Penilaian
Kinerja Bank: CAMELS versus RGEC
Wardha
Maulidiah & Daniel S. Stephanus
Program
Studi Akuntansi
Universitas
Ma Chung Malang
2020
ABSTRAK
Penilaian
kinerja suatu perusahaan merupakan proses analisis data selain sebagai alat
penanggungjawaban, juga diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi.
Kinerja bank dan koperasi yang semakin baik, maka tingkat kesehatan bank dan
koperasi juga semakin baik dan sebaliknya jika kinerja bank dan koperasi
menurun, akan menyebabkan tingkat kesehatan bank dan koperasi juga menurun.
Penilaian kinerja bank dan koperasi penting dilakukan untuk mengetahui tingkat
kesehatan bank karena menyangkut kepentingan banyak pihak. Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia
No.6/10/PBI/2004 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum dan
Peraturam Bank Indonesia No.9/1/PBI/2007 tentang sistem penilaian tingkat
kesehatan bank umum berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan Surat Edaran Bank
Indonesia No.6/23/DPNP. Metode atau cara penilaian kinerja bank dikenal dengan
metode CAMELS (Capital, Asset quality,
Management, Earnings, Liquidity, dan Sensitivity
to Market Risk) dan menjadi
RGEC (risk profile, good corporate
governance, earnings, dan capital) sesuai dengan Surat Edaran BI Nomor 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 tentang
penilaian tingkat kesehatan bank umum tersebut merupakan petunjuk pelaksanaan
dari Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011.
Kata-kata kunci: Kinerja Perbankan,
CAMELS, RGEC
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Kinerja
perusahaan adalah gambaran posisi keuangan perusahaan dan menunjukkan hasil
usaha selama periode tertentu, yang diperoleh dengan melakukan analisa laporan
keuangan. Penilaian kinerja suatu perusahaan merupakan proses analisis data
selain sebagai alat penanggungjawaban, juga diperlukan sebagai dasar
pengambilan keputusan ekonomi. Bagi pemilik perusahaan, penilaian kinerja
diperlukan untuk memberikan penilaian apakah investasinya tetap dipertahankan
atau tidak. Bagi para kreditor, penilaian kinerja diperlukan untuk memberikan
informasi apakah suatu perusahaan memiliki kemampuan membayar tepat waktu. Bagi
karyawan, penilaian kinerja perusahaan memberikan informasi mengenai
kelangsungan hidup perusahaan.
Kinerja bank dan
koperasi yang semakin baik, maka tingkat kesehatan bank dan koperasi juga
semakin baik dan sebaliknya jika kinerja bank dan koperasi menurun, akan
menyebabkan tingkat kesehatan bank dan koperasi juga menurun. Penilaian kinerja
bank dan koperasi penting untuk mengetahui tingkat kesehatan bank karena
menyangkut kepentingan banyak pihak. Pengawasan terhadap kinerja bank dan
koperasi perlu dilakukan untuk memantau operasional agar tetap sesuai dengan
peraturan dan ketetapan yang berlaku. Dalam keputusan Menteri Badan Usaha Milik
Negara No. KEP-100/MBU/2002 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Badan Usaha
Milik Negara, kinerja BUMN adalah kondisi kesehatan suatu BUMN untuk tahun buku
yang bersangkutan yang meliputi penilaian aspek keuangan, aspek operasional,
dan aspek administrasi.
Peraturan Bank
Indonesia No. 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum,
kinerja bank adalah kondisi kesehatan suatu bank umum yang meliputi penilaian
terhadap faktor profil risiko (risk
profile), faktor good corporate
governance (GCG), faktor rentabilitas (earnings),
dan faktor permodalan (capital). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
perbankan, pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia
menetapkan bahwa, bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan
ketentuan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas,
rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank,
dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
Kesehatan atau kondisi bank merupakan kepentingan semua pihak terkait (pemilik,
pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank, BI selaku otoritas pengawasan
bank, dan pihak lainnya). Kondisi bank tersebut dapat digunakan untuk
mengevaluasi kinerja bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan
terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen risiko.
LANDASAN TEORI
Kinerja Keuangan
Kinerja
perusahaan adalah gambaran posisi keuangan perusahaan dan menunjukkan hasil
usaha selama periode tertentu, yang diperoleh dengan melakukan analisa laporan
keuangan. Penilaian kinerja suatu perusahaan merupakan proses analisis data
selain sebagai alat penanggungjawaban, juga diperlukan sebagai dasar
pengambilan keputusan ekonomi. Penilaian kinerja
keuangan ini penting dilakukan karena membantu pihak perusahaan menentukan
langkah perusahaan selanjutnya. Dengan adanya penilaian atau evaluasi kinerja,
pengelolaan perusahaan menjadi lebih mudah dilakukan karena perusahaan bisa
menetapkan tindakan kebijaksanaan perusahaan berdasarkan data yang telah
dievaluasi dai kinerja perusahaan. Tujuan dari pengukuran kinerja keuangan
perusahaan adalah sebagai berikut.
a.
Mengetahui tingkat
likuiditas
Likuiditas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk
memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera diselesaikan pada saat ditagih.
b.
Mengetahui tingkat
solvabilitas
Solvabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi, baik keuangan
jangka pendek maupun jangka panjang.
c.
Mengetahui tingkat
rentabilitas
Rentabilitas atau sering disebut dengan profitabilitas
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode
tertentu.
d.
Mengetahui tingkat
stabilitas
Stabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melakukan
usahanya dengan stabil yang diukur dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan
untuk membayar utang-utangnya serta membayar beban bunga atas utang-utangnya
tepat pada waktunya.
Dasar
Hukum Perbankan
Perkembangan
perbankan di Indonesia ditandai dengan banyaknya bank-bank yang bermuculan,
maka sangat diperlukan suatu penagwasan terhadap bank-bank tersebut. dalam hal
ini Bank Indonesia sebagai Bank Sentral memerlukan suatu kontrol terhadap
bank-bank untuk mengetahui bagaimana keadaan keuangan serta kegiatan usaha masing-masing
bank. Kebijakan perbankan yang dikeluarkan dan dilaksanakan
oleh Bank Indonesia pada dasarnya adalah ditujukan untuk menciptakan dan
memelihara kesehatan, baik secara individu maupun perbankan sebagai suatu
sistem. Kondisi bank dapat digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk
mengevaluasi kinerja bank dalam menerapkan prinsop kehati-hatian, kepatuhan
terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen risiko. Dasar hukum penilaian
tingkat kesehatan bank yang dikeluarkan oleh BI yaitu sebagai berikut.
a.
Dasar
Hukum I UU No. 10 Tahun 1998, Undang-Undang Perbankan.
b. Dasar Hukum II UU No. 3 Tahun 2004,
Undang-Undang Bank Sentral.
CAMELS
Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No.6/10/PBI/2004
tanggal 12 April 2004 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum dan
Peraturam Bank Indonesia No.9/1/PBI/2007 tentang sistem penilaian tingkat
kesehatan bank umum berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan Surat Edaran Bank
Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 kepada semua bank umum yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional perihal sistem penilaian
tingkat kesehatan bank umum. Metode atau cara penilaian kinerja bank dikenal
dengan metode CAMELS yaitu Capital, Asset
quality, Management, Earnings, Liquidity, dan Sensitivity to Market Risk. Kriteria sensitivity to market risk merupakan aspek tambahan dari metode
penilaian kesehatan bank yang sebelumnya, yaitu CAMEL (modal, aktiva, manajemen,
pendapatan dan likuiditas).
CAMEL pertama kali diperkenalkan di Indonesia sejak
dikeluarkannya Paket Februari 1991 mengenai sifat-sifat kehati-hatian bank.
Paket tersebut dikeluarkan sebagai dampak kebijakan Paket Kebijakan 27 Oktober
1988 (Pakto 1988). CAMEL berkembang menjadi CAMELS pertama kali pada tanggal 1
Januari 1997 di Amerika. CAMELS berkembang di Indonesia pada akhir tahuan 1997
sebagai dampak dari krisis ekonomi dan moneter. Tahap awal penilaian tingkat
kesehatan suatu bank dilakukan dengan melakukan kuantifikasi atas komponen dari
masing-masing faktor yang telah disebut sebelumnya, faktor dan komponen
tersebut selanjutnya diberi suatu bobot sesuai dengan besarnya pengaruh
terhadap kesehatan suatu bank. Penilaian faktor dan komponen dilakukan dengan
sistem kredit yang dinyatakan dalam nilai kredit antara 0 sampai 100. Hasil
penilaian atas dasar bobot dan nilai kredit selanjutnya dikurangi dengan nilai
kredit atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang lain yang sanksinya dikaitkan
dengan tingkat kesehatan bank.
Tabel 1. Pembobotan Penilaian
Kinerja Keuangan
Rasio
|
Bobot
|
Peringkat Permodalan
|
25%
|
Peringkat Kualitas Aktiva Produktif
|
50%
|
Peringkat Rentabilitas
|
10%
|
Peringkat Likuiditas
|
10%
|
Peringkat Sensitivitas terhadap Risiko Pasar
|
5%
|
Sumber: Lampiran
Surat Edaran No.9/24/DPBS tahun 2007
Tabel
2. Standar Kesehatan Bank
Nilai
|
Predikat
|
81 – 100
|
Sehat
|
66 - < 81
|
Cukup
Sehat
|
51 - < 66
|
Kurang
Sehat
|
0 - < 51
|
Tidak
Sehat
|
Sumber:
Berdasarkan Skep DIR-BI Nomor 30/2/UPPB/1997
Penilaian tingkat kesehatan bank dimaksudkan untuk menilai
keberhasilan perbankan dalam perekonomian Indonesia dan industri perbankan
serta dalam menjaga fungsi intermediasi. Penilaian tingkat kesehatan bank
berdasarkan ketentuan Bank Indonesia mencakup penilaian terhadap faktor-faktor
CAMELS yang terdiri sebagai berikut.
a.
Capital (Permodalan)
Modal merupakan faktor penting dalam upaya
mengembangkan usaha. Suatu perusahaan perbankan dikatakan sehat apabila
memiliki permodalan yang kuat. Dengan modal tersebut bank mampu menjelaskan
operasionalnya dan menjamin aset-aset yang bermasalah. Penilaian terhadap aspek
modal dititikberatkan pada kecukupan dan komposisi modal, proyeksi modal,
kemampuan modal menutup aset bermasalah, serta rencana modal untuk ekspansi
usaha. Penilaian terhadap faktor permodalan
meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1.
Kecukupan
modal
2.
Komposisi
modal
3.
Proyeksi
(trend ke depan) permodalan
4.
Kemampuan
modal dalam mengcover aset bermasalah
5.
Kemampuan
bank yang bersangkutan memelihara kebutuhan tambahan modal yang berasal dari
laba
6.
Rencana
permodalan untuk mendukung pertumbuhan usaha, dan
7.
Akses
kepada sumber permodalan dan kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan
permodalan bank yang bersangkutan.
Tingkat kesehatan bank
yang ditinjau dari aspek modal dapat dinilai atau diukur dengan beberapa rasio
sebagai berikut.
1.
Capital Adequacy Ratio (CAR)
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah kecukupan modal yang menunjukkan kemampuan bank dalam
mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi,
mengukur, mengawasi, dan mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat
berpengaruh terhadap besarnya modal bank. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia melalui Surat Edaran No. 14/37/DPNP
bahwa bank yang dinyatakan termasuk sebagai bank yang sehat harus memiliki Capital
Adequacy Ratio (CAR) minimum sebesar 8%. Rasio ini merepresentasikan kemampuan bank
menggunakan modalnya sendiri untuk menutup penurunan aktiva yang disebabkan
oleh adanya kerugian-kerugian yang timbul atas penggunaan aktiva tersebut. Rumus untuk menghitung Capital Adequacy Ratio (CAR) sebagai
berikut.
CAR = Modal X 100% ...................................................................... (1)
ATMR
2.
Debt to Equity Ratio (DER)
Rasio ini menunjukkan
hubungan antara jumlah utang yang diberikan oleh para kreditur dengan jumlah
modal sendiri yang diberikan oleh pemilik perusahaan. Debt to equity ratio digunakan sebagai ukuran yang dipakai dalam
menganalisis laporan keuangan untuk memperlihatkan besarnya jaminan yang
tersedia untuk kreditor. Tingkat risiko perusahaan dapat tercermin dari debt to equity ratio yang menunjukkan
seberapa besar modal sendiri yang dimiliki oleh perusahaan dalam memenuhi
kewajiban-kewajiban perusahaan. Rumus untuk menghitung Debt to Equity Ratio (DER) sebagai berikut.
DER = Total Utang X
100% ........................................................... (2)
Total Ekuitas
3.
Debt to Asset Ratio (DAR)
Rasio ini mengukur
seberapa besar aktiva perusahaan yang dibiayai oleh kreditur. Investor tidak
hanya berharap laba, namun memperhitungkan tingkat pendapatan yang akan
diterima perusahaan. Tingkatan pendapatan perusahaan dapat memengaruhi tinggi
rendahnya permintaan akan saham, hal tersebut juga akan memengaruhi nilai
perusahaan. Rumus untuk menghitung Debt to Asset Ratio (DAR) sebagai berikut.
DAR = Total Utang X
100% .......................................................... (3)
Total Aktiva
4.
Long term Debt to Equity Ratio (LDER)
Rasio ini mengukur
besar kecilnya penggunaan utang jangka panjang dibandingkan dengan modal
sendiri perusahaan. Tujuannya untukk mengukur beberapa bagian dari setiap
rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang dengan cara
membandingkan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri yang disediakan
oleh perusahaan. Rumus untuk menghitung Long term Debt to
Equity Ratio (LDER) sebagai
berikut.
LDER = Utang Jangka Panjang X
100% ..................................... (4)
Total Ekuitas
5.
Long term Debt to Asset Ratio (LDAR)
Rasio ini
membandingkan utang jangka panjang perusahaan dengan total aktiva. Ratio ini
menggambarkan berapa proporsi utang jangka panjang yang digunakan perusahaan
untuk menunjukkan investasi-investasi aktiva atau aset perusahaan. Rumus untuk menghitung Long term Debt to Asset Ratio (LDAR) sebagai berikut.
LDAR = Utang Jangka Panjang X
100% ..................................... (5)
Total Aset
b.
Asset quality (Kualitas aset)
Aset
adalah suatu potensi yang dimiliki oleh individu atau suatu instansi yang
memiliki nilai. Aset sangat identik dengan harta kekayaan yang dimiliki oleh
individu atau organisasi-organisasi yang harus dijaga dan dipelihara dengan
baik. Apabila aset terpelihara dengan baik, maka nilai dari aset tersebut tidak
akan mengalami penurunan dan untuk beberapa aset tertentu bisa ditingkatkan. Kualitas
aset adalah evaluasi aset untuk mengukur risiko kredit yang terkait dengannya. Penilaian
terhadap faktor kualitas aset meliputi penilaian terhadap komponen komponen
sebagai berikut.
1. Kualitas aktiva produktif
2. Konsentresi eksposur risiko kredit
3. Perkembangan risiko kredit bermasalah
4. Kecukupan PPAP (Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produktif)
5. Kecukupan kebijakan dan prosedur
6. Sistem kaji ulang (review) internal
7. Sistem dikomentasi dan kinerja
penanganan aktiva produktif bermasalah
Tingkat kesehatan bank
yang ditinjau dari aspek kualitas aset dapat dinilai atau diukur dengan
beberapa rasio sebagai berikut.
1.
Non Performing Loan (NPL)
NPL (Non Performing Loan)
merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit
bermasalah yang diberikan oleh bank. Standar kriteria yang ditetapkan Bank
Indonesia dalam menjalankan kegiatan operasinya dengan baik jika NPL dibawah
5%. NPL dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah kredit yang bermasalah
dibandingkan dengan total kredit. Rumus NPL sesuai dengan (SE BI Nomor 07/10/DPNP
tanggal 31 Maret 2005) sebagai berikut.
NPL = Total
Kredit Bermasalah X 100% ..................................... (6)
Total Kredit
2.
Kualitas Aktiva Produktif
(KAP)
Kualitas aktiva produkti (KAP) adalah sebagai nilai tingkat
kemungkinan diterimanya kembali dana yang ditanamkan dalam aktiva produktif
berdasarkan kriteria tertentu. Kualitas aktiva produktif dinilai berdasarkan
tingkat ketertagihannya, yaitu lancar, dalam perhatian khusus, kredit kurang
lancar,kredit diragukan, atau kredit macet. Hal ini untuk memudahkan dalam
memahami aktiva produktif dalam pembahasan selanjutnya. Rumus
untuk menghitung Kualitas Aktiva Produktif (KAP) sebagai berikut.
KAP = A.P yang
diklasifikasikan X 100% .................................... (7)
Total Aktiva Produktif
3.
Return On Risked Asset (RORA)
Kinerja keuangan dari segi aset diukur melalui kualitas aktiva
produktifnya. Salah satu rasio yang digunakan adalah Return On Risked Asset (RORA). RORA adalah rasio yang membandingkan
antara laba kotor dengan besarnya risked
assets yang dimiliki. Nilai RORA yang tinggi mengindikasikan bahwa
pendapatan yang diterima besar sehingga laba yang diperoleh juga optimal dan
berpengaruh pada kenaikan harga saham. Rumus untuk menghitung Return On Risked
Asset (RORA) sebagai berikut.
RORA = Operating Income X 100% ...................................... (8)
Total Loans + Invesment
c.
Management (Manajemen)
Untuk menilai kualitas manajemen dapat dilihat dari
kualitas manusianya dalam menjalankan bank. Kemampuan manusia juga dapat
dilihat dari faktor pendidikan dan pengalaman para karyawan didalam mengatasi
masalah terjadi. Menilai performance
bank dalam faktor manajemen, yaitu dilakukan dengan melakukan kuisioner yang
diberikan kepada pihak karywan bank tersebut, tetapi hal tersebut sulit
dilaksanakan karena akan terkait dengan rahasia perusahaan. Penilaian terhadap faktor manajemen
meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1. Kualitas manajemen umum dam
penerapan manajemen risiko
2. Keputusan bank atas ketentuan yang
berlaku dan komitmen kepada bank Indonesia dan atau pihak lain.
Tingkat kesehatan bank
berdasarkan aspek manajemen dapat dinilai atau diukur dengan beberapa rasio
sebagai berikut.
1.
Net Profit Margin (NPM)
Net Profit Margin (NPM)
menunjukkan perbandingan antara laba bersih dengan penjualan. Rasio ini digunakan
untuk menghitung sejauh mana kemampuan bank yang bersangkutan dalam
menghasilkan laba bersih ditinjau dari sudut total penjualan.NPM mengaju kepada
pendapatan operasional bank yang terutama berasal dari kegiatan pemberian
kredit yang dalam prakteknya memiliki berbagai risiko kredit, bunga, kurs,
valas, dan lain-lain.semakin tinggi tingkat rasio net profit margin bank yang bersangkutan menunjukkan hasil yang
semakin baik. Hal ini berdasarkan pada seluruh kegiatan manajemen suatu bank
yang mencakup manajemen umum, manajemen risiko dan kepatuhan bank yang
mempengaruhi perolehan laba. Net Profit Margin dihitung dengan membagi Net
Income atau laba bersih dengan Operating Income atau laba usaha.
Rumus untuk menghitung Net Profit Margin sebagai berkut.
NPM = Laba Bersih X 100% ................................... (9)
Pendapatan Operasional
2.
Net Interest Margin (NIM)
Net interest margin (NIM) mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola
aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Pendapatan
bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga. Semakin
besar rasio ini maka meningkatnya pendapatan bunga atas aktiva produktif yang
dikelola bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin
kecil. Rumus NIM berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tahun
2004 sebagai berikut.
NIM = Pendapatan Bunga
Bersih X 100% ................................. (10)
Aktiva Produktif
d.
Earnings (Rentabilitas)
Earnings
(Rentabilitas) yaitu faktor yang digunakan untuk menilai kemampuan bank dalam
memperoleh laba. Manfaat dari faktor ini juga untuk menilai tingkat efisiensi
kegiatan usaha dan kemampuan memperoleh laba yang dicapai bank. Bank dikatakan
sehat jika bank diukur secara rentabilitas yang terus meningkat sesuai standar
yang di tetapkan. Penilaian terhadap faktor rentabilitas meliputi penilaian
terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1. Pencapaian return on asset (ROA)
2. Pencapaian return on equity (ROE)
3. Pencapaian NIM (Net Interest Margin)
4. Tingkat efisiensi
5. Perkembangan laba operasional
6. Diversifiksi pendapatan
7. Penerapan prinsip akuntansi dan
pengakuan pendapatan dan biaya
8. Prospek laba operasional
Penilaian pendekatan
kuantitatif dan kualitatif faktor profitabilitas bank antara lain dilakukan
melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1. Return
on Assets (ROA)
Return on Assets (ROA) digunakan
untuk mengukur seberapa besar laba bersih yang dapat diperoleh dari seluruh
aktiva yang dimiliki perusahaan. Semakin besar ROA, semakin besar pula
keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi
bermasalah semakin kecil. Rumus untuk menghitung ROA sebagai berikut.
ROA
= Laba Sebelum Pajak X 100% ............................................ (11)
Total Aset
2. Return on Equity
(ROE)
Return
on Equity (ROE) digunakan untuk mengukur kinerja manajemen
bank dalam mengelola modal yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah pajak.
Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank
sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Rumus
untuk menghitung ROA sebagai berikut.
ROE
= Laba Setelah Pajak X 100% ........................................... (12)
Equity
3. Beban
Operasi terhadap Pendapatan Operasi (BOPO)
Beban
Operasi terhadap Pendapatan Operasi (BOPO) digunakan untuk mengukur tingkat
efisiensi kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya Semakin tinggi
rasio ini menunjukkan semakin tidak efisien biaya operasional bank. Bank yang
dikategorikan sehat memiliki rasio BOPO maksimal antara 94%--96%. Keberhasilan
bank didasarkan pada penilaian kuantitatif terhadap rentabilitas bank dapat
diukur dengan menggunakan rasio biaya operasional terhadap pendapatan
operasional. Rumus untuk menghitung BOPO sebagai berikut.
BOPO = Beban Operasional X 100% ................................. (13)
Pendapatan Operasional
4.
Net Interest Margin (NIM)
Net interest margin (NIM) mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola
aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Pendapatan
bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga. Semakin
besar rasio ini maka meningkatnya pendapatan bunga atas aktiva produktif yang
dikelola bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin
kecil. Rumus NIM berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tahun
2004 sebagai berikut.
NIM = Pendapatan Bunga
Bersih X 100% ................................. (14)
Aktiva Produktif
e.
Liquidity (Likuiditas)
Bank bisa dikatakan likuid, jika bank mampu membayar
semua utangnya, khususnya utang jangka pendek. Utang jangka pendek yang
dimaksud yaitu simpanan tabungan, giro, dan deposito. Dikatakan likuid apabila
pada saat ditagih bank sanggup membayar. Bank juga harus bisa memenuhi setiap
permohonan kredit yang memang layak untuk dibiayai. Penilaian terhadap faktor likuiditas
meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1. Rasio aktiva/pasiva yang likuid
2. Potensi maturity mismatch
3. Kondisi loan to deposit ratio (LDR)
4. Proyeksi cash flow (arus kas)
5. Konsentresi pendanaan
6. Kecukupan kebijakan dan pengelolaan
likuiditas (assets and liability
management)
7. Akses kepada sumber pendanaan
8. Stabilitas pendanaan
Penilaian dalam aspek ini meliputi, rasio
kredit terhadap dana yang diterima oleh bank seperti giro, tabungan, deposito
dan lain-lain. Tingkat kesehatan bank
berdasarkan aspek likuid dapat dinilai atau diukur dengan beberapa rasio
sebagai berikut.
1.
Loan to Deposit Ratio
(LDR)
Loan to Deposit Ratio
(LDR) digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank dengan cara membagi jumlah
kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Rasio ini untuk
mengetahui kemampuan bank dalam membayar kembali kewajiban kepada para nasabah
yang telah menanamkan dana dengan kredit-kredit yang telah diberikan kepada
para debiturnya.
LDR
= Total Kredit X 100% ....................................... (15)
Dana
Pihak Ketiga
2.
Loan
to Asset Ratio (LAR)
Loan to Asset
Ratio (LAR) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan bank dalam memenuhi permintaan kredit menggunakan aset total yang
dimiliki oleh bank. Semakin besar LAR, tingkat likuiditas bank semakin rendah,
karena itu perusahaan memerlukan jumlah aset yang semakin besar untuk membiayai
kredit yang diberikan kepada debitur. Kredit yang diberikan pada umumnya
memiliki risiko tidak tertagih atau yang biasa disebut dengan kredit macet,
sehingga perusahaan harus menyiapkan adanya cadangan kerugian penurunan nilai
untuk mengantisipasi risiko kredit macet. Rumus Loan to Asset Ratio (LAR) adalah sebagai berikut.
LAR
= Kredit yang diberikan X 100% ...................................... (16)
Total Aset
3.
Cash
Ratio (CR)
Cash Ratio
(CR) sering disebut sebagai rasio likuiditas yaitu ukuran likuiditas yang
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar utang jangka pendek menggunakan
kas dan setara kas. Cash Ratio (CR)
ini pada dasarnya merupakan metode penyelesaian laporan dengan cepat, yang
digunakan untuk menentukan jumlah dana (kas dan setara kas) yang tersedia guna
membayar kewajiban atau liabilitas jangka pendek. Rumus Cash Ratio (CR) adalah sebagai berikut.
CR
= Aktiva Likuid X 100% ........................................................ (17)
Utang Likuid
f.
Sensitivity to Market Risk (Sensitivitas terhadap risiko
pasar)
Faktor
sensitivitas ini digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat sensitivitas
suatu bank terhadap risiko pasar yang terjadi. Risiko tersebut timbul akibat
dari pergerakan faktor pasar dan juga pergerakan dari variabel harga pasar dari
portofolio yang dimiliki oleh bank. Penilaian sensitivitas terhadap risiko pasar meliputi
sebagai berikut.
1.
kemampuan
modal bank dalam meng-cover potensi kerugian sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga dan nilai
tukar
2.
kecukupan
penerapan manajemen risiko pasar
Penilaian
terhadap faktor sensitivitas meliputi penilaian terhadap komponen-komponen
sebagai berikut.
1.
Interest Expense Ratio (IER)
Rasio ini merupakan ukuran atas biaya dana yang
dikumpulkan oleh bank yang dapat menunjukkan efisiensi bank didalam
mengumpulkan sumber-sumber dananya. Interest Expense Ratio (IER) semakin
besar rasio akan semakin buruk, jika semakin kecil akan semakin baik. Standar
kriteria oleh Bank Indonesia dinila sehat jika rasio beban bunga di bawah 5%.
Rumus untuk menghitung Interest Expense Ratio sebagai berikut.
IER = Interest paid
X 100% ......................................................... (18)
Total Deposit
2.
Interest Rate Risk Ratio (IRRR)
Interest Rate Risk Ratio (IRRR) menunjukkan kemampuan bank dalam mengcover biaya
bunga yang harus dikeluarkan dengan pendapatan bunga yang dihasilkan. Risiko
tingkat bunga adalah risiko yang timbul akibat berubahnya tingkat bunga, yang
pada gilirannya akan menurunkan nilai pasar, surat-surat berharga, pada saat
yang sama bank membutuhkan likuiditas. Rumus yang dapat digunakan untuk
menghitung Interest Rate Risk Ratio
(IRRR) adalah sebagai berikut.
IRR = RSA (Rate
Sencitive Assets) X 100% ............................ (19)
RSL (Rate Sensitive Liabilities)
RGEC
Bank Indonesia
menyempurnakan metode penilaian kesehatan dari CAMELS (capital, asset quality, management, earning, liquidity, sensitivity to
market risk) menjadi RGEC sesuai dengan Surat Edaran BI Nomor 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober
2011 tentang penilaian tingkat kesehatan bank umum tersebut merupakan petunjuk
pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011. Peraturan ini efektif
digunakan oleh seluruh bank umum sejak 1 Januari 2012. Skala penilaian
menggunakan nominal dari 1 sampai 100 yang artinya semakin besar poin tersebut
semakin baik kesehatan bank tersebut. Dalam Peraturan Bank Indonesia
No.13/1/PBI/2011, bank wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan bank dengan
menggunakan pendekatan risiko (Risk-based
Bank Rating), yaitu melalui RGEC (risk
profile, good corporate governance, earnings, dan capital).
a.
Profil risiko (Risk profile)
Risk profile
merupakan penilaian kegiatan bank dari tingkat risiko dilakukan melalui faktor
profil risiko. Penilaian risiko intern merupakan penilaian atas risiko melekat
pada kegiatan bisnis Bank, baik yang dapat dikuantifikasikan maupun yang tidak,
yang berpotensi memengaruhi posisi keuangan Bank. Menggunakan tiga indikator,
yaitu faktor risiko kredit, risiko pasar, dan risiko likuiditas.
1.
Risiko Kredit
Risiko
kredit dengan menggunakan rasio Non Performing Loan (NPL). Non Performing
Loan (NPL) merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan manajemen bank
dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Standar kriteria
yang ditetapkan Bank Indonesia dalam menjalankan kegiatan operasinya dengan
baik jika NPL dibawah 5%. NPL dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah
kredit yang bermasalah dibandingkan dengan total kredit. Rumus NPL sesuai
dengan (SE BI Nomor 07/10/DPNP tanggal 31 Maret 2005) sebagai berikut.
NPL = Total Kredit Bermasalah X 100% ................................... (20)
Total Kredit
2. Risiko
Pasar
Risiko pasar menggunakan rasio Interest Rate Risk dan Interest Expense Ratio. Interest
Rate Risk Ratio
(IRRR) menunjukkan kemampuan bank dalam mengcover biaya bunga yang harus
dikeluarkan dengan pendapatan bunga yang dihasilkan. Risiko tingkat bunga
adalah risiko yang timbul akibat berubahnya tingkat bunga, yang pada gilirannya
akan menurunkan nilai pasar, surat-surat berharga, pada saat yang sama bank
membutuhkan likuiditas. Rumus yang dapat digunakan untuk menghitung Interest Rate Risk Ratio (IRRR) adalah
sebagai berikut.
IRR = RSA
(Rate Sencitive Assets) X
100% ............................ (21)
RSL (Rate Sensitive Liabilities)
Sedangkan Interest Expense Ratio merupakan
ukuran atas biaya dana yang dikumpulkan oleh bank yang dapat menunjukkan
efisiensi bank didalam mengumpulkan sumber-sumber dananya. Interest Expense
Ratio (IER) semakin besar rasio akan semakin buruk, jika semakin kecil akan
semakin baik. Standar kriteria oleh Bank Indonesia dinila sehat jika rasio
beban bunga di bawah 5%. Rumus untuk menghitung Interest Expense Ratio sebagai berikut.
IER = Interest paid
X 100% ......................................................... (22)
Total Deposit
3. Risiko Likuiditas
Risiko likuiditas
menggunakan rasio Loan to Deposito Ratio (LDR), Loan to Asset Ratio (LAR)
dan Cash Ratio (CR). Loan to Deposit Ratio
(LDR) digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank dengan cara membagi jumlah
kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Rasio ini untuk
mengetahui kemampuan bank dalam membayar kembali kewajiban kepada para nasabah
yang telah menanamkan dana dengan kredit-kredit yang telah diberikan kepada
para debiturnya.
LDR
= Total Kredit X 100% ....................................... (23)
Dana
Pihak Ketiga
Loan
to Asset Ratio (LAR) adalah rasio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan bank dalam memenuhi permintaan kredit menggunakan aset total
yang dimiliki oleh bank. Semakin besar LAR, tingkat likuiditas bank semakin
rendah, karena itu perusahaan memerlukan jumlah aset yang semakin besar untuk
membiayai kredit yang diberikan kepada debitur. Kredit yang diberikan pada
umumnya memiliki risiko tidak tertagih atau yang biasa disebut dengan kredit
macet, sehingga perusahaan harus menyiapkan adanya cadangan kerugian penurunan
nilai untuk mengantisipasi risiko kredit macet. Rumus Loan to Asset Ratio (LAR) adalah sebagai berikut.
LAR
= Kredit yang diberikan X 100% ...................................... (24)
Total Aset
Cash
Ratio (CR) sering disebut sebagai rasio likuiditas yaitu
ukuran likuiditas yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar utang
jangka pendek menggunakan kas dan setara kas. Cash Ratio (CR) ini pada dasarnya merupakan metode penyelesaian
laporan dengan cepat, yang digunakan untuk menentukan jumlah dana (kas dan
setara kas) yang tersedia guna membayar kewajiban atau liabilitas jangka
pendek. Rumus Cash Ratio (CR) adalah
sebagai berikut.
CR
= Aktiva Likuid X 100% ........................................................ (25)
Utang Likuid
b.
Good
Corporate Governance (GCG)
Good Corporate
Governance (GCG) adalah prinsip baik yang mendasari proses dan
pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturan, undang-undang, dan etika usaha. Penilaian
tehadap Good Corporate Governance
(GCG) dilihat dari penilaian terhadap manajemen bank atas pelaksanaan
prinsip-prinsip GCG. GCG mencerminkan bagian Manajemen dari CAMELS yang telah
disempurnakan. Bank memperhitungkan dampak GCG perusahaan pada kinerja GCG bank
dengan mempertimbangkan signifikan dan materialitas perusahaan anak dan atau
signifikasi kelemahan GCG perusahaan anak.
Good Corporate Governance (GCG) dibutuhkan dalam rangka meminimalisir
kesalahan antar hubungan yang terjalin dari pihak-pihak yang memiliki
kepentingan terhadap perusahaan dalam upaya mencapai tujuan perusahaan. Tujuan
dan manfaat penerapan prinsip-prinsi Good
Corporate Governance (GCG) secara garis besar untuk menjaga going concern perusahaan, meningkatkan
efektivitas dan efisiensi kinerja perusahaan, serta memaksimalkan sumber daya
yang dimiliki. Prinsip-prinsip utama dari Good
Corporate Governance (GCG) yang menjadi indikator, yang telah di rancang
oleh The Indonesian Institute of
Corporate Governance dan Organization
for Economic Cooperation and Development syaitu sebagai berikut.
1.
Transparency
(Transparansi)
Prinsip pengungkapan yang akurat dan tepat pada
waktunya serta transparansi atas hal penting bagi kineja perusahaan,
kepemilikan, serta pemegang kepentingan. Perusahaan harus menyediakan informasi
yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami pemangku
kepentingan.
2.
Accountability
(Akuntabilitas)
Akuntabilitas menekankan pada pentingnya penciptaan
sistem pengawasan yang efektif berdasarkan pembagian kekuasaan antara
komisaris, direksi, dan pemegang saham yang meliputi monitoring, evaluasi serta
pengendalian terhadap manajemen.
3.
Responsibility
(Responsibilitas)
Prinsip ini diwujudkan dengan kesadaran bahwa
tanggungjawab merupakan konsekuensi logis dari adanya wewenang, menyadari akan
adanya tanggungjawab sosial, menghindari penyalahgunaan wewenang kekuasaan,
menjadi profesional, dan menjunjung etika serta memelihara bisnis yang sehat.
4.
Independency
(Independen)
Adanya masing-masing organ perusahaan yang tidak
saling mendominasi dan tidak dapat dintervensi oleh pihak lain merupakan salah
satu bentuk independensi dalam suatu perusahaan.
5.
Fairness
(keadilan)
Prinsip perlakuan yang adil bagi seluruh pemegang
saham, terutama kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing dari
kecurangan dan kesalahan perilaku insider.
c.
Rentabilitas (Earnings)
Earnings
(Rentabilitas) yaitu faktor yang digunakan untuk menilai kemampuan bank dalam
memperoleh laba. Manfaat dari faktor ini juga untuk menilai tingkat efisiensi
kegiatan usaha dan kemampuan memperoleh laba yang dicapai bank. Bank dikatakan
sehat jika bank diukur secara rentabilitas yang terus meningkat sesuai standar
yang di tetapkan. Penilaian terhadap faktor rentabilitas meliputi penilaian
terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1.
Pencapaian
return on asset (ROA)
2.
Pencapaian
return on equity (ROE)
3.
Pencapaian
NIM (Net Interest Margin)
4.
Tingkat
efisiensi
5.
Perkembangan
laba operasional
6.
Diversifiksi
pendapatan
7.
Penerapan
prinsip akuntansi dan pengakuan pendapatan dan biaya
8.
Prospek
laba operasional
Penilaian pendekatan
kuantitatif dan kualitatif faktor profitabilitas bank antara lain dilakukan
melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1.
Return on Assets (ROA)
Return on Assets (ROA) digunakan
untuk mengukur seberapa besar laba bersih yang dapat diperoleh dari seluruh
aktiva yang dimiliki perusahaan. Semakin besar ROA, semakin besar pula
keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi
bermasalah semakin kecil. Rumus untuk menghitung ROA sebagai berikut.
ROA
= Laba Sebelum Pajak X 100% ............................................ (26)
Total Aset
2. Return on Equity
(ROE)
Return on Equity
(ROE) digunakan untuk mengukur kinerja manajemen bank dalam mengelola modal
yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah pajak. Semakin besar ROE, semakin
besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank
dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Rumus untuk menghitung ROA sebagai
berikut.
ROE
= Laba Setelah Pajak X 100% ........................................... (27)
Equity
3. Beban
Operasi terhadap Pendapatan Operasi (BOPO)
Beban
Operasi terhadap Pendapatan Operasi (BOPO) digunakan untuk mengukur tingkat
efisiensi kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya Semakin tinggi
rasio ini menunjukkan semakin tidak efisien biaya operasional bank. Bank yang
dikategorikan sehat memiliki rasio BOPO maksimal antara 94%--96%. Keberhasilan
bank didasarkan pada penilaian kuantitatif terhadap rentabilitas bank dapat
diukur dengan menggunakan rasio biaya operasional terhadap pendapatan
operasional. Rumus untuk menghitung BOPO sebagai berikut.
BOPO = Beban Operasional X 100% ................................. (28)
Pendapatan Operasional
4.
Net Interest Margin (NIM)
Net interest margin (NIM) mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola
aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Pendapatan
bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga. Semakin
besar rasio ini maka meningkatnya pendapatan bunga atas aktiva produktif yang
dikelola bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin
kecil. Rumus NIM berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tahun
2004 sebagai berikut.
NIM = Pendapatan Bunga
Bersih X 100% ................................. (29)
Aktiva Produktif
d.
Permodalan (Capital)
Modal merupakan faktor penting dalam upaya
mengembangkan usaha. Suatu perusahaan perbankan dikatakan sehat apabila
memiliki permodalan yang kuat. Dengan modal tersebut bank mampu menjelaskan
operasionalnya dan menjamin aset-aset yang bermasalah. Penilaian terhadap aspek
modal dititikberatkan pada kecukupan dan komposisi modal, proyeksi modal,
kemampuan modal menutup aset bermasalah, serta rencana modal untuk ekspansi
usaha. Penilaian terhadap faktor permodalan
meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1.
Kecukupan
modal
2.
Komposisi
modal
3.
Proyeksi
(trend ke depan) permodalan
4.
Kemampuan
modal dalam mengcover aset bermasalah
5.
Kemampuan
bank yang bersangkutan memelihara kebutuhan tambahan modal yang berasal dari
laba
6.
Rencana
permodalan untuk mendukung pertumbuhan usaha, dan
7.
Akses
kepada sumber permodalan dan kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan
permodalan bank yang bersangkutan.
Tingkat kesehatan bank
yang ditinjau dari aspek modal dapat dinilai atau diukur dengan beberapa rasio
sebagai berikut.
1. Capital Adequacy Ratio (CAR)
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah kecukupan modal yang menunjukkan kemampuan bank dalam
mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi,
mengukur, mengawasi, dan mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat
berpengaruh terhadap besarnya modal bank. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia melalui Surat Edaran No. 14/37/DPNP
bahwa bank yang dinyatakan termasuk sebagai bank yang sehat harus memiliki Capital
Adequacy Ratio (CAR) minimum sebesar 8%. Rasio ini merepresentasikan kemampuan bank
menggunakan modalnya sendiri untuk menutup penurunan aktiva yang disebabkan
oleh adanya kerugian-kerugian yang timbul atas penggunaan aktiva tersebut. Rumus untuk menghitung Capital Adequacy Ratio (CAR) sebagai
berikut.
CAR = Modal X 100% .................................................................... (30)
ATMR
2.
Debt to Equity Ratio (DER)
Rasio ini menunjukkan
hubungan antara jumlah utang yang diberikan oleh para kreditur dengan jumlah
modal sendiri yang diberikan oleh pemilik perusahaan. Debt to equity ratio digunakan sebagai ukuran yang dipakai dalam menganalisis
laporan keuangan untuk memperlihatkan besarnya jaminan yang tersedia untuk
kreditor. Tingkat risiko perusahaan dapat tercermin dari debt to equity ratio yang menunjukkan seberapa besar modal sendiri
yang dimiliki oleh perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban perusahaan. Rumus untuk menghitung Debt to Equity Ratio (DER) sebagai berikut.
DER = Total Utang X
100% ......................................................... (31)
Total Ekuitas
3.
Debt to Asset Ratio (DAR)
Rasio ini mengukur
seberapa besar aktiva perusahaan yang dibiayai oleh kreditur. Investor tidak
hanya berharap laba, namun memperhitungkan tingkat pendapatan yang akan
diterima perusahaan. Tingkatan pendapatan perusahaan dapat memengaruhi tinggi
rendahnya permintaan akan saham, hal tersebut juga akan memengaruhi nilai
perusahaan. Rumus untuk menghitung Debt to Asset Ratio (DAR) sebagai berikut.
DAR = Total Utang X
100% ......................................................... (32)
Total Aktiva
4.
Long term Debt to Equity Ratio (LDER)
Rasio ini mengukur
besar kecilnya penggunaan utang jangka panjang dibandingkan dengan modal
sendiri perusahaan. Tujuannya untuk mengukur beberapa bagian dari setiap rupiah
modal sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang dengan cara
membandingkan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri yang disediakan
oleh perusahaan. Rumus untuk menghitung Long term Debt to
Equity Ratio (LDER) sebagai
berikut.
LDER = Utang Jangka Panjang X
100% ................................... (33)
Total Ekuitas
5.
Long term Debt to Asset Ratio (LDAR)
Rasio ini
membandingkan utang jangka panjang perusahaan dengan total aktiva. Ratio ini
menggambarkan berapa proporsi utang jangka panjang yang digunakan perusahaan
untuk menunjukkan investasi-investasi aktiva atau aset perusahaan. Rumus untuk menghitung Long term Debt to Asset Ratio (LDAR) sebagai berikut.
LDAR = Utang Jangka Panjang X
100% ................................... (34)
Total Aset
STUDI KASUS
Perbedaan
CAMELS dan RGEC
Penyempurnaan
penilaian kesehatan bank dilatarbelakangi oleh Perubahan kompleksitas usaha dan
profil risiko, penerapan pengawasan secara konsolidasi, serta perubahan
pendekatan penilaian kondisi bank yang diterapkan secara internasional
memengaruhi pendekatan penilaian tingkat kesehatan bank. Secara substantif
memang ada beberapa perubahan faktor-faktor penilaian, namun dari sisi prinsip
dan proses perhitungan tingkat kesehatan, PBI Nomor 13/1/PBI/2011 tersebut tidak
jauh berbeda dengan PBI Nomor
6/10/PBI/2004. Jika dibandingkan dengan sistem penilaian kesehatan sebelumnya
yaitu dengan metoda CAMELS (capital,
asset quality, management, earning, liquidity, sensitivity to market risk)
sistem yang berakhir pada tahun 2011 ini memang lebih komprehensif, atau bisa
diartikan lebih banyak komponen atau rasio-rasio yang dinilainya. Perubahan
aktivitas perbankan beberapa tahun terakhir yang membuat para pemilik perbankan
harus menerapkan manajemen risiko dan good
corporate governance dalam setiap aktivitasnya supaya suatu saat bila
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dapat dideteksi sejak dini sehingga tidak
menimbulkan dampak yang lebih besar. Oleh karena itu, Bank Indonesia
menyempurnakan metode penilaian kesehatan dari CAMELS (capital, asset quality, management, earning, liquidity, sensitivity to
market risk) menjadi RGEC (Risk
Profile, Good Corporate Government, Earning, dan Capital).
Dalam penilaian CAMELS
keterkaitan antara faktor-faktor didalamnya belum terhubung sehingga belum
memberikan gambaran yang utuh tentang bagaimana bank dikelola. Selain itu,
penilaian kesehatan menggunakan metode CAMELS hanya terfokus pada pencapaian
laba dan pertumbuhan. Sedangkan parameter penilaian dengan metode RGEC mencakup
sisi upside dan downside yaitu sisi update bisnis pencapaian laba dan
pertumbuhan serta sisi downside penilaian terhadap risiko yang akan muncul baik
sekarang maupun jangka panjang. Penilaian dengan metode RGEC ditentukan dari self assessment setiap bank, sehingga
metode RGEC ini menjadi solusi penilaian kesehatan bank yang lebih
komprehensif.
a.
Capital
CAMELS
vs Capital RGEC
Untuk
perhitungan CAR baik untuk CAMELS maupun RGEC menggunakan rumus yang sama.
Tetapi yang membedakan adalah terletak pada perhitungan ATMR (aktiva tertimbang
menurut risiko pada CAMELS, yang masih menggunakan regulasi Basel I, hanya
memperhitungkan ATMR dengan menggunakan risiko kredit dan risiko pasar saja.
Sedangkan untuk perhitungan ATMR pada RGEC, dimana regulasi Basel II sudah
digunakan, selain menggunakan risiko kredit dan risiko pasar, maka ditambah
dengan menggunakan risiko operasional.
b. Asset Quality + Liquidity +
Sensitifity to Market Risk = Risk Profile
Menurut
Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/24/PBI/2011, risk profile yang wajib dinilai terdiri dari risiko kredit, risiko
pasar, risiko operasional, risiko likuiditas, risiko hukum, risiko stratejik,
risko kepatuhan, dan risiko reputasi. Dalam penilaian CAMELS, jika hasil
peringkat suatu bank pada parameter atau indikator pada asset quality, liquidity,
dan sensitifity to market risk buruk,
maka dapat diprediksi bahwa bank tersebut akan mengalami kebangkrutan. Tetapi
dalam penilaian RGEC, jika hasil peringkat suatu bank pada parameter atau
indikator pada risk profile buruk, maka bank tersebut belum dapat diprediksi
akan mengalami kebangkrutan selama parameter penanganan risiko bank itu sangat
baik sehingga dapat mencegah atau meminimalisasi akan terjadinya kebangkrutan.
1.
Kredit Asset Quality vs Kredit Risk
Profile
Seperti halnya perbedaan capital seperti penjelasan
diatas, maka penilaian kredit pada asset
quality dan risk profile pun
mengalami perbedaan yang terkait dengan adanya perubahan regulasi juga yaitu
adanya revisi PSAK No.50 dan No.55 pada tahun 2006 tentang Instrumen Keuangan.
Adanya revisi tersebut mengakibatkan adanya perubahan padanan PPAP menjadi
CKPN. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa sebenarnya PPAP sejenis dengan
CKPN karena sama-sama merupakan pencadangan pada kredit. Yang membedakan adalah
perlakuannya, dimana pencadangan kredit pada PPAP didasarkan pada ketentuan
kolektibilitasnya sedangkan untuk pecadangan kredit pada CKPN didasarkan pada
data kerugian kredit yang telah terjadi.
2.
Liquidity
CAMELS
vs Liquidity Risk Profile
Parameter atau indikator yang digunakan untuk
memperhitungkan antara liquidity
CAMELS dengan liquidity risk profile
sebagian besar memiliki persamaan. Yang membedakan adalah bahwa pada parameter liquidity CAMELS terdapat perhitungan rasio
LDR (Loan Deposits Ratio) sedangkan
pada parameter liquidity risk profile
tidak terdapat adanya perhitungan rasio tersebut.
3.
Market
Risk
CAMELS vs Market Risk Profile
Perbedaan yang signifikan antara market risk CAMELS dengan market risk profile adalah adanya parameter
atau indikator strategi dan kebijakan bisnis setiap masing-masing bank pada
penilaian pada market risk profile.
Sedangkan untuk market risk CAMELS
lebih terfokus pada penerapan sistem manajemen risiko pasar.
c.
Management
CAMELS vs Good Corporate Governance
RGEC
Pada management
CAMELS, selain menggunakan parameter atau indikator good corporate governance pada manajemen umum, digunakan pula
penerapan sistem manajemen risikonya serta kepatuhan bank terhadap
peraturan-peraturan yang berlaku, dimana pada komponen RGEC, kepatuhan tersebut
terdapat dalam penjelasan mengenai risiko kepatuhan pada risk profile.
d.
Earnings
CAMELS vs Earnings RGEC
Pada earnings
CAMELS, terdapat parameter atau indikator perhitungan BOPO (beban operasional
dibagi dengan pendapatan operasional), sedangkan earnings RGEC tidak ada perhitungan BOPO. Sebagai gantinya, pada earnings RGEC terdapat parameter atau
indikator beban operasional dibagi dengan total aset dan pendapatan operasional
yang juga dibagi dengan total aset.
Metode RGEC
dibanding dengan metode CAMELS maka lebih baik metode RGEC karena dilihat dari
penggunan komponen-komponen nya jika RGEC sudah menggunakan aspek terbaru
seperti pada aspek untuk perhitungan ATMR pada capital metode RGEC sudah
menggunakan Basel II, selain menggunakan risiko kredit dan risiko pasar, maka
ditambah dengan menggunakan risiko operasional. Sedangkan pada metode CAMELS
masih menggunakan Basel I.
REFERENSI
Peraturan Bank Indonesia No.6/10/PBI/2004 tentang Sistem Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum
Peraturam Bank Indonesia No.9/1/PBI/2007 tentang Sistem Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah
Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP.
Surat Edaran BI Nomor 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober
2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum
Petunjuk Pelaksanaan
Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar