NARASUMBER
Pemantik Diskusi:
1.
Drs. Dwi Cahyono M.Hum (Sejarahwan – Dosen
Jurusan Sejarah - Universitas Negeri Malang)
2.
Dr. Anthoni Rifki, S.Sos. (Dosen Jurusan
Komunikasi – FISIP.UB)
3.
Ir. Bambang Irianto (Keua RW Kampung Glintung Go
Green)
4.
Luthfi J. Kuniawan (Malang Corruption Watch)
5.
Danis Setya Budi Nugroho S.Pd. (Kepala Desa
Gondowangi – Kecamatan Wagir)
Moderator:
Daniel S. Stephanus (Warga Kampung Cempluk, RT5/RW1 Dusun
Sumberjo – Desa Kalisongo)
PEMBUKAAN
Sambutan Kepala Desa
Kalisongo (Bapak .....)
Selamat datang di Sumberjo... Selamat datang di Kalisongo...
Festival Kampung Cempluk adalah kegiatan untuk menjaga
keletarian budaya kampung/desa.
Sambutan Tokoh
Kampung Cempluk (Bapak Budi)
Sumberjo atau Kampung Cempluk memiiki sejarah unik. Sampai akhir 1980 belum teraliri listrik
walau berbatasan dengan Kota Malang.
Karena terisolir & belum terhubung sampai dibangun jembatan di
perbatasan desa. Sehingga, sehari-hari
menggunakan cempluk atau sentir sebagai penerangan.
Sedangkan Festival Kampung Cempluk merupakan perhelatan
bersama dari antusiasme warga Sumberjo (Kampung Cempluk) sekaligus dalamrangka
Ritual Bersih Dusun. Terdapat belasan
sanggar seni, kuliner, dan berbagai produk budaya asli Sumberjo yang perlu
disatukan & dirayakan dalam satu kegiatan bersama.
Festival Kampung Cempluk telah dilaksanakan untuk kedelapan
kalinya. Merupakan pioneer untu
festival-festival kampung sejenis, bahkan jauh sebelum ada masalisasi
kampung-kampug tematik yang bersifat wisata.
Tetapi, tetap harus berinovasi untuk menjadi kampung percontohan, bukan
anya fetivalnya tetapi juga aktivitas budaya warga kampung sehari-hari.
Awalnya dikolelo oleh warga secara mandiri dan berjalan
dengan lancar, tetapi mengalami kemunduran saat 2x terakhir dihelat oleh
Desa. Kali ini kembali dihelat oleh
warga lewat anak-anak muda di Karang Taruna.
Bukan saja penyegaran tetapi juga untuk pengembangan & rgenerasi.
Sambutan dari
Penggagas KFC (Redy)
“Kampungku uripku” yang menjadi tema pada KCF kali ini merupakan
spirit untuk menjadikan kampung sebagai pusat hidup, penghidupan, &
kehidupan. Kampung yang adalah lumbung
ide & pusat kebudayaan harus menjadi sumber hidup warganya.
Kampung bukan semata menjadi destinasi wisata kekinian yang
bersifat artifisial & transaksional.
Kampung harus menjadi pelaku utama kebudayaan (ekonomi, sosial, &
budaya). Kuncinya adalah dengan membangun
sumber daya manusia-nya. KCF merupakan
sarana pembelajaran & perayaan kebudayaan masyarakat kampung.
PEMAPARAN OLEH
NARASUMBER
Drs. Dwi Cahyono
M.Hum (Sejarahwan – Dosen Jurusan Sejarah - Universitas Negeri Malang)
Kesejarahan Dusun Sumberjo (Kampung Cempluk) sangat jelas. Adanya artefak berupa punden (etnografis)
yang memiliki angka tahun (kronogram) abad ke 12. Bukti sejarah dari masa Hindu Syiwa. Sayangnya hanya ditemukan sebagian, karena
biasanya bila ada arca pasti ada candi.
Jadi, Sumberjo atau Sumber Rejo merupakan kampung bersejarah.
Secara toponimi (penamaan) dapat diperoleh petunjuk bahwa
SUMBERJO berasal dari kata SUMBER REJO yang artinya sumber yang besar. Demikian pula dengan Desa KALISONGO yang
berarti Desa dengan 9 aliran sungai (kalen).
Kalisongo & Sumberjo merupakan desa yang dibangun dekat dengan
sumber mata air & sungai sebagai sumber kehidupan. Juga dekat dengan Sungai Metro sebagai sungai
purba yang menjadi pusat kehidupan di masa lampau. Sungai yang memiliki jejak-jejak peradaban di
Malang. Selain itu, Kalisongo &
Sumberjo dipilih karena kalkulasi jejak ekologis, dekat dengan sumber mata air
& sungai. Sumber kehidupan yang akan
menopang aktivitas sosial, budaya, & ekonomi penghuninya.
Karena kuatnya pertimbangan ekologis (air) di Dusun Sumberjo
& Desa Kalisongo, seharusnya Ritual Bersih Desa sarat dengan nilai-nilai
ekologis air. Semangat untuk menjaga
kelestarian air & sungai yang mengalirkannya.
Desa Kalisongo sebagai desa berbasis air diperkuat dengan
penamaan LOK ANDENG sebagai salah satu dusunnya. LOK berasal dari kata LOWOK
atau WOK yang berarti cekungan tanah berisi air. ANDENG adalah sejenis bambu
kecl. Perlu juga dikonservasi, dengan
Bersih Desa yang mengandung air & bambu serta budidaya Bambu Andeng untuk
memperkuat kesejarahan & keberadaan dusun.
Air sebagai PANCA MAHA BHUTA , 5 unsur pembentuk kehidupan
(air (apah), tanah (pertiwi), udara (bayu), api (teja), & eter atau ruang
angkasa (akasa). Air adalah elemen
terpentingnya. Karena seluruh kehidupan
membutuhkkan air. Sehingga, pemilihan
kawasan Kalisongo dengan Lok Andeng & Sumberjo benar-benar dengan
pertimbangan yang sangat matang.
Sebagai kawasan dengan air melimpah, Sumberjo merupakan
kawasan agraris. Khususnya berladang (tegalan).
Tetapi, saat ini telah bergeser menjadi kawasan pekerja. Tanah tegalan berubah menjadi kawasan
pemukiman (perumahan), sehingga warganya untuk mencari penghidupan keluar dari
kampungnya. Perlu dipikirkan strategi
untuk menjadikan kampung bisa memberikan penghidupan, sehingga warga kampung
tidak perlu keluar untuk mencari penghidupan.
Salah satunya dengan menghidupkan & menggelorakan budaya kampung
sebagai sumber kehiudupan. Sehingga,
cita-cita menjadikan KAMPUNGKU URIPKU dapat diwujudkan.
Dr. Anthoni Rifki,
S.Sos. (Dosen Jurusan Komunikasi – FISIP.UB)
Keberlanjutan nilai & identitas kampung harus
dijaga. Sebagai contoh kasus, Penelitian
tentang Abdul Muis, seorang tokoh nasional dari Kuto Gadang, Bukit Tinggi. Kampung beliau berasal merupakan kampung yang
menghasilkan banyak tokoh nasional. Hal
ini terjadi karena keberlanjutan nilai & identitas kampung tetap
terjaga. Utamanya menghadapi bias
cerita-cerita mistis.
Bila nilai & identitas kampung tidak terjaaga akan
menimbulkan amnesia sejarah. Anak
kampung tidak lagi bangga dengan kampungnya karena tidak terhubung dengan modal
sosial di kampungnya. Nilai &
identitas kampung harus dijaga terus untuk menjadi spirit gerakan &
aktivisme kampung.
Ir. Bambang Irianto
(Keua RW Kampung Glintung Go Green)
Setelah malang melintang di dunia politik selama 25 tahun,
kembali pulang kampung untuk menjadi Ketua RW.
Padahal kondisi Kampung Glintung saat itu selalu menjadi langganan
banjir, tingkat kriminalitas tinggi, jeratan rentenir ketat, tingkat kesehatan
masyarakat rendah. Sehingga, harus
dilakukan perubahan, khususnya perubahan paradigma.
Mengawali gerakan penghijauan kampung sejak 3 Fegruari 2013
dengan swadana tanpa uang, gerakan
menabung air. Dengan berbagai kesulitan,
halangan, hinaan, & berbagai macam cibiran tetap jalan. Hari ini, Kampung glintung telah menjadi
pusat gerakan kampung & juga telah menjadi sumber penghidupan
warganya. Siapa berbuat apa, akan
mendapat apa.
Dengan gerakan penghijauan diperoleh manfaat ekologis
(kesehatan, iklim mikro, tabungan air, dan berbagai manfaat lainnya). Selain itu, ekonomi warga kampung juga
terangkat dengan berbagai produk baik barang (sayuran & kuliner) juga jasa
penginapan untuk pengunjung. Tetapi,
bukan kampung wisata yang menjual ke-eksis-an pengunjung, melainkan Kampung Wisata
Edukasi Konservasi Air. Membangun
Kampung secara holistik dari berbagai aspek.
Syarat-syarat untuk membangun Kampung:
1.
Peningkatan kapasitas sumberdaya manusia.
2.
Membangun jejaring dengan berbagai pihak.
3.
Energi terbarukan melalui konservasi & seni-budaya.
4.
Penguasaan ilmu pengetahuan & teknologi
untuk melakukan edukasi yang menyenangkan sesuai dengan kearifan lokal.
5.
Pembangunan ekononi lokal.
Festival merupakan perayaan terhadap puncal prestasi
kampung. Bukan sekedar berhura-hura
semata. Festival adalah perhelatan unjuk
kemandirian & kedaulatan kampung.
Karena, membangun kampung adalah membangun kemandirian ekonomi
(keseharian warga) melalui ekonomi kreatif & ekonomi hijau untuk membangun
harga diri.
“Saya orang kampung, tetapi saya tidak kampungan...”
Luthfi J. Kuniawan
(Malang Corruption Watch)
Kembali ke kampung untuk membangun kampung, membangun
peradaban atau kewarasan publik. Kembali
ke kampung adalah membangun gerakan rakyat dari kampung.
Kemajuan peradaban bukan ditandai dengan bangunan megah atau
segala sesuatu yang bersifat kebendaan & materiil. Walau materialisme saat ini menjadi ukuran
umum (pasar) sebagai standar kemakmuran.
Membangun kampung bukan semata menyediakan tempat-tempat
artifisial untuk berswafoto (selfie). Membangun kampung bukan ornamentasi
kepentingan pemodal. Membangun kampung
adalah melakukan konservasi terhadap nilai-nilai & peradaban kampung. Membangun kampung adalah membangun peradaban
& kehidupan.
Festival kampung bukan hanya menyajikan sekedar tontonan,
tetpai harus dapat menjadi tuntunan. Festival kampung merupakan usaha untuk
memggelorakan konservasi nilai & peradaban kampung. Festival Kampung Cempluk adalah perlawanan terhadap
festival-festival lain yang bersifat artifisial. Harus dijaga semangatnya untuk melawan
dominasi modal yang semakin merajalela,
Konservasi terhadap nilai & peradaban kampung harus
dimaterialkan dalam bentuk aturan & peraturan. Contohnya dalam bentuk Peraturan Kampung atau
Peraturan Desa. Kekayaan Kalisongo dengan sumber mata air & aliran sungai
serta bukti sejarah berupa artefak & aktivisme fetival harus dilindungi
dengan aturan & peraturan formal.
Danis Setya Budi
Nugroho S.Pd. (Kepala Desa Gondowangi – Kecamatan Wagir)
Gerakan membangun kampung (Desa Gondowangi) merupakan gerakan
organik. Gerakan yang ditujukan untuk
menjaga semangat & spirit desa.
Dilakukan dengan cara membangun sumber daya manusia yang kemudian akan
memiliki dampak pengganda (multiplier
effect) kearah yang lain. Peran
Pemerintah Desa selain memotivasi juga melakukan proteksi atau perlindungan
terhadap nilai-nilai kampung melalui Peraturan Desa.
Festival Kampung Dilem (FKD) merupakan ruang untuk membangun
perdaban. Merupakan pengembangan dari
Ritual Berih Desa sebagai salah satu kearifan lokal untuk menjaga nilai-nilai
desa. Dilakukan di situs atau punden
pendiri Desa Gondowangi, mBah Dilem.
Festival Kampung Dilem merupakan ajang distribusi energi & informasi
ke masyarakat serta usaha untuk melakukan pemberdayaan masyarakat. Salah satunya adalah membangun kewarasan
publik dengan melawan paradigam pesta-pora & hura-hura. Selain itu, FKD merupakan apresiasi terhadap
prestasi warga membangun desanya.
Kepala Dusun Sumberjo
(Bapak .....)
Mengharapkan Festival Kampung Cempluk dapat lebih bermanfaat
untuk warga Sumberjo & Kalisongo juga bagi banyak orang lain yang turut
hadir. Juga menjadi contoh bagi
festival-festival kampung yang lain.
DISKUSI
Abdul Ghofur (Desa
Rembang, Kabupaten Pasuruan)
Apa yang bisa dilakukan sebagai anak muda untuk membangun
kampungnya?
Bambang Glintung
Setiap orang kampung & kampung pasti punya potensi,
harus digali & diberdayakan. Selain
itu, pengaruh kepemimpinan kampung juga berperan. Ketegasan lewat Peraturan Kampung (Perka)
sebagai salah satu caranya, tetapi memberi contoh & keteladanan jauh lebih
penting ketimbang aturan.
Membangun kampung harus diawali dengan melakukan pemetaan
sosial & audit lingkungan. Semua
temuan permasalahn & potensi menjadi bahan untuk melakukan perencanaan
pembangunan & pemberdayaan kampung.
Membangun kampung harus dilakukan dengan perencanaan yang matang
berdasar data lapangan.
Danis Gondowangi
Tindakan riil dari anak muda akan lebih kuat bila didukung
oleh Pemerintah Desa. Membangun kampung
harus diawali dengan menjadi contoh & teladan. Membangun kampung adalah melawan paradigma
juga monopoli & dominasi. Membangun
gerakan kampung dari diri sendiri dengan memberi bukti. Setelah memiliki bukti, baru membangun sinergi
dengan komunitas-komunitas lain di kampung (RT, RW, PKK, Karang Taruna) dan sampai
pada Pemerintah Desa.
Dwi Suharyanto
(Kampung Giwangan, Yogyakarta)
Membangun kampung atau desa harus dengan keteladanan. Melalui konservasi lingkungan & ekonomi
kreatif telah dilakukan di Giwangan, penanaman & pengelolaan bambu serta
sumur resapan. Berbuat dulu baru
berbicara. Memberi bukti & contoh
baru kemudian mengajak.
Umi Salama (FPUB
& Nusantara Cultur Academy)
Nusantara Cultur
Academy (NCA) merupakan lembaga yang melakukan pemetaan & penggalian
data untuk advokasi & konservasi budaya nusantara. Saat ini sedang melakukan penyusunan narasi (database) untuk desa-desa se-Malang
Raya.
Spirit Nusantara adalah gotong royong & guyup rukun.
Merupakan modal sosial yang menjadi dasar kehidupan rakyat nusantara. Salah satu contohnya adalah Desa Kebangsaan
di Situbondo.
KFC harus dinarasikan & ditransfomasikan dengan gerak
jaman (kekinian). Selain itu, harus bisa
menjadi simpul dari jejaring antar kampung.
Harus mampu mengambil peran advokasi pada pemerintah untuk hadir &
berperan dalam pembangunan kampung/desa.
Contoh, Airlangga menjadi raja pada usia 17 tahun, tetapi melakukan
perjalanan untuk melihat kondisi riil rakyatnya & mencari solusinya. Hasilnya adalah Kitab Desa Warnana.
Adrian (UMM dari
Wamena)
Apakah pendekatan regulasi (top down) seperti legal
standing & sangsi sosial dapat menjadi dasar pembangunan kampung atau
desa?
Bambang Glintung
Strategi untuk membangun kampung atau desa disesuaikan
dengan kondisi kampung atau desa masing-masing.
Kalaupun didasarkan pada regulasi, harus melalui kesepakatan bersama
& menyesuaikan dengan dinamika kampung atau desa tersebut.
Membangun kampung yang paling baik adalah dengan memberi
teladan dengan menjadi contoh & memberi bukti nyata. Bila sudah ada bukti
nyata, masyarakat akan dengan sukarela mengikuti.
Tahapan membangun kampung/desa:
1.
Pemetaan masalah & potensi serta
menganalisis untuk menemukan solusi.
2.
Konsultasi & berjejaring dengan berbagai
pihak yang kompeten.
3.
Edukasi (sosialisasi & pemberdayaan) kepada
masyarakat.
4.
Aktivitas produktif sesuai dengan potensi &
kearifal lokal.
5.
Komesialisasi & manajerial untuk membangun
kedaulatan ekonomi.
6.
Legal formal untuk melindungi dari eksploitasi
& monopoli.
Setelah mencapai keberhasilan, harus dilakukan publikasi
untuk menggelorakan gerakan sekaligus mengangkat harga diri warga kampung. Publikasi & publisitas ditujukan untuk
membangun kepercayaan diri & menaikkan harga diri warga kampung serta rasa
memiliki kampungnya.
Kunci sukese pembangunan kampung lainnya adalah komunikasi
yang intensif sekaligus humanis antar warga kampung. Teknologi hanya menjadi alat bantu, tetapi
relasi pribadi yang hangat tetap menjadi dasarnya.
Danis Gondowangi
Kepemimpinan desa berperan untuk:
1.
Regulatif: menyusun regulasi sebagai sarana
proteksi terhadap nilai-nilai desa.
2.
Ekstraktif: melakukan ekstraksi regulasi menjadi
rencana aksi.
3.
Distributif: melakukan distribusi (sosialisasi)
regulasi & rencana aksi pada masyarakat.
4.
Jaringan: membangun jaringan dengan berbagai
pihak untuk menambah energi tambahan untuk terus bergerak.
5.
Evaluasi: melakukan evaluasi terhadap capaian
untuk terus mencari inovasi-inovasi membangun kampung/desa.
PERNYATAAN PENUTUP
Luthfi MCW
Kampung tidak boleh bersifat transaksional, kampung harus
bersifat nilai (value) &
kebajikan (virtue). Kampung adalah ekspresi kebudayaan, kampung
adalah ruang publik untuk berekspresi (sphere).
Kampung lekat dengan kebudayaan & peradaban (public sphere). Harus ada
dorongan (advokasi) pada pemerintah untuk melakukan perlindungan (proteksi)
terhadap nilai-nilai kampung. Membangun jaringan
(cooperation) antar kampung seperti
Jaringan Kampung Nusantara adalah sebuah keharusan.
Dwi Cahyono
Gerakan kampung adalah gerakan menjadi nlai gotong royong
& guyup rukun. Gerakan kampung
laksana gerakan menandu bersama.
Dr. Anthoni
Gerakan kampung adalah gerakan menjaga memory collective yang berkelanjutan antar generasi kampung. Menjaga nilai kampung tetap ada &
melakukan relevansi dengan kondisi kekinian.
Gerakakan kampung adalah melawan amnesia sejarah.
Redy Cempluk
KFC adalah Hari Raya Kebudayaan Kampung. Masyarakat kampung adalah masyarakat mapan
yang dalam segala tahapan kehidupan selalu dirayakan bahkan dipestakan, mulai
dari lahir sampai mati. KFC mentransformasi
semangat perayaan menjadi semangat berkreasi & berkebudayaan untuk membangun
peradaban dan kemanusiaan.
Daniel S. Stephanus
Malang Kabupaten, 24 September 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar