Potret ini diperoleh melalui Focus Group Discusion (FGD) yang melibatkan Ir. Rini dari Bagian
Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Dinas Koperasi Kabupaten Malang; Daris dari
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Malang; Arsan dari Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kota Batu; dan Bambang dari Dinas Perindustrian
dan Perdagangan Kota Malang. FGD di
pandu oleh Ir. Stefanus Yufra Menahen Taneo dari Universitas Ma Chung. FGD dilakukan di Kampus Universitas Ma Chung
pada tanggal 08 Agustus 2012 yang dipergunakan untuk Penelitian Fundamental
yang didanai oleh Dirjen Pendidikan Tinggi (DIKTI), Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Nasional (Kemendiknas) Republik Indonesia.
FGD diawali oleh paparan dari moderator tentang kondisi
terkini Industri Makanan dan Minuman (mamin) di Malang Raya serta prospek masa
depannya. Dari data yang ada, Di Kota
Batu ada 64 IKM pengelolah mamin berbahan dasar apel, sedangkan di Kabupaten
Malang ada 190 IKM. Belum lagi berbagai
IKM mamin berbahan dasar yang lain di seantero Malang Raya. Sebuah potensi yang besar untuk dikembangkan
dan menjadi unggulan di masa yang akan datang.
Pada FGD kali ini dikhususkan bagaimana peran serta dan keunggulan IKM
mamin yang dimiliki oleh pengusaha Tionghwa.
FGD ini dilakukan untuk menggali keunggulan pengusaha IKM mamin Tionghwa
menjalankan usahanya, mempertahankannya, bahkan membesarkan usahanya. Hasil FGD diharapan dapat menjadi bahan
pembelajaran untuk memperkuat usaha IKM mamin yang dikelola oleh siapapun di
Malang Raya.
Pemaparan pertama disampaikan oleh Arsan dari Disperindag Kota
Batu. Dipaparkannya, bahwa keunggulan
pengusaha IKM mamin di Kota Batu karena manajemen yang sederhana tetapi
efektif. Keunggulan pertama yaitu manajemen
keuangan yang disebutnya 3 kaleng atau 3
alokasi. Kaleng 1 untuk modal dan tenaga
kerja, kaleng 2 untuk makan dan kebutuhan sehari-hari lainnya, dan kaleng 3
untuk cadangan modal. Selain itu,
disertai dengan mentalitas konsekuen dan konsisten. Sedangkan pengusaha pribumi tidak membagi
keuntungan dalam beberapa bagian tetapi menyatukannya dengan modal dan
hartanya. Keunggulan yang kedua adalah
pemasaran, kebersamaan antar kolega sesama pengusaha Tionghwa terjalin erat
bahkan membentuk jejaring (networking)
usaha lintas produk. Saling titip jual
di sesama pengusaha, bahkan yang berbeda produk berjalan dengan baik. Sedangkan pengusaha pribumi cenderung untuk
saling menjatuhkan dan mengalahkan satu dengan yang lain. Bukan saja berjalan sendiri-sendiri tetapi
saling bantai satu dengan yang lain.
Keunggulan yang ketiga adalah persatuan dan jejaring pengusaha Tionghwa
baik sesama pengusaha mamin maupun dengan pengusaha lain sangat baik. Sedangkan pengusaha pribumi relatif buruk
bahkan saling sikut satu dengan yang lain.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan kedepan untuk mengembangkan IKM
Mamin di Kota Batu adalah sebagai berikut: (1) Pembenahan skala produksi. Dilakukan dengan cara pemasaran bersama dan
pengadaan bahan baku dan bahan pembantu bersama. (2) Proses produksi yang
relatif rumit akan disederhanakan.
Seperti pengaruh sablon di
kemasan yang memengaruhi rasa.
Daya tahun produk agar tidak mudah kadaluwarsa. Pendampingan oleh Pemerintah dan Perguruan
Tinggi harus ditingkatkan. (3) Akses permodalan yang dipermudah dan diperingan.
(4) Uji coba sebagai bahan evaluasi mulai dari bahan baku, proses produksi,
sampai pengemasan dan penyimpanan. (5) Mempermudah perijinan dan melakukan
pemasaran bersama.
Pemaparan selanjutnya dilakukan oleh Rini dari Diskop dan
UMKM Kabupaten Malang. Dituturkannya,
salah satu pengusaha Tionghwa sukses di sektor UKM Mamin adalah Bakpao Waloh di
Karang Ploso. Sat ini, aktif sebagai
pelatih untuk pelatihan UMKM Mamin di Kabupaten Malang. Keunggulannya adalah pada modal yang besar
dan perencanaan yang matang. Kiat-kiat
yang ditiru oleh Kripik Lumba-Lumba, seroang pengusaha pribumi yang cukup
sukses. Sedangkan pengusaha pribumi
lain, pada umumnya adalah UMKM yang menjalankan bisnis dengan cara manajemen
rumah tangga. Tenaga kerja gratis,
karena dikerjakan seisi rumah. Demikian pula dalam hal pemasaran, seisi rumah
menjadi pemasar dari produkya. Kelemahan
pengusaha UMKM yang paling kentara adalah tidak memisahkan antara modal dan penghasilan
lain. Biaya produksi dan biaya rumah
tangga menyatu menjadi satu. Koperasi
sebagai pengayom dan lembaga pendamping ada, tetapi hanya beranggotakan 75 UMKM
dari berbagai sektor. Ada mamin, ada
kerajinan (handy craft), dan garmen,
juga berbagai sektor yang lain. Walau
telah menerapkan manajemen bisnis modern tetapi tidak dapat menjangkau banyak
pengusaha. Pemkab Malang telah
mendirikan Business Development Service, yaitu
lembaga pendampingan usaha untuk mencegah kredit macet. Di Kabupaten Malang per Juni 2012 ada 227.091
UMKM yang tersebar di 33 Kecamatan dan 390 Desa se Kabupaten Malang. Menyerap 464.974 tenaga kerja dengan omset
rata-rata pertahuan sebesar 26.083.852.087.
Disperindag Kabupaten Malang memiliki data UMKM lengkap perdesa,
perkecamatan, sekabupaten Malang.
Sedangkan untuk pengusaha Tionghwa hanya sekitar 1% saja yang tersebar
ke berbagi sektor. Ke depan, Disperindag
Kabupaten Malang berencana untuk melakukan Pelatihan Wirausaha Baru dengan
materi pemasaran bersama melalui pasar rakyat, pemanfaatan Griya UMKM di Bedali
– Lawang, fasilitasi klinik UKM di 33 Kecamatan yang bekerjasama dengan
Universitas Merdeka dan Universitas Muhammidayah Malang. Bila berkehendak, Universitas Ma Chung
dipersilahkan untuk bergabung.
Pemaparan ketiga disampaikan oleh Daris dari Bagian Industri
Kecil Menengah (IKM) Disperindag Kabupaten Malang. Dipaparkannya, untuk di
Kabutapen Malang UMKM dibina oleh Dinas Koperasi (Diskop) sedangkan Industri
Kecil Menengah (IKM) dibina oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan
(Disperindag). Di Kabupaten Malang ada
kurang lebih 30 sentra IKM, khusus untuk IKM Mamin ada 370 IKM yang terdiri
dari 194 IKM makana dan 176 IKM minuman.
Sebaran paling banyak ada di Kecamatan Ponco Kusumo, Pakis, Tumpang, dan
Pujon. Bahkan Kecamatan Ponco Kusumo
akan dijadikan kawasan Agropolitan dan Pujon sebagai Agrowisata. Agropolitan Ponco Kusumo bukan hanya
Kecamatan Ponco Kusumo saja tetapi juga meliputi Kecamatan Tumpang dan
Wajak. Agropolitan bukan hanya menjadi
sentra penghasil produk pertanian dan perkebunan, tetapi juga menjadi sentra
bagi pengolahan hasil pertanian. IKM
makanan berjumlah kurang lebih 16% dari total IKM di Kabupaten Malang, terdiri
dari IKM pengolah apel, nangka, tales, pisang, singkong, dan berbagai hasil pertanian
dan perkebunan lainnya. Pemasaran produk
IKM bagus tetapi modal terbatas, sehingga tidak bisa memperbesar skala
usahanya. Saat ini Pemkab melalui Dinas
Koperasi memfasilitasi pendanaan yang disalurkan lewat koperasi, baik pinjaman
lunak maupun bantuan dari corporate
social responsibility (CSR) korporasi yang ada di Kabupaten Malang. Selain pendanaan, inovasi produk juga
dikerjakan. Dengan mengedepankan standar
mutu dan standar kesehatan, dengan pendampingan dan pembinaan, diharapkan mutu
produk mamin dari Kabupaten Malang terjaga dengan baik. Selain itu, Hak Kekayaan Intelektuan (HKI)
merk akan semakin ditingkatkan melalui Klinik Pendampingan HKI. Saat ini ada 6 IKM yang didampingi oleh
Disperindag untuk didaftarkan Merknya, bersama dengan 10 IKM dari Kota Batu. Sekaligus untuk PIRT dan Sertifikat Halal.
Selanjutnya paparan oleh Bambang dari Diperindag Kota
Malang. Dipaparkannya, pelaku IKM mamin
Tionghwa di Kota Malang lebih banyak bermain di pemasaran dan perdagangan (trading). Membeli dalam jumlah besar (gelondongan) dari
produsen yang ada di Kabupaten Malang dan Kota Batu, kemudian dikemas dan
diberi merk sendiri dan selanjutnya dijual. IKM mamin dengan alat modern tidak feasible di Kota Malang. Terlalu mahal dan Break Even Point tinggi dan lama.
Alat produksi akan feasible bila
dibantu oleh pemerintah kota. Untuk
pariwisata, Kota Malang hanya menjadi pendukung dari Kota Batu dan Kabupaten
Malang. Contohnya, dengan menyediakan
hotel murah dan kuliner. Strategi
Pembinaan IKM di Kota Malang terdiri dari: (1) Berjenjang, terdiri dari 3 level
(mulai – survive – mandiri). (2) Diversifikasi, semua buah bisa diolah
menjadi kripik, bahkan sayurpun bisa. (3) Home
Industry, manajemen tradisional dan pemasaran melalui getok tular. Perijinan IKM
yang terdiri dari SIUP, TDP, TDI, dan IRT harus lengkap dan dipermudah dengan
sistem bapak asuh. Untuk Merk (HKI),
walau digratiskan tidak banyak peminatnya.
Bahkan ijin dari BPPOM yang untuk seJawa Timur hanya ada 1 kantor di
Surabaya masih dianggap sulit dan Mahal.
Apalagi sertifikasi Halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Keunggulan pengusaha Tionghwa adalah: (1)
kuat di analisis pasar. (2) foku (one
village on product). (3) Usaha sesuai potensi daerah yang ditinggali. Disperindag Kota malang telah bekerjasama
dengan BPPT untuk melakukan inovasi pengolahan tempe dengan mesin pemisah kulit
dari kedelai, ekspor tempe, dan diversifikasi produk marning.
Sebagai simpulan dari FGD adalah(1) Kota Batu dan Kabupaten
Malang tinggi sumberdaya alam tetapi minim sumberdaya manusia. Sedangkan Kota Malang kuat pada manajemen
dengan melakukan pembelian besar (gelondongan) dari Kabupaten Malang dan Kota
Batu, dikemas, dan dipasarkan serta dijual. (2) pengusaha Tionghwa bagus dalam
inovasi bisnis, khususnya inovasi fungsi-fungsi bisnis. (3) Pemerintah Daerah
telah melakukan pendampingan, dan telah juga bekerjasama dengan pengusaha besar
dan perguruan tinggi. (4) Pengembangan kawasan atau sentra produksi untuk
mendukung Malang Raya sebagai destinasi wisata.
Wawancara dengan
Johan, Pemilik Usaha S73 (Tahu Sukun, Malang)
Untuk melengkapi hasil FGD, dilakukan juga wawancara dengan
salah satu usaha makanan yang cukup sukses di Kota Malang. Sebagai salah satu contoh atau kisah sukses
dipilihlah Tahu Sukun yang berkembang dengan usaha olahan bernama S73 (Sukun
73, yang merupakan alamat tempat usaha).
Saat ini, Tahu Sukun dan S3 telah dikelola oleh generasi ketiga. Johan yang juga alumus dari Universitas Ma
Chung merupakan generasi ketiga yang mengelola Tahu Sukun, dan sebagai bentuk
kekinian mengembangkan juga produk olahan tahu diberi nama S73.
Beberapa kiat sukse usaha yang telah berjalan puluhan tahun
ini dipaparkannya sebagai berikut. (1)
menjaga kualitas, rasa asli dan tradisional adalah kunci. (2) Tidak menggunakan
pengawet dan pemutih yang akan merusak kualitas. (3) Menjaga relasi dengan
pemasok bahan baku untuk menjamin bahan baku yang berkualitas. (4) Menjaga
relasi dengan saluran distribusi dan penjual sebagai ujung tombak penjualan.
(5) Tidak memproduksi tahu dengan perlakuan tertentu seperti yang dimintakan
oleh supermarket. (6) Proses produksi
dan pengawetan menggunakan metoda tradisional, yaitu dengan es batu. Bila diganti dengan bahan kimia akan menurunkan
mutu tahu. (7) Sisa produksi tahu diambil oleh pengecer dan diolah menjadi produk
olehan S73. Pengecer merupakan pembeli putus
yang dibagi wilayahnya, untuk mencegah persaingan secara langsung. (8) Menjaga relasi dengan tenaga kerja, sampai
hari ini tetap setia (7 orang pekerja utama dan bekerja sejak lama. Pendekatan kekeluargaan diutamakan untuk menjaga
keharmonisan relasi dengan tenaga kerja. (9) Menjaga relasi dengan pelanggan tetap, seperti
restauran dn hotel, dengan menjaga kualitas dan kontinyuitas produk. Produk olahan dititipkan sebagai konsinyasi.
Proses produksi tetap dan tidak berubah sejak pertama kali Tahu
Sukun diproduki. Demikianpula S73, hanya
memproduksi produk olahan berbahan dasar tahu hasil produksi Tahu Sukun saja. Pemilihan bahan dan proses produksi diturunkan
secara turun temurun pada seluruh anggota keluarga. Merk dagang belum dipatenkan dan ada rencana untuk
dipatenkan guna mencegah pembajakan merk yang akan menganggu penjualan. Rencana selanjutnya akan membuat Cafe Tahu, tempat
makan yang menyediakan makanan dan minuman berbahan dasar tahu.
Antisipasi bila terjadi kenaikan harga kedelai dilakukan dengan
menaikkan harga jual di tingkat distributor atau dengan harga tetap tetapi dengan
memperkecil ukuran produk. 1 papan terdiri
dari 20 potong tahu, harga perpapan Rp60.000. Bahan baku menggunakan kedelai impor dari Kanada
karena harga murah tetapi kualitas bagus, jumlah di pasaran banyak, dan bentuknya
besar-besar. Pemasok bahan baku ada di malang
dan telah menjadi pemasok sejak lama. Menjaga
kepercayaan dengan pemasok penting untuk menjaga kelancaran pengadaan bahan baku.
Harus jujur (fair) dan informatif atau terbuka. Ampas sisa produksi diambil (dibeli) untuk dijadikan
pakan ternak, khususnya ternak babi di Malang Selatan.
Banyak pabrik tahu di Kota Malang, bahkan telah banyak yang gulung tikar, Tahu Sukun tetap bertahan karena menjaga kualitas, kepercayaan pelanggan, dan melakukan inovasi. Sejak generasi kedua telah dilakukan inovasi dan meningkatkan profesionalitas manajemen. Tahu Sukun telah melakukan modernisasi tetapi tidak meninggalkan nilai-nilai lama, khususnya dadlam proses produksi dan relasi dengan pengampu kepentingan. Pelanggan bukan hanya dari Malang Raya saja, ada kurang lebih 30% pelanggan dari total pelanggan Tahu Sukun yang berasal dari Surabaya dan sekitarnya, baik pelanggan individual maupun pelanggan restoran. Sempat menurun saat Lumpur Lapindo menggenangi Porong tetapi saat ini telah berangsur membaik, walau tak kembali seperti sebelum bencana lumpur terjadi.
1 komentar:
... Om .. gimana kabarnya ... semoga sehat selalu yach ... SUHU-ku
Posting Komentar