Tampilkan postingan dengan label Kota Malang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kota Malang. Tampilkan semua postingan

Kamis, 09 Maret 2023

MEWUJUDKAN KOTA MALANG SEBAGAI SMART CITY

 PEMBUKAAN

Pembukaan disampaikan oleh Kepala Bappeda Kota Malang.  Dikatakannya, Kota Malang sebagai Smart City ditujukan untuk peningkatan daya saing Kota Malang dengan cara (1) membangun jaringan dan (2) komoditas daearah).  Dilakukan untuk mengatasi problema otonomi daerah (otoda).  Smart City merupakan perwujudan dari Tribinacita Kota Malang, yiatu Malang sebagai kota pendidikan, pariwisata, dan industri.

 

SMART CITY DI BIDANG HUKUM

Merupakan hasil penelitian seorang dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya yang bernama Trisnawati.  Penelitian yang dilakukan untuk melihat persepsi masyarakat terhadap tata kelola pemerintahan Kota Malang.

1.        Prosedur pelayanan dipersepsi mudah (59%), agak rumit (30%), dan rumit (9%).

2.       Persyaratan pelayanan dipersepsi sesuai (74%).

3.       Kejelasan tugas pelayanan dipersepsi sudah jelas (79%) dan kurang jelas (21%).

4.       Kedisiplinan dipersepsi disiplin (51%) dan kurang disiplin (31%).

5.       Tanggungjawab tugas dipersepsi bertanggungjawab (65%) dan kurang bertanggungjawab (20%).

6.       Keadilan mendapatkan layanan dipersepsi adil (71%) dan kurang adil (19%).

7.       Kemampuan petugas dipersepsi mampu (60%) dan kurang mampu (29%).

8.       Kecepatan pelayanan dipersepsi cepat (40%) dan kurang cepat (49%).

9.       Keterjangkauan biaya dipersepsi terjangkau (60%).

10.   Kesesuaian biaya dipersepsi sesuai hanya (21%) dan kadang-kadang terjangkau (52%).

11.   Ketepatan jadwal dipersepsi kadang-kadang tepat (54%).

12.   Kenyamanan pelayanan dipersepsi nyaman (61%).

13.   Keamanan pelayanan dipersepsi aman (82%).

14.   Keterjangkauan lokasi pelayanan dipersepsi terjangkau (56%).

15.   Transparansi dipersepsi transparan (43%) dan tidak transparan (43%) juga.

16.   Efektivitas dan efisiensi dipersepsi efektif dan efisien (59%).

17.   Dan seterusnya.

 

MEWUJUDKAN KOTA MALANG SEBAGAI SMART CITY YANG BERDAYA SAING GLOBAL

Paparan kali ini disampaian oleh Bambang Satria, seorang anggota Dewan Perwaklan Rakyat Daerah (DPRD) kota Trias politia yang dikemukakan oleh Montesque memisahkan kekuasaan menjadi eksekutif, legislatif, dan yudikatif.  Di Republik Indonesia praktiknya agak berbeda, bukan untuk saling kontrol tetapi bekerja bersama-sama dalam permusyawatan.  Tetapi, realitas di lapangan cukup memprihatinkan.

1.        Rendahnya kualitas sumberdaya manusia legislatif rendah sehingga fungsi pengawasan terhadap eksekutif menjadi rendah pula.

2.       Simtem pengawasan terjadi saat mayoritas mengendalikan legislatif akan mengendalikan eksekutif.

3.       Fungsi yudikatif tidak berjalan sebagaimana mestinya.

 

OTONOMI DAERAH DAN HUBUNGAN WALIKOTA DENGAN DPRD

Uraian yang disampaikan oleh Doktor Anwar, seorang akademisi dari Universitas Widya Gama Malang menjelaskan mengenai hubungan antara walikota (eksekutif) dengan DPRD (legislatif) yang berbeda antara masa orde baru saat otonomi daerah saat ini.  Pada masa orde baru, sistem pemerintahannya sentralistik, sedangkan pada saat ini menganut sistem otonomi daerah.  Tetapi, karena mentalitas Gubernur, Bupati, dan Walikota belum siap banyak menjadi layaknya raja-raja kecil di daerah yang dipimpinnya.

Pemilihan secara langsung oleh rakyat, memberikan legitimasi pada para penguasa daerah terpilih menjadi raja-raja kecil karena menisbihkan peran pengawasan dari legislatif.  Bahkan tidak jarang terjadi perselisihan atau malah permusuhan antara legislatif dan eksekutif.  Dominasi partai penguasa legislatif dan partai pengusung kepala daerah malah menciptakan hegemoni baru.  Di lain pihak, sumberdaya manusia eksekutif jauh lebih mumpuni ketimbang legislatif.  Semakin besarlah dominasi eksekutif terhadap legislatif.

 

APAKAH KOTA MALANG SUDAH LAYAK MENYEBUT DIRINYA SEBAGAI SMART CITY?

Analisis yang disampaikan oleh Doktor Djuni Farhan, akademisi dari Universitas Gajayana Malang mencoba membandingkan keadaan Kota Malang dengan smart city yang sesungguhnya.  Perbandingan Kota Malang dengan Kota Dubai yang merupakan smart city kelas dunia menunjukkan bahwa Kota Malang masih terjebak mimpi bila ingin mewujudkan diri sebagai smart city dalam waktu dekat.  Sistem connected urban development with ICT based yang sudah dipergunakan oleh Kota Dubai terlalu muluk untuk diimplementasika di Kota Malang.  Belum lagi dengan sistem metropolitan priority aera sebagai penataan ruang dan wilayah di Kota Dubai yang sangat memperhatikan masalah transportasi, pasokan listrik, dan zonasi kawasan industri jelas-jelas tidak akan mudah diimplementasikan di Kota Malang.

Kota Malang bercita-cita menjadi tujuan investasi baik nasional dan global dengan menjadi smart city karena berharap investasi akan menjadi penggerak pembangunan di Kota Malang.  Kondisi Kota Malang sendiri, Dana Alokasi Umum (DAU) lebih besar ketimbang Pendapan Asli Daerah (PAD) sehingga masih mendapat subsidi dari pemerintah pusat.  Pendapatan Asli Daerah Kota Malang hanya 80% dari DAU sehingga memperoleh 20% subsidi dari Pemerintah Pusat.  Dengan kata lain, Kota Malang belum mandiri.

Masalah yang harus dihadapi Kota Malang adalah sebagai berikut:

1.       Realitas investasi.

2.       Kemampuan keuangan daerah.

3.       Kebijakan penganggaran.

4.       Daya dukung infrastruktru sebagai faktor kunci.

5.       Business friendly.

Permasalahan infra struktur seperti sumber air tergantung dari Kota Batu dan Kabupaten  Malang karena tidak memiliki sumber atau mata air sendiri.  Pembangkit tenaga listrik tergantung pada pasokan listrik nasional.  Transportasi belum terkoneksi dengan baik dengan bandara internasional dan pelabuhan laut internasional.  Utilitas publik belum memadai dengan baik. Kota Malang masih harus membenahi (1) pelayanan publik dasar; (2) infrastruktur dan business friendly; (3) pendapatan masyarakat; dan (4) investasi dan lapangan pekerjaan.

 

MASALAH DAN POKOK PIKIRAN PELAYANAN PUBLIK

Paparan ini disampaikan oleh Bapak Indarwanto, salah seorang perwakilan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) dari Kelurahan Sama’an.  Permasalahan pertama adalah sisyem politik yang sudah menyimpang dan harus kembali ke Pancasila.  Sistem pendidikan kurang merata, karena pendidikan yang bermutu terkosentrasi di pusat kota saja.  Masalah lingkungan yang semakin parah seperti sampah dan pengelolahan Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas yang semakin kumuh.  Belum lagi sumber-sumber mata air di DAS Brantas yang tidak terjaga dan tidak termanfaatkan sama sekali.  Tidak ada keseragaman peraturan kampung untuk tingkat Kota sehingga masing-masing kampung dan kawasan hunian membuat peraturannya sendiri, contoh banyaknya polisi tidur dan portal. 

Saat ini Kota Malang membutuhkan sinergitas antara Pemerintah Kota dan masyarakat dalam melaksanakan pembangunan.  Selain itu, masyarakat malang butuh pendidikan politik yang berkesinambungan khususnya mengenai hak dan kewajiban sebagai warga negara dan warga kota. Saat ini masyarakat Kota Malang hanya dimanfaatkan untuk mobilisasi politik tanpa mengerti politik.  Kebutuhan untuk mendulang suara dan dukungan politik masih menjadi tujuan.  Sebagai contoh, pejabat publik memanfaatkan posisinya untuk memperoleh dukungan politik.  Mestinya saat menjadi pejabat publik harus mundur dari jabatan di partai politik.  Menjadi Pimpinan Daerah adalah menjadi pimpinan rakyat dan bekerja untuk kepentingan masyarakat, bukan kepentingan partai.

 

MALANG SMART GREEN CITY

Pemaparan yang disampaikan oleh Doktor Hermawan, akademisi dari Fakultas Ilmu Administrai Universitas Brawijaya.  Mengawali pemaparannya tentang permasalahan Kota Malang, seperti berikut ini:

1.        Tingginya pertumbuhan jumlah penduduk karena urbanisasi.

2.       Manajemen Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) sudah ada tetapi minim pengawasan, sehingga banyak penyimpangan.

3.       Pembangunan berorientasi pada pemenuhan kebutuhan fisik, sehingga yang dibangun adalah pusat perbelanjaan dan perumahan dengan konsekuensi semakin habisnya Ruang Terbuka Hijau (RTH).

4.       Lemahnya penegakkan rencana kota, sehingga peruntukkan kawasaan sesuai dengan RTRW berubah tak terkendali.

5.       Peningkatan kebutuhan dan kualitas hidup masyarakat Kota Malang menuju kondisi kritis.  Terjadi karena rendahnya mutu pelayanan publik serta tingginya arus informasi dan mobilitas penduduk.

6.       Persaingan ekonomi global menjadi terlokalkan dengan persaingan antar kota, contohnya pada sektor pariwisata yang bersaing habis antar kota.

7.       Asumsi penataan kota dengan misi yang lebih luas yang secara riil belum ada untuk Kota Malang.

Sedangkan realitas Kota Malang yang harus dikelola oleh Pemerintah Kota Malang adalah sebagai berikut:

1.       Kota Malang pada awalnya dirancang untuk dihuni 86.000 orang saja tetapi dari data tahun 2008 penduduk Kota Malang berjumlah kurang lebih 814.000.

2.       Konversi lahan untuk kawasan pemukiman dan kawasan industri mengerus dengan cepat kawasan lindung.

3.       Sistem drainase buruk karena tidak tertata dan terawat ditambah dengan tingkat sedimentasi yang tinggi.

4.       Pedesterian dan mutu jalan buruk.

Konsep Smart Green City menawarkan integrasi lingkungan, geografis, dan keindahan kota.  Kota tetap bertumbuh tetapi harus ekologis.  Beberapa kebijakan dan cara yang bisa ditempuh oleh Pemerintah Kota Malang adalah sebagai berikut:

1.       Membangun kawasan sub urban untuk mengurai kepadatan hunian dan lalu lintas.

2.       Mencegah berdirinya fasilitas publik di tengah kota.

3.       Membangun pedesterian yang baik di seluruh kota.

4.       Menata dan melakukan normalisasi sistem drainase di seluruh kota.

5.       Evolusi jalan dan perluasan jalan-jalan tertentu.

6.       Pengawasan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), khususnya untuk rumah toko (ruko), tempat perbelanjaan, dan bangunan lain.

 

HASIL DISKUSI

Smart City adalah:

1.       Nilai utama Kota Malang adalah kota pendidikan sehingga sistem dan infrastruktur harus mendukung.

2.       Masalah sirkulasi manajemen kota (pilkada)menjadikan visi, misi, tujuan, dan strategi Kota Malang selalu berubah-ubah harus dirubah menjadi berkelanjutan dan konsisten.

3.       Pembangunan di Kota Malang harus berimbang antara aspek ekonomi dan ekologis.

4.       Kemandirian sumber daya alam seperti air dan sumber daya energi seperti listrik harus dipersiapkan dan didukung oleh infrastruktur yang memadai.

5.       Cita-cita menjadi smart city yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang ditulis oleh sekelompok intelektual harus dimintakan pertanggungjawabannya untuk terus mengawal RPJMD walau pimpinan daerah Kota Malang berganti.

6.       Keberlanjutan dan konsistensi rencana kerja yang tidak tergantung pada Walikota-nya.

7.       Kebijakan publik yang tidak pragmatis transaksional terkait dengan masuknya investasi.

Permasalahan yang harus segera diselesaikan di Kota Malang sebelum menjadi smart city:

1.       Perilaku pragmatis transaksional baik legislatif dan eksekutif.

2.       Perbedaan kualitas sumber daya manusia antara legislatif dan eksekutif.

3.       Pengaruh partai politik pada kebijakan kota lewat pimpinan daerah terpilih yang dilawan dengan pendidikan politik bagi masyarakat Kota Malang.

4.       Peningkatan kualitas pelayanan publik dasar, khususnya akses pendidikan untuk seluruh warga Kota Malang seperti penetapan kebijakan penerimaan murid berbasis kewilayahan, inklusif, dan tidak diskriminatif.

5.       Sistem demokrasi tingkat keluarahan, Kurah dipilih oleh warga dan bukan diangkat oleh Walikota sehingga lebih bekerja untuk melayani warga ketimbang melayani Walikota.

6.       Walikota benar-benar menjadi pelayan publik dan kader bangsa bukan menjadi kader dan pelayan partai.

7.       Perencanaan Kota Malang yang ideal tidak seimbang dengan kenyataan yang jauh dari harapan dan banyak penyimpangan.

 

 

Disarikan dari:

Lokakarya Mewujudkan Kota Malang Sebagai Smart City

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA Kota Malang)

Hotel Montana, 12 Juli 2012

Senin, 01 Agustus 2016

Potret Industri Kecil Makanan dan Minuman di Malang Raya



 Potret ini diperoleh melalui Focus Group Discusion (FGD) yang melibatkan Ir. Rini dari Bagian Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Dinas Koperasi Kabupaten Malang; Daris dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Malang; Arsan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Batu; dan Bambang dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Malang.  FGD di pandu oleh Ir. Stefanus Yufra Menahen Taneo dari Universitas Ma Chung.  FGD dilakukan di Kampus Universitas Ma Chung pada tanggal 08 Agustus 2012 yang dipergunakan untuk Penelitian Fundamental yang didanai oleh Dirjen Pendidikan Tinggi (DIKTI), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional (Kemendiknas) Republik Indonesia. 

FGD diawali oleh paparan dari moderator tentang kondisi terkini Industri Makanan dan Minuman (mamin) di Malang Raya serta prospek masa depannya.  Dari data yang ada, Di Kota Batu ada 64 IKM pengelolah mamin berbahan dasar apel, sedangkan di Kabupaten Malang ada 190 IKM.  Belum lagi berbagai IKM mamin berbahan dasar yang lain di seantero Malang Raya.  Sebuah potensi yang besar untuk dikembangkan dan menjadi unggulan di masa yang akan datang.  Pada FGD kali ini dikhususkan bagaimana peran serta dan keunggulan IKM mamin yang dimiliki oleh pengusaha Tionghwa.  FGD ini dilakukan untuk menggali keunggulan pengusaha IKM mamin Tionghwa menjalankan usahanya, mempertahankannya, bahkan membesarkan usahanya.  Hasil FGD diharapan dapat menjadi bahan pembelajaran untuk memperkuat usaha IKM mamin yang dikelola oleh siapapun di Malang Raya.

Pemaparan pertama disampaikan oleh Arsan dari Disperindag Kota Batu.  Dipaparkannya, bahwa keunggulan pengusaha IKM mamin di Kota Batu karena manajemen yang sederhana tetapi efektif.  Keunggulan pertama yaitu manajemen keuangan yang disebutnya 3 kaleng atau  3 alokasi.  Kaleng 1 untuk modal dan tenaga kerja, kaleng 2 untuk makan dan kebutuhan sehari-hari lainnya, dan kaleng 3 untuk cadangan modal.  Selain itu, disertai dengan mentalitas konsekuen dan konsisten.  Sedangkan pengusaha pribumi tidak membagi keuntungan dalam beberapa bagian tetapi menyatukannya dengan modal dan hartanya.  Keunggulan yang kedua adalah pemasaran, kebersamaan antar kolega sesama pengusaha Tionghwa terjalin erat bahkan membentuk jejaring (networking) usaha lintas produk.  Saling titip jual di sesama pengusaha, bahkan yang berbeda produk berjalan dengan baik.  Sedangkan pengusaha pribumi cenderung untuk saling menjatuhkan dan mengalahkan satu dengan yang lain.  Bukan saja berjalan sendiri-sendiri tetapi saling bantai satu dengan yang lain.  Keunggulan yang ketiga adalah persatuan dan jejaring pengusaha Tionghwa baik sesama pengusaha mamin maupun dengan pengusaha lain sangat baik.  Sedangkan pengusaha pribumi relatif buruk bahkan saling sikut satu dengan yang lain.  Langkah-langkah yang dapat dilakukan kedepan untuk mengembangkan IKM Mamin di Kota Batu adalah sebagai berikut: (1) Pembenahan skala produksi.  Dilakukan dengan cara pemasaran bersama dan pengadaan bahan baku dan bahan pembantu bersama. (2) Proses produksi yang relatif rumit akan disederhanakan.  Seperti pengaruh sablon di  kemasan yang memengaruhi rasa.  Daya tahun produk agar tidak mudah kadaluwarsa.  Pendampingan oleh Pemerintah dan Perguruan Tinggi harus ditingkatkan. (3) Akses permodalan yang dipermudah dan diperingan. (4) Uji coba sebagai bahan evaluasi mulai dari bahan baku, proses produksi, sampai pengemasan dan penyimpanan. (5) Mempermudah perijinan dan melakukan pemasaran bersama.
 
Pemaparan selanjutnya dilakukan oleh Rini dari Diskop dan UMKM Kabupaten Malang.  Dituturkannya, salah satu pengusaha Tionghwa sukses di sektor UKM Mamin adalah Bakpao Waloh di Karang Ploso.  Sat ini, aktif sebagai pelatih untuk pelatihan UMKM Mamin di Kabupaten Malang.  Keunggulannya adalah pada modal yang besar dan perencanaan yang matang.  Kiat-kiat yang ditiru oleh Kripik Lumba-Lumba, seroang pengusaha pribumi yang cukup sukses.  Sedangkan pengusaha pribumi lain, pada umumnya adalah UMKM yang menjalankan bisnis dengan cara manajemen rumah tangga.  Tenaga kerja gratis, karena dikerjakan seisi rumah. Demikian pula dalam hal pemasaran, seisi rumah menjadi pemasar dari produkya.  Kelemahan pengusaha UMKM yang paling kentara adalah tidak memisahkan antara modal dan penghasilan lain.  Biaya produksi dan biaya rumah tangga menyatu menjadi satu.  Koperasi sebagai pengayom dan lembaga pendamping ada, tetapi hanya beranggotakan 75 UMKM dari berbagai sektor.  Ada mamin, ada kerajinan (handy craft), dan garmen, juga berbagai sektor yang lain.  Walau telah menerapkan manajemen bisnis modern tetapi tidak dapat menjangkau banyak pengusaha.  Pemkab Malang telah mendirikan Business Development Service, yaitu lembaga pendampingan usaha untuk mencegah kredit macet.  Di Kabupaten Malang per Juni 2012 ada 227.091 UMKM yang tersebar di 33 Kecamatan dan 390 Desa se Kabupaten Malang.  Menyerap 464.974 tenaga kerja dengan omset rata-rata pertahuan sebesar 26.083.852.087.  Disperindag Kabupaten Malang memiliki data UMKM lengkap perdesa, perkecamatan, sekabupaten Malang.  Sedangkan untuk pengusaha Tionghwa hanya sekitar 1% saja yang tersebar ke berbagi sektor.  Ke depan, Disperindag Kabupaten Malang berencana untuk melakukan Pelatihan Wirausaha Baru dengan materi pemasaran bersama melalui pasar rakyat, pemanfaatan Griya UMKM di Bedali – Lawang, fasilitasi klinik UKM di 33 Kecamatan yang bekerjasama dengan Universitas Merdeka dan Universitas Muhammidayah Malang.  Bila berkehendak, Universitas Ma Chung dipersilahkan untuk bergabung.

Pemaparan ketiga disampaikan oleh Daris dari Bagian Industri Kecil Menengah (IKM) Disperindag Kabupaten Malang. Dipaparkannya, untuk di Kabutapen Malang UMKM dibina oleh Dinas Koperasi (Diskop) sedangkan Industri Kecil Menengah (IKM) dibina oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag).   Di Kabupaten Malang ada kurang lebih 30 sentra IKM, khusus untuk IKM Mamin ada 370 IKM yang terdiri dari 194 IKM makana dan 176 IKM minuman.  Sebaran paling banyak ada di Kecamatan Ponco Kusumo, Pakis, Tumpang, dan Pujon.  Bahkan Kecamatan Ponco Kusumo akan dijadikan kawasan Agropolitan dan Pujon sebagai Agrowisata.  Agropolitan Ponco Kusumo bukan hanya Kecamatan Ponco Kusumo saja tetapi juga meliputi Kecamatan Tumpang dan Wajak.  Agropolitan bukan hanya menjadi sentra penghasil produk pertanian dan perkebunan, tetapi juga menjadi sentra bagi pengolahan hasil pertanian.  IKM makanan berjumlah kurang lebih 16% dari total IKM di Kabupaten Malang, terdiri dari IKM pengolah apel, nangka, tales, pisang, singkong, dan berbagai hasil pertanian dan perkebunan lainnya.  Pemasaran produk IKM bagus tetapi modal terbatas, sehingga tidak bisa memperbesar skala usahanya.  Saat ini Pemkab melalui Dinas Koperasi memfasilitasi pendanaan yang disalurkan lewat koperasi, baik pinjaman lunak maupun bantuan dari corporate social responsibility (CSR) korporasi yang ada di Kabupaten Malang.  Selain pendanaan, inovasi produk juga dikerjakan.  Dengan mengedepankan standar mutu dan standar kesehatan, dengan pendampingan dan pembinaan, diharapkan mutu produk mamin dari Kabupaten Malang terjaga dengan baik.  Selain itu, Hak Kekayaan Intelektuan (HKI) merk akan semakin ditingkatkan melalui Klinik Pendampingan HKI.  Saat ini ada 6 IKM yang didampingi oleh Disperindag untuk didaftarkan Merknya, bersama dengan 10 IKM dari Kota Batu.  Sekaligus untuk PIRT dan Sertifikat Halal.

Selanjutnya paparan oleh Bambang dari Diperindag Kota Malang.  Dipaparkannya, pelaku IKM mamin Tionghwa di Kota Malang lebih banyak bermain di pemasaran dan perdagangan (trading).  Membeli dalam jumlah besar (gelondongan) dari produsen yang ada di Kabupaten Malang dan Kota Batu, kemudian dikemas dan diberi merk sendiri dan selanjutnya dijual. IKM mamin dengan alat modern tidak feasible di Kota Malang.  Terlalu mahal dan Break Even Point tinggi dan lama.  Alat produksi akan feasible bila dibantu oleh pemerintah kota.  Untuk pariwisata, Kota Malang hanya menjadi pendukung dari Kota Batu dan Kabupaten Malang.  Contohnya, dengan menyediakan hotel murah dan kuliner.  Strategi Pembinaan IKM di Kota Malang terdiri dari: (1) Berjenjang, terdiri dari 3 level (mulai – survive – mandiri).  (2) Diversifikasi, semua buah bisa diolah menjadi kripik, bahkan sayurpun bisa. (3) Home Industry, manajemen tradisional dan pemasaran melalui getok tular.  Perijinan IKM yang terdiri dari SIUP, TDP, TDI, dan IRT harus lengkap dan dipermudah dengan sistem bapak asuh.  Untuk Merk (HKI), walau digratiskan tidak banyak peminatnya.  Bahkan ijin dari BPPOM yang untuk seJawa Timur hanya ada 1 kantor di Surabaya masih dianggap sulit dan Mahal.  Apalagi sertifikasi Halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).  Keunggulan pengusaha Tionghwa adalah: (1) kuat di analisis pasar. (2) foku (one village on product). (3) Usaha sesuai potensi daerah yang ditinggali.  Disperindag Kota malang telah bekerjasama dengan BPPT untuk melakukan inovasi pengolahan tempe dengan mesin pemisah kulit dari kedelai, ekspor tempe, dan diversifikasi produk marning.

Sebagai simpulan dari FGD adalah(1) Kota Batu dan Kabupaten Malang tinggi sumberdaya alam tetapi minim sumberdaya manusia.  Sedangkan Kota Malang kuat pada manajemen dengan melakukan pembelian besar (gelondongan) dari Kabupaten Malang dan Kota Batu, dikemas, dan dipasarkan serta dijual. (2) pengusaha Tionghwa bagus dalam inovasi bisnis, khususnya inovasi fungsi-fungsi bisnis. (3) Pemerintah Daerah telah melakukan pendampingan, dan telah juga bekerjasama dengan pengusaha besar dan perguruan tinggi. (4) Pengembangan kawasan atau sentra produksi untuk mendukung Malang Raya sebagai destinasi wisata.

Wawancara dengan Johan, Pemilik Usaha S73 (Tahu Sukun, Malang)
Untuk melengkapi hasil FGD, dilakukan juga wawancara dengan salah satu usaha makanan yang cukup sukses di Kota Malang.  Sebagai salah satu contoh atau kisah sukses dipilihlah Tahu Sukun yang berkembang dengan usaha olahan bernama S73 (Sukun 73, yang merupakan alamat tempat usaha).  Saat ini, Tahu Sukun dan S3 telah dikelola oleh generasi ketiga.  Johan yang juga alumus dari Universitas Ma Chung merupakan generasi ketiga yang mengelola Tahu Sukun, dan sebagai bentuk kekinian mengembangkan juga produk olahan tahu diberi nama S73.

Beberapa kiat sukse usaha yang telah berjalan puluhan tahun ini dipaparkannya sebagai berikut.  (1) menjaga kualitas, rasa asli dan tradisional adalah kunci. (2) Tidak menggunakan pengawet dan pemutih yang akan merusak kualitas. (3) Menjaga relasi dengan pemasok bahan baku untuk menjamin bahan baku yang berkualitas. (4) Menjaga relasi dengan saluran distribusi dan penjual sebagai ujung tombak penjualan. (5) Tidak memproduksi tahu dengan perlakuan tertentu seperti yang dimintakan oleh supermarket. (6) Proses produksi dan pengawetan menggunakan metoda tradisional, yaitu dengan es batu.  Bila diganti dengan bahan kimia akan menurunkan mutu tahu. (7) Sisa produksi tahu diambil oleh pengecer dan diolah menjadi produk olehan S73.  Pengecer merupakan pembeli putus yang dibagi wilayahnya, untuk mencegah persaingan secara langsung.  (8) Menjaga relasi dengan tenaga kerja, sampai hari ini tetap setia (7 orang pekerja utama dan bekerja sejak lama.  Pendekatan kekeluargaan diutamakan untuk menjaga keharmonisan relasi dengan tenaga kerja.  (9) Menjaga relasi dengan pelanggan tetap, seperti restauran dn hotel, dengan menjaga kualitas dan kontinyuitas produk.  Produk olahan dititipkan sebagai konsinyasi.

Proses produksi tetap dan tidak berubah sejak pertama kali Tahu Sukun diproduki.  Demikianpula S73, hanya memproduksi produk olahan berbahan dasar tahu hasil produksi Tahu Sukun saja.  Pemilihan bahan dan proses produksi diturunkan secara turun temurun pada seluruh anggota keluarga.  Merk dagang belum dipatenkan dan ada rencana untuk dipatenkan guna mencegah pembajakan merk yang akan menganggu penjualan.  Rencana selanjutnya akan membuat Cafe Tahu, tempat makan yang menyediakan makanan dan minuman berbahan dasar tahu.

Antisipasi bila terjadi kenaikan harga kedelai dilakukan dengan menaikkan harga jual di tingkat distributor atau dengan harga tetap tetapi dengan memperkecil ukuran produk.  1 papan terdiri dari 20 potong tahu, harga perpapan Rp60.000.  Bahan baku menggunakan kedelai impor dari Kanada karena harga murah tetapi kualitas bagus, jumlah di pasaran banyak, dan bentuknya besar-besar.  Pemasok bahan baku ada di malang dan telah menjadi pemasok sejak lama.  Menjaga kepercayaan dengan pemasok penting untuk menjaga kelancaran pengadaan bahan baku.  Harus jujur (fair) dan informatif atau terbuka.  Ampas sisa produksi diambil (dibeli) untuk dijadikan pakan ternak, khususnya ternak babi di Malang Selatan.

Banyak pabrik tahu di Kota Malang, bahkan telah banyak yang gulung tikar, Tahu Sukun tetap bertahan karena menjaga kualitas, kepercayaan pelanggan, dan melakukan inovasi.  Sejak generasi kedua telah dilakukan inovasi dan meningkatkan profesionalitas manajemen.  Tahu Sukun telah melakukan modernisasi tetapi tidak meninggalkan nilai-nilai lama, khususnya dadlam proses produksi dan relasi dengan pengampu kepentingan.  Pelanggan bukan hanya dari Malang Raya saja, ada kurang lebih 30% pelanggan dari total pelanggan Tahu Sukun yang berasal dari Surabaya dan sekitarnya, baik pelanggan individual maupun pelanggan restoran.  Sempat menurun saat Lumpur Lapindo menggenangi Porong tetapi saat ini telah berangsur membaik, walau tak kembali seperti sebelum bencana lumpur terjadi.