Temu Jaringan EJEF (TJE) 2020
Hari 1, 17 Januari
2020
Pembukaan
1.
Tari Selamat Datang: Budaya Bambu Sumber Mujur.
2.
Indonesia Rata.
3.
Doa Pembukaan.
4.
Laporan Ketua Panitia (Aan Malang Travelista).
5.
Sambutan Kepala Desa Sumber Mujur (Bp. Syafi’i)
6.
Sambutan Bupati Lumajang (Cak Thoriq)
7.
Pemukulan Kentongan
Laporan Ketua Panitia:
Pertemuan Jaringan ketiga sekaligus merayakan Ulang Tahun
EJEF yang ke 10. Bukan hanya sekadar
bertemu tetapi saling belajat antar pelaku ekowisata. Juga ada pembelajaran dari beberapa pemateri
yang berasal dari berbagai latar belakang:
(1) Prof. Dr. Lukman (Guu Besar Universitas Brawijaya dan Pembina EJEF),
(2) Trisno (Pembina EJEF), (3) Ary S. S. (Ketua Indecon), (4) Pietra Widiadi
(DIAL Fondation), (5) Julianti Siregar (KSDAE – KLHK), dan Thoriq (Bupati
Lumajang). Kerjasama dan kerjabersama
multi pihak dengan prinsip pentahelix (A:
Akademisi – B: Birokrasi – C: Komunitas – D: Lembaga Non Pemerintah – E:
Pengusaha) dan berkelanjutan (sustainable).
Berjalan dengan baik berkat dukungan Pemerintah Desa Sumber
Mujur dan Pemerintah Kabupaten Lumajang.
Peserta terdiri dari 122 orang dari berbagai komunitas baik pengelolah
destinasi, pemandu pariwisata, pemerintah, pengamat, akademisi, lembaga non
pemerintah, dan berbagai komunitas lain.
Peserta Temu Jaringan bukan hanya datang dari Jawa Timur saja tetapi
juga ada peserta dari Bangka Belitung, Banten, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara
Timur, dan DKI Jakarta.
Kegiatan dalam pertemuan ini:
1.
Hari pertama: Diskusi Panel dengan tema arah
pengembangan pariwisata, tata kelola, dan berbagai isu terkini lainnya yang
akan disampaikan oleh para Pemateri atau Narasumber. Dilanjutakan dengan perkenalan antar
komunitas sebagai bagian dari jaringan EJEF.
Disertai dengan penyerahan Penghargaan untuk mengenang salah satu tokoh
ekowisata di Jawa Timur sekaligus Penggagas Wisata Alam Hutan Bambu Sumber
Mujur, Bapak Heri Gunawan.
2.
Hari kedua: berbagi pengalaman dan kisah sukses
(best practices) dari beberapa pelaku
ekowisata dan informasi tentang peluang baru dalam pengelolaan kawasan dari
berbagai organisasi dan asosiasi pengelolah minat khusus.
3.
Hari ketiga: menikmati keindahan matahari terbit
dari Gunung Sawur, belajar tentang informasi erupsi gunung, menikmati desa, dan
makan pagi di Bengkel Bambu dan bedeng pembibitan milik Pokdarwis Sabuk Semeru.
Sambutan Kepala Desa Sumber Mujur
Telah menjadi Kepada Desa selama 21 tahun, sejak tahun 1998. Menjadikan Hutan Bambu sebagai ikon
pariwisata. Dilakukan dengan membentuk
Pokdadwis Sabuj Semeru sejak 2,5 tahun yang lalu. Langkah awal dilakukan dengan melakukan
pembenahan fasilitas. Selanjutnya,
banyak mendapat masukan dari Pak Tris selaku Pembina EJEF. Produk yang dihasilkan bukan hanya
kerindangan hutan bambu tetapi juga mata air dengan debit 800 m3/detik serta
produk kerajinan dari bambu seperti gelas dan mangkok dari bambu serta beras
organik dengan merek Lereng Semeru.
Prestasi yang telah didapatkan adalah Kalpataru atas nama Almarhum Pak
Heri Gunawan. Piagam Penghargaan dari
Bupati Lumajang untuk Pak Heri Gunawan dan Pak Bagong sebagai Perintis Hutan
Bambu. Serta kesempatan untuk studi
banding ke China pada 27 Januari 2020 nanti dari Bupati Lumajang.
Sambutan Bupati Lumajang
Ada souvenir
berupa kaos bertuliskan “Lumajang Eksotik” sebagai wujud kerja sama dengan Bank
Jatim. Kabupaten Lumajang akan terus
membangun potensi daerahnya, khususnya pariwisata dan pertanian. Lumajang tidak memiliki potensi industri dan
perdagangan tetapi Lumajang sangat besar potensi pertanian dan
paririsatanya.
Tumpak Sewu yang disebut juga sebagai Niagara di
Indonesia. Memiliki pemandangan air
terjun yang sangat cantik, walau secara kewilayan air terjunnya berada di
Kabupaten Malang (Coban Sewu). Tiap
akhir pekan dikungjungi 1.100—1.200 wisatawan.
Gunung Semeru dengan Desa Ranu Pani (2.700 mdpl) yang
dijuliki sebagai desa tertinggi di Indonesia.
Keseharian hidup dengan Budaya Tengger yang masih terjaga keasliannya
sampai hari ini. Memiliki potensi alam
Ranu Pani dan Ranu Regulo, akan di benahi dan ditambahi dengan camping ground yang diperuntukkan bagi
wisatawan minat khusus. Sedangkan untuk
seluruh TNBTS, Kabupaten Lumajang mendapatkan 17 titik Zona Pemanfaatan.
Hutan Bambu Desa Sumber Mujur akan terus dikembangkan
sehingga menjadi destinasi unggulan.
Demikian pula dengan Kebun Teh Kertowono. Nantinya, satu destinasi dengan destinasi lain
dihubungkan sehingga terjadi interkoneksi antar destinasi wisata dan antar
wilayah di Kabupaten Lumajang.
Akan dilakukan pemetaan kawasan seputar Semeru secara
komprehensif sehingga dapat diketahui potensi alam dan sosial di Kabupaten
Lumajang. Saat ini telah diperintahkan
kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup untuk melakukan penghutanan kembali . Telah dipersiapkan 9.000 bibit Cemara Gunung
untuk menghutankan kembali Jalur Semeru melalui Lumajang.
Telah pula mendapat persetujuan dari Presiden melalui
Perpres 80/2-18 berupa Jalan Tol Probolinggo – Lumajang untuk mempermudah akses
ekonomi, juga wisatawan. Telah pula akan
ada pembangunan Hotel Bintang 3+.
Priotitas pembangunan ekonomi selain sektor pertanian juga
menyasar sektor UMKM. Pertanian organik
di Kecamatan Jatiroto telah mencapi luasan kurang lebih 50 hektar dan akan
dikembangkan untuk mencapai 100 hektar.
Selain itu, pengembangan produk-produk olahan hasil pertanian akan
dibantu oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lumajang. Saat ini, petani dan produsen produk olahan
hasil pertanian diminta berfokus pada produksi saja, sedangkan pengemasan dan
pemasaran akan ditangani oleh Pemerintah Daerah melalui Dinas Perdagangan.
Produk Beras Organik dari Desa Sumber Mujur masih dijual
terlalu murah, karena masalah pengemasan dan pemasaran yang belum bagus. Oleh Pemerintah Daearh akan diintervensi
untuk pengemasan dan pemasaran. Sehingga,
petani hanya perlu berfokus pada sisi produksi saja, sedangkan pasca panen baik
mulai dari pengemasan sampai pemasaran akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Lumajang. Sehingga, diharapkan
terjadi sinergitas yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pembukaan: Pemukulan Kentongan oleh Bupati Lumajang
Diskusi Panel
Moderator: Agus Wiyono (Koordinator EJEF)
Pemateri/Narasumber:
1.
Cak Thoriq (Bupati Lumajang)
2.
Ary S. Suhandi (Koordinator INDECON)
3.
Pietra Widiadi (DIAL Foundation)
4.
Trisno (Pembina EJEF)
5.
Julianty Siregar (KSDAE – KLHK)
6.
Prof. Dr. Lukman (Pembina EJEF)
Potensi Pariwisata di Lumajang (Cak Thoriq)
Moderator: Lumajang Eksotik merupakan branding baru. Fokus pengembangan Lumakang adalah destinasi wisata
dan pertanian, bukan industri dan perdagangan.
Bagaimana mengembangkan pertanian dan pariwisata?
Potensi pariwisata dan pertanian besar di Kabupaten
Lumajang. Contoh: Air Terjun Tumpak
Sewu. Setelah menikmati pemandangan di
Tumpak Sewu apa yang akan dilakukan wisatwan?
Salah satu yang bisa ditawarkan adalah aktivitas keseharian seperti tandur pari.
Budaya kehidupan keseharian petani bisa dijadikan atraksi
pariwisata.
Telah disiapkan anggran untuk pengembangan pariwisata
sebesar 100 milyar rupiah. Salah satunya
adalah pendanaan untuk revitalisasi Ranu Pani.
Pengembangan kawasan Ranu Pani dikerjasamakan dengan
Kementerian Desa untuk pembangunan infra
struktur. Sedangkan penggerukan Ranu
Pani dikerjasamakan dengan Kementerian BUMN.
Penggerukan Ranu Pani harus dilakukan untuk mengembalikan Ranu Pani
menjadi 8 hektar dan kedalaman 25 meter.
Saat ini luas Ranu Pani menyusut hanya menyisakan 4 hektar saja. Dibantu oleh Bank BRI yang akan menyediakan dana
sebersar 7,5 milyar rupiah. Juga
dilakukan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru (TNBTS).
Masalah kemacetan di Kecamatan Klakah dan Ranuyoso hanya
bisa diatasi dengan pelebaran jalan.
Tetapi, pada Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrengbang) Provinsi diajukan pembangunan Jalan Tol. Ternyata disetujui oleh Presiden dan sudah
dikeluarkan Perpres untuk pembangunan Jalan Tol Probolinggo – Lumajang dengan
anggran sebesar 4,7 trilyun. Salah satu
masalah, yaitu konektivitas dapat segera diatasi.
Isu Strategis: Kesiapan Pemerintah Daerah dan Sumber Daya Manusia untuk
Pariwisata Berjelanjutan (Sustainable
Tourism) (Ary S. Suhandi – INDECON dan Wakil Ketua ASEAN Ecotourism Forum)
Moderator: Apa yang dimaksud dengan pariwisata
berkelanlutan? Bagaimana kesiapan SDM untuk menanggapi isu pariwisata
berkelanjutan?
INDECON berdiri sejak tahun 1995 (saat ini berumur 25
tahun). Hasil dengan pendapat dengan
Bupati Lumajang menghasilkan kesepakatan bahwa Temu Jaringan Indecon (TJI) 2020
yang akan diselenggarakan pada Bulan September 2020 akan diselenggarakan di
Kabupaten Lumajang, tepatnya di Kawasan TNBTS.
Saat ini, kunjugan wisatawan terbanyak ke Indonesa adalah
dari China. Dengan destinasi favorit
adalah Bali dan Manado. Sehingga,
kesiapan pemandu bekemampuan Bahasa Tionghoa menjadi keharusan.
Ekowisata bukan hanya berorientasi pada uang dan jumlah
kunjungan saja. Tetapi juga harus
memperhitungkan mengenai daya dukung lingkungan dan dampak dari aktivitas
pariwisata.
Aktivitas pariwisata di Gunung Bromo (TNBTS) sudah terlalu
padat, sehingga pengembangan pariwisata di Kabupaten Lumajang perlu memikirkan
alternatif lain. Tetapi, hasil pemikiran
dari Pemerintah Kabupaten Lumajang cukup cerdas karena akan mengembangkan pariwisata
berbasis alam dan pertanian.
Ekowisata harus menerapkan prinsip keseimbangan atara
ekonomi dan ekologi. Sehingga, bukan
saha pembangunan ekonomi tetapi juga pengelolaan sumber daya alam yang
berkelanjutan. Ekowisata harus bisa
memberikan nilai tambah pada masyarakat dan alam. Sudah direncanakan dan dikerjakan oleh
Pemerintah Kabupaten Lumajang.
Pengembangan nilai tambah produk pariwisata melalui home stay, kuliner, dan sinergitas dengan indutri pariwisata
(transportasi, jasam dan lain-lain) harus semakin ditingkatkan.
Hutan Bambu Sumber Mujur bisa naik kelas dan menjadi
destinasi senilai USD 5.000 atau sekitar 75 juta rupiah. Caranya dengan dilakukan zonasi dan pengayaan
aktivitas lain seperti galeri lukis dan fotografi.
Isu strategis yang harus diperhatikan adalah sistem tata
kelola. Harus melakukan perubahan
paradigma (midset) dari para pelaku
dan pemangku kepentingan pariwisata:
1)
Pariwisata harus berbasis komunitas (community based tourism).
2)
Pariwisata berbasis konservasi alam.
3)
Peningkatan kapasitas interpertasi.
Kemampuan untuk berkata cukup dan memberikan kembali ke alam
dan mengelolanya secara bijak adalah kunci dari pariwisata berkelanjutan. Pariwisata berkelanjutan merupakan sinergi
antara ekowisata + wisata alam + berbasis masyarakat.
Mengelolah Wisata Desa yang Ideal (Pietra Widiadi – DIAL
Foundation)
Moderator: Prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan adalah:
(1) segementasi calon wisatawan; (2) peningkatan kualias layanan; (3)
keseimbangan antara ekonomi dan ekologi; 4) tripple
bottom line (people and planet before profit) + manajemen. Bagaimana menghadapi latah wisata? Karena
desa dipaksa untuk memiliki destinasi wisata. Bagaimana membangun wisata desa
yang ideal?
Tahun 2000, Hutan Bambu Desa Sumber Mujur berhasil
mendapatkan Kalpataru. Aktivitas
konservasi pastinya telah dilakukan 10 atau bahkan 20 tahun sebelumnya. Sehingga, Desa Sumber Mujur pada saat ini
bisa dikatakan sebagai Desa Lestari.
Bagaimana bila tereksplotasi?
Pasti biaya rehabilitasinya akan lebih besar ketimbang biaya akibat
kerusakannya. Sehingga, untuk menjaga
kelestatiannya harus ada alokasi biaya perawatan atau biaya konservasi.
Dengan menggunakan pendekatan Pendekatan Penghidupan Lestari
(PPL) atau Sustainable Livelihood
Approach (SLA) dapat dilakukan perencanaan untuk menjaga desa tetap
lestari. Sebagai contoh: Desa Uluwatu
dalam setahun memperoleh Pendapatan Asli Desa (PAD) sebesar 34 milyar
rupiah. Bagaimana mereka menjaga
kelestarian penghidupannya? Dengan
menerapkan batasan atau berkata cukup untuk melakukan rehabilitasi.
PPL atau SLA merupakan pendekatan untuk merubah potensi
menjadi aset melalui penyusunan rencana strategis, untuk desa menggunakan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) sebagai alat
perencanaan. Dengan menggunakan pendekaan
analisis 5 modal/aset (analisis pengagonal) sebagai dasar penyusunan
perencanaan. Potensi adalah segala
sesuatu yang ada di depan mata, belum kita miliki dan belum bisa kita kelola
tetapi berpotensi atau kemungkinan bisa kita miliki dan kelola. Sedangkan Aset adalah segala sesuau yang
sudah kita miliki dan bisa kita kelola untuk memberikan nilai manfaat.
5 aset/modal à
standar praktik à ekonomi hijau & biru à sejahtera
Aktor atau pemangku kepentingan dalam PPL terdiri dari
Pemerintah (Sektor Publik) + Masyarakat Sipil yang Terogranisir + Pelaku Usaha
(Sektor Usaha). Sedangkan prinsip yang
dianut adalah 1) Partisipatif atau Berperan Akfit; 2) Tata Kelola yang Baik (good governance) yang terdiri dari: (1)
keterbukaan (transparansi), (2) bertanggung jawab (responsibilias), (3)
bertanggung gugat (akuntabilistas), dan lain-lainnya.
Desa bersifat otonomi, berhak untuk mengatur dan mengelola
dirinya sendiri. Hak otonomi desa
dijamin oleh Undang-Undang Nomor 6/2014 tentang Undang-Undang Desa serta Pemendagri
114/2014 yang telah diganti dengan Permendagri 20/2018 tentang Pedoman Pembangunan Desa. Aset Desa dipergunakan untuk menyusun profil
desa dan perencanaan pembangunan di desa.
Pembelajaran Baik dari Wisata Desa: Tata Kelola (Good Governance) Destinasi Wisata Desa yang Baik (Trisno
– Penasehat EJEF)
Moderator: Ada banyak desa yang berhasil membangun dengan
pariwisata. Walau banyak pula yang gagal
dalam membangun desa melalui pariwisata.
Kunci keberhasilannya adalah tata keloa (good governance). Apa itu
tata kelola? Bagaimana menerapkannya supaya berhasil?
TNBTS merupakan deliniasi dari 10 Destinasi Prioritas
Nasional sebagai Bali Baru. Besaran
anggaran pariwisata naik 6 kali lipat dengan target kunjungan wisatawan manca
negara sebanyak 20 juta orang. Di
Indonesia, kawasan atau destinasi dikelompokkan menjadi 50 Destinasi Pariwisata
Nasional (DPN) yang terbagi menjadi 88 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional
(KSPN) dan terbagi lagi menjadi 222 Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional
(KPPN).
Strategi Pengembangan Destinasi Wisata:
Perwilayahan
|
Atraksi Wisata
|
Aksestabilitas
|
Amenitas
|
Masyarakat
|
Investasi
|
|
|
|
|
|
|
|
Portofolio produk pariwisata
|
|
|||
|
|
|
|
|
|
Alam
|
Budaya
|
Buatan
|
|||
|
|
|
|
|
|
Outcome
& Impact (Hasil & Dampak)
|
|||||
1.
Jumlah Wisatawan
2.
Jumlah Devisa
3.
Jumlah Pengeluaran
4.
Pendapatan Domestik Bruto
|
Kebijakan dan Masyarakat:
Prinsip tata kelola: Satu destinasi sattu manajemen (one destination one management).
Pemangku kepentinga: Pendekatan 5 pemangku (pentahelix approah).
Invetasi:
1)
Mampu menggerakkan potensi ekonomi masyarakat,
khususnya sektor UMKM.
2)
Singergitas antar pemangku kepentingan.
3)
Tata kelola kelembangaan yang baik.
Tata Kelola: Komunikasi dan Kerjasama Multipihak (Julianti Siregar
– PSDAE KLHK)
Moderator: Tata kelola yang baik harus berdasar komunikasi
dan kerjasama multipihak. Apa yang harus
dikerjakan bagi pelaku ekowisata di dalam kawasan konersvasi?
Pariwisata Berbasis Masyarakat (Community Based Tourism - CBT) di zona pemanfaatan wajib mendukung
dan terlibat aktif dalam aktivitas konservasi.
Aktivitas Konservasi: perlindungan + pengawetan + pemanfaatan. Harus memberi manfaat bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat sekitar, khususnya komunitas yang tinggal di dalam
Taman Nasional. Baik Desa Penyanggah
maupun Desa Enclave.
Apalagi Ekowisata Berbasis Masyarakat (Community Based Ecotourism - CBET) termasuk wisaata minat
khusus. Harus lebih memperhatikan
pelayanan dan edukasi yang bisa diberikan oleh masyarakat desa sendiri. Sehingga, pemberdayaan masyarakat berdasar
potensi desa setempat wajib dilakukan.
Seain itu, CBET harus menjamin kelestarian alam sehingga memberi dampak
pada perlindungan dan pengawetan keanekaragaman hayati.
Konsep dan Prinsip CBT dan CBET (Prof. Dr. Lukman – Pembina EJEF)
Moderator: CBT dan CBET harus berpegang pada nilai dan
konsep “manusia dan alam sebelum keuntungan”, berarti pemberdayaan pada
masyarakat adalah salah satu kuncinya.
Bagaimana pemberdayaan dilakukan? Bagaimana proses pendampingan
dikerjakan?
Ekologi dan pariwisata sebagai aktivitas ekonomi dapat
dilakukan sejalan dan seiring.
Pinsip-prinsip dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals SDGs) yang
menjadi pegangan pelaksanaan pembangunan seluruh dunia untuk tahun 2015—2050
menjadi rerangka dasar. Prinsip
Pembangunan yang mengedepankan (1) pemberdayaan masyarakat, (2) kelestarian
alam, dan (3) kesejahteraan ekonomi (triple
bottom line) menjadi dasar utama. Tujuan akhir yang ingin didapat adalah
melakukan pemberdayaan masyarakat dan mencegah kerusakan alam sebagai sumber
peghidupan.
Peran akademisi adalah melakukan edukasi mengenai pemahaman
yang benar tentang ekologi dan ekosistem.
Karena ketidak seimbangan ekosistem akan berakibat pada terancamnya
kelestarian alam dan keberlanjutan penghidupan.
Sebagai contoh: Hutan Bambu Sumber Mujur. Mengapa tidak diperkaya keaneka ragaman
jenisnya? Padahal di Indonesia ada 158 jenis, khusus di Jawa ada kurang lebih
50 jenis, sedangkan di Hutan Bambu Sumber Mujur hanya ada 18 jenis bambu saja. Kawasan rehabilitasi sebaiknya dilakukan
pengayaan jenis tanaman. Khusus untuk
kawasan konservasi sebaiknya tidak dilakukan intoduksi.
Harus juga dikehui siklus hidup keaneka ragaman hayatu
setempat untuk menjaga keberlanjutan dan kelestariannya. Khusus untuk bambu ada masa berbunga dengan
siklus 20—50 tahun sekali yang berakibat pada kematian serentak bambu dalam
satu rimbunan. Dikenal dengan istilah blosoom.
Sebagai langkah pencegahan harus dilakukan peremajaan dan
pengayaan. Belajar untuk menjaga
kelestarian ekosistem bisa dilakukan dengan pada akademisi sebagai sumber
referensi.
Simpulan Moderator
Interpertasi adalah kunci untuk melakukan edukasi pada
wisatawan dan memberi nilai tambah pada atraksi pariwisata. Ekowisata adalah bisnis, sehingga harus ada
pertimbangan ekonomi. Tetapi, ekonomi
bukan tujuan awal. Karena tujuan awalnya
adalah melestarikan alam dan permberdayaan masyarakat yang terpenting. Manfaat ekonomi adalah bonus.
Sesi Berbagi Antar
Komunitas dan Jaringan EJEF
Ice Breaking: Duduk senang, berjalan senang. Mencari teman
baru.
Moderator: Suparno
1.
Kampung Blekok – Situbondo (Pak Kholid)
Potensi wisata: Burung Blekok, Mangrive, dan Produksi Souvenir untuk
Bali, Blitar, dan lain-lainnya.
2.
Bojonegoro (Bu .....)
1)
BUMDes Jambu Kristal
2)
Kampung Bengawan Pokdarwis Desa Padang. Ingin belajar untuk menjadi Desa Wisata.
3.
Ngadas (Pak Timbul)
Desa Adat Ngadas (Dei Adas). Desa
Tengger di Kabupaten Malang.
Potensi wisata: Adat Pertanian di ketinggian lereng gunung, Budaya cara berpakaian seperti udheng,
toleransi tinggi. Kunjungan mencapai 270
group (minimal 10 orang) wisatawan manca negara pertahun. Ada kontrak kerja dengan Adventure Tour dari Kanada.
4.
Pantai Serang – Blitar (Mas Dwi Handoko)
Kurang lebih 40 km ke arah selatan dari Kota Blitar. Kawasan Wisata dikelola oleh Pokdarwis Wisata
Pantai. Prodik Wisata: Wisata alam yang terdiri dari Wisata Pantai dan
Konvervasi Penyu (3 spesies) dan teringegrasi dengan adat dan budaya. Dikuatkan
dengan Festival: Serang Culture sebagi kegiatan tahunan, tahun ini merupakan
kegiatan tahun kelima. Fasilitas:
terminal untuk bis wisata besar. Prestasi: Penghargaan dari Jawapos Award untuk
wilayah Blitar Raya.
5.
Desa Wisata Beras Organik Bondowoso (Pak
Baidowi)
Produk wisata: proses pertanian organik dari pola tanam sampai pasca
panen. Produk beras telah tersertifikasi
dan bahkan ISO. Terdiri dari 6 pokja,
setiap pokja hanya melayani 10 orang sehingga maksimum tamu adalah 60 orang
saja.
6.
Toyo Aji Bojonegoro (Mas Joko)
Terletak di Desa Wedi, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro dengan luas
kawasan kelola 5 hektar. Produk wisata:
pemberdayaan pada masyarakat.
7.
CMC3W dan Pesisir Selatan (Pak Saptoyo)
Produk wisata: Konservasi bakau atau mangrove dan wisata yang bertanggung
jawab.
8.
Tour &
Travel Java Gate Away (mBak Dwi)
Mengorganisir wisatawan untuk berwisata di Jawa dan Bali.
9.
Tour Guide Surabaya (mBak Yoni)
10.
Kelompok Kebersihan Lingkungan (KKL) Ranu Pani (Cak Da’im)
Desa wisata walau hanya dilewati pendaki Semeru. Tidak punya data pengunjung karena ada di
Resort dan TNBTS. Aktivitas sehari-hari
menjadi petani dan menjaga kebersihan lingkungan melalui KKL serta menjadi
porter pendaki. Ingin mengembangkan
wisata Ranu Pani yang dikelola oleh masyarakat Ranu Pani sendiri.
11.
Kota Batu (Mas Anwar Doank)
1)
Petani Perkotaan (urban farming) dan Jelajah Kampung (Anwar Doank).
2)
Taman Kelinci di Kawasan Paralayang.
3)
Pemandu Lokal (local guide) (Sri Wahyuni).
4)
Ekonomi Kreatif (Ekraf) dan art spece.
5) Amazing Bumiaji.
6) Petik
Jambu Kristal.
7) Sengkutung
Bumiaji (9 Desa di Kecamatan Bumiaji).
8) Batik
Ecoprint.
9) Kampung
Wisata Kungkuk (Paket Edukasi UMKM).
12.
Prodi Ilmu Kelautan UB (Ester & Dicky)
Ingin mengembangkan ekowisata bahari.
Membantu di BSTC dan CMC3W untuk konservasi mangrove dan penyu. Bersama kawan dari Unair mengembagkang school of environment untuk edukasi
lingkungan ke anak-anak dan ibu-ibu.
13.
Sidoajo Urban Conservation
1)
Mas B.C. Nusantara
Beraktivitas di Sidoarjo dengan melakukan konservasi di Sungai Buduran.
2)
Mas Agung (Klub Indonesia Hijau Chapter 3 -
KIH03)
3) Joung Java Tour Organizaer
Berkegiatan di Banyuwangi untuk melakukan konservasi dan wisata.
4)
Wisata Air
Tubing dan Rafting telah
beroperasi selama 3 tahun dengan 2 tahun awal melakukan pemberdayaan pada
masyarakat. Mengutamakan merawat
semangat ketimbang memperoleh profit. Saat ini telah memiliki 15 porahu.
5)
Kader Konsernasi (Mas Boy)
Mengenalkan edukasi konservasi pada
anak-anak.
14.
Lumajang
1)
Visit Lumanang.com (Cak Dana)
Media online di Lumajang
sebagai media partner untuk aktivitas
budaya dan wisata di Lumajang serta memberikan jasa branding.
2)
Bumdes Banjar Baru (Cak Miko).
3)
Asidewi Indonesia Lumajang.
4)
Lumajang Awesome
(offroad travel ).
5)
Lutfi Peternak Kambing dan olahan susu Kambing
(7 jenis) dari Senduro.
6)
Pokdarwis Sabuk Semeru Hutan Bambu Sumber Mujur.
Berdiri sejak Maret 2017. Luas hutan Desa 9 hektar untuk pelestarian mata air.
Ditanami 18 jenis bambu dari 63 jenis yang ada di Jawa Timur dan kurang lebih
1.250 jenis di Indonesia. Debit air 800
liter perdetik sebagian besar untuk mengairi pertanian. Dikelola dengan prinsip tripple bottom line.
7)
Sekretaris Desa Sumber Mujur sekaligus
Sekretaris Pokdarwis. Total luas Hutan
Bambu adalah 14 hektar, air berPh 8.0, dimanfaatkan untuk pertanian 4 desa di
bawah Desa Sumber Mujur. Selain
pariwisata juga memproduksi kerajinan berbahan dasar dari bambu yang didapatkan
dari warga di luar kawasan konservasi.
8)
Bengkel Bambu (Joko Triono). Di bawah Pokdarwis yang berfungsi untuk
pemberdayaan masyarakat. Saat ini
beranggotakan 69 orang. Juga melakukan
aktivitas pembibitan bambu yang memperkerjakan 12 orang, bertujuan untuk
menghijaukan Indonesia dengan bambu.
9)
Gifari (Tempursari). Mengupayakan konservasi pesisir, TPI Karang
Menjangan yang terkena abrasi. Mantan
Ketua Kelompok Pecinta Alam Junggring Salaka UM Malang.
15.
Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI) (Yusak
& Mat)
16.
Asosiasi Penelusur Ngarai Indonesia (Fahad)
17.
Kabupaten Bangka Tengah - Provinsi Bangka
Belitung (Bang Wira)
Mendapat inspirasi dan undangan dari Pak Saptoyo CMC3W. Potensi wisata: gunung, pesisir, dan bekas
galian tambang. Bekas galian tambang
menjadi tempat pembelajaran kerusakan alam karena manusia tetapi dapat diubah
menjadi destinasi wisata juga.
18.
Gunung Arjuno
1)
Forum Komunikasi Pokdarwis Pasuruan: Mengelola
wisata alam dan budaya.
2)
Komunitas Cempaka: mengelola edukasi dan
konservasi penyelamatan mata air di Prigen.
3)
Yayasan Stapa Center: mengelola 5 desa untuk
pengembangan wisata.
19.
Bajulmati Sea
Turtle Society (BSTC)
Potensi: konservasi penyu di Desa Gajah Reko dan Tumpak Rejo. Pendaratan penyu di bulan 3—8 sedangkan
penetasan di bulan 5—10.
20.
Badan Sertifikasi Profesi Nasional (BNSP)
21.
Banyu Anjlok Lenggoksono (Mas Mukhlis Bawole)
Pokdarwis Wedi Awu mengelola Banyu Anjlok dan selancar, sebagai pionir
selancar di Malang Raya.
22.
Trenggalek (Heru Dwi Susabto)
1)
Anggota Ikatan Alumni Pariwisata Unair dan
pengelola Trip Nusa Tour Organizer. Datang untuk belajar ekowisata di EJEF.
2)
Bahrul (GP Ansor ) dan Mujianto (Banser).
Aktivitas: fasillitator outbond dan
pengelola wisata panjat tebing di Tebing Sepikul dan Tebing Linggo dibawah
binaan PC Ansir Trenggalek. Potensi:
Wisata Duren Sari, petik durian masak pohon sepuasnya.
23.
Petik Madu Pasuruan (Bu Anna)
Bekerja di PUPUK dan pernah melakukan pendampingan di Gresi dan saat ini
sedang melakukan pendamingan pengelolaan sampah plastik dan konservasi sungai
dengan bambu di Kabupaten Badung.
24.
Ecolodge Situbondo (Bunda Rosa)
Aktif di ekowisata sejak 1999 dan mengelola lodge dekat TN Baluran.
Potensi: tamu dari Eropa.
25.
Tanoker Jember (Pak Supo)
Mengelola wisata berbasis permainan anak, yaitu egrang. Paket wisata Petualangan Kacong –Genduk dan
Kolam Lumpur di Ledok Ombo – Jember.
26.
Kreol Javanindo Tour Organizer
Agen travel dan tour organizzer di
Malang untuk wisata minat khusus.
27.
Konservasi Mangrove Sampang (Cak Aditya)
Potensi:
konservasi mangrove. Mendapat inspirasi
dari Pak Saptoyo CMC3W dan sekaligus ingin belajar tentang ekowisata.
Hari Kedua – Sabtu,
18 Januari 2020
Berbagi Pembelajaran
Baik (Lesson Learn): Belajar dari Destinasi
Pesisir
Moderator: Eko Agus
Pak Saptoyo (CMC3W – Malang Selatan)
Mengelola kawasan seluas 117 hektar di Desa Tambakrejo. 71 hektar sudah tertanami mangrove dan 10
hektar hutan. Berdiri sejak 2012 dan
memulai aktivtas pariwisata sejak 2014.
Visi: Hidup sejahtera di alam yang lestari. Prinsip: Kelestarian alam, kesejahteraan
masyarakat, dan manfaat ekonomi.
Manajemen organisasi telah tertata dengan kelengkapan legal formal dan
aktivitas pengorganisasian. Bahkan sejak
2018 diajukan sebagai Perhutanan Sosial.
Mekanisme dan alur tamu (visitor
management) ditata dengan SOP yang ketat.
Tamu wajib reservasi. Ada batasan kuota kunjungan khusus untuk Kawasan
Pantai 3 Warna: 100 orang per 2 jam dan harus didampingi oleh pemandu lokal (safety).
Ada paket tracking VIP. Sedangkan manajemen kawasan memperhatikan
daya dukung lingkungan (carrying capacity). Juga memberlakuken Etika Pengungjung (code of conduct) seperti tata tertib pengunjung dan manajemen
sampah (zero waste).
Komunikasi dan reservasi hanya menggunakan telfon, WA, dan
media sosial. Belum menggunakan
reservasi daring (online reservation)
karena alasan kemudahan dan kecepatan untuk reservasi.
Menerapkan prinsip-prinsip Pendekatan Penghidupan Lestari
dengan cara pesisiran: (1) Aku sopo? (analisis atau profil diri - PRA); (2) Duweku opo? (analisis potensi dan
aset); (3) Isoku nglakoni opo? (perencanaan
dan terukur); (4) Aku kudu opo? (analisis
masalah dan akar masalah serta menandingkan antara kondisi ideal dan realita); (5) Aku diewangi sopo? (peran pemangku
kepentingan). Mencari solusi bersama.
Pak Kholid (Kampung Blekok – Situbondo)
Berawal dari masalah penanganan sampah. Kemudian, bekerjasama dengan Dinas Lingkungan
Hidup (DLH) Kabupaten Situbondo.
Saat ini, kurang lebih ada 18.000 individu Burung Blekok
yang tinggal dan berkembang biak di Desa.
Bahkan ada perawatan untuk anakan Blekok yang jatuh karena angin.
Produk wisata: 1) Atraksi Burung Blekok, 2) Konservasi
Mangrove, 3) handy craft dengan pasar destinasi wisata lain seperti
Bali dan Blitar.
Pengoganisasian dilakukan strategi pendekatan kekeluargaan.
Dengan prinsip kerja Sapta Pesona. Hasil
yang didapatkan: 1) peningkatan jumlah pengunjung (750—1.000) wisatawan
domestik setiap akhir pekan dan 2) peningkatkan pendapatan dan ekonomi masyakarat. Pemberdayaan kontektual dilakukan oleh EJEF.
Diskusi
1.
Hanif (Sidoarjo)
Untuk Kampung Blekok: ada masalah
dengan parkir bis yang mahal.
1)
Berapa lama untuk melakukan penyadaran?
2)
Berapa jumlah personil untuk melakukan aktivitas
konservasi dan wisata?
3)
Apa wujud partisipasi masyarakat?
2.
Gifari (Tempursari – Lumajang)
Untuk CMC3W:
Bagaimana cara untuk mengetahui kemampuan dan potensi diri
sendiri?
Untuk Kampung Blekok:
Bagaimana proses memperoleh dukungan dari Pemerintah Daerah?
3.
Pak Timbul (Ndagas – Malang)
Untuk CMC3W:
1)
Bagaimana mengatasi konflik dengan Pemerintah
Desa?
2)
Bagaimana mengatasi konflik saat aktivitas
konservasi sudah memberikan hasil?
4.
Catur (Sidoarjo)
Untuk CMC3W:
Alokasi PS seluas 12 juta hektar tetapi sampai hari ini baru
terealiasi 2 juta hektar saja.
1)
Bagaimana perbandingan kondisi antara masa PHBM
dengan PS?
5.
Zaenal (Masyarakat Konservasi Lamongan)
Untuk Kampung Blekok:
Pakdarwis baru terbentuk sejak 3 bulan yang lalu.
1)
Bagaimana pengembangan wisata bisa dilakukan?
2)
Bagaimana hubungannya dengan BUMDesa?
6.
Kusroni (Pandeglang – Banten)
Untuk CMC3W:
1)
Bagaimana intergrasi dengan obyek lain? Perlukah
peraturan lain?
2)
Bagaimana Draf MoU dengan Desa, Pemerintah
Kabupaten, dan Kementerian (KLHK)?
3)
Bagaimana kesepakatan dengan jasa-jasa pendukung
lain? Apakah perlu diatur dalam MoU?
Tanggapan
Kampung Blekok:
1.
Miskomunikasi antara takmir masjid dengan
pihak-pihak yang iri dan ingin mengambil kesempata telah dapat diselesaikan
dengan baik. Mengambil cara-cara
kekeluargaan dan pendekatan personal. Mengambil keputusan untuk mundur sebagai
Ketua Takmir untuk mencegah konflik kepentingan dan hanya bertahan sebagai
Ketua Pokdarwis. Menerapkan pelayanan
prima bagi pada anggota Pokdarwis untuk melayani wisatawan.
2.
Pemberdayaan masyarakat dilakukan hanya dalam
waktu 1 tahun saja. Melakukan pendekatan
pada masyarakat sesuai dengan kelompok dan kepentingannya. Pengohalan sampah dilakukan dengan cara di
daur ulang. Pada awalnya diawaki oleh 5
orang pendahulu dengan dampingan dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Situbondo.
3.
Memperoleh Dukungan dari Desa dan Dinas
Lingkungan Hidup. Bantuan berupa sarana
dan prasarana dari Pemerintah Kabupaten dan Tanah Desa dari Pemerintah
Desa. Pembagian Pendapatan: Desa 20%,
Pemkab 45%, dan Pokdarwis 35% dari tiket. Sedangkan atraksi dan cindera mata langsung
dinikmati oleh Pemandu, dan Produsen.
4.
Jalinan kerjasama dengan Pemerintah Desa –
Pemerintah Kabupaten – Kementerian.
Pengenaan tiket baru 1 tahun berjalan.
Telah mendapat penghargaan sebagi kawasan wisata terbaik se-Jawa
Timur. Kunci sukses adalah edukasi dan
pemberdayaan. Pendapatan untuk Desa
sekaligus menjadi pemasukan untuk BUMDesa yang memperoleh 20% dari tiket
wisata. Dialokasikan 50% untuk
pembangunan dan 50% untuk tunjangan Aparat Desa.
CMC3W:
1.
Menilai potensi diri membutuhkan kepercayaan
diri. Harus percaya diri dahulu baru
kemudian bisa menilai dirinya sendiri.
Setia menjalani proses sebaik-baiknya.
Terus belajar dan belajar terus.
Bermodalkan data dan fakta untuk melakukan pendataan dan pemetaan.
2.
Membangun kerjasama kelembagaan antar pemangku
kepentingan, khususnya untuk Perhutanan Sosial. Berdasar Undang-Undang 39/2017
dab Perdes 5/2013 yang diganti dengan Perdes 3/2015 serta Perda 1/2018 tentang
Pokmaswas Konservasi Perairan. Bagi
hasil sesuai dengan peraturan dan perundangan: Desa mendapat seluruh Pendapatan
dari Parkir R4 dan 2% dari tiket, Perhutani 10% sesuai dengan SK Perhutanan
Sosial, Pemda Malang 20%, CMC3W 60%.
Tetapi, pendapatan terbesar diperoleh dari atraksi dan produk wisata
lainnya.
3.
Masalah yang masih dihadapi adalah homestay dan fasillitas BLU, sedang
mendorong BLU untuk ditingkatkan menjadi Hotel.
4.
Produk Hukum untuk PS: Permen 83/2016 tidak
mengacu pada tegakkan, tidak berkaitan dengan Perhutani, sulit diterapkan di
Jawa sehingga harus menggunakan mekanisme Perjanjian Kerja Sama (PKS). IPHPS
mengacu pada Permen 39/2017 yang berdasarkan tegakkan, data pengelolaan
kawasan, SK Desa, masuk ke Dirjen PSKL.
5.
MoU dengan Perhutani hanya menerima 10%, walau
pengampu kepentingan tetapi mendapat bagian karena prinsip kerja. Dikuatkan dengan Perdes. Sedangkan MoU untuk masing-masing kelompok
komunitas jasa tidak perlu dilakukan, karena masing-masing komunitas akan
mengatut dirinya sendiri, dengan syarat harus memenuhi standar pelayanan bagi
wisatawan.
Komentar Panelis
Moderator: Agus Wiyono
Manajemen Pariwisata: 1) Bebasis Pemerintah, 2) Berbasis
Swata, 3) Berbasis Masyarakat, 4) Campuran (kerjasama antar pihak).
Prinsip yang harus dikedepankan adalah: triple bottom line + manajemen.
Pelayanan dan Amenitas harus naik kelas.
Menyusun rencana strategi harus berbasis data dan pemetaan.
Panelis: Ary S. Suhadi (Indecon)
Tentang standarisasi, CMC3W telah menerapkan prinsip wisata
berkelanjutan. Tiket hanya pendapat
receh, prinsip didahulukan, pendapatan akan mengalir dengan sendirinya. Contoh sukses adalah Langgeran, dinobatkan
sebagai destinasi terbaik se-ASEAN.
Pariwisata berhubungan erat dengan pembangunan
infrastruktur. Perlu sibergitas antara
Pemerintah, Masyarakat, Praktisi, Invertor, dan Akademisi (pentahelix).
Prinsip Pariwisata Berkelanjutan:
1.
Manajemen Berkelanjutan
1)
Improvisasi produk terus menerus.
2)
Kualitas tamu yang terus bertumbuh.
3)
Fasilitas yang semakin baik.
Tonggak utama adalah sumber daya manusia. Proses membangun sumber daya manusia secar
terus menerus. Selama ini pembentukan
Pokdarwis sering kali hanya asal pilih, tanpa pengetahuan, ketrampilan, dan
pengalaman yang memadai. Selain itu,
sistem tata kelola harus dibangun sejak awal.
2.
Analisis Biaya dan Manfaat (Cost & Benefit Analysis)
Berhitung antara biaya atau sumber daya yang dikeluarkan
dengan manfaat yang diterima. Pariwisata
harus tetap menjaga penghidupan yang lestari, karena aktivitas pariwisata
memikiki dampak negatif (eksternalitas) kalau tidak dikelola dengan baik.
3.
Naik Kelas
1)
Harus dilakukan uji pasar. Untuk mencegah pembusukan fasilitas dan
meningkatkan kemampuan interpretasi produk wisata (desa).
2)
Ada proses pembelajaran dan belajar antar
generasi sebagai transfer ilmu.
3)
Membangun suasana (ambiance).
4)
Proses naik kelas sebaiknya bertahap tetapi
konsisten.
5)
Tamu adalah guru yang terbaik.
Permenpar 14/2016 menegaskan tentang wisata berkelanjutan di
Indonesia. Konservasi dan inovasi
menjadi kata kunci, menemukan ide dan inspirasi adalah cara untuk
mewujudkannya. Inovasi harus berbasis
nilai tambah dan kearifan lokal.
Meningkatkan kualitas hidup adalah tujuan utama, wisata
adalah bonusnya. Contoh kasus: Pantai
Pangandaran. Mengandalan pariwisata
masal (mass tourism). Menghadapi masalah sampah dari sachet-an. Pendampingan selama 7 tahun, dengan
pendekatan intervensi pasar (pada wisatawan).
Wisatawan adalah guru yang paling baik, karena memberikan masukan yang
paling efektif. Dilakukan pemilahan
sampah yang kemudian malah menjadi atraksi wisata. Selain itu mencari pembanding (benchmark) dan membangun mitra dengan
multipihak.
Moderator:
Prinsip ATM (Amati – Tiru – Modifikasi). Belajar bukan hanya yang baik-baik saja
tetapi juga yang buruk, untuk belajar mencegah dan menanggulanginya (mitigasi
dan adaptasi). Selain itu, merupakan
bentuk apresiasi dan merapikan ulang pembelajaran.
Berbagi Pembelajaran
Baik (Lesson Learn): Belajar dari Destinasi
Gunung dan Desa
Moderator: Aan Malang Travelista
Pak Timbul (Desa Wisata Ngadas – Kabupaten Malang)
Ngadas merupakan desa enclave
di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Bermasalah karena lahan pertanian
terbatas. Tetapi memiliki ritual adat
dan budaya, Suku Tengger. Suku Tengger
merupakan suku yang mewarisi adat dan budaya asli dari peninggalan Mojopahit. Saat ini menjadi produk wisata andalan di
Desa Wisata Ngadas (Dewi Adas).
Menerapkan prinsip-prinsip Sapta Pesona yang sudah pula
menjadi nilai asli dan asali warga Ngadas.
Salah satunya adalah penggelolaan sampah yang dikerjakan oleh Karang
Taruna. Budaya: 1) bahasa, 2) cara berpakaian, 3) tata krama, 4) penanggalan.
Produk wisata: 1) village
tour : rumah adat à
danyang à
makam mBah Sidek (buja krawang Desa Ngadas setelah melihat sumber air dan
rumput adas dan menamakan Ngadas Rejo) à
Pura à
Wihara. 2) Sharing Budaya, 3) Telusur
jejak leluhur untuk melestarikan pesan-pesan leluhur (catatan: Pietra ata
Pitara = Roh Leluhur)
Catatan Moderator:
1.
Permasalahan tiket di Pos Trisula.
2.
Ada kerjasama dengan tour operator dari Kanada selama 3 tahun terakhir sehingga mendapat
tamu dari seluruh dunia dengan kuota lebih dari 1.000 tamu pertahun.
Pak Baidowi (Desa Wisata Padi Organik di Desa Lombok Kulon–
Bondowoso)
Telah melewati proses panjang dan melelahkan, khususnya
dengan uji laboratorium. Akhirnya, bukan
hanya sertisikasi dan ISO untuk proses dan padi organiknya tetapi juga
menemukan tanda-tanda alam: 1) kehadiran kupu-kupu dan capung berarti kondisi
padi bagus dan 2) kehadiran burung seriti sebagai pertanda buruk karena berarti
hadirnya hama tanaman.
Telah berjalan kurang lebih 10 tahun dengan prestasi
memperoleh sertifikasi dan ISO, walau harus menghadapi audit persemester. Produk wisata hanya menjual paket proses padi
organik dari hulu ke hilir. Saat ini
sedang mengembangkan mina padi dan pelestarian adat istiadat agraris serta
kerajinan sebagai cindera mata dam perikanan organik (ikan bersisik yang aktif
di siang hari dan ikan tidak bersisik yang aktif di malam hari (nocturnal).
Terdiri dai 6 kelompok kerja (pokja) yang masing-masing
hanya melayani 10 tamu (maksimal 60 tamu) perpaket dengan fasilitas home stay & guest house serta 35 sepeda gunung sebagai alat transportasi. Tidak ada tiket dan hanya menjual paket
sehingga kemampuan interpertasi dan penerjemah menjadi sangat penting. Saat ini penguasaan bahasa asing: Bahasa
Inggris, Perancis, dan Tionghoa).
Motto: menjadikan lawan menjadi kawan.
Agus Wibowo (Wisata Alam Hutan Bambu Sumber Mujur – Lumajang)
Hutan bambu seluas 14 hektar dengan sumber mata air yang
mengeluarkan 800 liter perdetik dan mengairu 3 kecamatan di sepanjang
sungainya. Melakukan aktivitas
konservasi ekologi dan ekosistem yang membawa dampak ekonomi. Berusaha merupa potensi menjadi aset.
Berdasar Perbup 79/2014 mengenai 1 desa 1 destinasi wisata
maka dibentuklah Pokdarwis Sabuk Semeru.
Bekerja dengan merubah kerentanan menjadi potensi dan kemudian
menjadikannya sebahai aset. Sedang
pengelolaan berbasis sinergitas multipihak, khususnya dengan pemerintah desa
dan kabupaten serta dengan dunia usaha melalui CSR.
Aktivitas Pokdarwis diawali dengan pemetaan SDM dan kawasan
dengan berprinsip gupuh, suguh, lan
lungguh. Aktivitas konservasi sudah
dilakukan sejak lama, tetapi untuk Pokdarwis memulai kerja sejak tahun 2016 dan
dengan dukungan Pemerintah Desa dan kucuran Dana Desa dipersiapkan sebagai
destinasi wisata.
Giat awal konservasi ada sejak 2000—2010 yang dilakukan oleh
KSPA dibawa pimmpinan Almarhum Bapak Heri Gunawan. Sedangkan Pokdarwis yang berawal dari 52
orang anggota bekerja sejak tahun 2016. Kemudian dikomersialkan sebagau destinasi
wisata sejak Maret 2017. Saat ini,
pengunjung mencapai 2.000 – 3.000 wisatawan perakhir pekan.
Perencanaan (master
plan) disusun berbasis potensi. Ke
depan tidak hanya mengantungkan pendapatan dari tiket saja tetapi berkembang ke
paket. Saat ini sedang dirintis paket
beras organik dan kopi, selain pembibitan bambu, kerajinan bambu dan beberapa
produk yang telah ada.
Diskusi:
1.
Mas Hanif (Sidoarjo)
Untuk Pak Timbul:
1)
Sumber tentang asal-usul Suku Tengger beragam,
menggunakan referensi yang mana?
2)
Bunga Terompet (Kecubung) dan Cemara Gunung ada
dengan sendirinya atau ditanam?
Untuk Pak Baidowi:
1)
Bagaimana mengembangkan desa alami bukan buatan
artifisial?
2)
Berapa lama wisatatan tinggal dan bagaimana
penataan homestay?
Untuk Mas Agus Wibowo:
1)
Bambu adalah kelurga rerumputan, bagaimana
edukasi dari berbagai jenis yang ada dan kegunaannya untuk para wisatawan?
2.
Lutfi (Pasuruan)
1)
Bagaimana intergrasi desa wisata ekologis dengan
Pemerintah Desa?
2)
Bagaimana caranya menjalin kerjasama dengan tour agent internasional?
3)
Bagaimana dengan adat tertentu yang tidak bisa
dipublikasikan?
3.
Yayak ()
1)
Darimana referensi untuk adat dan budaya
diperoleh?
2)
Bagaiman proses menghilangkan hama padi?
3)
Bagaimana dengan monitoring dan evaluasi untuk target membuat paket wisata?
4)
Bagaimana mensinergikan antara Pokdarwis dan
Pemerintah Desa?
Tanggapan:
1.
Pak Timbul (Dewi Adas)
Sejarah diperoleh dari merujuk
cerita-cerita yang turun termurun diceritakan (pitutur). Sampai saat ini masih percaya sebagai
keturunan Majapahit terakhir. Orang-orang
tua memilih tetap tinggal di lingkar Semeru karena sudah hafal isi
ajaran-ajaran asli. Sedangkan anak-anak
muda diperintahkan untuk terus berjalan ke Banyuwangi (Blambangan) dan lanjut
ke Bali dengan membawa gulungan kitab-kitab ajaran nenek moyang.
Tengger adalah nenek moyang
orang-orang Bali. Di lingkar Semeru
sudah ditinggali oleh Suku Tengger yang berasal dari Majapahit jauh sebelum
tersingkir. Semeru disebut sebagai Tanah
Mantra atau Tanah Hila-Hila
Budaya yang disampaikan pada tamu
adalah budaya asli tanpa dikurangi dan ditambahi. Sedangkan prosesi adat tetap sesuai dengan
tanggal yang telah ditetapkan oleh para tokoh adat. Bila memang jadwal berbatengan dengan jadwal
kegiatan rituan, berarti bonus untuk wisatannya.
Kerjasama dengan tout operator internasional karena
fasilitasi dan bantuan dari Indecon dan EJEF.
Tetapi, persiapan menjadi Desa Wisata berbasis Adat dan Budaya sebagai
daya tarik atraksi wisata sudah dilakukan jauh-jauh hari.
2.
Pak Baidowi (Bondowoso)
Saat ini ada 15 home
stay dengan paker live in kurang
lebih 7 hari. Ada 4 Pemandu dengan kemampuan 3 bahasa (Inggris, Perancis, dan
Tionghoa).
Bunga juga menjadi pupuk dan pestisida alami.
3.
Agus Wibowo (Sumber Mujur)
Bambu apus adalah penyimpan bambu yang baik dan rebungnya
tidak bisa dimakan sehingga paling baik untuk konservasi.
Sudah dilakukan pendataan dan identifikasi ilmiah sehingga
pengayaan jenis bambu bisa dilakukan dengan baik.
Edukasi pembibitan, pemeliharaan, panen, dan pemanfaatan
bambu dilakukan pada anak-anak usia PAUD, SD, dan SMP di sekitar Desa Sumber
Mujur. Ada media edukasi untuk
wisatawan, walau belum lengkap. Akan dijadikan paket edukasi sebagai salah satu
atraksi pariwisata.
Proses integrasi dengan Pemerintah Desa sangat baik. Pokdarwis adalah pengelola pariwisata yang
asetnya dimmiliki oleh Desa. Pengawasan
dan evaluasi untuk sektor pariwisata menjadi tanggung jawab Pokdarwis,
sedangkan sektor-sektor lain dikelola oleh kelompok-kelompok lain tetapi bersinergi. Diarahkan menuju Desa Wisata.
Tanggapan dari Panelis
(Pietra Widiadi – DIAL Foundation)
Kesuksesan atau kesejahteraan tidak akan tercapai kalau
kerusakan terus terjadi. Selain itu,
dalam komunitas (desa) tidak ada kesuksesan milik pribadi. Kesuksesan adalah milik bersama.
Proses menuju kesuksesan atau kesejahrteraan:
1.
Analisis Potensi.
2.
Penilaian terhadap aset.
3.
Terukur dan terhitung dengan Analisis Pentagonal
4.
Menandingkan antara kondisi ideal dengan
realita:
1)
Modal alam: seluruh sumber daya alam.
2)
Modal sosial: budaya atau norma atau makna.
3)
Modal manusia: keahlian, pengetahuan, kualitas
manusia.
4)
Modal dana atau finansial: bukan sekadar uang.
5)
Modal fisik: sarana (hardware) dan prasarana (software).
5.
Menyusun Rencana Strategi berdasar Analisis
Pentagonal:
Pengorganisasian: seseorang atau sekelompok orang yang melakukan proses
atau kerja-kerja untuk menggerakkan orang lain.
Kegagalan seringkali terjadi karena rencana strategis dikerjakan
sendiri. Keberhasilan hanya bisa dicapai
dengan bantuan orang lain atau sinergi atau gotong royong. Pengorganisasian sosial mengaruskan adanya
organisator sebagai pemicu dan panggerak.
Pembangunan adalah proses merubah potensi menjadi aset dengan menutup
kesenjangan (gap) menuju ideal. Pengorganisasian merupakan proses awal dari
pembangunan.
6.
Anallisis Pendekatan Penghidupan Lestari (SLA)
Akan dilakukan pelatihan PPA/SLA untuk Angkatan Ketiga Seri 1—5 pada
tanggal 17—23 Februari 2020 dan Angkatan Kedua Seri 4—5 pada tanggal 20—23
Februari 2020.
Berbagi Pembelajaran
Baik (Lesson Learn): Belajar tentang Potensi Wisata Minat Khusus (Extreme Sport)
Moderator: Agus Wiyono
Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI)
Salah satu aktivitas minat khusus yang sedang booming pada saat ini. Tetapi, bukan sekadar kegiatan mendaku gunung
saja. Ada risiko yang harus
diperhitungkan untuk dimitigasi dan diantisipasi.
APGI menyusun standar keselamatan, kelayakan, dan kenyamanan
pendakian seperti menyusun SOP dan tahapan-tahapan pendakian. Tetapi perlu penyamaan persepsi, karena
setiap gunung berbeda risikonya dan kebutuhannya satu dengan yang lain.
Cakupan geografis: disebut gunung bila ketinggian lebih dari
600 mdpl. Dengan beberapa macam bentuk, salah satunya adalah yang lancip
(strato). Disebut pegunungan bila ada
beberapa puncak.
Nilai etika yang dipegang adalah: 1) prinsip konservasi
alam, 2) penghormatan pada budaya lokal, dan 3) menghargai masyarakat setempat.
Sebagai asosiasi APGI telah dilengkapi dengan syarat-syarat
kelembagaan seperti visi, misi, standar kompetensi, standar keamanan, dan lain
sebagainya. Tujuan didirikannya APGI
adalah: 1) keamanan dan keselamatan, 2) interpertasi, 3) pengalaman, dan 4)
interaksi dengan alam dan budaya. SOP
yang telah disusun, antara lain: 1) perencanaan, 2) saat pendakian, 3) pasca
pendakian.
Strategi sebelum dam selama pendakian: disiplin dan menjaga
kebugaran. Tentu saja selain itu harus
memastikan daftar kebutuhan pribadi (peralatan, makanan, dan minuman). Selan itu harus mampu mengantisipasi
perubahan cuaca dan mencegah kecelakaan.
Tugas utama Pemandu Gunung adalah memastikan klien selamat
sampai di rumah dengan selamat. Karena
berkerja secara profesional dengan memastikan keamanan, keselamatan, dan
kenyamanan klien. Dengan syarat kompetensi:
sikap (attitudei), keahlian (skilli), & pengetahuan (knowledge).
Berdiri sejak 1996 dan melaksanakan Musyawarah Nasional
pertama pada Maret 2016. Saat ini telah
mendapat pengakuan dari Badan Nasional Settifikasi Profesi (BNSP) dan
Kementerian. Dengan anggota kurang lebih 1.000 anggota.
Sedangkan pemangku kepentinganya terdiri dari Pemerintah
Daerah, Pemerintah Pusat, Masyarakat lokal, dan Lembaga Swadaya Masyarakat.
Catatan Moderator:
Peran APGI sangat penting karena mengangkat citra pendakian
gunung. Selain itu, menanamkan arti
penting dari pendakian yaitu persahabatan.
Ada asosiasi dan ada sertifikasinya.
Asosiasi Penelusur Ngarai Indonesia (APNI) (Fahad)
Aktivitas di ngarai dengan merayap, menyelam, dan berbagai
aktivitas lain.
Masih jarang di Indonesia, padahal potensi besar dan peluang
usaha yang menguntungkan. Rata-rata
harga paket 1,2 juta perorang untuk wisatawan domestik dan 1,5 juta perorang
untuk wisatawan manca negara. Invetasi
cukup mahal untuk peratan dan keselamatan.
Catatan moderator:
Memanfaatkan alam tanpa harus merusak bahkan memberikan
nilai tambah. Ada asosiasi tetapi belum ada sertifikasi.
Komunitas Pengelola Via Ferrata (Eko Agus)
Artinya: Jalur besi (Italia). Salah satu strategi perang saat perang dunia
kedua dari tentara Italia menghadapi sekutu.
Di Indonesia pertama kali ada di Kabupaten Purwakarta – Jawa Barat,
sedangkan yang saat ini dikelola di Bukit Sepikul – Desa Watu Agung, Kecamatan
Watulimo, Kabupaten Trenggalek – Jawa Timur adalah yang kedua.
Belum ada sertifikasi, sehingga standar keselamatan
menggunakan standar keselamatan kerja (K3) ketinggian. Selain menjadi potensi pariwisata baru,
efektif untuk menggusir penambang liar Galian C dari loksi kelola.
Sedang dikembangkan di Kabupaten Tegal – Jawa Tengah. Dengan kelebihan berjalan di atas tebing dan
dikolela oleh BUMDes setempat.
Salah satu manfaatnya adalah menghilangkan phobia
ketinggian. Harga paket sebesar 225.000
perorang dengan standar 1 pemandu maksimal memandu 5 orang. Dengan lama waktu tempu rata-rata 2 jam.
Catatan Moderator:
Mengombinasikan beberapa keahlian antara panjat tebing dan
pendakian. Belum ada asosiasi, apalagi
sertifikasi.
Lembaga Sertifikasi Profesi Pariwisata Nasional (LSP Parnas)
Berdiri sejak tahun 2010 daengan memperoleh lisensi dari
Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
sertifikasi profesi yang relatih tinggi.
Telah bekerja sama dengan EJEF sejaj tahun 2012.
Diskusi
1.
Pak Timbut (Ngadas)
Adakah sertifikasi untuk sopir?
2.
Ari (WWF Lanscape Mahakam)
Di Sungai Mahakam (Kalimantan Timur) akan diselenggarakan
pertemuan penggelola pariwisata sepanjang aliran Sungai Mahakam. Bahkan akan dibentuk Jaringan Ekowisata
Kalimantan Timur.
Bagaimana menghadapi wisata masal (mass tourism) dan menggantinya dengan ekowisata?
Bagaimana merubah potensi wisata menjadi produk wisata?
Standar Destinasi: Menilai
Potensi dan Capaian Diri Sendiri (Self
Assessment) (Fajar)
Aalat ukur potensi dan capaian pariwisata yang dikembangkan
oleh Prof. Lukman Hakim Guru Besar UB yang juga adalah Pembina EJEF.
Kepentingannga adalah klasifikasi desitinasi: 1) Rintisah,
2) Berkembang, 3) Maju, 4) Mandiri.
Selain untuk mengukur capaian destinasinya sendiri (monev), juga sebagai
alat perencanaan intervensi yang dapat dilakukan oleh jaringan (EJEF) atau
pihak-pihak lain sebagai alat Rencana Tindak Lanjut (RTL).
Beberapa hal yang dinilai:
1.
Kelembagaan.
2.
Keberlanjutan.
3.
Atraksi.
4.
Aksestabilitas.
5.
Fasilitas.
Catatan: Standar Ekowisata jauh lebih detail dan jaub lebih
rumit ketimbang standar pariwisata.
Hari Ketiga, Minggu
19 Januari 2020
Evaluasi
Moderator: Masukan untuk Pokdarwis Sabuk Semeru, Wisata Alam
Hutan Bambu Desa Sumber Mujur
1.
Wira (Bangka Tengah – Bangka Belitung)
Penjelasan mengenai kegempaan
dilayani oleh Pak Siswanto sebagai petugas seorang diri, perlu diberikan bekal
pengetahuan pada para pemandu untuk menguasai informasi tersebut. Sehingga wisatawan juga memperoleh informasi
dan pengetahuan mengenai pemutakhiran informasi erupsi gunung berapi aktif.
Peliang untuk membuat paket
perjalanan wisata dari Hutan Bambu Sumber Mujur dan perjalanan ke Gunung Sawur
dan Gunung Wayang. Serta eksplotasi
lebih lagi produk-produk dari bambu seperti
tumbler dari bambu serta interaksi wisatawan untuk membuat souvenir-nya sendiri . Manaikkan kelas destinasi dan cindera mata.
2.
Mukhlis (Lenggoksono – Malang Selatan)
Paket Jelajah Desa dengan
menghidupkan kembali alat transportasi Cikar atau Dokar serta aktivitas
membajak sawah dengan kerbau. Sehingga,
perjanan (tracking) lebih jauh lagi.
3.
Sri Wahuni (Kota Batu)
Pemandangan bagus, khususnya efek
matahari terbit (sun rise) tetapi
waktu perlu diperjangan dengan bangun lebih pagi. Atraksi bisa ditambah dengan Aktivitas Angon
Bebek.
4.
Supo (Tanoker – Jember)
Bambu yang ditanam dan dibibitkan
mencapai 18 jenis, tetapi masih perlu pengayaan jenis bambu yang dibibit,
khususnya bambu yang langka. Untuk
rombongan yang naik ke Gunung Sawur dan menerima penjelasan dari Petugas perlu
ada pembatasan atau kuota. Maksimal
cukup 2 rombongan saja dan ditambah interepreter
dari Pokdarwis Sabuk Gunung.
Atraksi ditambah dengan Paket
Edukasi Pembibitan Bambu. Serta memperkaya produk kerajinan olahan bambu.
5.
Yoni (Surabaya)
Membawa alat sapit sampah dari Bali, ternyata bisa
diproduksi di Sumber Mujur dengan setengah harga saja. Bisa menjadi produk baru sekaligus alat untuk
melakukan bebersih sampah di lokasi.
6.
Da’im (Ranu Pani – Lumajang)
Atraksi ditambah dengan memperkaya informasi mengenai Gunung
Semeru dan erupsinya. Selain itu juga
diperkaya dengan pengamatan burung serta ketersediaan alatnya (binocular dan monocular). Pemandu lokal untuk pengamatan burung harus
ada, memiliki bekal informasi yang memadai tentang keanekaragaman hayati
setempat.
Simpulan Moderator
Wisata berkelanjutan adalah aktivitas wisata yang tahu untuk
berkata cukup demi menjamin keberlanjutan penghiduan dan kelestarian alam.
Masukan
1.
Pak Baidowi (Bondowoso)
Hasil analisis kondisi destinasi yang diolah oleh Mas Fajar
sebaiknya dikembalikan ke masing-masing pengelola destinasi.
2.
Wira (Bangka Tengah – Babel)
Ada banyak kesempatan untuk belajar. Penting bagi peserta untuk ikut berkontibusi
dalam kegiatan, seperti ikut mencuci piring sendiri bukan sekadar
menyerahkannya pada panitia lokal.
Sehingga, terbangun relasi yang akrab antar peserta dan dengan panitia
lokal. Selain itu, acara diperkaya
dengan lokakaya (workshop) untuk
berbagi kemampuan teknis.
3.
Agus Wiyono (Koordinator EJEF)
EJEF berdiri untuk berbagi kepentingan bersama dalam
pengembangan ekoiwsata dan pariwisata di Jawa Timur. Keanggotaan bersifat terbuka dan tanpa
syarat, tidak dibatasi oleh latar belakang profesi (mutipihak dan pentahelix). Tujuan utama EJEF adalah:
1)
Membantu menyusun Rencana Strategis destinasi.
2)
Membantu pengembangan kapasitas dan potensi.
3)
Penguatan kelembagaan berbasis CBT.
4)
Kepemimpinan.
5)
Pengembangan produk.
6)
Pengembangan pasar.
7)
Menjalin kerjasama multipihak dengan: pengelola destinasi, pemerintah, industri
pariwisata, asosiasi profesi, akademisi, dan lain-lainnya.
Struktur organisasi: Pendiri Agus Wiyono dan Agus Sugiarto,
dengan basecamp di Jalan Sunan Muria
II/5 Kota Malang.
Penutupan
Agus Wiyono (Koordinator EJEF)
Setelah TJE 2020 sekalian dengan ulang tahun EJEF yang ke
10, tahun ini akan berlangsung Temu Jaringan Indecon (TJI) 2020 yang sekaligus
berbarengan dengan ulang tahun Indecon yang ke 25. Telah disepakati, lokasi pelaksanaan TJI 2020
akan dilaksanakan di Kabupaten Lumajang.
Sebagai bentuk apresiasi pada Bupati dan Pemkab Lumajang yang serius
memperhatikan pengembangan pariwisata berbasis komunitas.
Trisno Sudigdo (Pembina EJEF)
TJE 2020 terlaksana dengan persiapan yang hanya 2 minggu,
tetapi berjalan dengan baik dan sukses.
Hasil audiensi dengan Bupati Lumajang, EJEF ditunjuk sebagai Pendamping
Pengembangan Pariwisata se Kabupaten Lumajang.
Keunikan EJEF adalah karena EJEF dimiliki dan dikelola dari,
oleh, dan untuk EJEFers sendiri.
Komunikasi dan kemauan berbagi antar EJEFers untuk pengembangan
ekowisata di Jawa Timur untuk menjadikan Jawa Timur sebagai barometer ekowisata
di Indonesia. Dengan berpegang pada
prinsip peningkatan kesejahteraan masyawakat, menjaga kelestarian alam melalui
pariwisata di Jawa Timur.
Pak Syafi’i (Kepala Desa Sumber Mujur)
Terima kasih telajh berbagi informasi, pengetahuan, dan
pengalaman tentang produk-produk pariwisata. Sekaligus mempromosikan Wisata
Alam Hutan Bambu Sumber Mujur, Desa Sumber Mujur, Kecamatan Candi Puro,
Kabupaten Lumajang.
Akan terus belajar untuk pengembangan pariwisata desa
sehingga cita-cita menjadi Desa Wisata akan terwujud. Khususnya akan belajar
(1) Padi Organik ke Pak Baidowi di Bondowoso dan (2) Sapi Perah dan Olahan Susu. Akan segera melakukan studi banding dan
belajar bersama. Jangan tinggalkan dan
terus rangkul Pemerintah Desa dan Pemerintah Daerah untuk pengembangan
pariwisata demi kesejahteraan masyarakat.
Sampai bertemu lagi di agenda-agenda EJEF yang lain dan
sampai berjumpa di Temu Jaringan EJEF selanjutnya...!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar