APA PERHUTANAN SOSIAL
ITU?
Perhutanan Sosial adalah (Pasal 1):
1.
Sistem
pengelolaan dan pemanfaaan Hutan Lestari dalam kawasan Hutan Negara yang dikelola oleh Perum
Perhutani yang dilaksanakan oleh
masyarakat sebagai pelaku utama.
Bertujuan untuk: (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat; (2) menjaga
keseimbangan lingkungan; dan (3) dinamika sosial budaya.
2.
Pemanfaatan
hutan dan kawasan hutan berupa: (1) hasil kayu; dan (2) non kayu untuk
kesejahteraan masyarakat dan kelestarian hutan.
3.
Usaha pemanfaatan hutan melalui Ijin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial
(IPHPS) (Pasal8) terdiri dari pemanfaatan: (1) kawasan hutan; (2) hasil
kayu; (3) bukan kayu; (4) pemanfaatan air; (5) energi air; (6) jasa wisata
alam; (7) sarana wisata alam; (8) penyerapan karbon; dan (9) penyimpanan
karbon.
4.
Pelaksana
(subyek utama) adalah masyarakat di sekitar kawasan hutan yang dibuktikan
dengan: (1) KTP dan NIK; dan (2) riwayat penggarapan atau surat keterangan dari
kelompok tani atau koperasi.
MENGAPA ADA
PERHUTANAN SOSIAL?
Perhuhanan sosial merupakan penegasan dari:
1.
Amanat
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33.
2.
Pelaku utama dan subyek pengelolaan hutan adalah
masyrakat desa hutan.
3.
Akses
kelola yang legal bagi masyarakat desa hutan (hutan seluas 12,7 juta
hektar).
4.
Pengalihan
kelola dari korporasi dan badan
usaha (Perum) yang menguasai 30% hutan Indonesia pada masyarakat yang hanya
menguasai kurang dari 1 juta hektar saja.
5.
Penghapusan stigma
ilegal penggarapan atau pemanfaatan hutan oleh kurang lebih 10,2 penggarap
di 25.863 desa hutan.
6.
Penekanan pengelolaan hutan pada (1) penyelesaian konflik; (2) mengurangi kemiskian; dan (3) reduksi ketimpangan.
Latar Belakang
Normatif:
1.
Mengurangi ketimpangan penguasaan hutan sebagai
salah satu pilar kebijakan pemerataan ekonomi.
2.
Penetapan hubungan-hubungan hukum dan
perbuatan-perbuatan hukuk mengenai hutan.
3.
Pengelolaan hutan berbasis masyarakat secara
sistematis dan intensif.
4.
Penyempurnaan dari Kepmen 89/2016 tentang
Perhutanan Sosial.
Latar Belakang Hukum:
1.
Undang-Undang Nomer 14/1999 dan 86/2004 tentang
Kehutanan.
2.
Undang-Undang Nomer 32/2009 tentag Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
3.
Undang-Undang Nomer 23/2014 dan 9/2015 tentang
Pemerintahan Daerah.
4.
Peraturan Pemerintah Nomer 72/2010 tentang
Perusahaan Umum Kehutanan Negara.
5.
Peraturan Presiden Nomer 16/2015 tentang
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
6.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutnan
Nomer 18/2015 tentang Organisasi & Tata Kelola Kementerian Lingkungan hidup
dan Kehutanan.
7.
Peraturan Menteri LHK Nomer 83/2016 tentang
Perhutanan Sosial.
Maksud dan Tujuan
Permen PS (Pasal 2):
1.
Pedoman pelaksanaan PS di wilayah kerja Perum
Perhutani.
2.
Pedoman Ijin Pemanfaatan Hutan PS (IPHPS).
Catatan:
1.
Perhutanan Sosial (PS) tercantum dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015—2019.
2.
Pelaksana PS adalah Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan. Gubernur dan Bupati serta
Perhutani sebagai Pemangku Wilayah hanya mendapatkan tembusan (pemberitahuan).
3.
Pengajuan PS dilakukan oleh Kelompok Tani atau
Koperasi atau BUMDes dengan pendampingan (LSM atau Perguruan Tinggi atau
Lembaga Penelitian atau Pemerintah Daerah) dengan menyertakan Daftar Anggota
(KTP dan KK) serta Peta Wilayah dan Peta Indikatif.
SIAPA SAJA YANG
TERLIBAT DI PERHUTANAN SOSIAL?
1.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai
Pemberi Ijin.
2.
Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan
Kemitraan Lingkungan sebagai Penerbit IPHPS atas nama Menteri LHK.
3.
Masyarakat sebagai pengusul IPHPS melalui (1) Kelompok
Tani; (2)Koperasi; dan (3) BUMDes dengan menyertakan KTP dan KK atau riwayat
penggarapan.
4.
Pendamping adalah (1) Kelomok Kerja Percepatan
PS (Pokja PPS); (2) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM); (3) Penyuluh; (4) Perguruan
Tinggi; (5) Lembaga Penelitian; dan (6) Pemda setempat.
5.
Tembusan adalah pihak-pihak yang mengetahui
seperti (1) Dirjen PS dan Kemitraan; (2) Dirjen Palanologi; (3) Kepala Dinas
Kehutanan Provinsi; (4) Direktur Utama Perum Perhutani.
6.
Pemegang IPHPS adalah Kelompok Usaha PS (KUPS).
7.
Verifikator IPHPS adalah Kelompok Kerja
Percepatan PS (Pokja PPS).
DIMANA PERHUTANAN
SOSIAL DILAKUKAN?
PS dilaksanakan di Hutan Produksi dan Hutan Lindung di
wilayah kerja Perum Perhutani (Pasal 3—8) dengan ketentuan:
1.
Lahan yang terbuka atau tegakan hutan kurang
dari 10% selama 5 tahun.
2.
Lahan terbuka atau tegakan hutan lebih dari 10%
dalam kondisi sosial tertentu.
3.
Wilayah IPHPS ditetapkan oleh Dirjen Planologi
KLHK.
4.
Ditetapkan melalui Peta Indikatif areal PS (PIAPS).
5.
Kegiatan
IPHPS adalah pemanfaatan: (1) kawasan; (2) hasil kayu; (3) non kayu; (4)
air; (5) energi air; (6) jasa wisata alam; (7) sarana wisata alam; (8)
penyerapan karbon; (9) penyimpanan karbon.
6.
IPHPS
dalam Hutan Produksi: (1) tanaman pokok hutan seluas 50%; (2) tanaman multi
guna (MPTS) seluas 30% yang terdiri dari (i) agroforestry dengan sistem jalur; (ii) silvoforestry dengan sistem tambak dan tumpang sari tananam semusin
atau pakan ternak; dan (3) tanaman semusim seluas 20% atau pakan ternak (silvoforestry).
7.
IPHPS
dalam Hutan Lindung: (1) tanaman kayu non
fast growing untuk perlindungan tanah dan air seluas 20%; (2) tanaman
multiguna (MPTS) seluas 80%; dan (3) tanaman di bawh tegakan selain umbi-umbian
dan tanaman penyebab kerusakan lahan.
8.
Hasil dan
Bagi Hasil: hasil PS dapat dijual ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun
Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) dengan bagi hasil:
No.
|
Tanaman
|
KUPS
|
Perum Perhutani
|
1.
|
Tanaman pokok
|
70%
|
30%
|
2.
|
MPTS
|
80%
|
20%
|
3.
|
Semusin dan Pakan ternak
|
90%
|
10%
|
4.
|
Tambak (Silvoforestry)
|
70%
|
30%
|
5.
|
Jasa Lingkungan
|
90%
|
10%
|
BAGAIMANA PERHUTANAN
SOSIAL DIJALANKAN?
Tata Cara Pengajuan
IPHPS (Pasal 9—13)
1.
Pengajuan IPHPS kepada Menteri LHK.
2.
Tembusan pada: (1) Dirjen PS & Kemitraan;
(2) Dirjen Planologi Kehutanan; (3) Kepala Dinas Kehutanan Provinsi; (4)
Direktur Utama Perum Perhutani.
3.
Pendampingan oleh: (1) Pokja PPS; atau (2) LSM
Setempat; atau (3) Penyuluh; atau (4) Perguruan Tinggi; atau (5) Lembaga
Penellitian; atau (6) Pemda Setempat.
4.
Mekanisme Pengajuan:
(1) Diajukan oleh (i) Ketua kelompok masyarakat;
atau (ii) Ketua kelompok tani hutan; atau (iii) ketua koperasi; atau (iv) Ketua
BUMDes.
(2) Lampiran-lampiran: (i) Daftar nama pemohon
disertai fotokopi KTP/NIK dan KK; (ii) gambaran umur wilayah yang terdiri dari
keadaan fisik wilayah, kondisi sosial ekonomi, dan potensi kawasan; (iii) peta
kawasan.
(3) Syarat-syarat khusus: (i) luas garapan petani
penggarap kurang dari 0,5 hektar; (ii) berperspektif gender; (iii) diutamakan
untuk korban bencana alam.
(4) verifikasi oleh Pokja PPS atau pendamping
setempat yang pelaksanaannya diatur oleh Peraturan Dirjen PS&K.
(5) IPHPS terbit setelah lolos verifikasi.
(6) Isi IPHPS terdiri dari: (i) Nama sesuai KTP dan
KK; (ii) lokasi dan luas PS; (iii) jenis usaha; (iv) hak dan kewajiban; (v)
jangka waktu; dan (vi) monitoring dan evaluasi.
Hak dan Kewajiban Pemegang IPHPS (Pasal 14)
1.
Pemegang IPHPS adalah Kelompok Usaha Perhutanan
Sosial (KUPS).
2.
Hak KUPS sebagai pemegang IPHPS adalah sebagai
berikut.
1)
Melakukan kegiatan di areal PS.
2)
Mendapat perlindungan dari perusakan,
pencemaran, dan pengambilalihan.
3)
Mengelola dan memanfaatkan kawasan hutan sesuai
fungsinya.
4)
Pendampingan untuk permohonan pemanfataan,
penyuluhan teknologi, akses pembiayaan, dan pemasaran.
5)
Mendapat hasil usaha pemanfaatan.
3.
Kewajiban KUPS sebagai Pemegang IPHPS adalah
sebagai berikut.
1)
Menjaga areal PS dari perusakan dan pencemaran
lingkungan.
2)
Memberi batas areal PS.
3)
Menyusun rencana pemanfaatan PS baik untuk
jangka pendek (1 tahun) maupun jangka panjang (10 tahun).
4)
Penanaman dan pemeliharaan areal PS.
5)
Pelaksanaan tata usaha hasil hutan.
6)
Mempertahankan fungsi hutan.
7)
Melaksanakan fungsi perlindungan.
Luas dan Jangka Waktu
1.
Seberapa Luas PS?
1)
Garapan efektif perorangan anggota KUPS maksimal
seluas 2 hektar perKK.
2)
Areal khusus (lebih dari 40% dari luasan )
seperti (1) sempadan sungai; (2) sempadan pantai; (3) mata air; (4) kebun
bibit; (5) bukit batu; (6) jalan patroli atau setapak dikelola oleh KUPS bukan
perorangan.
3)
Pemanfaatan oleh KUPS berupa: (1) air; (2)
energi air; (3) jasa wisata alam; (4) sarana wisata alam; (5) penyerapan
kabron; (6) penyimpanan karbon.
4)
Lahan garapan tidak boleh dipindah tangankan
tetapi dapat diwariskan atas persetujuan Kelompok. Bila pindah tangan akan
dikembalikan ke kelompok.
5)
Jangka waktu PS selama 35 tahun dengan evaluasi
setiap 5 tahun.
6)
IPHPS bukan kepemilikan kawasan hutan sehingga
dilarang untuk dipindahtangankan atau dibuah statusnya atau digunakan untuk
kepentingan lain.
7)
IPHPS tidak berlaku lagi bila: (1) jangka waktu
berakhir; (2) ijin dicabut karena sangsi; dan (3) ijin dikembalikan tetapi
tetap harus dievaulasi dan tidak bebas kewajiban.
Pendampingan (Pasal
19—20)
1.
Pendamping harus berbadan hukum dan ditunjuk
oleh pemohon IPHPS. Bila pemohon tidak
menunjuk pendamping akan diajukan oleh Pokja PPS.
2.
Pendamping memfasilitasi:
1)
Penyusunan berkas permohonan.
2)
Penyusunan rencana pemanfaatan hutan baik jangka
pendek maupun jangka panjang.
3)
Penguatan kelembagaan dan pengelolaan kawasan.
4)
Perlindungan areal kerja.
3.
Pendamping berhak mendapatkan demplot percontohan
sesuai kesepakatan.
Pembiayaan (Pasal 21)
Pembiayaan PS berasal dari:
1.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
2.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
3.
Pinjaman pembiayaan pengembangan hutan.
4.
Dana Desa dan Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
5.
Sumber lain yang tidak mengikat.
Monitoring dan
Evaluasi (Pasal 22)
Monitoring dan Evaluasi dilakukan secarra berkala:
1.
Monitoring dilakukan setiap 6 bulan
(semesteran).
2.
Evaluasi dilakukan per tahun (tahunan).
3.
Monitoring dan Evaluasi dilakukan oleh (1)
Dirjen PS dan Kemitraan + (2) Pokja PPS + (3) Perum Perhutani + (4) tim kerja
yang ditetapkan.
Pembinaan dan
Fasilitasi (Pasal 23)
1.
Kewenangan ada pada (1) Dirjen PS & K + (2) Kepala
Badan + (3) Kepala Dinas Kehutanan Provinsi.
2.
Bentuk-bentuk pembinaan dan fasilitasi: (1) Penandaan
batas areal kerja; (2) Pemetaan dengan drone;
(3) Pendampingan dan penyuluhan; (4) Dukungan bibit; (5) Bimbingan teknis; (6)
Sarana Produksi; (7) Sekolah lapan; (8) Promosi dan pemasaran produk; dan (9) Penelitian
dan pengembangan.
3.
Pelaksana: (1) Kementerian dan lembaga; (2) lembaga
keuangan; (3) BUMN dan BUMS dengan pelaksanaan berperspektif pemberdayaan.
Sanksi (Pasal 24)
1.
IPHPS dicabut bila: (1) pemindahtanganan IPHPS dan
(2) manipulasi dan pemalsuan data.
2.
Peringatan bila: (1) tidak memenuhi kewajiban dari
hasil evaluasi dan (2) 3 kali peringatan tidak diindahkan, IPHPS dicabut.
Ketentuan Peralihan (Pasal
25)
1.
PHBM sebelum Permen ini harus menyesuaikan.
2.
PHBM di luar areal Permen ini tetap berlaku.
3.
Hutan Desa dan Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Lindung
disesuaikan dengan Permn 83/2016.
KAPAN PERHUTANAN
SOSIAL DILAKSANAKAN?
Ketentuan Penutup (Pasal
26): 09 Juni 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar