiko hukum, risiko keamanan, dan risiko bencana alam yang
mempengaruhi aktivitas pemerintah.
Restrukturisasi
Utang
Restrukturisasi
utang secara umum dapat diartikan sebagai penataan kembali utang
suatu perusahaan yang telah jatuh tempo, sesuai dengan kemampuan
keuangan perusahaan tersebut dalam periode waktu yang telah
disepakati antara debitor dan kreditur (Hadiwijaya, 2002). Beberapa
bentuk restrukturisasi utang adalah :
1. Memasukkan
modal baru oleh pemegang saham yang lama atau oleh pemegang saham
yang baru melalui penempatan langsung (direct
placement)
atau melalui bursa saham.
2. Melakukan
konversi utang dengan convertible
bond.
3. Melakukan
konversi utang menjadi modal perseroan (debt
for equity conversion).
4. Melakukan
penjadwalan kembali pelunasan utang (rescheduling),
termasuk pemberian masa tenggang (grace
period)
yang baru atau pemberian moratorium kepada debitor.
5. Melakukan
persyaratan kembali perjanjian utang (reconditioning)
6.
Melakukan pengurangan jumlah utang pokok (hair
cut)
7.
Melakukan pengurangan tingkat suku bunga.
8.
Melakukan pengurangan jumlah bunga dan utang pokok yang tertunggak.
9.
Memberikan tambahan utang baru.
10.
Mengkonversi utang dengan surat utang yang dapat dipindah tangankan,
baik surat utang jangka panjang menengah maupun jangka panjang.
11.
Melakukan penggabungan (merger)
dengan perseroan lain.
12.
Melakukan peleburan (consolidation)
dengan perseroan lain.
13.
Melakukan perjanjian akuisisi saham perseroan (aquisition
of stock)
oleh pihak lain
14. Menjual
aktiva yang tidak produktif atau yang tidak langsung diperlukan
untuk kegiatan usaha perseroan.
15. Melakukan
hal-hal lain yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Debt
Swapping
Munculnya
berbagai masalah yang berkaitan dengan ketidakmampuan debitor untuk
melunasi utang-utangnya menimbulkan berbagai alternatif solusi.
Alternatif solusi yang ditawarkan diantaranya adalah penjadwalan
kembali dan haircut
(pemotongan langsung). Yang dimaksud dengan haircut adalah kondisi
dimana pihak kreditor memangkas secara langsung jumlah utang pihak
debitor guna meringankan beban pihak debitor selaku peminjam dana
sehingga dapat melunasi utangnya dengan lebih cepat. Dalam beberapa
kasus, pihak kreditor dapat memberikan pembebasan kepada debitor dari
kewajiban untuk membayar utangnya atau dengan kata lain utang debitor
tersebut telah dihapuskan.
Selain
beberapa solusi di atas, terdapat solusi lain yang dikenal dengan
istilah debt
swap.
Dalam mekanisme debt
swap,
utang dikonversi dengan sumberdaya lain yang telah disepakati antar
pihak pemberi (kreditor) dan penerima pinjaman (debitor). Terdapat
tiga jenis debt
swap
yang telah diterapkan di beberapa negara, yaitu:
1. Debt
Foreign Equity Swap
Dalam
mekanisme Debt
Foreign Equity Swap,
utang pemerintah diganti dengan ekuitas yang bisa diperjualbelikan di
sebuah perusahaan di luar negeri dengan harapan apabila perekonomian
membaik, meka nilai ekuitas yang dimiliki kreditor ikut naik dan hal
ini akan memberi keuntungan.
2. Debt
for Development Swap
(DDS)
Merupakan
suatu mekanisme pambatalan sebagian utang dengan cara menukarkannya
dengan komitmen debitor untuk pembangunan.
3. Debt
for Nature Swap (DNS)
Dalam
mekanisme
Debt for Nature Swap,
utang milik pemerintah diganti dengan konservasi sumber daya alam.
Pembatalan utang untuk konservasi alam atau debt
for nature swap
(DNS) didefinisikan sebagai pembatalan utang luar negeri sebagai
imbalan atas komitmen pemerintah negara peminjam untuk memobilisasi
sumber-sumber keuangan domestik (utang atau kekayaan lain) untuk
suatu kegiatan yang telah disepakati bersama.
Kedua
jenis Debt
Swap
tersebut dapat menjadi alat pengurang utang negara sehingga beban
utang yang ditanggung oleh negara dapat menjadi lebih ringan dan
diharapkan negara tersebut dapat melunasi sisa utangnya dengan cepat.
Disamping itu, cara ini juga digunakan untuk menghidari tidak
tertagihnya utang suatu negara (kredit macet).
Debt
for Nature Swap
Pengertian
Debt
for Nature Swap
Debt
for Nature Swap
merupakan sebuah gagasan yang dilontarkan oleh Thomas Lovejoy,
President of Science for WWF (World Wildlife Foundation) Amerika
Serikat, pada tahun 1984. Gagasan tersebut melahirkan sebuah
mekanisme finansial yang dikenal dengan istilah Debt
for Nature Swap.
Debt
for Nature Swap
dapat didefinisikan sebagai suatu mekanisme restrukturisasi utang
luar negeri yang bertujuan untuk meringankan beban debitor (baik
pemerintah maupun swasta) dengan memanfaatkan sumber daya domestik
(NRM/EPIQ
Group, 2005). Selain itu, Debt
for Nature Swap
juga dapat didefinisikan sebagai pembatalan utang luar negeri dengan
cara menukarnya dengan suatu komitmen dari negara debitor untuk
memobilisasi sumber daya keuangan domestik untuk lingkungan (Tim
Debt-for-Nature Swaps Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1998).
Jadi, Debt
for Nature Swap
adalah pengurangan atau pembatalan utang luar negeri suatu negara
dengan disertai dengan komitmen yang telah disepakati oleh negara
kreditor dan debitor, dimana negara debitor harus menyisihkan
sejumlah dana untuk digunakan dalam kegiatan pelestarian alam.
Manfaat
Debt
for Nature Swap
Manfaat
dilakukannya Debt
for Nature Swap
bagi beberapa pihak adalah:
1. Bagi
debitor (pemerintah dan swasta)
a. Utang
dikonversi ke dalam mata uang rupiah.
b. Arus
kas terbantu karena pembayaran utang dalam jangka waktu yang lebih
panjang.
2. Bagi
kreditor
a. Mendapatkan
kembali utang bermasalah dalam mata uang hard
currency (dolar
AS).
b. Manfaat
pajak dan publisitas dalam masyarakat.
c. Manfaat
non keuangan lainnya (contoh: nama baik, goodwill, hubungan
masyarakat, dan lain-lainnya) karena mendukung kegiatan pelestarian
alam.
3. Bagi
pemerintah sebagai penyelenggara negara
a. Membantu
restrukturisasi utang.
b. Mengurangi
beban devisa teradap neraca pembayaran.
c. Mengurangi
ketergantungan pendanaan konservasi dari sumber APBN.
4. Bagi
ekosistem dan sekitarnya
a. Tersedianya
dana tambahan (additional
fund)
untuk kegiatan pelestarian alam.
b. Pelestarian
alam yang berkelanjutan membawa manfaat yang tidak ternilai harganya
bagi kelangsungan ekosistem dan kehidupan manusia.
c. Mendorong
investasi dalam kegiatan hutan.
Berikut
ini adalah keunggulan mekanisme Debt
for Nature Swap
dalam restrukturisasi utang komersil pemerintah dan swasta:
Komponen
|
Keunggulan
Transaksi
|
Keuntungan
|
Masa
Restrukturisasi
|
Masa
pembayaran kembali utang dalam jangka waktu yang lebih panjang
|
Arus
kas dapat dikelola dengan lebih baik
|
Denominasi
mata uang pinjaman
|
Berubah
menjadi mata uang local (local
currency)
|
Tidak
menghadapi risiko fluktuasi nilai tukar
|
Tingkat
suku bunga
|
Tergantung
pada negosiasi dan kondisi ketahanan debitor
|
Mengurangi
beban APBN
|
Syarat
Dilakukannya Debt
for Nature Swap
Debt
for Nature Swap
akan berhasil dilakukan jika beberapa syarat berikut terpenuhi:
1. Pihak
kreditur (bank, badan kredit ekspor, badan bantuan)
Pihak
Kreditur harus bersedia mendonasi atau menjual utang dengan
pertimbangan bahwa manfaat pengurangan utang melalui Debt
for Nature Swap
akan melebihi manfaat dari menunggu pembayaran kembali utang yang
macet.
2. Pihak
debitor (pemerintah atau sektor swasta)
Pihak
debitor perlu menunjukkan ketertarikannya terhadap transaksi Debt
for Nature Swap
serta bersedia menyediakan mata uang local atau aset bernilai lainnya
untuk mendukung kegiatan konservasi dengan mendapat “imbalan”
berupa pengurangan utang luar negeri. Debitor akan tertarik untuk
mendapatkan diskon setinggi mungkin terhadap beban utangnya.
Pemerintah debitor juga tertarik untuk mendapatkan investasi tambahan
dalam bidang konservasi. Debitor swasta akan merasa tertarik pada
mekanisme Debt
for Nature Swap
jika syarat-syarat pembayaran utang sebagai kewajiban dari transaksi
Debt
for Nature Swap
ini lebih menguntungkan.
3. Bagi
investor konservasi (LSM, institusi riset, institusi akademis, PBB,
lembaga-lembaga dana abadi)
Pihak-pihak
investor konservasi tertarik dan mengharapkan manfaat nyata dari Debt
for Nature Swap
seperti investasi tambahan di bidang konservasi, meningkatnya
perlindungan terhadap keanekaragaman hayati, dan lain sebagainya.
4. Pihak
donor
Terdapat
pihak yang menyediakan dana untuk mendukung transaksi Debt
for Nature Swap
dengan menyediakan mata uang dollar AS sebagai upaya untuk membantu
proyek konservasi yang telah diidentifikasi dan sekaligus
mempromosikan pertumbuhan ekonomi melalui pengurangan utang.
Jika
salah satu dari empat syarat diatas tidak terpenuhi dengan baik akan
menimbulkan hambatan-hambatan yang pada akhirnya akan menyebabkan
mekanisme Debt
for Nature Swap
menjadi kurang baik atau kurang lancar.
Jenis
Debt
for Nature Swap
Ditinjau
dari pihak yang terlibat masalah, pendanaan untuk konservasi alam ini
dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:
1. Melibatkan
tiga pihak (triparties)
Dalam
Debt
for Nature Swap
Triparties,
ada tiga pihak yang dilibatkan dalam prosesnya, yaitu investor,
kreditor, dan debitor pemerintah, atau dapat pula investor, kreditor,
dan debitor swasta.
Contoh
skema transaksi Debt
for Nature Swap
yang melibatkan tiga pihak dalam utang sebesar US$ 20 juta:
Dalam
transaksi Debt
for Nature Swap
yang melibatkan tiga pihak (triparties),
terdapat 3 tahapan yang harus dilalui, yaitu:
a. Tahap
1
Pada
awalnya, pihak debitor (baik pemerintah maupun swasta) memiliki utang
kepada pihak kreditor (baik pemerintah maupun swasta) sebesar $20
juta. Namun proses pembayaran atau pelunasan kredit tersebut
bermasalah sehingga pihak debitor tidak dapat melunasi utangnya
dengan cepat atau bahkan tidak dapat membayarnya sama sekali,
sehingga kredit ini dapat digolongkan sebagai kredit macet.
Fasilitator transaksi, yang dalam proses ini adalah badan konservasi
alam, yayasan pencinta lingkungan, atau LSM, menggunakan dana hasil
kumpulan donasinya untuk membeli surat utang pihak debitor kepada
pihak kreditor dengan harga yang lebih rendah dari harga aslinya
(dalam contoh ini sebesar $15 juta). Pihak kreditor yang beranggapan
bahwa utang debitor tidak dapat tertagih dengan mudah, akan
menyetujui pembelian tersebut untuk meringankan risiko tidak
tertagihnya utang walaupun harga beli surat utang tersebut lebih
rendah dari harga aslinya (selisih nilai asli dengan nilai jual surat
utang dapat disebut diskon). Selain itu, pihak kreditor juga dapat
memiliki manfaat yang jauh lebih besar dan tidak ternilai harganya
dengan membantu melakukan pelestarian alam dan konservasi.
b. Tahap
2
Pihak
debitor yang surat utangnya telah dibeli oleh fasilitator transaksi,
tetap memiliki kewajiban untuk melunasi utang-utangnya. Namun, jangka
waktu utang tersebut akan diperpanjang dan jumlah utangnya akan
dikurangi / dipotong sehingga lebih rendah dari jumlah utang semula.
Dengan cara ini diharapkan beban pihak debitor lebih ringan sehingga
dapat segera melunasi utangnya kepada pihak fasilitator transaksi.
c. Tahap
3
Setelah
pihak fasilitator mendapatkan pelunasan kredit dari pihak debitor
(dalam contoh ini sebesar $18 juta), maka dana tersebut akan
digunakan oleh fasilitator transaksi untuk kegiatan kelestarian alam
dan konservasi lingkungan di negara debitor. Hal ini disebabkan
karena adanya kerusakan sumber daya alam di negara debitor yang
disebabkan karena negara tersebut terlalu mengeksploitasi sumber
dayanya untuk meningkatkan pendapatan negara yang sebagian besar
digunakan utuk membayar utang (baik utang pemerintah maupun swasta).
2. Melibatkan
dua negara (Bilateral)
Dalam
Debt
for Nature Swap
bilateral, terdapat dua pihak yang dilibatkan yaitu kreditor
pemerintah (negara kreditor) dan debitor pemerintah (negara debitor).
Dalam proses ini suatu kreditur pemerintah membatalkan utang yang
dimiliki oleh debitor pemerintahan dengan jalan debitor tersebut
menyisihkan sejumlah dana lokal yang disepakati atau dengan mengubah
kebijakan demi keuntungan pelestarian.
Contoh
skema Debt
for Nature Swap
terhadap utang bilateral pemerintah dengan utang sebesar US$ 100juta:
Pada
awalnya, negara debitor memiliki utang sebesar US$ 100 juta kepada
negara kreditor. Namun pembayaran utang tersebut ternyata bermasalah
karena negara debitor tidak mampu untuk melunasi utangnya, sehingga
kredit tersebut dapat digolongkan sebagai kredit macet. Negara
kreditor yang mengetahui ketidakmampuan negara debitor untuk melunasi
utangnya, akhirnya membebaskan negara debitor dari utang tersebut
(dalam contoh ini sebesar US$ 100 juta). Tetapi pembebasan ini
disertai beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh negara debitor.
Salah satunya adalah perjanjian dimana negara debitor harus
menyisihkan sejumlah dana (dalam contoh ini sebesar US$ 25 juta) yang
kemudian digunakan untuk kegiatan pelestarian lingkungan atau
konservasi di negara debitor tersebut. Perjanjian ini tentu saja
menguntungkan semua pihak karena negara debitor diringankan bebannya
dengan adanya pembebasan utang yang kemudian diganti dengan kewajiban
untuk melakukan pelestarian lingkungan dan walaupun negara kreditor
mengalami kerugian akibat tidak tertagihnya utang, namun kerugian ini
seimbang dengan manfaat yang akan dihasilkan dari kegiatan
pelestarian alam dan konservasi yang dilakukan oleh negara debitor.
Hambatan
dalam Debt
for Nature Swap
Meskipun
Debt
for Nature Swap
dapat menghasilkan sejumlah penambahan dana untuk pelestarian
lingkungan, tetapi terdapat sejumlah hambatan yang akan membatasi
potensi pemanfaatan Debt
for Nature Swap.
Pemerintah dan berbagai pihak yang terlibat dalam mekanisme Debt
for Nature Swap
harus memahami beberapa hambatan tersebut dan harus mengupayakan
perbaikan dalam mekanisme Debt
for Nature Swap
di masa depan untuk menghindari dampak yang tidak diharapkan bersama.
Hambatan
terbesar dalam mekanisme Debt
for Nature Swap
adalah suatu negara yang tidak menghadapi permasalahan dalam membayar
kewajiban utangnya walaupun negara tersebut memiliki masalah dalam
konservasi alam yang parah, tidak memiliki kesempatan untuk melakukan
Debt
for Nature Swap
karena tidak memerlukan pemotongan utang. Selain itu, mengingat Debt
for Nature Swap
melibatkan pemabayaran oleh negara debitor dengan mata uang lokalnya,
terdapat halangan lain untuk mendapatkan Debt
for Nature Swap
yaitu tidak tersedianya sumber-sumber dana di dalam negeri. Hambatan
ini juga terjadi di Indonesia, sekalipu Indonesia memenuhi syarat
dari segi negara yang kesulitan utang dan menghadapi masalah
konservasi alam. Namun, kendati sumber-sumber fiskal tidak tersedia,
Debt
for Nature Swap
masih mungkin untuk dilakukan apabila ada insentif atau ada
pembayaran dalam bentuk lain.
Hambatan
lain untuk merealisasikan Debt
for Nature Swap
adalah rintangan politik di negara debitor, dimana terdapat
ketidakstabilan politik sehingga memengaruhi kemampuan pengambilan
keputusan oleh pemerintah dan kurangnya keyakinan bahwa pemerintah
akan mampu memenuhi komitmennya sebagaimana yang telah disepakati
dalam perjanjian Debt
for Nature Swap.
Sedangkan hambatan yang timbul bagi pihak negara kreditor adalah
tidak adanya kemauan politik untuk memotong piutangnya karena takut
berdampak besar pada anggaran negara.
Hambatan-hambatan
lain yang mungkin timbul dalam penerapan Debt
for Nature Swap
adalah adanya potensi untuk korupsi, adanya risiko akan devaluasi,
potensi meningkatnya inflasi, serta adanya ketidakmampuan dalam
penyerapan proyek pelestarian lingkungan.
STUDI
KASUS
Pendahuluan
Untuk
mencapai tujuan bernegara, yaitu menciptakan masyarakat yang adil,
makmur, dan sejahtera, pemerintah melakukan pembangunan di segala
bidang. Pembangunan tersebut sesuai dengan rencana pembangunan jangka
menengah dan jangka panjang yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Pembangunan ini bertujuan untuk mendorong perekonomian dan mencapai
target pertumbuhan yang telah direncanakan tiap tahunnya. Jika
perekonomian Indonesia dapat tumbuh sesuai dengan yang direncanakan
maka diharapkan akan tercipta lapangan kerja baru yang diperlukan
untuk menyerap tenaga kerja sehingga akan mengurangi jumlah
pengangguran.
Dalam
melaksanakan pembangunan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi
yang telah ditetapkan, pemerintah memiliki berbagai pilihan sumber
pembiayaan. Pembiayaan dalam negeri merupakan pilihan utama yang
dimiliki pemerintah untuk pembiayaan pembangunan. Namun, sumber
penerimaan dalam negeri yang berasal dari penerimaan pajak, migas,
serta penerimaan dalam negeri lainnya belum cukup untuk membiayai
pembangunan sesuai target pertumbuhan yang diinginkan. Saat ini,
pemerintah Indonesia tidak dapat mengandalkan penerimaan dari sektor
migas, sehingga pemerintah harus mengupayakan peningkatan penerimaan
dari sektor pajak. Tetapi penerimaan pajak tidak terlepas dari
kondisi perekonomian. Perekonomian yang tumbuh secara signifikan akan
berdampak terhadap pertumbuhan perusahaan-perusahaan sehingga
profitabiitas perusahaan akan semakin besar. Para pekerja pula akan
mengalami peningkatan pendapatan.
Pada
umunya penerimaan pajak tidak cukup untuk membiayai seluruh kegiatan
pembangunan yang dirancang untuk mengejar pertumbuhan yang
ditargetkan. Hal ini, nampak dari proporsi penerimaan pajak dalam
APBN yang sampai saat ini masih berkisar 72% dari total pendapatan
negara. Oleh karena itu, pemerintah mengupayakan pembiayaan
pembangunan tersebut dari utang dan kebijakan tersebut termasuk salah
satu kebijakan ekonomi yang tidak berubah hingga kini.
Namun
demikian, akumulasi utang pemrintah Indonesia semakin membengkak dari
tahun ke tahun. Meskipun dalam lima tahun terakhir pemerintah telah
berhasilk menurunkan rasio utang terhadap produk domestik bruto )PDB)
dari 57% menjadi 33%, tetapi secara nominal saldo utang (dalam negeri
dan luar negeri) terus membengkak dari Rp 1300 trilyun menjadi Rp1700
trilyun. Hadar (2009) menyataka bahwa kondisi utang pemerintah
Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Selama tahun 2005-2006,
pemerintah harus mengeluarkan dana Rp42,3 trilyun untuk membayar
bunga utang yang jatuh tempo. Sedangkan bunga untuk Surat Utang
Negara (SUN) valuta asing sebesar US$132,3 juta. Jumlah tersebut
belum termasuk cicilan pokok utang luar negeri sebesar labih dari
Rp90 trilyun. Dengan kondisi seperti ini, pada tahun 2005 Bank Dunia
memasukkan Indonesia ke dalam kelompok negara di Asia Pasifik yang
berpendapatan menengah dengan tingkat utang yang sangat tinggi
(severely
indebted middle income).
Tingginya jumlah utang negara telah menjadi sumber ancaman bagi
stabilitas ekonomi makro, baik berupa tekanan defisit fiskal,
ketimpangan distribusi sosial dalam APBN, maupun tekanan atas
cadangan devisa. Karena itu, diperlukan strategi yang lebih
komprehensif guna mengurangi utang tersebut.
Profil
Utang Indonesia
Jumlah
total outstanding
utang pemerintah baik pinjaman luar negeri maupun pinjaman dalam
negeri selama periode tahun 1999-2009 dapat dilihat dari grafik
berikut ini:
Jumlah
Saldo Utang Pemerintah Indonesia
periode
1997-
2009
(trilyun
rupiah)
1997
|
1998
|
1999
|
2000
|
2001
|
2002
|
2003
|
2004
|
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
|
Pinj.
LN
|
100%
|
82%
|
47%
|
47%
|
48%
|
47%
|
47%
|
49%
|
47%
|
43%
|
42%
|
45%
|
43%
|
SBN
|
0%
|
18%
|
53%
|
53%
|
52%
|
53%
|
53%
|
51%
|
53%
|
57%
|
58%
|
55%
|
57%
|
Sumber
data: Direktorat Jenderal Pengelolaan
Utang
Departemen Keuangan RI
Pinjaman
luar negeri pemerintah Indonesia berasal dari lembaga keuangan
internasional, yaitu Bank Dunia (World
Bank),
Asian
Development Bank,
Islamic
Development Bank,
kreditor bilateral (seperti Jepang, Jerman, dan Perancis), serta
kredit ekspor. Jenis pinjaman yang diperoleh pemerintah berupa
pinjaman program dan pinjaman proyek. Pinjaman program diperuntukkan
bagi dukungan anggaran dan pencairannya dikaitkan dengan pemenuhan
Policy
Matrix
di bidang kegiatan untuk mencapai Millenium Development Goals
(pengentasan kemiskinan, pendidikan, pemberantasan korupsi),
pemberdayaan masyarakat, dan infrastruktur. Pinjaman proyek digunakan
untuk pembiayaan proyek infrastruktur di berbagai sektor (seperti
sektor perhubungan dan energi), dan proyek dalam rangka pengentasan
kemiskinan (PNPM).
Pinjaman
dalam negeri digunakan untuk membiayai kegiatan dalam rangka
pemberdayaan industri dalam negeri dan pembangunan infrastruktur
untuk pelayanan umum serta kegiatan investasi yang menghasilkan
penerimaan. Pembiayaan dalam negeri yang digunakan pemerintah
Indonesia adalah Surat Berharga Negara (SBN) yang terdiri dari Surat
Utang Negara (berupa Surat Perbendaharaan Negara dan Obligasi
Negara), dan Surat Berharga Syariah Negara.
Jumlah
utang pemerintah yang cenderung meningkat akan membebani APBN karena
mengakibatkan adanya lonjakan dalam pembayaran cicilan pokok utang
dan bunga setiap tahunnya. Bahkan jumlah pembayaran cicilan pokok
utang dan bunga telah lebih besar dibandingkan dengan jumlah
penambahan utang baru.
Selisih
Jumlah Penambahan
Utang
Baru
dengan
Pembayaran Cicilan Pokok
Utang
dan Bunga
(dalam
juta US$)
2001
|
2002
|
2003
|
2004
|
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
|
Penambahan
Utang Baru
|
5.511
|
5.646
|
5.224
|
2.602
|
5.538
|
3.661
|
4.009
|
3.892
|
Angsuran
Pokok
Utang
|
4.245
|
4.567
|
4.955
|
5.222
|
5.626
|
5.787
|
6.322
|
6.569
|
Bunga
|
2.912
|
2.782
|
2.656
|
2.495
|
1.339
|
2.280
|
2.298
|
2.272
|
Jumlah
|
7.157
|
7.349
|
7.611
|
7.717
|
6.965
|
8.067
|
8.620
|
8.841
|
Selisih
|
(1.646)
|
(1.703)
|
(2.387)
|
(5.115)
|
(1.427)
|
(4.406)
|
(4.611)
|
(4.949)
|
Sumber
Data: Direktorat Jenderal Pengelolaan
Utang
Departemen Keuangan RI
Berdasarkan
data di atas, maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Indonesia
telah masuk dalam perangkap jebakan utang (debt
trap)
yang memaksa pemerintah melakukan “gali lubang tutup lubang”
setiap tahunnya (Radhi, 2009).
Solusi
Strategi
Pengelolaan Utang
Dengan
mempertimbangkan jumlah utang pemerintah Indonesia yang besar, jenis
utang yang beragam, jangka waktu pelunasan utang yang beragam, serta
berbagai risiko yang melekat pada utang, maka pemerintah perlu
merancang strategi pengelolaan utang yang sustainable.
Pemerintah telah memiliki strategi utang dengan diterbitkannya
Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor: 447/KMK.06/2005 tentang
Strategi Pengelolaan Utang Negara Tahun 2005-2009. Dalam KMK ini
disebutkan mengenai dua jenis strategi umum manajemen utang, yaitu
pengelolaan portfolio dan risiko, serta pengembangan pasar primer dan
pasar sekunder Surat Utang Begara (SUN).
Pengelolaan
portfolio dan risiko mencakup pengurangan utang negara dalam mata
uang rupiah, meminimalisasi risiko pembiayaan kembali, peningkatan
porsi utang negara dengan bunga tetap, penurunan porsi kredit ekspor,
dan penerapan prinsip pengelolaan utang negara yang baik.
Pengembangan pasar primer mencakup pengembangan metode penerbitan,
pengembangan sistem lelang, penyunan jadwal yang teratur, dan
penerbitan benchmark
issues.
Sedangkan pengembangan pasar sekunder mencakup diversifikasi
instrument Surat Utang Negara (SUN), dan aktivitas lain untuk
meningkatkan lukuiditas pasar SUN.
Namun
demikian, Keputusan Menteri Keuangan (KMK) tersebut, masih perlu
disempurnakan dan dalam beberapa hal masih perlu ditingkatkan
kedudukannya dalam sistem perundang-undangan yang berlaku. Strategi
pengelolaan utang agar diarahkan pada pencapaian tujuan dari
pengelolaan utang yaitu meminimalkan biaya utang dengan tingkat
risiko yang semakin terkendali.
Strategi
yang pertama adalah strategi pengelolaan utang pemerintah dalam
jangka panjang saat ini lebih difokuskan pada perolehan sumber
pembiayaan untuk mendanai program-program pembangunan dan belum
banyak memberikan perhatian pada pengelolaan biaya dan risiko
(Suminto, 2006). Saat ini, posisi utang pemerintah semakin besar
dengan portfolio utang yang semakin beragam. Sejak tahun 2005, Surat
Berharga Negara (SBN) menjadi instrument utama pembiayaan defisit
anggaran. Komposisi SBN didominasi oleh obligasi (baik domestik
maupun internasional) yang tentunya memiliki eksposure yang tinggi
terhadap fluktuasi perekonomian global. Oleh karena itu, strategi
pengelolaan utang pemerintah harus berfokus pada pengelolaan biaya
dan risiko dari berbagai instrument pembiayaan yang dimiliki sehingga
dapat meminimalkan risiko yang mungkin terjadi, khususnya risiko
pasar dan risiko likuiditas.
Strategi
kedua, pengelolaan utang pemerintah terkait dengan penetapan jumlah
utang yang aman bagi perekonomian dan batas maksimum bagi pembayaran
utang pemerintah dengan menciptakan kerangka hukum yang kuat. Sesuai
‘IMF
Country Report”
tahun 2005,
tingkat utang
yang aman adalah tingkat utang
yang tidak rentan terhadap krisis, tidak mengancam pertumbuhan
ekonomi, dan tidak mengganggu keseimbangan fiskal
(fiscal
sustainability).
Menurut studi yang dilakukan oleh IMF tersebut, tingkat utang
yang aman bagi pemerintah Indonesia adalah berkisar 35% s.d.42
% dari
GDP.
Jumlah
tingkat utang
yang aman ini perlu ditetapkan dalam suatu Undang-undang,
sehingga pemerintah yang berkuasa tidak dapat sewenang-wenang menarik
pinjaman. Dalam kerangka
hukum pengelolaan utang
tersebut diatur pula kewenangan memutuskan utang
dan batasan-batasannya serta hubungan antar eksekutif dan legislatif
(Suminto, 2006; Hadar, 2009). Disamping itu, diperlukan pula
pemberlakuan batas maksimum pembayaran utang
pemerintah, khususnya utang
luar negeri.
Strategi
ketiga adalah pembentukan intregated
debt management office
(Bank Dunia, 2004). Saat ini, pengelolaan utang
pemerintah ditangani secara parsial oleh beberapa institusi yaitu
Departemen Keuangan, Bank Indonesia, Kantor Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian, dan Bappenas. Menurut Hadar (2009) debt
management office
seharusnya tidak hanya mengurus rescheduling
dan reprofiling
utang,
namun juga menawarkan pengelolaan utang
secara
tidak konvensional
yang memerlukan negosiasi dan rekayasa finansial,
seperti pemotongan utang
(hair
cut),
penghapusan sebagian utang
(write-off),
konversi utang
menjadi ekuitas, konversi utang
ke sumber daya alam (debt
for nature swap)
dan konversi utang
ke MDGs (debt
for MDGs swap).
Debt
for Nature Swap Sebagai
Salah Satu Cara untuk Mengatasi Utang Luar Negeri Indonesia
Indonesia
merupakan salah satu negara yang termasuk dalam kategori negara
dengan jumlah utang tertinggi di dunia. Beberapa penyebabnya adalah
lemahnya perekonomian Indonesia sehingga rentan terhadap berbagai
risiko, terutama pada keadaan perekonomian yang kurang stabil seperti
saat ini. Selain itu, kurangnya kemampuan dalam mengelola sumber daya
alamnya, menjadikan Indonesia yang semula tergolong dalam The
East Asia Miracle
menjadi terpuruk.
Tingginya
utang yang dimiliki, memicu Indonesia untuk semakin meningkatkan
potensi sumber daya alamnya untuk menghasilkan pendapatan yang lebih
besar sehingga dapat meringankan utang negara. Namun, cara yang
ditempuh Indonesia merupakan cara yang salah. Indonesia cenderung
melakukan eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran tanpa
memperhitungkan dampak yang akan terjadi akibat kerusakan lingkungan.
Akibatnya saat ini masalah yang dihadapi Indonesia tidak hanya
masalah ketidakmampuan untk membayar utang yang semakin lama semakin
tinggi, tetapi juga masalah kerusakan lingkungan. Kedua masalah
tersebut menyeret Indonesia ke dalam kemunduran. Jika keadaan ini
terus berlangsung, bukan tidak mungkin Indonesia akan menjadi salah
satu negara miskin di dunia.
Untuk
mengatasi hal tersebut, pemerintah telah melakukan berbagai cara dan
menerapkan berbagai kebijakan untuk mengurangi beban utang negara.
Misalnya dengan melakukan restrukturisasi utang dengan beberapa
kreditor luar negeri. Di sisi lain, jumlah utang Indonesia semakin
meningkat tiap tahunnya, sehingga dalam beberapa tahun terakhir ini
seolah-olah Indonesia melakukan apa yang disebut dengan “gali
lubang, tutup lubang”.
Akan
tetapi, dua masalah yang telah disebutkan di atas (ketidakmampuan
membayar jumlah utang yang tinggi dan kerusakan lingkungan)
menyebabkan Indonesia menjadi negara yang memenuhi syarat untuk
melakuan metode Debt
for Nature Swap.
Debt
for Nature Swap
merupakan pembatalan
utang luar negeri dengan cara menukarkannya dengan suatu komitmen
dari negara pengutang (debitor) untuk memobilisasi sumber keuangan
domestik untuk kegiatan konservasi.
Jika berhasil diterapkan di Indonesia, maka metode ini akan
menguntungkan bagi semua pihak.
Bagi
pihak debitor, panghapusan utang akan mendukung kegiatan konservasi
dan pembangunan yang akan memberi sumbangan terhadap pemulihan
ekonomi. Di samping itu, cara ini dapat menghemat devisa yang akan
meningkatkan investasi di bidang konservasi dan pembangungan.
Salah
satu dampaknya bagi Indonesia adalah turunnya anggaran pengelolaan
kawasan konservasi di Indonesia. Debt
for Nature Swap
akan sangat baik diterapkan di Indonesia karena secara signifikan
Debt
for Nature Swap
akan membantu mobilisasi sumber daya keuangan domestik dalam
mendukung kegiatan pelestarian alam.
Krisis
ekonomi yang baru-baru ini terjadi, juga telah menimbulkan berbagai
tekanan terhadap kelangsungan hidup dan pengelolaan berbagai tempat
konservasi alam seperti taman nasional. Hal ini mengakibatkan
diperlukannya dana yang cukup besar untuk mengatasi masalah tersebut.
Kebutuhan akan dana ini, tentu saja sulit dipenuhi oleh pemerintah
mengingat banyaknya keperluan dana untuk mnyediakan subsidi bagi
masyarakat dan pembangunan negara. Tetapi dengan adanya Debt
for Nature Swap,
Indonesia tidak perlu melunasi utangnya melainkan hanya mengalirkan
kewajiban pembayaran utang yang dimilikinya menjadi dana untuk
pengelolaan konservasi di Indonesia.
Kendati
demikian, terdapat beberapa hambatan yang timbul untuk melaksanakan
Debt
for Nature Swap di
Indonesia. Yang pertama, mekanisme pelaksanaan Debt
for Nature Swap
cukup rumit dan pelaksanaannya masih sulit untuk dinegosiasikan
karena keadaan politik dan ekonomi Indonesia yang masih belum stabil.
Kedua, terdapat kreditor luar negeri yang enggan untuk melakukan
kesepakatan Debt
for Nature Swap
dengan Indonesia karena tingginya jumlah utang Indonesia. Yang
terakhir adalah jika Indonesia akan membuka lahan koservasi maka hal
ini kemungkinan besar akan merugikan masyarakat khususnya suku
pedalaman karena sebagian besar wilayah Indonesia yang masih alami
(belum tersentuh oleh dunia modern) merupakan tempat tinggal dari
suku-suku asli dan masyarakat adat di daerah tersebut. Sehingga jika
lahan konservasi dibuka, maka keberadaan suku-suku tersebut akan
terancam (akan diusir dari wilayah konservasi). Walaupun terdapat
beberapa hambatan, tetapi bukan tidak mungkin metode Debt
for Nature Swap
dapat diterapkan di Indonesia.
Utang
yang ditanggung oleh Indonesia tidak hanya berasal dari satu kreditor
saja melainkan dari banyak kreditor luar negeri. Karena itu, kendati
Indonesia berhasil mengadakan perjanjian tentang Debt
for Nature Swap
dengan beberapa kreditor, namun hal ini tidak akan berdampak besar
terhadap jumlah utang negara (hampir tidak mungkin Indonesia
mengadakan perjanjian Debt
for Nature Swap
dengan seluruh kreditornya meningat mekanisme pelaksanaan dan
negosiasinya yang sangat sulit dilakukan). Sehingga, walaupun Debt
for Nature Swap
bukan merupakan sebuah solusi untuk mengatasi ketidakstabilan
perekonomian Indonesia saat ini, namun Debt
for Nature Swap
merupakan sebuah alternatif pemecahan masalah untuk meringankan beban
utang negara yang semakin lama semakin meningkat.
Kesepakatan
Debt
for Nature Swap
antara Indonesia dengan Amerika Serikat
Dalam
sebuah program yang bernama Tropical
Forest Conservation Act
(TFCA), pemerintah Amerika membuka kesempatan bagi negara-negara
debitur (negara yang memiliki utang kepada Amerika) untuk mengurangi
jumlah utangnya. TFCA merupakan salah satu program Debt
for Nature Swap
yang diselenggarakan oleh Amerika Serikat. Melalui program ini,
negara-negara yang memiliki hutan hujan tropis akan mendapatkan
potongan utang maksimal 40% dari harga utangnya. Hal ini tentu saja
merupakan peluang emas bagi Indonesia. Apalagi Indonesia merupakan
salah satu negara dengan hutan hujan tropis terbesar di dunia.
Pada
tanggal 30 Juni 2009, pemerintah Indonesia dan Amerika menandatangani
perjanjian TFCA pertama bagi Indonesia. Pada perjanjian tersebut,
Amerika akan mengurangi jumlah pembayaran utang Indonesia sebesar
US$30 juta selama masa 8 tahun. Sebagai gantinya, pemerintah
Indonesia akan menggunakan dana tersebut untuk mendukung restorasi
hutan-hutan di daerah Sumatra.
Perjanjian
TFCA pertama ini merupakan Debt
for Nature Swap
terbesar dalam sejarah TFCA dan dapat terwujud berkat kontribusi
sebesar US$20 juta dari pemerintah Amerika Serikat dan gabungan
donasi sebesar US$ 2 juta dari Conservation
International
dan Yayasan Keanekaragaman Hayati (KEHATI).
Kemudian,
pada tanggal 14 Januari 2010 pemerintah Amerika Serikat dan Indonesia
telah mengumumkan dimulainya pembahasan isi kesepakatan kedua
mengenai pengalihan utang untuk pelestarian alam (Debt
for Nature Swap)
di bawah Undang-Undang Perlindungan Hutan Tropis (The
Tropical Forest Conservation Act/TFCA)
Amerika Serikat untuk pelestarian lingkungan. Departemen Keuangan
Amerika Serikat telah menyisihkan US$19 juta untuk mengelola jumlah
utang yang layak dialihkan.
Adanya
perjanjian ini merupakan kesempatan emas bagi Indonesia. Diharapkan
setelah perjanjian ini dilakukan, beban utang Indonesia akan menjadi
lebih ringan dan keadaan sumber daya alam Indonesia semakin membaik.
PENUTUP
Simpulan
Utang
merupakan sebuah komponen ekonomi yang memiliki dua sisi, yaitu sisi
positif dan negatif. Sisi positif utang adalah jika digunakan dengan
baik, utang dapat menjadi alat untuk meningkatkan perekonomian negara
dan meningkatkan keadaan ekonomi suatu usaha. Misalnya, utang dapat
digunakan untuk mendanai pembangunan negara, memperluas usaha,
membuka lapangan pekerjaan, dan lain sebagainya.
Namun,
sisi negatif dari utang adalah jika tidak digunakan dengan baik,
utang dapat menjadi boomerang terhadap pihak debitor itu sendiri.
Utang yang semakin tinggi akan menyebabkan likuiditas suatu usaha
menurun dan dapat mengancam kedaulatan negara. Hal ini dapat
menyebabkan risiko ketidakmampuan dalam melunasi utang sangat tinggi
dan pada akhirnya dapat menyebabkan kebangkrutan atau defisit.
Untuk
mengatasi dampak negatif dari utang tersebut, terdapat beberapa cara
untuk mengatasi ketidakmampuan pihak debitor dalam melunasi utangnya.
Misalnya dengan melakukan Debt
for Nature Swap,
yaitu pembatalan
utang luar negeri dengan cara menukarkannya dengan suatu komitmen
dari negara pengutang (debitor) untuk memobilisasi sumber keuangan
domestik untuk kegiatan konservasi.
Dalam
Debt
for Nature Swap,
negara debitor tidak perlu melunasi utangnya melainkan mengalirkannya
untuk membiayai kegiatan pelestarian dan konservasi alam. Dengan
melakukan Debt
for Nature Swap,
Indonesia dapat mengurangi jumlah utang luar negerinya sekaligus
dapat memperbaiki keadaan alamnya yang semakin rusak dari tahun ke
tahun.
Namun
demikian, Debt
for Nature Swap
bukanlah solusi untuk mengatasi keterpurukan perekonomian Indonesia,
namun Debt
for Nature Swap
merupakan sebuah alternatif solusi yang ditawarkan untuk meringankan
beban utang negara yang semakin membengkak tiap tahunnya. Sehingga
diharapkan setelah melakukan Debt
for Nature Swap,
keadaan Indonesia dapat menjadi lebih baik dan memiliki ketahanan
dalam menghadapi ketidakstabilan dalam dunia perekonomian, baik dari
dalam negeri maupun luar negeri.
Daftar
Pustaka
Fess,
Warren, & Reeve. (2004). Pengantar Akuntansi. Jakarta: Salemba
Empat.
Houston
& Brigham. (2006). Fundamentals
of Financial Management.
Jakarta: Salemba Empat.
Ikatan
Akuntan Indonesia. (2009). Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta:
Salemba Empat.
Kieso,
Donald. E, Jerry J. Weygandt, & Terry D. Warfield. (2001).
Intermediate
Accounting.
Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama.
Madura,
Jeff. (2007). Introduction
to Business.
Jakarta: Salemba Empat.
Waluyo.
(2009). Akuntansi Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
Langganan:
Postingan (Atom)