NOTULENSI DISKUSI
BUDAYA: PELUANG & PERMASALAHAN AKTIVISME SENI TRADISI & BUDAYA DI
MALANG RAYA
Omah Budaya Cempluk –
Kamis, 27 September 2018
Pengantar oleh
Moderator (Umi Salamah – Nusantara Curture Academy)
Nusantara Culture Academy (NCA) merupakan lembaga penelitian
di bidang sejarah, budaya, & sosiologi – antropologi yang bertujuan
mendukung legalitas & pengembangan budaya Nusantara. Selain melakukan kajian & menyusun basis
data, NCA melakukan pendampingan & membantu akses pendanaan melalui Corporate Social Responsibility maupun
program Pemerintah untuk kegiatan seni tradisi & budaya di Malang Raya.
Salah satu bentuk kerja NCA adalah menghubungkan antara
pelaku seni tradisi & budaya dengan pengambil kebijakan seperti malam ini
menghadirkan Bapak Tatang, Staf Ahli Kepresidenan Bidang Komunikasi Politik
& Diseminasi Informasi.
Yahya Tatang Badru
Tamam (Kantor Staf Kepresidenan – Bidang Komunikasi Politik & Diseminasi
Informasi)
Tugas dari Deputi Komunikasi Politik & Diseminasi
Informasi adalah melakukan gali gagasan (brainstorming)
dari masyarakat untuk penyusunan program-program prioritas Presiden. Salah satunya adalah menampung aspirasi
tentang peluang & tantangan dari aktivitas budaya seperti Festival Kampung
Cempluk. Aktivisme yang berasal dari
inisiatif rakyat untuk melestarikan seni, budaya, & kearifan lokal guna
meningkatkan kepercayaan diri & harga diri.
Contoh kasus lain adalah mulai terpinggirkannya
Pesantren-Pesantren Salafi yang banyak mencetak kyai-kyai kampung. Dengan terpinggirkan, jumlah kyai kampung
semakin menurun sehingga ekspandi kelompok-kelompok fundamentalis masuk ke
kampung-kampung. Demikian pula kajian
kitab-kitab kuning, karya kyai-kyai besar semakin menurun yang mengancam
kelestarian pengajaran asli (otentik) Nusantara.
Kristanto Budiprawiro
(Presidium Jaringan Gusdurian Jawa Timur)
Kantor Staf Presiden (KSP) memiliki perhatian yang cukup
baik terhadap inisiatif (budaya) rakyat.
Tetapi pada dasarnya, ada atau tidak ada kehadiran Pemerintah, aktivitas
seni tradisi & budaya rakyat tetap hidup.
Karena aktivitas seni tradisi & budaya rakyat adalah ekspresi
rakyat.
Pandangan (stigma) atau asumsi terhadap seniman &
budayawan kampung yang ketinggalan jaman & tidak mau maju harus dihilangkan
dari pandangan Pemerintah. Bahkan,
seharusnya Pemerintah harus memberikan apresiasi terhadap seniman &
budayawan kampung. Karena merekalah
penjaga kelestarian seni tradisi & budaya asli Nusantara. Pemerintah harus memilki mekanisme apresiasi
& melakukan pendampingan terhadap seniman & budayawan kampung khususnya
pada manajemen & kelembagaan.
Dwi Cahyono
(Sejarahwan Universitas Negeri Malang)
Malang Raya itu cari tanpa terpengaruh sekat administratif,
sebuah entitas yang terikat secara historis. Sebelum terpisah, Malang adalah
satu kesatuan Kadipaten. Tetapi, sejak
1914 terpisah menjadi Kota & Kabupaten Malang serta pada tahun 2001 Kota
Batu dipisahkan dari Kabupaten Malang.
Tetapi, kesamaan historis & kultural menjadikan Malang Raya tetap
satu kesatuan entitas. Masalah
keterpisahan administratif tidak menjadi masalah bagi masyarakat untuk
melakukan aktivitas budaya.
Sebagai contoh adalah Kampung Cempluk. Secara administatif berada di Kabupaten
Malang tetapi secara geografis berdekatan dengan Kota Malang. Malang Raya secara budaya terajut oleh aliran
Sungai Metro & sungai Brantas, rajutan ekologis yang berpengaruh terhadap
rajutan seni tradisi seperti Tari Topeng Malangan. Ekososiokultural yang membentuk entitas
Malang Raya.
Kapling administratif penting, tetapi yang lebih penting
adalah jejaring & rajutan gerak budaya.
Dijaga rajutan jejaringnya dengan gerak bernama “Sonjo Kampung” di
Malang Raya. Bahkan, saat ini telah
ditularkan “virus sonjo kampung” sampai ke Blitar Raya & Pasuruan
Raya. Gerak para Pebakti (budaya)
Kampung untuk mengatasi egosektoral & administratif akibat dari otonomi
daerah. Sehingga, gerak para Pebakti
Kampung semacam Sonjo Kampung perlu didiseminasi di berbagai tempat.
Contoh Kasus temuan ekologis & teknologis di Nawonggo,
tidak direspon oleh Pemerintah Daerah, pun oleh Pemerintah Desa. Sehingga, warga kampung seperti dibiarkan
berjalan sendiri untuk melestarikan situs bersejarah & kearifan lokal serta
seni tradisi & teknologi peninggalan para leluhur.
Restu Respati (Jelajah
Jejak Malang)
Kampung Nawonggo sebenarnya sudah mendapat perhatian dari Tim Percepatan Pariwisata sebagai Situs Wisata
Sejarah & Religi. Bagian dari
perjalanan (trip) Majapahit yang
menghubungkan Mojokerto – Malang – Blitar sebagai bagian dari jejak sejarah
Majapahit. Selain itu, untuk
meningkatkan daya tarik, khususnya untuk souvenir,
telah bekerjasama dengan Desa Tajinan sebagai tetangga desa yang memiliki
produk khas berupa batik.
Tetapi karena kurangnya perhatian dari Pemerintah Desa dan
Pemerintah Kabupaten Malang, Kampung Nawonggo untuk sementara ditunda masuk
sebagai bagian dari Trip Majapahit.
Perlu keseriusan perhatian & pendampingan dari Pemerintah Daerah.
Priyambodo (Penghayat
– Sanggar Sasmito Jati)
Nilai-nilai tradisi tidak terpisahkan dari budaya. Sebagai contoh adalah Tumpengan di Punden
Kampung Cempluk, harus dilestarikan & dihidupkan lagi untuk daerah-daerah
lain.
Penghayat tidak terpisahkan dari nilai-nilai tradisi &
budaya lokal. Penghayat harus
diperhatikan sebagai satu kesatuan dengan budaya & tradisi lokal. Harus mendapat perhatian & fasilitas dari
pemerintah. Sebagai contoh, seluruh
Sanggar para Penghayat tidak ada satupun yang difasilitasi oleh
Pemerintah. Seluruhnya merupakan hasil
dari swadana & swadaya komunitas Penghayat.
Sanggar bukan untuk tempat peribadatan, karena Penghayat melakukan
ibadah di manapun tempat. Sanggar
dijadikan tempat pelestarian & pengembangan tradisi & budaya lokal, uri-uri budaya.
Bejo Sandi (Komunitas
Seni Celoteh)
Memproduksi alat musik bambu, khususnya rinding. Alat musik asli
Nusantara yang memiliki nama berbeda di setiap daerah. Pengrajin rinding
kurang mendapat perhatian dari Pemerintah, sehingga semakin ditinggalkan
oleh masyarakat yang akibatnya semakin sedikit pula pengrajinnya. Pemerintah perlu memberikan perhatian dalam
bentuk pendampingan berupa manajemen komunitas serta menjadikan rinding sebagai alat musik tradisional
yang wajib diajarkan. Selain itu,
Pemerintah harus memberikan perlindungan pada pengrajin rinding menghadapi serbuan produksi masal berskala industri.
Sistem Informasi Pokok Pikiran Kemajuan Kebudayaan (PPKD)
sebagai sarana untuk pendataan diri seniman & budayawan sulit untuk diakses
dan mekanisme yang berbelit-belit.
Sebaiknya disederhanakan untuk mempermudah pendataan seniman &
budayawan.
Renee (Pemerhati
& Peneliti Seni)
Kemandirian (swadana & swadaya) pelaku seni tradisi
& budaya adalah kekuatan.
Ketergantungan pada Patron (pemerintah & swasta) akan melemahkan
gerak seni tradisi & budaya rakyat.
Karena gerakan seni tradisi & budaya rakyat adalah gerakan kultural.
Patron diperlukan hanya sebagai sistem penunjang (suopporting system) saja.
Umi Salamah (NCA)
Nilai Budaya Nusantara adalah gotong royong, guyup rukun,
& getok tular. Merupakan nilai luhur
Nusantara untuk melawan komersialisasi & individualisme.
Kemandirian komunitas pelaku seni tradisi & budaya serta
situs sejarah dapat dikuatkan dengan menjadikan komunitas & situs seni
tradisi & budaya sebagai destinasi wisata budaya & religi. Karena seringkali, komunitas & situs
budaya kurang mendapat perhatian Pemerintah Daerah seperti Kampung
Nawonggo. Wisata budaya & religi
dapat dijadikan sebagai sarana pemberdayaan & pembangunan ekonomi
masyarakat melalui edukasi ekososiokultural.
NCA siap memberikan pendampingan, NCA telah membuat model
pendampingan & pemberdayaan masyarakat, khususnya belajar dari Kampung
Nawonggo. Dapat dijadikan model
pendampingan & pemberdayaan masyarakat di berbagai situs sejarah &
komunitas budaya di seluruh Nusantara.
Bondan (Rumah Budaya
Tunggul Wulung)
Menagih janji Pemerintah yang termaktub dalam Pasal 49
Undang-Undang 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, yaitu Dana Perwalian. Sampai hari ini belum ada Petunjuk
Pelaksanaan (juklak) & Petunjuk Teknis (juknis) dalam bentuk Peraturan
Pemerintah (PP) sehingga Pemerintah Daerah enggan menganggarkan Dana Perwalian.
Selama ini para seniman & budayawan bekerja mandiri,
swadaya & swadana. Pemerintah Daerah
tidak tanggap & tidak peka untuk melakukan Pemajuan Kebudayaan, walau sudah
menjadi amanat Undang-Undang. Apalagi
dengan tidak adanya PP yang mengatur juklak & juknis UU5/2017, sama sekali
tidak terbebani & tidak pula memberi sedikit perhatian.
Pendampingan hukum untuk seniman & budayawan perlu untuk
dilakukan, karena seringkali seniman
& budayawan hanya menjadi bulan-bulanan birokrasi. Bahkan hanya dimanfaatkan dan diperalat untuk
kemudian ditinggalkan begitu saja.
Gotong royong & guyup rukun sudah menjadi darah daging
bagi para seniman & budayawan kampung.
Tetapi, amanat undang-undang tetap harus dilaksanakan. PP harus segera dikeluarkan untuk menjadi
dasar Pemerintah Daerah menganggarkan Dana Perwalian.
Bayu (Saka Nusantara)
Saka Nusantara adalah komunitas yang bertujuan untuk
melakukan advokasi budaya Nusantara.
Baik advokasi masalah-masalah teknis, legal formal, & hukum yang
perlu dikawal. Bertujuan untuk menjaga
lestarinya nilai-nilai luhur Nusantara sekaligus mendiseminasikannya ke seluruh
Nusantara.
Trianom Suryandaru
(Komunitas Omah Hijau)
Pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan yang tegas,
kebijakan Rumah Rakyat. Kebijakan yang
mengatur tentang kewajiban menyediakan ruang publik bagi pengembang. Khususnya pengembangan rumah toko (ruko) yang
harus menyediakan ruang publik seperti fasilitas umum (fasum) dan fasilitas
sosial (fasos) yang harus disediakan oleh pengembang perumahan. Rumah Rakyat akan
menjadi ruang publik untuk edukasi & ekspresi berkesenian &
berkebudayaan bagi masyarakat & komunitas sekitar tempat ruko tersebut
dibangun.
Achmad Winarto (Cak
Win Celaket) (Komunitas Kampung Celaket)
Perhatian Pemerintah terhadap seni tradisi & budaya
Nusantara harus lebih jelas & tegas lagi.
Seni tradisi & budaya Nusantara harus masuk ke dalam kurikulum
pendidikan sejak Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai ke Perguruan Tinggi.
Selain itu, Pemerintah harus memperhatikan sanggar-sanggar
seni tradisi di kampung-kampung.
Mendampingi yang telah ada & menginisiasi pembukaan sanggar seni
tradisi di berbagai kampung i seluruh Nusantara.
Sehingga, pendidikan seni tradisi & budaya Nusantara
diselenggarakan baik di lembaga pendidikan formal (sekolah), lembaga pendidikan
non formal (sanggar seni), dan lembaga pendidikan informal (sanggar seni
kampung). Regenerasi & pelestarian
seni tradisi & budaya Nusantara dapat terus dilakukan &
berkesinambungan.
Daniel S. Stephanus (Temannya
Seniman)
Diskusi hari ini merupakan curah pendapat (brainstorming) sebagai langkah awal
untuk menjamin kerja-kerja seniman & budayawan pelestari nilai-nilai luhur
Nusantara. Adanya lembaga yang siap
melakukan pendampingan untuk penggalian & pengumpulan data (database) serta menarasikannya seperti
NCA, lembaga yang siamp melakukan pendampingan & advokasi budaya seperti
Saka Nusantara, dan perhatian langsung dari Staf Kepresidenan menjadi
penyemangat para seniman & budayawan kampung.
Tetapi, harapannya bukan hanya sekedar menjadi wacana atau
bahan riset saja. Pertemuan ini harus
menjadi sesuatu yang nyata, bisa dalam bentuk kebijakan Pemerintah seperti PP
untuk UU 5/2017. Bisa pula pendampingan untuk manajemen & kelembagaan bagi
komuitas seni budaya & tradisi kampung.
Dapat pula berupa pendampingan legal formal & advokasi bagi pelaku
seni & budaya baik berhadapan dengan Pemerintah maupun pihak-pihak lain
yang memanfaatkan kerja-kerja pelaku seni tradisi & budaya. Bahkan, bila perlu munculnya kebijakan yang
lebih ekstrim lagi seperti Program Rumah Rakyat untuk pengembang, lebih-lebih
lagi masuknya Pendidikan Seni Tradisi & Budaya Nusantara ke dalam Kurikulum
Pendidikan Nasional.
Umi Salamah (NCA)
Cukup banyak masukan potensi & permasalahan yang didapat
untuk membangkitkan kembali kejayaan seni tradisi & budaya Nusantara. Pelu juga langkah nyata untuk melakukan
edukasi & sosialisasi nilai-nilai luhur Nusantara dengan media kekinian
seperti film & permainan (games).
Serta tentu model-model pendampingan komunitas budaya yang kontekstual sesuai
kearifan lokal.
Yahya Tatang Badru
Tamam (Kantor Staf Kepresidenan)
Semangat membangun dari pinggiran sedang bangkit. Salah satu yang difasilitasi oleh negara
adalah pengakuan terhadap Masyarakat Adat.
Secara substansial sudah ada pengakuan yang pasti, sedangkan secara
artifisial ditampakkan dengan pemakaian pakaian adat Nusantara di setiap acara
kenegaraan di Istana Negara. Merupakan
langkah awal untuk membangkitkan & melestarikan tradisi, budaya, &
nilai luhur Nusantara.
Seniman & budayawan seringkali menjadi mandul saat tergantung
pada Pemerintah (birokrasi). Salah satu
contohnya adalah mandulnya Rumah Kreatif yang dikelola oleh BEKRAF. Pengelolaan oleh birokrasi seringkali tidak
tepat guna & tidak tepat sasaran.
Jejaring antar seniman & budayawan untuk saling
menguatkan dalam laku kerja-kerja seni tradisi & udaya adalah kekuatan yang
maha dahsyat. Kekuatan yang harus terus
dijaga dan semakin diperluas.
Priyo Sunanto (Omah
Budaya Cempluk)
Pertemuan kali ini diharapkan tidak hanya menjadi wacana
atau janji semata. Hasil pertemuan harus
menjadi kenyataan untuk menjaga lestarinya seni tradisi & budaya serta
nilai-nilai luhur Nusantara.
Disusun oleh:
Daniel S. Stephanus
Jumat, 28 September 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar