Penilaian
Kinerja Bank Dan Koperasi
Wardha
Maulidiah & Daniel S. Stephanus
Program
Studi Akuntansi
Universitas
Ma Chung Malang
2020
ABSTRAK
Penilaian
kinerja suatu perusahaan merupakan proses analisis data selain sebagai alat
penanggungjawaban, juga diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi.
Kinerja bank dan koperasi yang semakin baik, maka tingkat kesehatan bank dan
koperasi juga semakin baik dan sebaliknya jika kinerja bank dan koperasi
menurun, akan menyebabkan tingkat kesehatan bank dan koperasi juga menurun.
Penilaian kinerja bank dan koperasi penting dilakukan untuk mengetahui tingkat
kesehatan bank karena menyangkut kepentingan banyak pihak. Bank Indonesia telah menerbitkan
Peraturan Bank Indonesia No.6/10/PBI/2004 tentang sistem penilaian tingkat
kesehatan bank umum dan Peraturam Bank Indonesia No.9/1/PBI/2007 tentang sistem
penilaian tingkat kesehatan bank umum berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan
Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP. Metode atau cara penilaian kinerja
bank dikenal dengan metode CAMELS (Capital,
Asset quality, Management, Earnings, Liquidity, dan Sensitivity to Market Risk) dan menjadi RGEC (risk profile, good corporate governance, earnings, dan capital) sesuai
dengan Surat Edaran BI Nomor 13/24/DPNP
tanggal 25 Oktober 2011 tentang penilaian tingkat kesehatan bank umum tersebut
merupakan petunjuk pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011.
Selain itu, Pemerintah Indonesia dalam hal pengukuran tingkat kesehatan
koperasi telah mengeluarkan sebuah tolak ukur dalam pengukuran tingkat
kesehatan koperasi. Berdasarkan Peraturan Deputi Bidang Pengawasan Kementrian
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No.06/Per/Dep.6/IV/2016 dan Peraturan
Menteri KUKM/No.14/Per/M.KUKM/ XII/2009 tentang pedoman penilaian kesehatan
Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi. Tidak hanya dalam
Pemerintah saja, tetapi diluar negeri juga terdapat pengukuran penilaian
kesehatan dan kinerja keuangan koperasi yaitu dengan menggunakan PEARLS (Protection, Effective Financial Structure,
Asset Quality, Rates of Return and Cost,
Liquidity dan Sign of Growth) yang dikembangkan oleh WOCCU (World Council of Credit Unions) sebagai
panduan pengelolaan credit union untuk
analisis tingkat kesehatan koperasi kredit di seluruh Dunia.
Kata-kata
kunci: Kinerja Industi Keuangan, CAMELS, RGEC, Pemerintah, dan PEARLS.
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Kinerja perusahaan adalah gambaran
posisi keuangan perusahaan dan menunjukkan hasil usaha selama periode tertentu,
yang diperoleh dengan melakukan analisa laporan keuangan. Penilaian kinerja
suatu perusahaan merupakan proses analisis data selain sebagai alat
penanggungjawaban, juga diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi.
Bagi pemilik perusahaan, penilaian kinerja diperlukan untuk memberikan
penilaian apakah investasinya tetap dipertahankan atau tidak. Bagi para
kreditor, penilaian kinerja diperlukan untuk memberikan informasi apakah suatu
perusahaan memiliki kemampuan membayar tepat waktu. Bagi karyawan, penilaian
kinerja perusahaan memberikan informasi mengenai kelangsungan hidup perusahaan.
Kinerja bank dan koperasi yang semakin
baik, maka tingkat kesehatan bank dan koperasi juga semakin baik dan sebaliknya
jika kinerja bank dan koperasi menurun, akan menyebabkan tingkat kesehatan bank
dan koperasi juga menurun. Penilaian kinerja bank dan koperasi penting untuk
mengetahui tingkat kesehatan bank karena menyangkut kepentingan banyak pihak.
Pengawasan terhadap kinerja bank dan koperasi perlu dilakukan untuk memantau
operasional agar tetap sesuai dengan peraturan dan ketetapan yang berlaku. Dalam
keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. KEP-100/MBU/2002 tentang
Penilaian Tingkat Kesehatan Badan Usaha Milik Negara, kinerja BUMN adalah
kondisi kesehatan suatu BUMN untuk tahun buku yang bersangkutan yang meliputi
penilaian aspek keuangan, aspek operasional, dan aspek administrasi.
Peraturan Bank Indonesia No.
13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, kinerja bank
adalah kondisi kesehatan suatu bank umum yang meliputi penilaian terhadap
faktor profil risiko (risk profile),
faktor good corporate governance (GCG),
faktor rentabilitas (earnings), dan
faktor permodalan (capital). Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang perbankan, pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank
Indonesia menetapkan bahwa, bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai
dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen,
likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan
usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip
kehati-hatian. Kesehatan atau kondisi bank merupakan kepentingan semua pihak
terkait (pemilik, pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank, BI selaku
otoritas pengawasan bank, dan pihak lainnya). Kondisi bank tersebut dapat digunakan
untuk mengevaluasi kinerja bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian,
kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen risiko.
Peraturan Menteri Negara Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 14/Per/M.KUKM/XII/2009 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Nomor 20/Per/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan
Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi menjadi alat analisis untuk mengukur
kinerja koperasi khususnya koperasi simpan pinjam (KSP) dan unit simpan pinjam
(USP) koperasi. Pengukuran kinerja dilakukan dengan menilai aspek permodalan,
kualitas aktiva produkti, manajemen, efisiensi, likuiditas, kemandirian dan
pertumbuhan, serta aspek jatidiri koperasi.
LANDASAN TEORI
Kinerja Perusahaan
Kinerja perusahaan adalah gambaran
posisi keuangan perusahaan dan menunjukkan hasil usaha selama periode tertentu,
yang diperoleh dengan melakukan analisa laporan keuangan. Penilaian kinerja
suatu perusahaan merupakan proses analisis data selain sebagai alat
penanggungjawaban, juga diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi.
Penilaian kinerja keuangan ini penting dilakukan
karena membantu pihak perusahaan menentukan langkah perusahaan selanjutnya.
Dengan adanya penilaian atau evaluasi kinerja, pengelolaan perusahaan menjadi
lebih mudah dilakukan karena perusahaan bisa menetapkan tindakan kebijaksanaan
perusahaan berdasarkan data yang telah dievaluasi dai kinerja perusahaan.
Tujuan dari pengukuran kinerja keuangan perusahaan adalah sebagai berikut.
a. Mengetahui tingkat likuiditas
Likuiditas
menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan yang
harus segera diselesaikan pada saat ditagih.
b. Mengetahui tingkat solvabilitas
Solvabilitas menunjukkan
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan
tersebut dilikuidasi, baik keuangan jangka pendek maupun jangka panjang.
c. Mengetahui tingkat rentabilitas
Rentabilitas atau
sering disebut dengan profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba selama periode tertentu.
d. Mengetahui tingkat stabilitas
Stabilitas
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melakukan usahanya dengan stabil yang
diukur dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar
utang-utangnya serta membayar beban bunga atas utang-utangnya tepat pada
waktunya.
Dasar
Hukum
Perbankan
Perkembangan perbankan
di Indonesia ditandai dengan banyaknya bank-bank yang bermuculan, maka sangat
diperlukan suatu penagwasan terhadap bank-bank tersebut. dalam hal ini Bank
Indonesia sebagai Bank Sentral memerlukan suatu kontrol terhadap bank-bank
untuk mengetahui bagaimana keadaan keuangan serta kegiatan usaha masing-masing
bank. Kebijakan perbankan yang dikeluarkan dan dilaksanakan
oleh Bank Indonesia pada dasarnya adalah ditujukan untuk menciptakan dan
memelihara kesehatan, baik secara individu maupun perbankan sebagai suatu
sistem. Kondisi bank dapat digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk
mengevaluasi kinerja bank dalam menerapkan prinsop kehati-hatian, kepatuhan
terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen risiko. Dasar hukum penilaian
tingkat kesehatan bank yang dikeluarkan oleh BI yaitu sebagai berikut.
a. Dasar Hukum
I UU No. 10 Tahun 1998, Undang-Undang Perbankan.
b.
Dasar Hukum II UU No. 3 Tahun 2004, Undang-Undang Bank
Sentral.
Koperasi
Koperasi memegang peran penting dalam
upaya pembangunan bangsa Indonesia sebagai wujud usaha dalam mencapai tujuan
nasionalnya. Perjuangan koperasi biasanya terjalin dalam suatu gerakan tertentu
yang bersifat nasional, tidak jarang keberadaan koperasi juga dimaksudkan untuk
pembangunan suatu tatanan perekonomian tertentu. Berbeda dengan perusahaan yang
dalam proses kegiatan usahanya adalah mengutamakan profit oriented yaitu bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang
sebesar-besarnya. Salah satu jenis koperasi yang dikembangkan oleh pemerintah
adalah koperasi simpan pinjam. Melihat pentingnya peran koperasi dalam
kehidupan sehari-hari, maka perlu pula dilakukan evaluasi terhadap kinerja
koperasi. Oleh karena itu, penting dilakukan analisis laporan keuangan koperasi
untuk mengetahui sejauh mana koperasi berhasil menjalankan usaha dan dapat
diketahui tingkat kesehatannya. Penilaian kesehatan merupakan penilaian untuk
mengukur tingkat kesehatan koperasi. Dasar hukum
penilaian kesehatan koperasi yang dikeluarkan oleh Pemerintah yaitu sebagai
berikut.
a.
Peraturan Debuti Bidang Pengawasan
Kementerian Koperasi dan Usha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor
06/Per/Dep.6/IV/2016 tentang Pedoman Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam
dan Unit Simpan Pinjam Koperasi.
b.
Peraturan Debuti Bidang Pengawasan
Kementerian Koperasi dan Usha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor
07/Per/Dep.6/IV/2016 tentang Pedoman Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam
dan Pembiayaan Syariah dan Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Koperasi.
CAMELS
Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bank
Indonesia No.6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang sistem penilaian
tingkat kesehatan bank umum dan Peraturam Bank Indonesia No.9/1/PBI/2007
tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum berdasarkan prinsip
syariah sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei
2004 kepada semua bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional perihal sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum. Metode atau
cara penilaian kinerja bank dikenal dengan metode CAMELS yaitu Capital, Asset quality, Management,
Earnings, Liquidity, dan Sensitivity
to Market Risk. Kriteria sensitivity
to market risk merupakan aspek tambahan dari metode penilaian kesehatan
bank yang sebelumnya, yaitu CAMEL (modal, aktiva, manajemen, pendapatan dan likuiditas).
CAMEL pertama kali diperkenalkan di Indonesia sejak
dikeluarkannya Paket Februari 1991 mengenai sifat-sifat kehati-hatian bank.
Paket tersebut dikeluarkan sebagai dampak kebijakan Paket Kebijakan 27 Oktober
1988 (Pakto 1988). CAMEL berkembang menjadi CAMELS pertama kali pada tanggal 1
Januari 1997 di Amerika. CAMELS berkembang di Indonesia pada akhir tahuan 1997
sebagai dampak dari krisis ekonomi dan moneter. Tahap awal penilaian tingkat
kesehatan suatu bank dilakukan dengan melakukan kuantifikasi atas komponen dari
masing-masing faktor yang telah disebut sebelumnya, faktor dan komponen
tersebut selanjutnya diberi suatu bobot sesuai dengan besarnya pengaruh
terhadap kesehatan suatu bank. Penilaian faktor dan komponen dilakukan dengan
sistem kredit yang dinyatakan dalam nilai kredit antara 0 sampai 100. Hasil
penilaian atas dasar bobot dan nilai kredit selanjutnya dikurangi dengan nilai
kredit atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang lain yang sanksinya dikaitkan
dengan tingkat kesehatan bank.
Tabel 1. Pembobotan Penilaian
Kinerja Keuangan
Rasio
|
Bobot
|
Peringkat Permodalan
|
25%
|
Peringkat Kualitas
Aktiva Produktiv
|
50%
|
Peringkat
Rentabilitas
|
10%
|
Peringkat Likuiditas
|
10%
|
Peringkat
Sensitivitas terhadap Risiko Pasar
|
5%
|
Sumber: Lampiran Surat Edaran No.9/24/DPBS
tahun 2007
Tabel 2. Standar
Kesehatan Bank
Nilai
|
Predikat
|
81 – 100
|
Sehat
|
66 - < 81
|
Cukup Sehat
|
51 - < 66
|
Kurang Sehat
|
0 - < 51
|
Tidak Sehat
|
Sumber: Berdasarkan Skep DIR-BI Nomor
30/2/UPPB/1997
Penilaian tingkat kesehatan bank dimaksudkan untuk
menilai keberhasilan perbankan dalam perekonomian Indonesia dan industri
perbankan serta dalam menjaga fungsi intermediasi. Penilaian tingkat kesehatan
bank berdasarkan ketentuan Bank Indonesia mencakup penilaian terhadap
faktor-faktor CAMELS yang terdiri sebagai berikut.
a.
Capital (Permodalan)
Modal
merupakan faktor penting dalam upaya mengembangkan usaha. Suatu perusahaan
perbankan dikatakan sehat apabila memiliki permodalan yang kuat. Dengan modal
tersebut bank mampu menjelaskan operasionalnya dan menjamin aset-aset yang
bermasalah. Penilaian terhadap aspek modal dititikberatkan pada kecukupan dan
komposisi modal, proyeksi modal, kemampuan modal menutup aset bermasalah, serta
rencana modal untuk ekspansi usaha. Penilaian terhadap faktor permodalan
meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1.
Kecukupan modal
2.
Komposisi modal
3.
Proyeksi (trend ke depan) permodalan
4.
Kemampuan modal dalam mengcover aset bermasalah
5.
Kemampuan bank yang bersangkutan memelihara kebutuhan
tambahan modal yang berasal dari laba
6.
Rencana permodalan untuk mendukung pertumbuhan usaha,
dan
7.
Akses kepada sumber permodalan dan kinerja keuangan
pemegang saham untuk meningkatkan permodalan bank yang bersangkutan.
Tingkat kesehatan bank yang ditinjau dari aspek
modal dapat dinilai atau diukur dengan beberapa rasio sebagai berikut.
1.
Capital Adequacy Ratio (CAR)
Capital Adequacy Ratio (CAR)
adalah kecukupan modal yang menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan
kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengukur, mengawasi, dan
mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap besarnya
modal bank. Berdasarkan ketentuan Bank
Indonesia melalui Surat Edaran No. 14/37/DPNP bahwa bank yang dinyatakan
termasuk sebagai bank yang sehat harus memiliki Capital Adequacy Ratio (CAR)
minimum sebesar 8%. Rasio ini merepresentasikan kemampuan bank menggunakan modalnya sendiri
untuk menutup penurunan aktiva yang disebabkan oleh adanya kerugian-kerugian
yang timbul atas penggunaan aktiva tersebut. Rumus
untuk menghitung Capital Adequacy Ratio (CAR) sebagai berikut.
CAR = Modal
X 100% ...................................................................... (1)
ATMR
2.
Debt to Equity Ratio (DER)
Rasio ini menunjukkan hubungan antara jumlah utang yang
diberikan oleh para kreditur dengan jumlah modal sendiri yang diberikan oleh
pemilik perusahaan. Debt to equity ratio digunakan
sebagai ukuran yang dipakai dalam menganalisis laporan keuangan untuk memperlihatkan
besarnya jaminan yang tersedia untuk kreditor. Tingkat risiko perusahaan dapat
tercermin dari debt to equity ratio yang
menunjukkan seberapa besar modal sendiri yang dimiliki oleh perusahaan dalam
memenuhi kewajiban-kewajiban perusahaan. Rumus untuk
menghitung Debt to Equity
Ratio (DER) sebagai
berikut.
DER = Total
Utang X 100% ........................................................... (2)
Total Ekuitas
3.
Debt to Asset Ratio (DAR)
Rasio ini mengukur seberapa besar aktiva perusahaan yang
dibiayai oleh kreditur. Investor tidak hanya berharap laba, namun
memperhitungkan tingkat pendapatan yang akan diterima perusahaan. Tingkatan
pendapatan perusahaan dapat memengaruhi tinggi rendahnya permintaan akan saham,
hal tersebut juga akan memengaruhi nilai perusahaan. Rumus
untuk menghitung Debt to Asset Ratio (DAR) sebagai berikut.
DAR = Total
Utang X 100% .......................................................... (3)
Total Aktiva
4.
Long term Debt to Equity Ratio (LDER)
Rasio ini mengukur besar kecilnya penggunaan utang jangka
panjang dibandingkan dengan modal sendiri perusahaan. Tujuannya untukk mengukur
beberapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang
jangka panjang dengan cara membandingkan antara utang jangka panjang dengan
modal sendiri yang disediakan oleh perusahaan. Rumus
untuk menghitung Long term Debt to Equity Ratio (LDER) sebagai berikut.
LDER =
Utang Jangka Panjang X 100% ..................................... (4)
Total Ekuitas
5.
Long term Debt to Asset Ratio (LDAR)
Rasio ini membandingkan utang jangka panjang perusahaan
dengan total aktiva. Ratio ini menggambarkan berapa proporsi utang jangka
panjang yang digunakan perusahaan untuk menunjukkan investasi-investasi aktiva
atau aset perusahaan. Rumus untuk menghitung Long term Debt to
Asset Ratio (LDAR) sebagai
berikut.
LDAR =
Utang Jangka Panjang X 100% ..................................... (5)
Total Aset
b.
Asset
quality (Kualitas aset)
Aset adalah
suatu potensi yang dimiliki oleh individu atau suatu instansi yang memiliki
nilai. Aset sangat identik dengan harta kekayaan yang dimiliki oleh individu
atau organisasi-organisasi yang harus dijaga dan dipelihara dengan baik. Apabila
aset terpelihara dengan baik, maka nilai dari aset tersebut tidak akan
mengalami penurunan dan untuk beberapa aset tertentu bisa ditingkatkan. Kualitas
aset adalah evaluasi aset untuk mengukur risiko kredit yang terkait dengannya. Penilaian
terhadap faktor kualitas aset meliputi penilaian terhadap komponen komponen
sebagai berikut.
1. Kualitas
aktiva produktif
2. Konsentresi
eksposur risiko kredit
3. Perkembangan risiko kredit bermasalah
4. Kecukupan
PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif)
5. Kecukupan
kebijakan dan prosedur
6. Sistem kaji
ulang (review) internal
7. Sistem
dikomentasi dan kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah
Tingkat kesehatan bank yang ditinjau dari aspek
kualitas aset dapat dinilai atau diukur dengan beberapa rasio sebagai berikut.
1.
Non Performing Loan (NPL)
NPL (Non Performing Loan) merupakan rasio yang
menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang
diberikan oleh bank. Standar kriteria yang ditetapkan Bank Indonesia dalam
menjalankan kegiatan operasinya dengan baik jika NPL dibawah 5%. NPL dihitung
berdasarkan perbandingan antara jumlah kredit yang bermasalah dibandingkan
dengan total kredit. Rumus NPL sesuai dengan (SE BI Nomor 07/10/DPNP tanggal 31
Maret 2005) sebagai berikut.
NPL = Total Kredit Bermasalah X 100% ..................................... (6)
Total Kredit
2. Kualitas Aktiva Produktif (KAP)
Kualitas
aktiva produkti (KAP) adalah sebagai nilai tingkat kemungkinan diterimanya
kembali dana yang ditanamkan dalam aktiva produktif berdasarkan kriteria
tertentu. Kualitas aktiva produktif dinilai berdasarkan tingkat
ketertagihannya, yaitu lancar, dalam perhatian khusus, kredit kurang
lancar,kredit diragukan, atau kredit macet. Hal ini untuk memudahkan dalam
memahami aktiva produktif dalam pembahasan selanjutnya. Rumus
untuk menghitung Kualitas Aktiva Produktif (KAP) sebagai berikut.
KAP =
A.P yang diklasifikasikan X 100% .................................... (7)
Total Aktiva Produktif
3. Return On Risked Asset (RORA)
Kinerja
keuangan dari segi aset diukur melalui kualitas aktiva produktifnya. Salah satu
rasio yang digunakan adalah Return On
Risked Asset (RORA). RORA adalah rasio yang membandingkan antara laba kotor
dengan besarnya risked assets yang
dimiliki. Nilai RORA yang tinggi mengindikasikan bahwa pendapatan yang diterima
besar sehingga laba yang diperoleh juga optimal dan berpengaruh pada kenaikan
harga saham. Rumus untuk menghitung Return On Risked Asset (RORA) sebagai berikut.
RORA =
Operating Income X 100% ...................................... (8)
Total Loans + Invesment
c.
Management (Manajemen)
Untuk
menilai kualitas manajemen dapat dilihat dari kualitas manusianya dalam
menjalankan bank. Kemampuan manusia juga dapat dilihat dari faktor pendidikan
dan pengalaman para karyawan didalam mengatasi masalah terjadi. Menilai performance bank dalam faktor manajemen,
yaitu dilakukan dengan melakukan kuisioner yang diberikan kepada pihak karywan
bank tersebut, tetapi hal tersebut sulit dilaksanakan karena akan terkait
dengan rahasia perusahaan. Penilaian terhadap faktor manajemen meliputi penilaian
terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1. Kualitas
manajemen umum dam penerapan manajemen risiko
2. Keputusan
bank atas ketentuan yang berlaku dan komitmen kepada bank Indonesia dan atau
pihak lain.
Tingkat kesehatan bank berdasarkan aspek manajemen
dapat dinilai atau diukur dengan beberapa rasio sebagai berikut.
1. Net
Profit Margin (NPM)
Net
Profit Margin (NPM) menunjukkan perbandingan antara
laba bersih dengan penjualan. Rasio ini digunakan untuk menghitung sejauh mana
kemampuan bank yang bersangkutan dalam menghasilkan laba bersih ditinjau dari
sudut total penjualan.NPM mengaju kepada pendapatan operasional bank yang
terutama berasal dari kegiatan pemberian kredit yang dalam prakteknya memiliki
berbagai risiko kredit, bunga, kurs, valas, dan lain-lain.semakin tinggi
tingkat rasio net profit margin bank
yang bersangkutan menunjukkan hasil yang semakin baik. Hal ini berdasarkan pada
seluruh kegiatan manajemen suatu bank yang mencakup manajemen umum, manajemen
risiko dan kepatuhan bank yang mempengaruhi perolehan laba. Net Profit
Margin dihitung dengan membagi Net Income atau laba bersih dengan Operating
Income atau laba usaha. Rumus untuk menghitung Net Profit Margin sebagai berkut.
NPM = Laba Bersih X 100% ................................... (9)
Pendapatan Operasional
2. Net
Interest Margin (NIM)
Net
interest margin (NIM) mengukur
kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan
pendapatan bunga bersih. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan
bunga dikurangi beban bunga. Semakin besar rasio ini maka meningkatnya
pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank sehingga kemungkinan
suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Rumus NIM berdasarkan Surat
Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tahun 2004 sebagai berikut.
NIM = Pendapatan Bunga Bersih X 100%
................................. (10)
Aktiva
Produktif
d.
Earnings
(Rentabilitas)
Earnings (Rentabilitas) yaitu faktor yang
digunakan untuk menilai kemampuan bank dalam memperoleh laba. Manfaat dari
faktor ini juga untuk menilai tingkat efisiensi kegiatan usaha dan kemampuan
memperoleh laba yang dicapai bank. Bank dikatakan sehat jika bank diukur secara
rentabilitas yang terus meningkat sesuai standar yang di tetapkan. Penilaian
terhadap faktor rentabilitas meliputi penilaian terhadap komponen-komponen
sebagai berikut.
1. Pencapaian return on asset (ROA)
2. Pencapaian return on equity (ROE)
3. Pencapaian
NIM (Net Interest Margin)
4. Tingkat
efisiensi
5. Perkembangan
laba operasional
6. Diversifiksi
pendapatan
7. Penerapan
prinsip akuntansi dan pengakuan pendapatan dan biaya
8. Prospek laba
operasional
Penilaian pendekatan
kuantitatif dan kualitatif faktor profitabilitas bank antara lain dilakukan
melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1.
Return on Assets (ROA)
Return
on Assets (ROA) digunakan untuk mengukur seberapa besar laba
bersih yang dapat diperoleh dari seluruh aktiva yang dimiliki perusahaan.
Semakin besar ROA, semakin besar pula keuntungan yang dicapai bank sehingga
kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Rumus untuk menghitung
ROA sebagai berikut.
ROA = Laba
Sebelum Pajak X 100% ............................................ (11)
Total Aset
2.
Return
on Equity (ROE)
Return on Equity
(ROE) digunakan untuk mengukur kinerja manajemen bank dalam mengelola modal
yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah pajak. Semakin besar ROE, semakin
besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank
dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Rumus untuk menghitung ROA sebagai
berikut.
ROE = Laba
Setelah Pajak X 100% ........................................... (12)
Equity
3.
Beban Operasi terhadap Pendapatan
Operasi (BOPO)
Beban Operasi terhadap
Pendapatan Operasi (BOPO) digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi kemampuan
bank dalam melakukan kegiatan operasinya Semakin tinggi rasio ini menunjukkan
semakin tidak efisien biaya operasional bank. Bank yang dikategorikan sehat
memiliki rasio BOPO maksimal antara 94%--96%. Keberhasilan bank didasarkan pada
penilaian kuantitatif terhadap rentabilitas bank dapat diukur dengan
menggunakan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Rumus
untuk menghitung BOPO sebagai berikut.
BOPO = Beban Operasional X 100% ................................. (13)
Pendapatan Operasional
4. Net
Interest Margin (NIM)
Net
interest margin (NIM) mengukur
kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan
pendapatan bunga bersih. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan
bunga dikurangi beban bunga. Semakin besar rasio ini maka meningkatnya
pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank sehingga kemungkinan
suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Rumus NIM berdasarkan Surat
Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tahun 2004 sebagai berikut.
NIM = Pendapatan Bunga Bersih X 100%
................................. (14)
Aktiva Produktif
e.
Liquidity
(Likuiditas)
Bank
bisa dikatakan likuid, jika bank mampu membayar semua utangnya, khususnya utang
jangka pendek. Utang jangka pendek yang dimaksud yaitu simpanan tabungan, giro,
dan deposito. Dikatakan likuid apabila pada saat ditagih bank sanggup membayar.
Bank juga harus bisa memenuhi setiap permohonan kredit yang memang layak untuk
dibiayai. Penilaian terhadap faktor likuiditas meliputi penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut.
1. Rasio
aktiva/pasiva yang likuid
2. Potensi maturity mismatch
3. Kondisi loan to deposit ratio (LDR)
4. Proyeksi cash flow (arus kas)
5. Konsentresi
pendanaan
6. Kecukupan
kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets
and liability management)
7. Akses kepada
sumber pendanaan
8. Stabilitas
pendanaan
Penilaian
dalam aspek ini meliputi, rasio kredit terhadap dana yang diterima oleh bank
seperti giro, tabungan, deposito dan lain-lain. Tingkat kesehatan bank berdasarkan aspek likuid dapat dinilai atau diukur
dengan beberapa rasio sebagai berikut.
1. Loan
to Deposit Ratio (LDR)
Loan
to Deposit Ratio (LDR) digunakan untuk menilai
likuiditas suatu bank dengan cara membagi jumlah kredit yang diberikan oleh
bank terhadap dana pihak ketiga. Rasio ini untuk mengetahui kemampuan bank
dalam membayar kembali kewajiban kepada para nasabah yang telah menanamkan dana
dengan kredit-kredit yang telah diberikan kepada para debiturnya.
LDR = Total Kredit X 100% ....................................... (15)
Dana Pihak Ketiga
2. Loan to Asset Ratio
(LAR)
Loan to Asset Ratio
(LAR) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi
permintaan kredit menggunakan aset total yang dimiliki oleh bank. Semakin besar
LAR, tingkat likuiditas bank semakin rendah, karena itu perusahaan memerlukan
jumlah aset yang semakin besar untuk membiayai kredit yang diberikan kepada
debitur. Kredit yang diberikan pada umumnya memiliki risiko tidak tertagih atau
yang biasa disebut dengan kredit macet, sehingga perusahaan harus menyiapkan
adanya cadangan kerugian penurunan nilai untuk mengantisipasi risiko kredit
macet. Rumus Loan to Asset Ratio
(LAR) adalah sebagai berikut.
LAR = Kredit
yang diberikan X 100% ...................................... (16)
Total Aset
3. Cash Ratio
(CR)
Cash Ratio
(CR) sering disebut sebagai rasio likuiditas yaitu ukuran likuiditas yang
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar utang jangka pendek menggunakan
kas dan setara kas. Cash Ratio (CR)
ini pada dasarnya merupakan metode penyelesaian laporan dengan cepat, yang
digunakan untuk menentukan jumlah dana (kas dan setara kas) yang tersedia guna
membayar kewajiban atau liabilitas jangka pendek. Rumus Cash Ratio (CR) adalah sebagai berikut.
CR = Aktiva
Likuid X 100% ........................................................ (17)
Utang
Likuid
f.
Sensitivity
to Market Risk (Sensitivitas terhadap risiko pasar)
Faktor sensitivitas ini digunakan untuk
mengukur seberapa besar tingkat sensitivitas suatu bank terhadap risiko pasar
yang terjadi. Risiko tersebut timbul akibat dari pergerakan faktor pasar dan
juga pergerakan dari variabel harga pasar dari portofolio yang dimiliki oleh
bank. Penilaian
sensitivitas terhadap risiko pasar meliputi sebagai berikut.
1.
kemampuan modal bank dalam meng-cover potensi kerugian
sebagai akibat fluktuasi (adverse
movement) suku bunga dan nilai tukar
2.
kecukupan penerapan manajemen risiko pasar
Penilaian
terhadap faktor sensitivitas meliputi penilaian terhadap komponen-komponen
sebagai berikut.
1. Interest
Expense Ratio (IER)
Rasio
ini merupakan ukuran atas biaya dana yang dikumpulkan oleh bank yang dapat
menunjukkan efisiensi bank didalam mengumpulkan sumber-sumber dananya. Interest
Expense Ratio (IER) semakin besar rasio akan semakin buruk, jika semakin
kecil akan semakin baik. Standar kriteria oleh Bank Indonesia dinila sehat jika
rasio beban bunga di bawah 5%. Rumus untuk menghitung Interest Expense Ratio
sebagai berikut.
IER = Interest paid X 100% ......................................................... (18)
Total Deposit
2.
Interest
Rate Risk Ratio (IRRR)
Interest Rate Risk Ratio (IRRR)
menunjukkan kemampuan bank dalam mengcover biaya bunga yang harus dikeluarkan
dengan pendapatan bunga yang dihasilkan. Risiko tingkat bunga adalah risiko
yang timbul akibat berubahnya tingkat bunga, yang pada gilirannya akan
menurunkan nilai pasar, surat-surat berharga, pada saat yang sama bank
membutuhkan likuiditas. Rumus yang dapat digunakan untuk menghitung Interest Rate Risk Ratio (IRRR) adalah
sebagai berikut.
IRR = RSA (Rate
Sencitive Assets) X 100% ............................ (19)
RSL (Rate
Sensitive Liabilities)
RGEC
Bank Indonesia menyempurnakan metode
penilaian kesehatan dari CAMELS (capital,
asset quality, management, earning, liquidity, sensitivity to market risk)
menjadi RGEC sesuai dengan Surat Edaran BI Nomor 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober
2011 tentang penilaian tingkat kesehatan bank umum tersebut merupakan petunjuk
pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011. Peraturan ini efektif
digunakan oleh seluruh bank umum sejak 1 Januari 2012. Skala penilaian
menggunakan nominal dari 1 sampai 100 yang artinya semakin besar poin tersebut
semakin baik kesehatan bank tersebut. Dalam Peraturan Bank Indonesia
No.13/1/PBI/2011, bank wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan bank dengan
menggunakan pendekatan risiko (Risk-based
Bank Rating), yaitu melalui RGEC (risk
profile, good corporate governance, earnings, dan capital).
a. Profil
risiko (Risk profile)
Risk profile
merupakan penilaian kegiatan bank dari tingkat risiko dilakukan melalui faktor
profil risiko. Penilaian risiko intern merupakan penilaian atas risiko melekat
pada kegiatan bisnis Bank, baik yang dapat dikuantifikasikan maupun yang tidak,
yang berpotensi memengaruhi posisi keuangan Bank. Menggunakan tiga indikator,
yaitu faktor risiko kredit, risiko pasar, dan risiko likuiditas.
1. Risiko
Kredit
Risiko kredit dengan menggunakan rasio
Non Performing Loan (NPL). Non Performing
Loan (NPL) merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan manajemen bank
dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Standar kriteria
yang ditetapkan Bank Indonesia dalam menjalankan kegiatan operasinya dengan
baik jika NPL dibawah 5%. NPL dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah
kredit yang bermasalah dibandingkan dengan total kredit. Rumus NPL sesuai
dengan (SE BI Nomor 07/10/DPNP tanggal 31 Maret 2005) sebagai berikut.
NPL = Total
Kredit Bermasalah X 100% ................................... (20)
Total Kredit
2. Risiko
Pasar
Risiko
pasar menggunakan rasio Interest Rate
Risk dan Interest Expense Ratio. Interest
Rate Risk Ratio (IRRR) menunjukkan kemampuan bank dalam mengcover
biaya bunga yang harus dikeluarkan dengan pendapatan bunga yang dihasilkan.
Risiko tingkat bunga adalah risiko yang timbul akibat berubahnya tingkat bunga,
yang pada gilirannya akan menurunkan nilai pasar, surat-surat berharga, pada
saat yang sama bank membutuhkan likuiditas. Rumus yang dapat digunakan untuk
menghitung Interest Rate Risk Ratio
(IRRR) adalah sebagai berikut.
IRR = RSA (Rate
Sencitive Assets) X 100% ............................ (21)
RSL (Rate
Sensitive Liabilities)
Sedangkan Interest
Expense Ratio merupakan ukuran atas biaya dana yang
dikumpulkan oleh bank yang dapat menunjukkan efisiensi bank didalam
mengumpulkan sumber-sumber dananya. Interest Expense Ratio (IER) semakin
besar rasio akan semakin buruk, jika semakin kecil akan semakin baik. Standar
kriteria oleh Bank Indonesia dinila sehat jika rasio beban bunga di bawah 5%.
Rumus untuk menghitung Interest Expense Ratio sebagai berikut.
IER = Interest paid X 100% ......................................................... (22)
Total Deposit
3.
Risiko
Likuiditas
Risiko likuiditas menggunakan rasio Loan to
Deposito Ratio (LDR), Loan to Asset Ratio (LAR) dan Cash
Ratio (CR). Loan to Deposit Ratio (LDR) digunakan untuk
menilai likuiditas suatu bank dengan cara membagi jumlah kredit yang diberikan
oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Rasio ini untuk mengetahui kemampuan bank
dalam membayar kembali kewajiban kepada para nasabah yang telah menanamkan dana
dengan kredit-kredit yang telah diberikan kepada para debiturnya.
LDR = Total Kredit X 100% ....................................... (23)
Dana Pihak Ketiga
Loan
to Asset Ratio (LAR) adalah rasio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan bank dalam memenuhi permintaan kredit menggunakan aset total
yang dimiliki oleh bank. Semakin besar LAR, tingkat likuiditas bank semakin
rendah, karena itu perusahaan memerlukan jumlah aset yang semakin besar untuk
membiayai kredit yang diberikan kepada debitur. Kredit yang diberikan pada
umumnya memiliki risiko tidak tertagih atau yang biasa disebut dengan kredit
macet, sehingga perusahaan harus menyiapkan adanya cadangan kerugian penurunan
nilai untuk mengantisipasi risiko kredit macet. Rumus Loan to Asset Ratio (LAR) adalah sebagai berikut.
LAR = Kredit
yang diberikan X 100% ...................................... (24)
Total Aset
Cash
Ratio (CR) sering disebut sebagai rasio likuiditas yaitu
ukuran likuiditas yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar utang
jangka pendek menggunakan kas dan setara kas. Cash Ratio (CR) ini pada dasarnya merupakan metode penyelesaian
laporan dengan cepat, yang digunakan untuk menentukan jumlah dana (kas dan
setara kas) yang tersedia guna membayar kewajiban atau liabilitas jangka
pendek. Rumus Cash Ratio (CR) adalah
sebagai berikut.
CR = Aktiva
Likuid X 100% ........................................................ (25)
Utang
Likuid
b. Good Corporate Governance
(GCG)
Good Corporate Governance
(GCG) adalah prinsip baik yang mendasari proses dan pengelolaan perusahaan
berlandaskan peraturan, undang-undang, dan etika usaha. Penilaian tehadap Good Corporate Governance (GCG) dilihat
dari penilaian terhadap manajemen bank atas pelaksanaan prinsip-prinsip GCG. GCG
mencerminkan bagian Manajemen dari CAMELS yang telah disempurnakan. Bank
memperhitungkan dampak GCG perusahaan pada kinerja GCG bank dengan
mempertimbangkan signifikan dan materialitas perusahaan anak dan atau
signifikasi kelemahan GCG perusahaan anak.
Good Corporate Governance (GCG) dibutuhkan dalam rangka meminimalisir
kesalahan antar hubungan yang terjalin dari pihak-pihak yang memiliki
kepentingan terhadap perusahaan dalam upaya mencapai tujuan perusahaan. Tujuan
dan manfaat penerapan prinsip-prinsi Good
Corporate Governance (GCG) secara garis besar untuk menjaga going concern perusahaan, meningkatkan
efektivitas dan efisiensi kinerja perusahaan, serta memaksimalkan sumber daya
yang dimiliki. Prinsip-prinsip utama dari Good
Corporate Governance (GCG) yang menjadi indikator, yang telah di rancang
oleh The Indonesian Institute of
Corporate Governance dan Organization
for Economic Cooperation and Development syaitu sebagai berikut.
1. Transparency
(Transparansi)
Prinsip
pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparansi atas hal
penting bagi kineja perusahaan, kepemilikan, serta pemegang kepentingan.
Perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara
yang mudah diakses dan dipahami pemangku kepentingan.
2. Accountability (Akuntabilitas)
Akuntabilitas
menekankan pada pentingnya penciptaan sistem pengawasan yang efektif
berdasarkan pembagian kekuasaan antara komisaris, direksi, dan pemegang saham
yang meliputi monitoring, evaluasi serta pengendalian terhadap manajemen.
3. Responsibility
(Responsibilitas)
Prinsip
ini diwujudkan dengan kesadaran bahwa tanggungjawab merupakan konsekuensi logis
dari adanya wewenang, menyadari akan adanya tanggungjawab sosial, menghindari
penyalahgunaan wewenang kekuasaan, menjadi profesional, dan menjunjung etika
serta memelihara bisnis yang sehat.
4. Independency
(Independen)
Adanya
masing-masing organ perusahaan yang tidak saling mendominasi dan tidak dapat
dintervensi oleh pihak lain merupakan salah satu bentuk independensi dalam
suatu perusahaan.
5. Fairness (keadilan)
Prinsip
perlakuan yang adil bagi seluruh pemegang saham, terutama kepada pemegang saham
minoritas dan pemegang saham asing dari kecurangan dan kesalahan perilaku
insider.
c. Rentabilitas
(Earnings)
Earnings (Rentabilitas) yaitu faktor yang
digunakan untuk menilai kemampuan bank dalam memperoleh laba. Manfaat dari
faktor ini juga untuk menilai tingkat efisiensi kegiatan usaha dan kemampuan
memperoleh laba yang dicapai bank. Bank dikatakan sehat jika bank diukur secara
rentabilitas yang terus meningkat sesuai standar yang di tetapkan. Penilaian
terhadap faktor rentabilitas meliputi penilaian terhadap komponen-komponen
sebagai berikut.
1.
Pencapaian return
on asset (ROA)
2.
Pencapaian return
on equity (ROE)
3.
Pencapaian NIM (Net
Interest Margin)
4.
Tingkat efisiensi
5.
Perkembangan laba operasional
6.
Diversifiksi pendapatan
7.
Penerapan prinsip akuntansi dan pengakuan pendapatan
dan biaya
8.
Prospek laba operasional
Penilaian pendekatan
kuantitatif dan kualitatif faktor profitabilitas bank antara lain dilakukan
melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1. Return
on Assets (ROA)
Return
on Assets (ROA) digunakan untuk mengukur seberapa besar laba
bersih yang dapat diperoleh dari seluruh aktiva yang dimiliki perusahaan.
Semakin besar ROA, semakin besar pula keuntungan yang dicapai bank sehingga
kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Rumus untuk
menghitung ROA sebagai berikut.
ROA = Laba Sebelum
Pajak X 100% ............................................ (26)
Total Aset
2.
Return
on Equity (ROE)
Return
on Equity (ROE) digunakan untuk mengukur kinerja manajemen
bank dalam mengelola modal yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah pajak.
Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank
sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Rumus
untuk menghitung ROA sebagai berikut.
ROE = Laba
Setelah Pajak X 100% ........................................... (27)
Equity
3.
Beban Operasi terhadap Pendapatan
Operasi (BOPO)
Beban Operasi terhadap
Pendapatan Operasi (BOPO) digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi kemampuan
bank dalam melakukan kegiatan operasinya Semakin tinggi rasio ini menunjukkan
semakin tidak efisien biaya operasional bank. Bank yang dikategorikan sehat
memiliki rasio BOPO maksimal antara 94%--96%. Keberhasilan bank didasarkan pada
penilaian kuantitatif terhadap rentabilitas bank dapat diukur dengan
menggunakan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Rumus
untuk menghitung BOPO sebagai berikut.
BOPO = Beban Operasional X 100% ................................. (28)
Pendapatan Operasional
4. Net
Interest Margin (NIM)
Net
interest margin (NIM) mengukur
kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan
pendapatan bunga bersih. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan
bunga dikurangi beban bunga. Semakin besar rasio ini maka meningkatnya
pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank sehingga kemungkinan
suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Rumus NIM berdasarkan Surat
Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tahun 2004 sebagai berikut.
NIM = Pendapatan Bunga Bersih X 100%
................................. (29)
Aktiva Produktif
d. Permodalan
(Capital)
Modal
merupakan faktor penting dalam upaya mengembangkan usaha. Suatu perusahaan
perbankan dikatakan sehat apabila memiliki permodalan yang kuat. Dengan modal
tersebut bank mampu menjelaskan operasionalnya dan menjamin aset-aset yang
bermasalah. Penilaian terhadap aspek modal dititikberatkan pada kecukupan dan
komposisi modal, proyeksi modal, kemampuan modal menutup aset bermasalah, serta
rencana modal untuk ekspansi usaha. Penilaian terhadap faktor permodalan
meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1.
Kecukupan modal
2.
Komposisi modal
3.
Proyeksi (trend ke depan) permodalan
4.
Kemampuan modal dalam mengcover aset bermasalah
5.
Kemampuan bank yang bersangkutan memelihara kebutuhan
tambahan modal yang berasal dari laba
6.
Rencana permodalan untuk mendukung pertumbuhan usaha,
dan
7.
Akses kepada sumber permodalan dan kinerja keuangan
pemegang saham untuk meningkatkan permodalan bank yang bersangkutan.
Tingkat kesehatan bank yang ditinjau dari aspek
modal dapat dinilai atau diukur dengan beberapa rasio sebagai berikut.
1. Capital Adequacy Ratio (CAR)
Capital Adequacy Ratio (CAR)
adalah kecukupan modal yang menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan
kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengukur, mengawasi, dan
mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap besarnya
modal bank. Berdasarkan ketentuan Bank
Indonesia melalui Surat Edaran No. 14/37/DPNP bahwa bank yang dinyatakan
termasuk sebagai bank yang sehat harus memiliki Capital Adequacy Ratio (CAR)
minimum sebesar 8%. Rasio ini merepresentasikan kemampuan bank menggunakan modalnya sendiri
untuk menutup penurunan aktiva yang disebabkan oleh adanya kerugian-kerugian
yang timbul atas penggunaan aktiva tersebut. Rumus
untuk menghitung Capital Adequacy Ratio (CAR) sebagai berikut.
CAR = Modal
X 100% .................................................................... (30)
ATMR
2.
Debt to Equity Ratio (DER)
Rasio ini menunjukkan hubungan antara jumlah utang yang
diberikan oleh para kreditur dengan jumlah modal sendiri yang diberikan oleh
pemilik perusahaan. Debt to equity ratio digunakan
sebagai ukuran yang dipakai dalam menganalisis laporan keuangan untuk memperlihatkan
besarnya jaminan yang tersedia untuk kreditor. Tingkat risiko perusahaan dapat
tercermin dari debt to equity ratio yang
menunjukkan seberapa besar modal sendiri yang dimiliki oleh perusahaan dalam
memenuhi kewajiban-kewajiban perusahaan. Rumus untuk
menghitung Debt to Equity
Ratio (DER) sebagai
berikut.
DER = Total
Utang X 100% ......................................................... (31)
Total Ekuitas
3.
Debt to Asset Ratio (DAR)
Rasio ini mengukur seberapa besar aktiva perusahaan yang
dibiayai oleh kreditur. Investor tidak hanya berharap laba, namun
memperhitungkan tingkat pendapatan yang akan diterima perusahaan. Tingkatan
pendapatan perusahaan dapat memengaruhi tinggi rendahnya permintaan akan saham,
hal tersebut juga akan memengaruhi nilai perusahaan. Rumus
untuk menghitung Debt to Asset Ratio (DAR) sebagai berikut.
DAR = Total
Utang X 100% ......................................................... (32)
Total Aktiva
4.
Long term Debt to Equity Ratio (LDER)
Rasio ini mengukur besar kecilnya penggunaan utang jangka
panjang dibandingkan dengan modal sendiri perusahaan. Tujuannya untuk mengukur
beberapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang
jangka panjang dengan cara membandingkan antara utang jangka panjang dengan
modal sendiri yang disediakan oleh perusahaan. Rumus
untuk menghitung Long term Debt to Equity Ratio (LDER) sebagai berikut.
LDER =
Utang Jangka Panjang X 100% ................................... (33)
Total Ekuitas
5.
Long term Debt to Asset Ratio (LDAR)
Rasio ini membandingkan utang jangka panjang perusahaan
dengan total aktiva. Ratio ini menggambarkan berapa proporsi utang jangka
panjang yang digunakan perusahaan untuk menunjukkan investasi-investasi aktiva
atau aset perusahaan. Rumus untuk menghitung Long term Debt to
Asset Ratio (LDAR) sebagai
berikut.
LDAR =
Utang Jangka Panjang X 100% ................................... (34)
Total Aset
Penilaian
Kesehatan Koperasi
Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun
1992 tentang perkoperasian, koperasi baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun
sebagai Badan Usaha berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil
dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam tata
perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan
dan demokrasi ekonomi, dan pada pasal 1 Undang Undang Nomor 25 tahun 1992
ditegaskan bahwa, koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang
atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berlandaskan atas asas
kekeluargaan.
Koperasi yang berkualitas adalah
koperasi yang mampu memberikan pelayanan prima kepada para anggotanya dan mampu
menumbuhkan tingkat kepercayaan kepada seluruh anggotanya. Untuk menciptakan
koperasi yang berkualitas, efektif dan efisien, Pemerintah dalam hal ini
melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah terus melakukan
sosialisasi terkait dengan telah diterbitkannya Peraturan Deputi Bidang
Pengawasan Nomor 06/Per/DEP.6/IV/2016 tentang pedoman penilaian kesehatan
Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Unit Simpan Pinjam (USP) Koperasi. Suatu
penilaian kesehatan koperasi simpan pinjam merupakan suatu hal penting di
Indonesia. Adapun sasaran penilaian kesehatan usaha KSP adalah sebagai berikut.
a. Terwujudnya
pengelolaan KSP yang sehat dan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
b. Terwujudnya
pelayanan prima kepada pengguna jasa koperasi
c. Meningkatnya
citra dan kredibilitas kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi sebagai
lembaga keuangan yang mampu mengelola kegiatan usaha simpan pinjam sesuai
dengan peraturan perundang-undangan
d. Terjaminnya
aset kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi sesuai dengan peraturan
perundangundangan
e. Meningkatnya
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh
koperasi
f.
Meningkatkan manfaat ekonomi anggota
dalam kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi
Tingkat
kesehatan tidak hanya dinilai dari aspek laporan keuangannya saja, tetapi juga
dilihat dari aspek pelengkap dalam koperasi simpan pinjam tersebut, sebagai
salah satu contoh adalah ada tidaknya visi dan misi tertulis dalam koperasi
simpan pinjam tersebut. Pemerintah Indonesia dalam hal pengukuran tingkat
kesehatan koperasi telah mengeluarkan sebuah tolak ukur ataupun pedoman dalam
pengukuran tingkat kesehatan koperasi. Berdasarkan Peraturan Deputi Bidang
Pengawasan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
No.06/Per/Dep.6/IV/2016 dan Peraturan Menteri KUKM/No.14/Per/M.KUKM/ XII/2009
tentang pedoman penilaian kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan
Pinjam Koperasi menyatakan bahwa, penilaian kesehatan usaha simpan pinjam
merupakan penilaian untuk mengukur tingkat kesehatan KSP dan USP Koperasi.
Pengukuran tingkat kesehatan koperasi menurut Peraturan debuti bidang
pengawasan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
No.06/Per/Dep.6/IV/2016 dapat dilakukan terhadap 7 aspek, diantaranya sebagai
berikut.
a. Aspek
Permodalan
Aspek permodalan dinilai menggunakan 3
(tiga) rasio yaitu sebagai berikut.
1. Rasio
Modal Sendiri Terhadap Total Asset
Rasio
ini mengukur kemampuan permodalan pada suatu koperasi untuk menutup penurunan
asetnya akibat berbagai kerugian yang tidak dapat dihindari. Rumus untuk
menghitung Rasio Modal Sendiri terhadap Total Aset sebagai berikut.
Modal Sendiri X 100% ................................................................... (35)
Total Asset
Standar
penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.
Tabel.3 Standar
Penilaian Modal Sendiri terhadap Total Aset
Rasio (%)
|
Nilai
|
Bobot (%)
|
Skor
|
0
|
0
|
|
0
|
1 – 20
|
25
|
6
|
1,50
|
21 – 40
|
50
|
6
|
3,00
|
41 – 60
|
100
|
6
|
6,00
|
61 – 80
|
50
|
6
|
3,00
|
81 – 100
|
25
|
6
|
1,50
|
2.
Rasio Modal Sendiri Terhadap Pinjaman
Diberikan Yang Berisiko
Rasio ini untuk mengukur kemampuan
permodalan pada suatu koperasi untuk menutup pinjaman diberikan yang berisiko.
Pinjaman diberikan yang berisiko adalah dana yang dipinjamkan oleh KSP/USP
koperasi kepada peminjam yang tidak memunyai agunan yang memadai dan atau
jaminan dari penjamin atau avalis yang dapat diandalkan atas pinjaman yang
diberikan tersebut. Rumus untuk menghitung Rasio Modal Sendiri terhadap
Pinjaman Diberikan yang Berisiko sebagai berikut.
Modal Sendiri
X 100% ........................................ (36)
......... Pinjaman
diberikan yg berisiko
Standar
penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.
Tabel.4 Standar
Penilaian Modal Sendiri terhadap Pinjaman Diberikan yang Berisiko
Rasio (%)
|
Nilai
|
Bobot (%)
|
Skor
|
0
|
0
|
|
0
|
1 – 10
|
10
|
6
|
0,6
|
11 – 20
|
20
|
6
|
1,2
|
21 – 30
|
30
|
6
|
1,8
|
31 – 40
|
40
|
6
|
2,4
|
41 – 50
|
50
|
6
|
3,0
|
51 – 60
|
60
|
6
|
3,6
|
61 – 70
|
70
|
6
|
4,2
|
71 – 80
|
80
|
6
|
4,8
|
81 - 90
|
90
|
6
|
5,4
|
91 – 100
|
100
|
6
|
6,0
|
3.
Rasio Kecukupan Modal Sendiri
Rasio ini untuk mengukur kemampuan
permodalan pada suatu koperasi terhadap aktiva KSP/USP koperasi sesuai dengan
bobot pengakuan risikonya. Modal tertimbang adalah jumlah hasil kali setiap
komponen modal KSP/USP koperasi yang terdapat pada neraca dengan bobot
pengakuan risiko. Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) adalah jumlah dari
hasil kali setiap komponen aktiva KSP/USP koperasi yang terdapat pada neraca
dengan bobot pengakuan risiko. Rumus untuk menghitung Rasio Modal Sendiri
terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) sebagai berikut.
Modal Sendiri X 100% ................................................................... (37)
ATMR
Standar
penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.
Tabel.5 Standar
Penilaian Modal Sendiri terhadap ATMR
Rasio (%)
|
Nilai
|
Bobot (%)
|
Skor
|
< 4
|
0
|
3
|
0,00
|
4 ≤ X < 6
|
50
|
3
|
1,50
|
6 ≤ X ≤ 8
|
75
|
3
|
2,25
|
˃ 8
|
100
|
3
|
3,00
|
b. Aspek
Kualitas Aktiva Produktif
Aspek
kualitas aktive produktif dinilai menggunakan 4 rasio yaitu sebagai berikut.
1. Rasio
Volume Pinjaman Pada Anggota Terhadap Volume Pinjaman Diberikan.
Rasio
ini untuk mengukur tingkat partisipasi pinjaman anggota terhadap pinjaman yang
diberikan. Rumus untuk menghitung Rasio Volume Pinjaman Pada Anggota Terhadap Volume
Pinjaman Diberikan sebagai berikut.
Volume pinjaman pada anggota X 100% .................................. (38)
Volume
pinjaman diberikan
Standar
penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.
Tabel.6 Standar
Penilaian Volume Pinjaman Pada Anggota Terhadap Volume Pinjaman Diberikan.
Rasio (%)
|
Nilai
|
Bobot (%)
|
Skor
|
≤ 25
|
0
|
10
|
0,00
|
26 - 50
|
50
|
10
|
5,00
|
51 – 75
|
75
|
10
|
7,50
|
˃ 75
|
100
|
10
|
10
|
2. Rasio
Risiko Pinjaman Bermasalah Terhadap Pinjaman Yang Diberikan
Rasio
ini untuk mengukur besarnya pinjaman bermasalah terhadap pinjaman yang
diberikan. Rumus untuk menghitung Rasio Risiko Pinjaman Bermasalah Terhadap
Pinjaman Yang Diberikan sebagai berikut.
Pinjaman bermasalah X 100% .................................................... (39)
Pinjaman
diberikan
Standar
penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.
Tabel.7 Standar
Penilaian Risiko Pinjaman Bermasalah Terhadap Pinjaman Yang Diberikan.
Rasio (%)
|
Nilai
|
Bobot (%)
|
Skor
|
≥ 45
|
0
|
5
|
0,0
|
40 < X < 45
|
10
|
5
|
0,5
|
30 < X ≤ 40
|
20
|
5
|
1,0
|
20 < X ≤ 30
|
40
|
5
|
2,0
|
10 < X ≤ 20
|
60
|
5
|
3,0
|
0 < X ≤ 10
|
80
|
5
|
4,0
|
0
|
100
|
5
|
5,0
|
3. Rasio
Cadangan Risiko Terhadap Pinjaman Bermasalah
Rasio
ini untuk mengukur kecukupan risiko yang dimiliki dalam menanggulangi
pinjaman-pinjaman bermasalah yang dimiliki. Cadangan risiko adalah cadangan
tujuan risiko + penyisihan penghapusan pinjaman. Rumus untuk menghitung Rasio
Cadangan Risiko Terhadap Pinjaman Bermasalah sebagai berikut.
Cadangan risiko X 100% ............................................................. (40)
Pinjaman bermasalah
Standar
penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.
Tabel.8 Standar
Penilaian Cadangan Risiko Terhadap Pinjaman Bermasalah
Rasio (%)
|
Nilai
|
Bobot (%)
|
Skor
|
0
|
0
|
5
|
0
|
1 – 10
|
10
|
5
|
0,5
|
11 – 20
|
20
|
5
|
1,0
|
21 – 30
|
30
|
5
|
1,5
|
31 – 40
|
40
|
5
|
2,0
|
41 – 50
|
50
|
5
|
2,5
|
51 – 60
|
60
|
5
|
3,0
|
61 – 70
|
70
|
5
|
3,5
|
71 – 80
|
80
|
5
|
4,0
|
81 - 90
|
90
|
5
|
4,5
|
91 – 100
|
100
|
5
|
5,0
|
4. Rasio
Pinjaman Yang Berisiko Terhadap Pinjaman Yang Diberikan
Rasio
ini untuk mengukur tingkat pinjaman yang berisiko terhadap pinjaman yang
diberikan. Rumus untuk menghitung Rasio Pinjaman Yang Berisiko Terhadap
Pinjaman Yang Diberikan sebagai berikut.
Pinjaman yang berisiko X 100% ................................................. (41)
Pinjaman diberikan
Standar
penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.
Tabel.9 Standar
Penilaian Modal Pinjaman Yang Berisiko Terhadap Pinjaman Yang Diberikan
Rasio (%)
|
Nilai
|
Bobot (%)
|
Skor
|
˃ 30
|
25
|
5
|
1,25
|
26 - 30
|
50
|
5
|
2,50
|
21 – 25
|
75
|
5
|
3,75
|
< 21
|
100
|
5
|
5,00
|
c. Aspek
Manajemen
Penilaian manajemen adalah suatu
proses kegiatan dalam hal perencanaan agar mencapai tujuan koperasi yang telah
ditetapkan. Aspek Manajemen terdiri dari manajemen umum, kelembagaan, manajemen
permodalan, manajemen aktiva, dan manajemen likuiditas.
1. Manajemen
Umum
Manajemen
umum adalah proses merencanakan dan mengambil keputusan, mengorganisasikan,
memimpin, dan mengendalikan sumber daya yang ada.
2. Manajemen
Kelembagaan\
Manajemen
kelembagaan adalah suatu proses bekerja sama melalui orang lain atau sumber
daya lainnya, dengan suatu tatanan dan pola hubungan antar masyarakat atau
organisasi yang saling mengikat sehingga terbentuk hubungan antar manusia atau
organisasi dalam suatu wadah yang didalamnya terdapat faktor-faktor pembatas
dan memiliki tujuan bersama.
3. Manajemen
Permodalan
Manajemen
permodalan adalah mengatur modal sedemikian rupa sehingga masyarakat mau
memberikan dananya untuk menambah modal bagi suatu perushaaan.
4. Manajemen
Aktiva
Manajemen
aktiva (aktivitas pengelolaan aktiva) yaitu setelah dana diperoleh dan
dialokasikan dalam bentuk aktiva. Aktiva harus dikelola seefisien mungkin.
5. Manajemen
Likuiditas
Manajemen
likuiditas adalah salah satu hal yang penting dalam memelihara kepercayaan
masyarakat. Tujuan manajemen likuiditas adalah mencapai cadangan yang dibuthkan
yang telah ditetapkan oleh koperasi.
d. Aspek
Efisiensi
Aspek
Efisiensi dinilai dengan menggunakan 3 rasio yaitu sebagai berikut.
1. Rasio
Beban Operasi terhadap Partisipasi Bruto
Rasio
ini untuk mengukur tingkat beban operasi anggota terhadap partisipasi bruto.
Beban operasi anggota adalah beban pokok ditambah beban usaha anggota + beban
perkoperasian. Rumus untuk menghitung Rasio Beban Operasi terhadap Partisipasi
Bruto sebagai berikut.
Beban Operasi X 100% ...................................................... (42)
Partisipasi Bruto
Standar
penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.
Tabel.10 Standar
Penilaian Beban Operasi terhadap Partisipasi Bruto
Rasio (%)
|
Nilai
|
Bobot (%)
|
Skor
|
≥ 100
|
0
|
4
|
1
|
95 ≤ X < 100
|
50
|
4
|
2
|
90 ≤ X < 95
|
75
|
4
|
3
|
< 90
|
100
|
4
|
4
|
2. Rasio
Beban Usaha terhadap SHU Kotor
Rasio
ini untuk mengukur tingkat beban usaha yang dikeluarkan terhadap nilai SHU
kotor yang diperoleh. Rumus untuk menghitung Rasio Beban Usaha terhadap SHU
Kotor sebagai berikut.
Beban usaha X 100% ................................................................. (43)
SHU
Kotor
Standar
penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.
Tabel.11 Standar
Penilaian Beban Usaha terhadap SHU Kotor
Rasio (%)
|
Nilai
|
Bobot (%)
|
Skor
|
˃ 80
|
25
|
4
|
1
|
60 < X ≤ 80
|
50
|
4
|
2
|
40 < X ≤ 60
|
75
|
4
|
3
|
≤ 40
|
100
|
4
|
4
|
3. Rasio
Efisiensi Pelayanan
Rasio
ini untuk mengukur tingkat efisiensi pelayanan dihitung dengan membandingkan
biaya karyawan terhadap volume pinjaman. Rumus untuk menghitung Rasio Efisiensi
Pelayanan sebagai berikut.
Biaya Karyawan X 100% .......................................................... (44)
Volume Pinjaman
Standar
penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.
Tabel.12 Standar
Penilaian Efisiensi Pelayanan
Rasio (%)
|
Nilai
|
Bobot (%)
|
Skor
|
< 5
|
100
|
2
|
2,0
|
5 < X < 10
|
75
|
2
|
1,5
|
10 ≤ X ≤ 15
|
50
|
2
|
1,0
|
˃ 15
|
0
|
2
|
0,0
|
e. Aspek
Likuiditas
Penilaian kuantitatif terhadap
likuiditas dilakukan dengan menggunakan 2 rasio yaitu sebagai berikut.
1. Rasio
Kas
Rasio
ini untuk mengukur kemampuan likuiditas koperasi dalam membayar kewajiban
lancarnya. Rumus untuk menghitung Rasio Kas sebagai berikut.
Kas + Bank X 100% .......................................................... (45)
Kewajiban Lancar
Standar
penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.
Tabel.13 Standar
Penilaian Kas
Rasio (%)
|
Nilai
|
Bobot (%)
|
Skor
|
≤ 10
|
25
|
10
|
2,5
|
10 < X ≤ 15
|
100
|
10
|
10
|
15 < X ≤ 20
|
50
|
10
|
5
|
˃ 20
|
25
|
10
|
2,5
|
2. Rasio
Pinjaman yang Diberikan terhadap Dana yang Diterima
Rasio
ini untuk mengukur pinjaman yang diberikan terhadap dana yang diterima. Dana
yang diterima adalah total passiva selain utang biaya dan SHU belum dibagi.
Rumus untuk menghitung Rasio Pinjaman yang Diberikan terhadap Dana yang
Diterima sebagai berikut.
Pinjaman yang diberikan X 100% ............................................. (46)
Dana
yang Diterima
Standar
penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.
Tabel.14 Standar
Penilaian Pinjaman yang Diberikan terhadap Dana yang Diterima
Rasio (%)
|
Nilai
|
Bobot (%)
|
Skor
|
≤ 60
|
25
|
5
|
1,25
|
60 ≤ X < 70
|
50
|
5
|
2,50
|
70 ≤ X < 80
|
75
|
5
|
3,75
|
80 ≤ X < 90
|
100
|
5
|
5
|
f. Aspek
Kemandirian dan Pertumbuhan
Penilaian
terhadap kemandirian dan pertumbuhan didasarkan pada 3 rasio yaitu sebagai
berikut.
1. Rentabilitas
Asset
Rasio
ini untuk mengukur prestasi koperasi dalam mencapai keuntungan memanfaatkan
aset aset yang dimiliki. Rumus untuk menghitung Rasio Rentabilitas Asset
sebagai berikut.
SHU sebelum Pajak X 100% ............................................ (47)
Total Aset
Standar
penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.
Tabel.15 Standar
Penilaian Rentabilitas Asset
Rasio (%)
|
Nilai
|
Bobot (%)
|
Skor
|
< 5
|
25
|
3
|
0,75
|
5 < X < 7,5
|
50
|
3
|
1,50
|
7,5 ≤ X < 10
|
75
|
3
|
2,25
|
≥ 10
|
100
|
3
|
3,00
|
2. Rentabilitas
Modal Sendiri
Rasio
ini untuk mengukur prestasi koperasi dalam pembagian SHU bagi anggota
memanfaatkan total modal sendiri. Rumus untuk menghitung Rasio Rentabilitas
Modal Sendiri sebagai berikut.
SHU X 100% ....................................................... (48)
Total Modal Sendiri
Standar
penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.
Tabel.16 Standar
Penilaian Rentabilitas Modal Sendiri
Rasio (%)
|
Nilai
|
Bobot (%)
|
Skor
|
< 3
|
25
|
3
|
0,75
|
3 ≤ X < 4
|
50
|
3
|
1,50
|
4 ≤ X < 5
|
75
|
3
|
2,25
|
≥ 5
|
100
|
3
|
3,00
|
3. Kemandirian
Operasional pelayanan
Rasio
ini untuk mengukur tingkat partisipasi terhadap beban usaha dan beban
perkoperasian. Beban usaha adalah beban usaha bagi anggota. Rumus untuk
menghitung Rasio Kemandirian Operasional pelayanan sebagai berikut.
Partisipasi Neto X 100% ...................................... (49)
Beban Usaha + Beban Perkoperasian
Standar
penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.
Tabel.17 Standar
Penilaian Kemandirian Operasional pelayanan
Rasio (%)
|
Nilai
|
Bobot (%)
|
Skor
|
≤ 100
|
0
|
4
|
0
|
˃ 100
|
100
|
4
|
4
|
g. Aspek
Jati Diri Koperasi
Aspek
Jatidiri koperasi dinilai dengan menggunakan 2 rasio yaitu sebagai berikut.
1. Rasio
Partisipasi Bruto
Rasio
ini untuk mengukur tingkat kemampuan koperasi dalam melayani anggota, semakin
tinggi persentasenya semakin baik. Partsipasi bruto adalah kontribusi anggota
kepada koperasi sebagai imbalan penyerahan jasa kepada anggota yang mencakup
beban pokok dan partisipasi neto. Rumus untuk menghitung Rasio Partisipasi
Bruto sebagai berikut.
Partisipasi Bruto X 100% ................................... (50)
Partisipasi Bruto + Pendapatan
Standar
penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.
Tabel.18 Standar
Penilaian Partisipasi Bruto
Rasio (%)
|
Nilai
|
Bobot (%)
|
Skor
|
< 25
|
25
|
7
|
1,75
|
25 ≤ X < 50
|
50
|
7
|
3,50
|
50 ≤ X < 75
|
75
|
7
|
5,25
|
≥ 100
|
100
|
7
|
7,00
|
2. Rasio
Promosi Ekonomi Anggota (PEA)
Rasio
ini untuk mengukur tingkat kemampuan koperasi memberikan manfaat efisiensi
partisipasi dan manfaat efisiensi biaya koperasi dengan simpanan pokok dan
simpanan wajib. Semakin tinggi persentasenya semakin baik. Promosi Ekonomi
Anggota adalah Manfaat Ekonomi Partisipasi Pemanfaatan Pelayanan (MEPPP)
ditambah SHU Bangunan Anggota. MEPPP adalah manfaat yang bersifat ekonomi yang
diperoleh koperasi dan calon anggota pada saat bertransaksi dengan KSP?USP
koperasi. Rumus untuk menghitung Rasio Promosi Ekonomi Anggota (PEA) sebagai
berikut.
Promosi Ekonomi Anggota X 100% ........................... (51)
Simpanan Pokok + Simpanan Wajib
Standar
penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.
Tabel.19 Standar
Penilaian Promosi Ekonomi Anggota (PEA)
Rasio (%)
|
Nilai
|
Bobot (%)
|
Skor
|
< 5
|
0
|
3
|
0,00
|
5 ≤ X < 7,5
|
50
|
3
|
1,50
|
7,5 ≤ X < 10
|
75
|
3
|
2,25
|
≥ 10
|
100
|
3
|
3
|
Hasil dari penilaian kesehatan KSP dan
USP Koperasi terhadap 7 (tujuh) aspek diklasifikasikan dalam 4 (empat)
kategori, yaitu:
a.
Sehat, jika hasil penilaian diperoleh
total skor 80,00 £ x < 100
b.
Cukup sehat, jika hasil penilaian
diperoleh total skor 66,00 £ x< 80,00
c.
Dalam pengawasan, jika hasil penilaian
diperoleh total skor 51,00 £ x <x<51,00
d.
Dalam pengawasan khusus, jika hasil
penilaian diperoleh total skor 0<x<51,00
Penilaian terhadap tingkat kesehatan
koperasi untuk mengetahui seberapa sehatnya koperasi dalam melaksanakan
usahanya dan koperasi dapat mengevaluasi kegiatan yang selama ini telah
dilakukan guna keberlangsungan usahanya dan pihak-pihak yang terkait dengan
koperasi akan merasa lebih nyaman dan aman apabila berurusan dengan koperasi,
baik itu masalah investasi, pinjaman, kewajiban terhadap pemerintah (pajak) dan
lain-lainnya.
PEARLS
Tingkat kesehatan koperasi kredit adalah
mengetahui posisi keuangan baik secara internal dan eksternal dalam pengambilan
keputusan dimana dapat melihat sehat tidaknya keuangan tersebut. Laporan
keuangan adalah laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada saat
ini atau dalam suatu periode tertentu. Laporan keuangan menggambarkan pos-pos
keuangan perusahaan yang diperolah dalam suatu periode. Untuk melihat tingkat
kesehatan dan kinerja keuangan koperasi kredit menggunakan PEARLS. PEARLS
adalah suatu metode untuk menilai tingkat kesehatan yang dikembangkan oleh
WOCCU (World Council of Credit Unions)
sebagai panduan pengelolaan credit union untuk
analisis tingkat kesehatan koperasi kredit di seluruh dunia yang berkedudukan
di Madison, Wisconcin USA dan organisasi Association
Of Asian Confederation Of Credit Union (ACCU) yang berkedudukan di Bangkok
Thailand. Credit union (CU) adalah
lembaga keuangan mikro non-bank yang berbentuk koperasi yang menyediakan
jasa-jasa keuangan seperti yang diselenggarakan oleh lembaga bank seperti
tabungan, pinjaman, asuransi, dan jasa pengiriman uang. Makna dari credit union adalah kumpulan orang yang
saling percaya dalam suatu ikatan pemersatu yang sepakat untuk menabungkan uang
mereka sehingga menciptakan modal bersama untuk dipinjamkan kepada anggota
dengan tujuan produktif dan kesejahteraan. PEARLS memunyai fungsi sebagai
berikut.
a.
Alat pantau yang dapat membandingkan antar koperasi.
b.
Alat ukur standar kinerja usaha koperasi.
c.
Suatu sarana manajemen
d.
Evaluasi stabilisasi keuangan koperasi.
e.
Merupakan alat manajemen kehati-hatian sebelum merugikan.
f.
Alat untuk mengetahui kelemahan yang perlu diperbaiki.
g.
Merupakan seperangkat rasio/indikator keuangan yang
membantu standarisasi.
h.
Secara jelas mendemonstrasikan dimana masalah tersebut
berada
i.
Alat yang dapat digunakan untuk membandingkan dan merangking
credit union dengan berbagai cara,
antara lain kelompok credit union,
Wilayah Geografi, dan/atau Nasional
PEARLS memiliki beberapa indikator, yaitu Protection, Effective Financial Structure,
Asset Quality, Rates of Return and Cost,
Liquidity dan Sign of Growth. Berikut ini adalah aspek-aspek sistem PEARLS.
a.
Protection (Perlindungan)
Perlindungan
yang memadai atas harta merupakan sesuatu yang mendasar dalam
pengelolaan perbankan model baru. Perlindungan diukur
dengan cara membandingkan cadangan resiko terhadap jumlah
kelalaian pinjaman. Tingkat perlindungan dinyatakan cukup jika
perbankan mempunyai cadangan resiko yang cukup melindungi 100%
jumlah kelalaian pinjaman yang lebih dari 12 bulan dan 35% bagi
kelalaian pinjaman antara 1- 12 bulan. Prinsip WOCCU yaitu cadangan risiko merupakan
lapis pertama pertahanan
terhadap kelalaian pinjaman. Perlindungan
mutlak sebuah CU melindungi secara sungguh-sungguh asetnya. Hal tersebut
merupakan indikator penting suatu credit
union model. Indikator
ini mengukur kecukupan penyisihan dana untuk menutupi pinjaman macet. Indikator
ini terdiri dari beberapa rasio, yaitu sebagai berikut.
1. P1.
Ketersediaan Dana Cadangan Risiko/Total Pinjaman Macet ˃12 Bulan.
Rasio
P1 untuk mengukur ketersediaan
dana cadangan resiko yang digunakan untuk menutup total pinjaman macet >12
bulan.
P1 = a X 100% ............................................................................... (52)
b
Keterangan:
a: Dana cadangan
risiko (lihat di pasiva)
b: Total
pinjaman lalai >12 bulan
Sasaran: 100% (ideal jika dana
cadangan risiko sama dengan total pinjaman lalai >12
bulan).
2. P2.
Ketersediaan Dana Cadangan Resiko/Total Pinjaman Lalai 1-12 Bulan.
Rasio
P2 untuk mengukur ketersediaan
dana cadangan resiko (diluar dana cadangan resiko untuk P1) untuk melindungi
pinjaman lalai 1-12 bulan.
P2 = a X 100% ............................................................................... (53)
b
Keterangan:
a: Total dana
cadangan risiko diluar P1
b: Total
pinjaman lalai 1-12 bulan
Sasaran: 35% (total dana cadangan
risiko diluar P1 lebih kecil dari total pinjaman lalai 1-12 bulan).
3.
P3. Total Charge–Off (Pemutihan) Pinjaman Macet macet >12 bulan
Rasio P3 untuk mengukur total charge-off (pemutihan).
P3 = a = 0, maka ya, yang lain tidak ............................................ (54)
Keterangan:
a: Total
pinjaman macet >12 bulan
Sasaran: putihkan semua (100%)
dari total pinjaman lalai >12 bulan
4.
P4. Charge-off
Pinjaman Secara Kuartalan/Total Piutang
Rasio P4 untuk mengukur jumlah pinjaman
yang sudah di charge-off (dikeluarkan
dari LKSB) dari portofolio pinjaman tahun berjalan. Dengan catatan bahwa
pinjaman yang di charge-off
seharusnya dibukukan pada buku induk (ledger)
dan tidak dimasukan di neraca lagi.
P4 = (a
- b)
X 100% .................................................................. (55)
((c+d)/2)
Keterangan:
a: Akumulasi charge-off tahun berjalan
b: Akumulasi charge-off tahun lalu
c: Portofolio
pinjaman kotor (diluar penyisihan dana cadangan risiko sampai dengan akhir
tahun berjalan)
d: Portofolio
pinjaman (diluar penyisihan dana cadangan risiko sampai akhir tahun lalu)
Sasaran:
Diminimalkan
5.
P5. Akumulasi Tagihan Masuk Pada
Pinjaman yang Sudah Diputihkan/Akumulasi Pemutihan yang Sudah Dilakukan
Rasio P5 untuk mengukur akumulasi jumlah
charge-off yang dapat di tagih kembali melalui upaya penagihan yang berhasil.
Hal tersebut merupakan gambaran penting yang mencakup tahun-tahun sebelumnya.
P5 = a X 100% ............................................................................... (56)
b
Keterangan:
a: Akumulasi
pinjaman yang sudah diputihkan tetapi berhasil ditagih
b: Akumulasi
jumlah yang sudah diputihkan
Sasaran: 100%
6.
P6. Solvency
Rasio P6 untuk mengukur derajat
perlindungan yang CU miliki atas simpanan saham dan non-saham anggota mana kala
terjadi likuiditas asset dan utang CU.
P6 = ((a + b) – (c + 35% x d) + e + f - g) X
100% ........................ (57)
(g + h)
Keterangan:
a: Total aset
b: Penyisihan
dana untuk aset-aset yang berisiko
c: Total
pinjaman macet >12 bulan
d:
Total pinjaman lalai 1-12 bulan
e: Total
liabilitas (utang)
f: Aset-aset
yang bermasalah
g: Total
simpanan non-saham
h: Total
simpanan saham
Sasaran: >110%
b.
Effective Financial
Structure (Struktur Keuangan Efektif)
Struktur
keuangan merupakan variabel yang sangat penting yang akan mempengaruhi
pertumbuhan, tingkat keuntungan, dan efisiensi. Selain itu, faktor yang amat penting dalam menentukan
potensi pertumbuhan, kemampuan memperoleh pendapatan, dan kekuatan keuangan
menyeluruh. Struktur keuangan secara konstan berubah dan harus dikelola
secara cermat, khususnya pada kondisi pertumbuhan yang cepat. Effective Financial Structure ini mengukur asset liabilitas (hutang) dan modal. Effective Financial Structure juga menunjukan apakah struktur keuangannya
ideal atau tidak. Pemakaian kata “ideal” sesungguhnya merujuk kepada kata
“sehat”.
Perbandingan
harta, kewajiban dan modal yang ideal sebagai berikut.
1. Aset
a. 95% asset produktif terdiri atas piutang
(pinjaman beredar), yaitu berkisar pada rentangan 70-80% dari total asset, dan
investasi likuid (tersedianya dana segar), yang berkisar pada rentangan 10-20%
dari total asset.
b. 5% asset-aset yang tidak produktif terutama
berupa asset-aset tetap (seperti tanah, gedung, perlengkapan, biaya dibayar
dimuka, kas).
CU didorong untuk memaksimalkan asset-aset
produktif sebagai cara untuk memperoleh pendapatan yang memadai. Pinjaman
beredar atau piutang biasa disebut portofolio pinjaman (loan portofolio). Karena portofolio pinjaman adalah asset CU yang
paling menguntungkan maka WOCCU merekomendasikan agar selalu berada pada 70 –
80% dari total asset CU. Apabila portofolio pinjaman dibawah 70% dari total
asset, maka investasi liquid akan
tinggi. Kondisi ini tidak diharapkan, Karena pendapatan dari investasi pada
portofolio pinjaman. Sebaliknya apabila portofolio pinjaman di atas 80%, maka
CU tidak likuid, karena kekurangan dana segar untukkeperluan penarikan
simpanan, pencairan kredit, atau keperluan lainnya. Situasi seperti ini juga
akan membahayakan CU. Asset tidak produktif atau yang disebut dengan asset-aset
tidak menghasilkan tidak boleh diatas 5% dari total asset CU. Sekali CU
berbelanja asset-aset tetap (misalnya membeli tanah, membangun kantor, atau
membeli kendaraan), tidak mudah menjual asset tersebut untuk mendapatkan uang
atau dana segar.
2. Liabilitas (utang)
Untuk mengetahui liabilitas (utang)
terdapat pada kolom pasiva. Rasio simpanan non-saham yang ideal berkisar pada
70-80% dari total asset CU. Apablia keadaan ideal ini dapat dicapai maka
menunjukan bahwa CU telah mampu mengembangkan program pemasaran secara efektiv.
Dengan demikian CU dianggap mampu mencapai kebebasan financial. Rasio ini juga menunjukan bahwa semangat anggota
menabung di CU tinggi. Bukan sebaliknya, anggota hanya mau meminjam, tetapi
tidak mau menabung di CUnya.
3. Modal
Modal saham (simpanan pokok + simpanan
wajib) yang dianggap ideal apabila berada pada 10-20% dari total asset dan
Modal lembaga (dana cadangan, donasi, SHU tak terbagi, dan SHU tahun berjalan
yang dialikasikan untuk dana cadangan yang dianggap ideal apabila berada
minimal 10% dari total aset
Dengan system permodalan yang baru,
saham-saham anggota tidak lagi menjadi penekanan dan diganti dengan modal
lembaga. Jadi, konsentrasi CU adalah membangun modal lembaga. Modal lembaga
menjadi ukuran ketahanan CU terhadap goncangan.
Ketersediaan modal lembaga yang memadai
(minimal 10% dari total asset) bertujuan sebagai berikut.
a. Untuk mendanai (berfungsi sebagai
pengganti) asset-aset yang tidak menghasilkan (tanah, gedung, perlengkapan,
biaya dibayar dimuka, kas).
b. Meningkatkan pendapatan
c. Berfungsi sebagai dana pengganti atas
pinjaman lalai/macet.
Indikator Effective Financial Structure mengukur perbandingan
item-item yang paling penting pada neraca keuangan, struktur keuangan yang
efektiv perlu untuk mencapai tingkat aman, kepercayaan, dan keuntungan, sementara
pada saat yang sama memposisikan CU pada pertumbuhan nyata yang agresif.
Indikator ini terdiri dari beberapa rasio, yaitu sebagai berikut
1. E1.
Pinjaman Beredar/Total Aset
Rasio
E1 untuk mengukur persentase
total aset yang diinvestasikan dalam portofolio pinjaman
E1 = (a – b) X 100% ...................................................................... (58)
c
Keterangan:
a: Total
Pinjaman beredar (piutang)
b: Dana cadangan
risiko
c: Total Aset
Sasaran: Antara 70 – 80%
2.
E2. Investasi Likuid/Total Aset
Rasio
E2 untuk mengukur persentase
total aset yang diinvestasikan pada investasi jangka pendek
E2 = a X 100% .............................................................................. (59)
b
Keterangan:
a: Total
investasi likuid
b: Total Aset
Sasaran: Maksimum 10%
3.
E3. Investasi Keuangan/Total Aset
Rasio
E3 untuk mengukur persentase
total aset yang diinvestasikan pada investasi jangka panjang,
E3 = a X 100% .............................................................................. (60)
b
Keterangan:
a: Total
investasi keuangan
b: Total Aset
Sasaran: Maksimum 10%
4.
E4. Investasi Non-Keuangan/Total Aset
Rasio
E4 untuk mengukur persentase
total aset yang diinvestasikan pada investasi non-keuangan (misalnya, di
supermarket, pharmasi, pembangunan perumahan, dll).
E4 = a X 100% .............................................................................. (61)
b
Keterangan:
a: Total
investasi non-keuangan
b: Total Aset
Sasaran: 0%
5.
E5. Simpanan Non-Saham/Total Aset
Rasio
E5 untuk mengukur persentase
total aset yang didanai dari simpanan non-saham.
E5 = a X 100% .............................................................................. (62)
b
Keterangan:
a: Total simpanan
non saham
b: Total Aset
Sasaran: Antara 70-80%
6.
E6. Pinjaman ke BK3D/Total Aset
Rasio
E6 untuk mengukur persentase
total aset yang didanai dari pinjaman dari BK3D.
E6 = (a+b) X 100% ........................................................................ (63)
c
Keterangan:
a: Total kewajiban
pinjaman jangka pendek
b: Total
kewajiban pinjaman jangka panjang
c: Total aset
Sasaran: Maksimum 5%
7.
E7. Simpanan Saham Anggota / Total Aset
Rasio
E7 untuk mengukur persentase
total aset yang didanai dari simpanan saham anggota.
E7 = a X 100% .............................................................................. (64)
b
Keterangan:
a: Total
simpanan saham anggota
b: Total Aset
Sasaran: Maksimum 10%
8.
E8. Modal Lembaga/Total Aset
Modal
lembaga diidentifikasikan sebagai semua cadangan legal dan tidak dibagikan
kepada anggota, donasi, dan porsi surplus tahun berjalan yang akan ditahan
sebagai dana cadangan. Dana cadangan ini tidak dipergunakan dan anggota
individu tidak boleh menggunakannya. Rasio E8 untuk mengukur ketersediaan modal lembaga bersih.
E8 = a X 100% .............................................................................. (65)
b
Keterangan:
a: Total modal
lembaga
b: Total Aset
Sasaran: Minimal 10%
9.
E9. Modal Lembaga Bersih
Rasio
E9 untuk mengukur ketersediaan
modal lembaga bersih.
E9 = ((a + b) – (c – 35% x d) + e)) X 100% ................................. (66)
f
Keterangan:
a: Modal Lembaga
b: Dana cadangan
risiko
c: Total
pinjaman lalai diatas 12 bulan
d: Total
pinjaman lalai 1-12 bulan
e: Aset-aset
yang bermasalah
f: Total Aset
Sasaran: Sama dengan EB
c.
Asets Quality (Kualitas Aset)
Kualitas aset merupakan variabel
utama yang mempengaruhi keuntungan credit
union. Aset-aset yang tidak menghasilkan atau asset-aset
yang tidak produktif adalah asset yang tidak meningkatkan pendapatan. Apalagi,
kalau rasio asset-aset yang tidak menghasilkan diatas batas yang diperbolehkan,
yaitu rasionya diatas 5% dari total asset, maka dampak negatifnya akan sangat
dirasakan. Menurunnya pendapatan CU. PEARLS digunakan untuk mengidentifikasi
dampak dari asset-aset yang tidak menghasilkan sebagai berikut.
1. Rasio
kelalaian pinjaman
Rasio
kelalaian pinjaman merupakan ukuran penting untuk mengetahui kekuatan dan
kelemahan lembaga CU. Jika rasio kelalaian pinjaman tinggi (diatas 5% dari
total piutang), rasio ini akan berpengaruh kepada indikator-indikator lainnya.
Kalau rasio kelalaian pinjaman diatas 5% dari total piutang, maka ini pertanda
bahwa CU akan menghadapi krisis.
2. Persentase
asset-aset yang tidak menghasilkan
Makin
tinggi rasio asset-aset yang tidak menghasilkan, makin sulit CU untuk
meningkatkan pendapatannya. Karena banyak asset-aset yang sudah berubah bentuk
menjadi tanah, gedung, kendaraan, perlengkapan, dll. Idealnya, rasio asset-aset
yang tidak menghasilkan paling tinggi 5% dari total asset CU.
3. Pendanaan
asset-aset yang tidak menghasilkan
Karena mengidealkan
persentase asset-aset yang tidak menghasilkan begitu penting, maka mencarikan dana
pengganti juga penting. CU menggunakan simpanan saham anggota untuk menandai
asset-aset yang tidak menghasilkan atau asset-aset tetap didanai dari modal
lembaga.
Indikator Asets Quality untuk
mengukur persentase asset-aset yang tidak menghasilkan yang berdampak negative
terhadap perolehan keuntungandan solvency (ketahanan). Asets Quality terdiri
atas pinjaman macet, asset-aset yang tidak menghasilkan, dan pendanaan
asset-aset yang tidak menghasilkan.
1.
A1. Total Pinjaman Lalai / Total Piutang
Rasio A1
untuk mengukur
persentase total pinjaman lalai di portofolio pinjaman, menggunakan kriteria
total pinjaman lalai bukannya membandingkannya dengan akumulasi pinjaman lalai
yang diangsur.
A1 = a X 100% .............................................................................. (67)
b
Keterangan:
a: Jumlah
pinjaman macet yang dicatat di pasiva, tidak termasuk pinjaman lalai yang sudah
diputihkan yang masih dalam masa penagihan.
b: Total
pinjaman beredar
Sasaran: kurang dari atau sama
dengan 5%
2.
A2. Aset-Aset yang Tidak Menghasilkan / Total Aset
Rasio A2
untuk Mengukur
persentase total asset yang tidak menghasilkan pendaptan. Yang termasuk
asset-aset yang tidak menghasilkan yaitu, uang tunai di kas, cash-bond, materai, biaya dibayar
dimuka, aset-aset tetap.
A2 = a X 100% .............................................................................. (68)
b
Keterangan:
a: Total aset
yang tidak menghasilkan
b: Total aset
Sasaran: kurang dari atau sama
dengan 5%
3.
A3. (Modal Lembaga Bersih + Modal Transit + Utang yang
Tak Berbiaya) Aset-Aset yang Tidak Menghasilkan
Rasio A3
untuk mengukur
persentase asset-aset yang tidak menghasilkan yang didanai dengan modal
lembaga, modal transit, dan hutang-hutang tanpa bunga.
A3 = (a + b + c) X 100% ................................................................ (69)
d
Keterangan:
a: Total modal lembaga
bersih
b: Total modal
transit
c: Total utang
tak berbunga
d: Total aset-aset
yang tidak menghasilkan
Sasaran: lebih besar atau sama
dengan 200%
d.
Rates of Return and Costs (Tingkat Pendapatan dan Biaya)
System
PEARLS dapat mengetahui semua komponen penting yang berkontribusi terhadap
besarnya keuntungan bersih (net earning)
atau sisa hasil usaha. Tujuannya adalah membantu pihak manajemen menghitung
hasil investasi dan menilai biaya-biaya operasional. PEARLS menghitung rates of return and costs
ini berdasarkan investasi nyata. Metode ini dapat membantu manajemen dalam
menentukan investasi mana yang menguntungkan dan mana yang tidak. Pendapatan dan biaya berpengaruh
langsung pada tingkat pertumbuhan credit
union. Mengukur biaya untuk mengelola semua Aset. Indikator-indikator
Rates of Return and Costs mengukur perolehan
pendapatan rata-rata untuk setiap asset yang paling produktif yang tercantum
pada neraca. Disamping itu, Rates of Return and Costs mengukur biaya rata-rata untuk setiap hutang dan
modal yang paling penting.
1.
R1. Total Pendapatan Dari Pinjaman / Portofolio
Pinjaman Bersih Rata-Rata.
Rasio R1
untuk mengukur
hasil dari portofolio pinjaman.
R1 = (a -
b) X 100% ............................................................ (70)
((c +
d) / 2)
Keterangan:
a:
Total pendapatan dari pinjaman (termasuk jasa pelayanan, denda) selama tahun
berjalan.
b:
Premi jalinan (Daperma) yang dibayar (premi perlindungan piutang)
c:
Portofolio pinjaman bersih (alokasi dana cadangan resiko untuk pinjaman lalai)
sampai akhir tahun berjalan.
d:
Portofolio pinjaman bersih (alokasi dana cadangan resiko) sampai akhir tahun
lalu.
Sasaran: Tingkat pasar yang mencakup
pengeluaran keuangan, operasional, dan provisi dan mendorong agar memelihara
modal lembaga paling tidak 10%
2.
R2. Total Pendapatan Dari Pinjaman / Portofolio
Pinjaman Bersih Rata-Rata
Rasio R2
untuk mengukur
hasil dari semua investasi jangka pendek (misalnya, bunga simpanan di bank,
deposito, sikodit, tabank, simpanan harian di CU lain)
R2 = a
X 100% .............................................................. (71)
((b + c) / 2)
Keterangan:
a: Total
pendapatan investasi likuid selama tahun berjalan
b: Total
investasi likuid sampai akhir tahun berjalan
c: Total
investasi likuid sampai akhir tahun lalu
......... Sasaran: Setinggi mungkin laju
pasar
3.
R3. Pendapatan Investasi Keuangan / Investasi Keuangan
Rata-Rata
Rasio R3
untuk mengukur
hasil dari semua investasi jangka panjang (deposito jangka panjang,
saham-saham, sekuritas, dll.)
R3 = a X 100% .............................................................. (72)
((b + c) / 2)
Keterangan:
a: Total
pendapatan dari investasi keuangan
b: Total
investasi keuangan sampai akhir tahun berjalan
c: Total
investasi keuangan sampai akhir tahun lalu
......... Sasaran: Setinggi mungkin
4. R4. Pendapatan
Investasi Non-Keuangan / Investasi Non-Keuangan Rata-Rata.
Rasio R4
untuk mengukur
hasil dari semua investasi non-keuangan yang tidak tercakup dalam kategori R1 – R3. Pada dasarnya, ini
merupakan pendapatan dari supermarket, pharmasi, property, dan pembangunan
perumahan.
R4 = a X 100% .............................................................. (73)
((b + c) / 2)
Keterangan:
a: Total
pendapatan investasi non-keuangan
b: Total
investasi non-keuangan sampai akhir tahun berjalan
c: Total
investasi non-keuangan sampai akhir tahun lalu
......... Sasaran: Lebih besar dari R1
5.
R5. Biaya Keuangan: Simpanan Non-Saham / Simpanan
Non-Saham Rata-Rata.
Rasio R5
untuk mengukur
biaya atas simpanan non-saham.
R5 = ( a +
b + c) X 100% ............................................................. (74)
((d + e) / 2)
Keterangan:
a: Total bunga
yang dibayarkan atas simpanan non-saham
b: Total premi
jalinan (Daperma) atas simpanan non-saham
c: Total pajak
yang dibayar oleh CU atas bunga simpanan non-saham
d: Total
simpanan non-saham sampai akhir tahun berjalan
e: Total
simpanan non-saham sampai akhir tahun lalu.
...... Sasaran: Tingkat yang dapat
melindungi nilai nominal simpanan non-saham
(>diatas inflasi)
6.
R6. Biaya Keuangan: Pinjaman Dari Bk3D / Pinjaman
Rata-Rata Dari BK3D.
Rasio R6
untuk mengukur
biaya atas pinjaman dari BK3D (silang pinjam daerah).
R6 = a X 100% .............................................................. (75)
((b + c) / 2)
Keterangan:
a: Total bunga
yang dibayarkan atas pinjaman dari BK3D
b: Total
pinjaman dari BK3D sampai akhir tahun ini
c: Total pinjaman
dari BK3D sampai akhir tahun lalu
......... Sasaran: Sama atau lebih kecil
biayanya daripada R5
7.
R7. Biaya Keuangan: Simpanan Saham Anggota / Simpanan
Saham Rata-Rata.
Rasio R7
untuk mengukur
biaya atas simpanan saham anggota.
R7 = (a
+ b + c) X 100% .......................................................... (76)
((d + e) / 2)
Keterangan:
a: Total deviden
(BJS) yang dibayarkan pada simpanan saham anggota
b:
Total premi JALINAN (Daperma) yang dibayarkan atas simpanan saham anggota
c:
Total pajak yang dibayarkan oleh CU atas deviden (BJS) simpanan saham
d: Total
simpanan saham anggota sampai akhir tahun berjalan
e: Total
simpanan saham anggota sampai akhir tahun lalu.
......... Sasaran: Sama atau lebih besar
dari R5
8.
R8. Margin Kotor / Total Rata-Rata
Rasio R8
untuk mengukur
margin pendapatan bersih dari semua asset, sebelum mengurangkannya, dengan
biaya operasional, biaya provisi untuk pinjaman lalai, dan item-item biaya
lainnya.
R8 = (a +
b + c + d + e) – (f + g + h + i + j) X 100% .................. (77)
((i + j) / 2)
Keterangan:
a: Pendapatan
bunga pinjaman
b: Pendapatan
investasi likuiditas
c: Pendapatan
investasi keuangan
d: Pendapatan
investasi no keuangan
e: Pendapatan
lainnya
f: Biaya bunga
atas simpanan non saham
g: Deviden (BJS)
atas simpanan saham
h: Biaya bunga
atas pinjaman dari BK3D
i: Total aset
sampai askhir tahun berjalan
j: Total aset
sampai akhir tahun lalu
Sasaran:
Meningkatkan pendapatan yang memadai untuk membiayai semua biaya operasional
dan alokalisasi dana cadangan umum untuk memperkuat modal lembaga
9.
R9. Biaya Operasional / Rata-Rata Total Aset
Rasio R9
untuk mengukur
biaya yang terkait dengan manajemen dari semua aset CU. Biaya ini diukur sebagai
presentase total aset dan menunjukan derajat efisiensi operasional atau
ketidakefisienan operasional.
R9 = a X 100% .............................................................. (78)
((b + c) / 2)
Keterangan:
a: Total biaya
operasional (diluar provisi untuk pinjaman lalai)
b: Total aset
sampai akhir tahun ini
c: Total aset
sampai askhir tahun lalu
......... Sasaran: < 10%
10.
R10. Provisi Untuk Pinjaman Lalai / Total Aset
Rata-Rata
Rasio R10
untuk mengukur
biaya kerugian atas asset-aset yang beresiko seperti pinjaman macet. Biaya ini berbeda
dari biaya operasional lainnya dan harus dipisahkan untuk mengetahui
keefektipan kebijakan dan prosedur penagihan di CU.
R10 = a X 100% ............................................................ (79)
((b +
c) / 2)
Keterangan:
a: Total biaya
provisi untuk semua aset bermasalah tahun berjalan
b: Total aset
sampai akhir tahun ini
c: Total aset
sampai askhir tahun lalu
Sasaran:
Tersedia untuk menutup 100% pinjaman lalai > 12 bulan dan 35% untuk pinjaman
lalai 1-12 bulan
11.
R11. Pendapatan Atau Biaya Lain-Lain (Non_Recurring Income or Expenses) /
Average Total Aset
Rasio R11
untuk mengukur
jumlah bersih dari pendapatan atau biaya lain-lain. Item ini sebenarnya tidak
signifikan jika CU mengkhususkan diri pada intermediasi keuangan.
R11 = a X 100% ............................................................ (80)
((b + c) / 2)
Keterangan:
a: Total
pendapatan atau biaya lain-lain (non-recurring
income or expense) tahun berjalan
b: Total aset
sampai dengan akhir tahun berjalan
c: Total aset
sampai askhir tahun lalu
Sasaran:
Sekecil mungkin
12.
R12. Pendapatan Bersih / Total Aset Rata-Rata
Rasio R12
untuk mengukur
ketahanan perolehan pendapatan dan juga, kemampuan untuk membangun modal
lembaga.
R12 = a X 100% ............................................................ (81)
((b + c) / 2)
Keterangan:
a: Laba bersih
(setelah deviden)
b: Total aset
sampai akhir tahun berjalan
c: Total aset
sampai askhir tahun lalu
Sasaran:
Mampu memenuhi sasarn ideal E9
e.
Liquidity (Dana Likuid)
Kecukupan
likuiditas diperlukan untuk menanggulangi penarikan permintaan anggota. Pemeliharaan
tingkat likuiditas memerlukan biaya sehingga, perlu ditekan seminimal mungkin. Manajemen
likuiditas yang baik menjadi suatu keterampilan yang amat penting karena CU
menjalankan struktur keuangan dari simpanan saham menjadi simpanan non-saham yang
bisa bergerak cepat. Perubahan-perubahan yang terjadi setelah model
tradisional, simpanan saham anggota sangat tidak liquid dan sebagian besar pinjaman pada pihak luar dapat
dikembalikan dalam periode yang lama, sehingga tersedia sedikit insentif untuk
menjaga cadangan likuiditas.
System
PEARLS menganalisis likuiditas dari dua sudut pandang, yaitu sebagai berikut.
a. Total
cadangan likuiditas
Indikator ini mengukur
persentase simpanan non-saham yang diinvestasikan sebagai asset likuid di bank.
Target yang ideal dijaga pada maksimum 15% setelah membayar semua kewajiban
jangka pendek (30 hari atau kurang)
b. Dana
likuid yang menganggur (idle)
Cadangan likuid penting, tetapi
cadangan likuid ini juga menjadi biaya. Karena CU harus membayar bunga simpanan
kalau cadangan likuid berasal dari simpanan anggota. Dana yang ada di rekening
mendapatkan sedikit pemasukan jika dibandingkan kalau diinvestasikan.
Akibatnya, adalah penting menjaga agar cadangan likuid yang menganggur sekecil
mungkin. Target yang ideal adalah sekecil mungkin. Target yang ideal adalah
sekecil mungkin, mendekati nol.
Indikator liquidity
menunjukan apakah CU dapat secara efektif menangani uang tunainya sehingga CU
selalu memiliki uang yang cukup manakala secara tiba-tiba para anggota menarik
simpanannya. Dengan kata lain, cadangan likuiditasnya selalu kuat. Disamping
itu, uang nganggur (idle) juga diukur
untuk memastikan bahwa asset-aset yang tidak menghasilkan jangan sampai
mengurangi pendapatan CU.
1. L1.
Investasi Likuid + Aset Likuid – Kewajiban Jangka Pendek / Simpanan Non Saham.
Rasio L1
untuk mengukur
ketahanan cadangan kas likuid untuk memenuhi penarikan simpanan, setelah
membayar semua kewajiban jangka pendek < 30 hari.
L1 = (a +
b – c) X 100% ........................................................... (82)
d
Keterangan:
a: Total
investasi likuid yang menghasilkan
b: Total asset
likuid yang tidak menghasilkan
c: Total
kewajiban jangka pendek < 30 hari
d: Total
simpanan non saham
Sasaran:
Minimal 15%
2. L2. Cadangan
Likuiditas / Simpanan Non-Saham
Rasio L2
untuk mengukur
ketersediaan cadangan likuid terhadap total simpanan non saham
L2 = (a +
b) X 100% ................................................................. (83)
c
Keterangan:
a: Total
cadangan likuiditas (asset-aset yang menghasilkan)
b: Total
cadangan likuiditas (asset-aset yang tidak menghasilkan
c: Total
simpanan non saham
Sasaran:
10%
3. L3. Aset-Aset
Likuid Yang Tidak Menghasilkan / Total Aset
Rasio L3
untuk mengukur
presentase total asset yang diinvestasikan di dalam item-item likuid yang tidak
menghasilkan.
L3 = a X 100% .......................................................................... (84)
b
Keterangan:
a: Total
aset-aset likuid yang tidak menghasilkan
b: Total aset
Sasaran:
< 1%
f.
Signs of Growth (Tanda-tanda Pertumbuhan)
Pertumbuhan
mempengaruhi struktur keuangan koperasi sehingga harus dipantau dengan cermat. Informasi
ekonomi makro dapat dipakai sebagai acuan tingkat pertumbuhan.
Melihat pertumbuhan asset saja tidaklah cukup. Keuntungan dari system PEARLS
adalah mengaitkan pertumbuhan dengan memperoleh keuntungan juga dengan area
kunci lain dengan menilai kekuatan system secara keseluruhan. Pertumbuhan
total aset adalah indikator sangat penting karena mempengaruhi rasio PEARLS
lain. Pertumbuhan
diukur dalam 5 area kunci yaitu sebagai berikut.
a. Total
Aset
Pertumbuhan
yang didasarkan pada total asset adalah salah satu rasio yang amat penting.
Banyak rumus yang digunakan dalam rasio PEARLS memasukan total asset sebagai
faktor pembagi. Pertumbuhan asset yang kuat dan konsisten menyempurnakan
rasio-rasio PEARLS. Dengan membandingkan pertumbuhan berdasarkan total asset
terhadap area kunci lainnya, mudah mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi
dalam struktur neraca yang mungkin akan berdampak positif atau negatif terhadap
perolehan pendapatan. Idealnya, semua CU mencapai pertumbuhan positif nyata
(misalnya, pertumbuhan bersih setelah mengurangkannya dengan tingkat inflasi)
setiap tahun.
b. Pinjaman
Pinjaman
portofolio pinjaman (pinjama beredar) merupakan asset CU yang paling penting
dan menguntungkan. Jika perubahan total pinjaman sebanding dengan pertumbuhan
total asset, maka tingkat keuntungan yang diperoleh dapat dijaga. Sebaliknya,
tingkat pertumbuhan pinjaman menurun, maka tingkat pendapatan juga menurun.
c. Simpanan
non-saham (savings deposit)
Dengan
pendekatan baru pada penekanan mobilisasi simpanan, simpanan non-saham
merupakan tulang punggung pertumbuhan. Pertumbuhan total asset tergantung pada
pertumbuhan simpanan. Program pemasaran produk simpanan yang handal akan
meningkatkan jumlah simpanan anggota. Akhirnya, berpengaruh pada pertumbuhan
area-area kunci yang lain.
d. Simpanan
Saham
Meskipun
simpanan saham anggota tidak lagi menjadi penekanan, beberapa CU masih menjaga
ketergantungan pada pertumbuhan simpanan saham. Jika laju pertumbuhan simpanan
saham berlebihan, ini menjadi pertanda bahwa ketidakmampuan CU menerapkan system baru dalam mempromosikan simpanan
selain simpanan saham.
e. Modal
Lembaga
Pertumbuhan
modal lembaga merupakan indikator terbaik bagi perolehan keuntungan Pertumbuhan
modal lembaga yang statis atau menurun biasanya menunjukan adanya masalah
dengan perolehan pendapatan, jika perolehan pendapatan rendah, CU akan
menghadapi masalah besar dalam meningkatkan modal lembaga. Salah satu tanda
penting bahwa CU itu sehat atau tidak adalah pertumbuhan modal lembaga yang
biasanya lebih tinggi daripada pertumbuhan total asset.
Indikator signs
of growth mengukur presentase pertumbuhan disetiap item yang
paling penting pada laporan keuangan, juga
pertumbuhan anggota. Dalam kondisi ekonomi dengan inflasi tinggi,
pertumbuhan nyata (setelah dikurangkan dengan inflasi), merupakan kunci
ketahanan jangka panjang CU.
1. S1. Pertumbuhan
Pinjaman
Rasio S1
untuk mengukur
pertumbuhan portofolio pinjaman terkini.
S1 = (a –
b) X 100% ................................................................... (85)
b
Keterangan:
a: Saldo
portofolio pinjaman akhir tahun berjalan
b: Saldo
portofolio pinjaman akhir tahun lalu
Sasaran:
a.
Untuk
meningkatkan presentase total piutang (E1), S1 harus lebih besar daripada S11;
b.
Untuk
mempertahankan persentase total piutang (E1), S1 harus sama dengan S11;
c.
Untuk
menurunkan persentase total piutang (E1), S1 harus kurang dari S11.
2. S2.
Pertumbuhan Investasi Likuid
Rasio S2
untuk mengukur
pertumbuhan terkini dari investasi likuid
S2 = (a –
b) X 100% ................................................................... (86)
b
Keterangan:
a: Total
investasi likuid tahun berjalan
b: Total investasi
likuid samapi akhir tahun lalu
Sasaran:
a.
Untuk
meningkatkan persentase investasi likuid (E2), S2 harus lebih besar dari S11
b.
Untuk
mempertahankan persentase investasi likuid (E2), S2 harus sama dengan S11.
c.
Untuk menurunkan persentase investasi likuid
(E2), S2 harus kurang dari S11
3. S3.
Pertumbuhan Investasi Keuangan
Rasio S3
untuk mengukur
pertumbuhan terkini dari investasi keuangan
S3 = (a –
b) X 100% .................................................................. (87)
b
Keterangan:
a: Total
investasi tahun berjalan
b: Total investasi
keuangan sampai akhir tahun lalu
Sasaran:
a.
Untuk
meningkatkan persent investasi keuangan
(E3), S3 harus lebih besar dari S11
b.
Untuk
mempertahankan persentasi investasi keuangan (E3), s3 harus sama dengan S11
c.
Untuk
menurunkan persentasi investasi investasi keuangan (E3), S3 harus kurang dari
S11
4. S4.
Pertumbuhan Investasi Non-Keuangan
Rasio S4
untuk mengukur
pertumbuhan terkini dari investasi non-keuangan.
S4 = (a –
b) X 100% ................................................................... (88)
b
Keterangan:
a: Total
investasi non- keuangan tahun berjalan
b: Total
investasi non-keuangan samapai akhir tahun lalu
Sasaran:
a.
Untuk
meningkatkan persentasi investasi non-keuangan (E4), S4 harus lebih besar dari
S11.
b.
Untuk
mempertahankan persentase investasi non-keuangan (E4), S4 harus sama dengan S11
c.
Untuk
menurunkan persentase investasi non-keuangan (E4), S4 harus kurang dari S11.
5. S5.
Pertumbuhan Simpanan Non-Saham
Rasio S5
untuk mengukur
pertumbuhan pertumbuhan terkini dari simpanan non-saham.
S5 = (a –
b) X 100% ................................................................... (89)
b
Keterangan:
a: Total
simpanan no-saham tahun berjalan
b: Total
simpanan non-saham samapai dengan tahun lalu
Sasaran:
a.
Untuk
meningkatkan persentase investasi total simpanan non-saham (E5), S5 harus lebih
besar dari S11
b.
Untuk
mempertahankan persentase total simpanan non-saham (E5), S5 harus sama dengan
S11
c.
Untuk
menurunkan persentase total simpanan non-saham (E5), S5 harus kurang dari S11..
6. S6.
Pertumbuhan Pinjaman Dari BK3D
Rasio S6
untuk mengukur
pertumbuhan pinjaman dari BK3D
S6 = (a –
b) X 100% ................................................................... (90)
b
Keterangan:
a: Total
pinjaman dari BK3D tahun berjalan
b: Total
pinjaman dari BK3D samapai akhir tahun lalu
Sasaran:
a.
Untuk
meningkatkan persentase total pinjaman dari BK3D (E6), S6, harus lebih besar
dengan S11
b.
Untuk
mempertahankan persentase total pinjaman dari BK3D (E6), S6, harus sama dengan
S11
c.
Untuk
menurunkan persentase investase non-keuangan (E6), S6, harus kurang dari S11.
7. S7.
Pertumbuhan Pinjaman Saham Anggota
Rasio S7
untuk mengukur
pertumbuhan terkini dari simpanan saham anggota.
S7 = (a –
b) X 100% ................................................................... (91)
b
Keterangan:
a: Total
simpanan saham tahun anggota berjalan
b: Total
simpanan saham anggota samapai akhir tahun lalu.
Sasaran:
a.
Untuk
meningkatkan persentase total simpanan saham anggota (E7), S7 harus lebih besar
dari S11
b.
Untuk
mempertahankan persentase total simpanan saham anggota (E7), S7 harus sama
dengan S11
c.
Untuk
menurunkan persentase total simpanan saham anggota (E7), S7 harus kurang dari
S11.
8. S8.
Pertumbuhan Modal Lembaga
Rasio S8
untuk mengukur
pertumbuhan terkini dari modal lembaga.
S8 = (a –
b) X 100% ................................................................... (92)
b
Keterangan:
a:
Modal lembaga tahun berjalan
b:
Modal lembaga samapai akhir tahun lalu
Sasaran:
a.
Untuk
meningkatkan persentase total modal lembaga (E8), S8, harus lebih besar dari
S11.
b.
Untuk
mempertahankan persentasetotal modal lembaga (E8),S* harus sama dengan S11
c.
Untuk
menurunkan persentasetotal modal lembaga (E8), S8 harus kurang dari S11.
9. S9. Pertumbuhan
Pinjaman
Rasio S9
untuk mengukur
pertumbuhan terkini dari modal lembaga bersih.
S9 = (a –
b) X 100% ................................................................... (93)
b
Keterangan:
a: Modal lembaga
bersih tahun berjalan
b: Modal lembaga
bersih sampai akhir tahun lalu
Sasaran:
a.
Untuk
meningkatkan persentase total modal lembaga bersih (E9), S9, harus lebih besar
dari S11.
b.
Untuk
mempertahankan persentasetotal modal lembaga (E9),S9 harus sama dengan S11
c.
Untuk
menurunkan persentasetotal modal lembaga (E9), S9 harus kurang dari S11.
10. S10.
Pertumbuhan Anggota
Rasio S10
untuk mengukur
pertumbuhan terkini anggota CU.
S10 = (a
– b) X 100% ................................................................. (94)
b
Keterangan:
a: Jumlah
anggota terakhir
b: Jumlah
anggota samapai akhir tahun lalu
Sasaran: >12%
11. S11.
Pertumbuhan Total Aset
Rasio S11
untuk mengukur
pertumbuhan terkini total aset
S11 = (a
– b) X 100% ................................................................. (95)
b
Keterangan:
a: Total asset
tahun berjalan
b: Total asset
sampai akhir tahun lalu
Sasaran: Diatas
tingkat inflasi
STUDI KASUS
Perbedaan
CAMELS dan RGEC
Penyempurnaan penilaian kesehatan bank
dilatarbelakangi oleh Perubahan kompleksitas usaha dan profil risiko, penerapan
pengawasan secara konsolidasi, serta perubahan pendekatan penilaian kondisi bank
yang diterapkan secara internasional memengaruhi pendekatan penilaian tingkat
kesehatan bank. Secara substantif memang ada beberapa perubahan faktor-faktor
penilaian, namun dari sisi prinsip dan proses perhitungan tingkat kesehatan,
PBI Nomor
13/1/PBI/2011 tersebut tidak jauh berbeda dengan PBI Nomor 6/10/PBI/2004. Jika
dibandingkan dengan sistem penilaian kesehatan sebelumnya yaitu dengan metoda
CAMELS (capital, asset quality,
management, earning, liquidity, sensitivity to market risk) sistem yang
berakhir pada tahun 2011 ini memang lebih komprehensif, atau bisa diartikan
lebih banyak komponen atau rasio-rasio yang dinilainya. Perubahan
aktivitas perbankan beberapa tahun terakhir yang membuat para pemilik perbankan
harus menerapkan manajemen risiko dan good
corporate governance dalam setiap aktivitasnya supaya suatu saat bila
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dapat dideteksi sejak dini sehingga tidak
menimbulkan dampak yang lebih besar. Oleh karena itu, Bank Indonesia
menyempurnakan metode penilaian kesehatan dari CAMELS (capital, asset quality, management, earning, liquidity, sensitivity to
market risk) menjadi RGEC (Risk
Profile, Good Corporate Government, Earning, dan Capital).
Dalam penilaian CAMELS keterkaitan
antara faktor-faktor didalamnya belum terhubung sehingga belum memberikan
gambaran yang utuh tentang bagaimana bank dikelola. Selain itu, penilaian
kesehatan menggunakan metode CAMELS hanya terfokus pada pencapaian laba dan
pertumbuhan. Sedangkan parameter penilaian dengan metode RGEC mencakup sisi
upside dan downside yaitu sisi update bisnis pencapaian laba dan pertumbuhan
serta sisi downside penilaian terhadap risiko yang akan muncul baik sekarang
maupun jangka panjang. Penilaian dengan metode RGEC ditentukan dari self assessment setiap bank, sehingga
metode RGEC ini menjadi solusi penilaian kesehatan bank yang lebih
komprehensif.
a. Capital CAMELS
vs Capital RGEC
Untuk perhitungan CAR baik untuk
CAMELS maupun RGEC menggunakan rumus yang sama. Tetapi yang membedakan adalah terletak
pada perhitungan ATMR (aktiva tertimbang menurut risiko pada CAMELS, yang masih
menggunakan regulasi Basel I, hanya memperhitungkan ATMR dengan menggunakan
risiko kredit dan risiko pasar saja. Sedangkan untuk perhitungan ATMR pada
RGEC, dimana regulasi Basel II sudah digunakan, selain menggunakan risiko
kredit dan risiko pasar, maka ditambah dengan menggunakan risiko operasional.
b.
Asset
Quality + Liquidity + Sensitifity to Market Risk = Risk Profile
Menurut Peraturan Bank Indonesia
Nomor 13/24/PBI/2011, risk profile yang
wajib dinilai terdiri dari risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional,
risiko likuiditas, risiko hukum, risiko stratejik, risko kepatuhan, dan risiko
reputasi. Dalam penilaian CAMELS, jika hasil peringkat suatu bank pada
parameter atau indikator pada asset quality,
liquidity, dan sensitifity to market risk buruk, maka dapat diprediksi bahwa bank
tersebut akan mengalami kebangkrutan. Tetapi dalam penilaian RGEC, jika hasil
peringkat suatu bank pada parameter atau indikator pada risk profile buruk,
maka bank tersebut belum dapat diprediksi akan mengalami kebangkrutan selama
parameter penanganan risiko bank itu sangat baik sehingga dapat mencegah atau
meminimalisasi akan terjadinya kebangkrutan.
1. Kredit
Asset Quality vs Kredit Risk Profile
Seperti
halnya perbedaan capital seperti penjelasan diatas, maka penilaian kredit pada asset quality dan risk profile pun mengalami perbedaan yang terkait dengan adanya
perubahan regulasi juga yaitu adanya revisi PSAK No.50 dan No.55 pada tahun
2006 tentang Instrumen Keuangan. Adanya revisi tersebut mengakibatkan adanya
perubahan padanan PPAP menjadi CKPN. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa
sebenarnya PPAP sejenis dengan CKPN karena sama-sama merupakan pencadangan pada
kredit. Yang membedakan adalah perlakuannya, dimana pencadangan kredit pada
PPAP didasarkan pada ketentuan kolektibilitasnya sedangkan untuk pecadangan
kredit pada CKPN didasarkan pada data kerugian kredit yang telah terjadi.
2. Liquidity CAMELS
vs Liquidity Risk Profile
Parameter
atau indikator yang digunakan untuk memperhitungkan antara liquidity CAMELS dengan liquidity
risk profile sebagian besar memiliki persamaan. Yang membedakan adalah
bahwa pada parameter liquidity CAMELS
terdapat perhitungan rasio LDR (Loan
Deposits Ratio) sedangkan pada parameter liquidity risk profile tidak terdapat adanya perhitungan rasio
tersebut.
3. Market Risk
CAMELS vs Market Risk Profile
Perbedaan
yang signifikan antara market risk
CAMELS dengan market risk profile
adalah adanya parameter atau indikator strategi dan kebijakan bisnis setiap
masing-masing bank pada penilaian pada market
risk profile. Sedangkan untuk market
risk CAMELS lebih terfokus pada penerapan sistem manajemen risiko pasar.
c. Management
CAMELS vs Good Corporate Governance
RGEC
Pada
management CAMELS, selain menggunakan
parameter atau indikator good corporate governance
pada manajemen umum, digunakan pula penerapan sistem manajemen risikonya serta
kepatuhan bank terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, dimana pada komponen
RGEC, kepatuhan tersebut terdapat dalam penjelasan mengenai risiko kepatuhan
pada risk profile.
d. Earnings
CAMELS vs Earnings RGEC
Pada
earnings CAMELS, terdapat parameter
atau indikator perhitungan BOPO (beban operasional dibagi dengan pendapatan
operasional), sedangkan earnings RGEC
tidak ada perhitungan BOPO. Sebagai gantinya, pada earnings RGEC terdapat parameter atau indikator beban operasional
dibagi dengan total aset dan pendapatan operasional yang juga dibagi dengan
total aset.
Metode RGEC dibanding dengan metode
CAMELS maka lebih baik metode RGEC karena dilihat dari penggunan
komponen-komponen nya jika RGEC sudah menggunakan aspek terbaru seperti pada
aspek untuk perhitungan ATMR pada capital metode RGEC sudah menggunakan Basel
II, selain menggunakan risiko kredit dan risiko pasar, maka ditambah dengan
menggunakan risiko operasional. Sedangkan pada metode CAMELS masih menggunakan
Basel I.
Perbedaan
Penilaian Kesehatan (Pemerintah) dan PEARLS
Penilaian tingkat kesehatan koperasi
pada suatu negara berbeda-beda. Untuk pengukuran tingkat kesehatan koperasi
menurut Peraturan debuti bidang pengawasan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah No.06/Per/ Dep.6/IV/2016 dapat dilakukan terhadap 7 aspek, yaitu
permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, efisiensi, likuiditas,
kemandirian dan pertumbuhan, dan jati diri koperasi. Sedangkan PEARLS adalah suatu metode untuk menilai
tingkat kesehatan yang dikembangkan oleh WOCCU (World Council of Credit Unions) sebagai panduan pengelolaan credit union untuk analisis tingkat
kesehatan koperasi kredit di seluruh dunia yang berkedudukan di Madison,
Wisconcin USA dan organisasi Association
Of Asian Confederation Of Credit Union (ACCU) yang berkedudukan di Bangkok
Thailand. PEARLS memiliki beberapa indikator, yaitu Protection, Effective Financial Structure, Asset Quality, Rates of
Return and Cost, Liquidity dan Sign
of Growth.
Pengukuran tingkat kesehatan koperasi Peraturan
debuti bidang pengawasan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
No.06/Per/ Dep.6/IV/2016 terdapat kategori sehat, cukup sehat, kurang sehat,
dan tidak sehat. Sedangkan pada PEARLS tidak terdapat kategori tersebut. Perbedaan
penilaian kesehatan pada koperasi terdapat pada aspek atau metode yang
digunakan.
a. Kualitas
aktiva produktif Pemerintah vs Kualitas Aset PEARLS
Aspek
Kualitas Aktiva Produktif pada pemerintah adalah tolak ukur untuk menilai
tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana yang ditanamkan dalam aktiva
produktif berdasarkan kriteria tertentu. Di Indonesia, kualitas aktiva
produktif dinilai berdasarkan tingkat tagihannya, yaitu lancar, dalam perhatian
khusus, kredit kurang lancar, kredit diragukan atau kredit macet. Sedangkan, Kualitas
aset PEARLS merupakan variabel utama yang mempengaruhi keuntungan Credit Union.
b. Likuiditas
Pemerintah vs Likuiditas PEARLS
Aspek
Likuiditas pada pemerintah terdiri dari Rasio kas, dan Rasio pinjaman yang
diberikan terhadap dana yang diterima. Sedangkan di PEARLS, Kecukupan
likuiditas diperlukan untuk menanggulangi penarikan permintaan anggota.
Perbedaan Kinerja Bank dan
Koperasi
Sebagai perusahaan jasa
keuangan yang sudah sejak lama, bank mengatur
keuangan nasabah menjadi bagian dalam perekomomian dimasyarakat. Namun selain bank, koperasi pun juga memberikan sumbangsih yang sama, namun bedanya
konsumen tidak memiliki nomor rekening dan kartu ATM. Akan tetapi keduanya
memiliki perbedaan sebgai sebuah institusi, dimana koperasi merupakan perusahaan
perseorangan, sedangkan bank merupakan institusi besar dan sebagian ada yang
milik pemerintah. Apabila dilihat dari sisi kinerja kedua institusi tersebut
sama-sama memberikan sumbangsih pada perekonomian bangsa. Akan tetapi ada yang
berperan paling besar dalam perekonomian tersebut yakni perbankan, dikarenakan
perbankan memiliki modal cukup besar dari dana simpanan nasabahnya. Dengan
begitu akan lebih banyak inovasi program sehingga lebih variatif untuk
ditawarkan pada nasabah. Sebagai contoh untuk jenis tabungan saja dapat
ditawarkan jenis tabungan syariah dan konvensional.
Berbeda halnya
dengan koperasi yang dari sisi biaya administrasi nyaris tidak ada, sehingga
simpanan nasabah yang tidak bertambah jumlahnya pun akan tetap utuh. Sumbangsih
percepatan ekonomi bangsa dari koperasi memang ada namun tidak sebesar dari
perbankan, dikarenakan dana simpanan wajib yang ditentukan pun nilainya masih
kecil dan simpanan sukarela pun juga tidak dibatasi. Akan tetapi kelebihan
institusi ini dapat membantu perekonomian keluarga kecil, sehingga cukup dengan
melakukan simpanan wajib dan simpanan sukarela saja hingga sudah mencapai jumlah
1 juta saja sudah dapat melakukan pinjaman.
Bank merupakan
lembaga keuangan yang memberikan jasa keuangan yang paling lengkap, mulai dari
menghimpun dana sampai menyalurkan dana. Sedangkan lembaga keuangan lainnya
(koperasi simpan pinjam) atau lembaga pembiayaan lebih terfokus kepada salah
satu bidang saja yaitu penyaluran dana atau penghimpunan dana walaupun ada juga
lembaga keuangan lainnya yang melakukan keduanya. Perbedaan utama adalah
dari ragam produk yang ditawarkan. Kegiatan utama dari perbankan disamping
menyalurkan dana juga menghimpun dana, sedangkan lembaga keuangan (koperasi
simpan pinjam) lebih diarahkan kepada penyaluran dananya saja.
Kementerian Koperasi
dan UKM menegaskan penilaian kesehatan koperasi simpan pinjam yang dilakukan
oleh Pemerintah harus sinkron dengan penilaian perbankan.
Deputi Pengawasan Kementerian Koperasi
menargetkan penilaian kesehatan yang dilakukan pemerintah juga diakui oleh bank
ketika koperasi hendak mengakses kredit dari bank. Penilaian kesehatan koperasi
harus benar-benar konsisten dan dilakukan oleh orang yang ahli serta
berintegritas. Dengan demikian proses penilaian kesehatan koperasi dapat
dipertanggungjawabkan dan konsisten. Penilaian
kesehatan ini sangat penting untuk mendukung tercapainya koperasi berkualitas yang
menjadi target Kemenkop UKM. Ruang lingkup penilaian kesehatan koperasi dilakukan
atas tujuh aspek bagi koperasi konvensional, yaitu permodalan, kualitas aktiva
produktif, manajemen, efisiensi, likuiditas, kemandirian dan pertumbuhan,
hingga jatidiri koperasi. Sedangkan untuk koperasi berbasis syariah aspek
penilaian ditambah dengan prinsip syariah. Peraturan ini dapat meningkatkan
efektivitas pelaksanaan penilaian kesehatan usaha simpan pinjam oleh koperasi
di provinsi dan kabupaten/kota. Penilaian kesehatan bukan untuk menjatuhkan
sanksi tetapi untuk mengetahui pola pembinaan yang tepat bagi koperasi
tersebut. Sebab, koperasi juga harus mengelola dana dari anggota secara
bertanggung jawab dan hati-hati (prudent).
Sedangkan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992, bank
wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan
modal, kualitas aset, kualitas manajemen, lukuiditas, rentabilitas,
solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib
melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Kinerja
bank yang semakin baik, maka tingkat kesehatan bank juga semakin baik dan
sebaliknya jika kinerja bank menurun, akan menyebabkan tingkat kesehatan bank
juga menurun. Penilaian kinerja bank penting dilakukan untuk mengetahui tingkat
kesehatan bank karena menyangkut kepentingan banyak pihak. Hal tersebut karena
bank merupakan lembaga yang mengelola dana nasabah dan berhubungan langsung dengan
masyarakat dalam operasionalnya, sehingga upaya menjaga tingkat kesehatan bank
diperlukan untuk menjaga tingkat kepercayaan masyarakat. Pengawasan terhadap
kinerja bank perlu dilakukan untuk memantau operasional bank agar tetap sesuai
dengan peraturan dan ketetapan yang berlaku.
REFERENSI
Peraturan
Bank Indonesia No.6/10/PBI/2004 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank
umum
Peraturan
Bank Indonesia No.9/1/PBI/2007 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank
umum berdasarkan prinsip syariah
Surat Edaran
Bank Indonesia No.6/23/DPNP metode CAMELS (Capital,
Asset quality, Management, Earnings, Liquidity, dan Sensitivity to Market Risk) dan menjadi RGEC (risk profile, good corporate governance, earnings, dan capital)
Surat
Edaran BI Nomor 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 tentang
penilaian tingkat kesehatan bank umum
Peraturan
Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011.
Peraturan
Deputi Bidang Pengawasan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
No.06/Per/Dep.6/IV/2016
Peraturan
Menteri KUKM/No.14/Per/M.KUKM/ XII/2009 tentang pedoman penilaian kesehatan
Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi.
WOCCU
(World Council of Credit Unions)
tentang PEARLS (Protection, Effective
Financial Structure, Asset Quality, Rates of Return and Cost, Liquidity dan Sign of Growth)