MARCELLINO FELIX WIJAYA & DANIEL SUSAMA STEPHANUS
MAKALAH TUGAS AKHIR
PROGRAM
STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS
MA CHUNG – KABUPATEN MALANG
2022
ABSTRAK
Tujuan dibuatnya makalah ini
adalah untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang manajemen pajak yang
paling sesuai dan efisien bagi para pelaku UMKM yang berdasar pada SAK EMKM dan
PP Pajak untuk UMKM, sehingga para pelaku UMKM juga akan merasa adil ketika
tarif pajak yang digunakan itu sudah sesuai dengan jumlah omzet yang dimiliki
oleh UMKM. Oleh karena itu, manajemen perpajakan yang tepat bagi para pelaku
UMKM dapat ditentukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,
khususnya sesuai dengan SAK EMKM dan PP Pajak untuk UMKM.
Kata-kata kunci: Manajemen
pajak, UMKM, SAK EMKM, PP Pajak
ABSTRACT
The purpose of this paper is to provide understanding and
knowledge about the most appropriate and efficient tax management for MSME
actors based on SAK EMKM and PP Pajak for MSMEs, so that MSME actors will also
feel fair when the tax rate used is in accordance with the amount of turnover
owned by MSMEs. Therefore, proper tax management for MSME actors can be
determined based on applicable laws and regulations, especially in accordance
with SAK EMKM and PP Pajak for MSMEs.
Keywords: Tax management, MSMEs, SAK EMKM, PP Pajak
1.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Manajemen pajak menjadi salah satu hal yang penting di
masyarakat saat ini, khususnya untuk selalu membuat perencaan pajak bagi para
pelaku usaha. Manajemen pajak adalah usaha menyeluruh yang dilakukan seorang
manajer pajak dalam suatu perusahaan atau organisasi agar hal yang berhubungan
dengan perpajakan dari perusahaan atau organisasi dapat dikelola dengan baik,
efisien, dan ekonomis, sehingga memberikan kontribusi maksimum bagi suatu perusahaan
itu. Manajemen pajak menurut Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) didefinisikan sebagai suatu usaha menyelutuh yang dilakukan
terus menerus oleh wajib pajak agar semua hal yang berkaitan dengan urusan
perpajakan dapat dikelola dengan baik, ekonomis, efektif, dan efisien, sehingga
dapat memberikan kontribusi yang maksimum bagi kelangsungan hidup wajib pajak
tanpa mengorbankan kepentingan penerimaan negara (Prawati, 2021).
Adapun manajemen pajak juga
dibutuhkan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dalam membayarkan pajak
penghasilannya, yang seringkali memberatkan wajib pajak dikarenakan tarif
pajaknya yang terlalu besar, sehingga mereka membutuhkan manajemen pajak untuk
dapat memilih tarif pajak yang lebih menguntungkan dengan menggunakan tarif
yang sesuai fasilitas Pasal 31E bagi wajib pajak badan dan Pasal 17 bagi wajib
pajak pribadi atau mengajukan Surat Pemberitahuan untuk dapat menggunakan tarif
pajak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) 23 Tahun 2018. Dengan demikian
UMKM dapat membayarkan pajaknya yang terutang dengan jumlah yang lebih rendah
tanpa melanggar ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Selain
itu, IAI telah menerbitkan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro Kecil
Menengah (SAK EMKM) untuk membantu UMKM menjadi lebih efisien, transparan, dan
akuntabel dalam melakukan pencatatan transaksi keuangan dan pelaporan serta
perhitungan pajaknya yang terutang. Oleh karena itu, dengan adanya SAK EMKM dan
PP Pajak UMKM dapat memudahkan dan membantu UMKM dalam pembuatan manajemen
perpajakan yang dibutuhkan untuk menentukan tarif pajak yang sesuai dan
efisien.
1.2
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian dari makalah yang telah
disusun oleh penulis adalah sebagai berikut:
1.
Memberikan pemahaman dan pengetahuan
tentang manajemen pajak untuk UMKM berdasar SAK EMKM dan PP Pajak UMKM.
2.
Menjelaskan manajemen
pajak yang sesuai dan efisien untuk UMKM.
1.3
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan penulis dengan adanya
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Manfaat Teoritis
a.
Dapat memberikan kontribusi bagi manajer
pajak dengan menerapkan manajemen pajak yang sesuai untuk UMKM.
b.
Dapat memperkaya ilmu pengetahuan
yang berkaitan dengan manajemen pajak untuk UMKM.
2.
Manfaat Praktis
a.
Bagi Lembaga Akademik
Dapat
memberikan informasi bagi lembaga akademik mengenai manajemen pajak untuk UMKM
berdasar SAK EMKM dan PP Pajak UMKM.
b.
Bagi Penulis
Dapat
memperoleh gambaran perbandingan tentang teori dengan kehidupan nyata agar
dapat mengetahui manajemen pajak yang sesuai dan efisien serta menguntungkan,
khususnya bagi para pelaku UMKM.
2. LANDASAN
TEORI
2.1
Manajemen Perpajakan
Menurut
Fauziah & Tidajoh (2018), manajemen pajak
adalah salah satu cara untuk dapat melakukan minimalisasi beban pajak dengan
cara yang legal dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku. Terdapat tiga hal yang mendasari manajemen pajak, yaitu tax police,
tax law, dan tax administration. Selain itu juga terdapat beberapa
poin penting dalam manjaemen pajak, antara lain:
a.
Flexible yaitu dapat dimodifikasi sesuai dengan
ketentuan perpajakan yang berlaku, kondisi bisnis, dan motivasi wajib pajak,
namun masih dalam batas hukum yang legal.
b.
Personalized yaitu dirancang
khusus sesuai dengan kondisi dan kemampuan wajib pajak sehingga manjaemen pajak
dapat meringankan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
c.
A professional
product yaitu saran terbaik dan paling kompeten akan pilihan
manajemen pajak yang tersedia.
d.
Coordinated yaitu tinjauan dari
berbagai aspek pajak salah satunya adalah aspek pajak penghasilan.
e.
Oriented as to time yaitu konsistensi
yang mensyaratkan bahwa masa lalu membatas masa sekarang dan masa sekarang yang
akan menentukan masa depan.
f.
Completely honest yaitu suatu itikad
baik, tanpa adanya unsur tax avoidance dan tax evasion.
Jadi, manajemen pajak adalah suatu
cara dalam proses perencanaan pajak yang digunakan untuntuk menentukan suatu
tarif pajak yang paling efektif dan efisien dalam membayarkan pajaknya yang
terutang tanpa melanggar ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku,
dan tetap memerhatikan beberapa poin penting dan beberapa hal yang mendasari dalam
suatu manajemen pajak dalam proses pembentukan dan pemberlakuan manajemen pajak
itu sendiri yang berlaku di Indonesia.
2.2
Usaha Mikro Kecil
Menengah (UMKM)
Menurut Korompis, et al. (2021), UMKM adalah
suatu usaha atau bisnis yang biasanya dijalankan oleh perseorangan atau
individu, rumah tangga, ataupun jenis badan usaha dengan kriteria dari skala
yang kecil sampai menengah. Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008, terdapat
beberapa jenis UMKM, antara lain:
a.
Usaha Mikro
Usaha mikro merupakan usaha produktif
milik perseorangan atau bagan usaha perserorangan dengan penjualan atau omzet
dari usaha mikro paling banyak sebesar Rp 300.000.000 juta/tahun dan memiliki
jumlah aset bisnis maksimal sebesar Rp 50.000.000 di luar aset bangunan dan
tanah.
b.
Usaha Kecil
Usaha kecil merupakan usaha ekonomi
produktif yang berdiri sendiri dan dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha
dengan kriteria memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000 sampai dengan
Rp 500.000.000 di luar tanah dan bangunan, serta memiliki hasil penjualan
tahunan lebih dari Rp 300.000.000 sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000.
c.
Usaha Menengah
Usaha menengah merupakan usaha ekonomi
produktif yang berdiri sendiri dan bukan termasuk anak perusahaan ataupun
cabang perusahaan tertentu dengan kriteria kekayaan bersih harus lebih dari Rp
500.000.000 sampai dengan paling banyak sebesar Rp 10.000.000.000 dan penjualan
tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000 sampai paling banyak sebesar Rp
50.000.000.000.
Jadi, UMKM adalah suatu bentuk usaha atau bisnis yang biasanya
dijalankan atau dilaksanakan oleh satu orang atau individu maupun suatu rumah
tangga ataupun suatu kelompok yang dinilai berdasarkan total aset atau kekayaan
bersih dan total omzet yang jumlahnya tidak terlalu besar sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
2.3
SAK EMKM
Menurut
Korompis, et al. (2021), SAK EMKM adalah Standar
Akuntansi Keuangan Entitas Mikro Kecil dan Menengah yang dirancang untuk
memenuhi kebutuhan akan pelaporan keuangan entitas mikro, kecil, dan menengah.
SAK EMKM ditujukan untuk digunakan oleh entitas yang dirasa masih belum mampu memenuhi
syarat akuntansi yang diatur sesuai dengan SAK ETAP. SAK EMKM ini berlaku mulai
tanggal 1 Januari 2018 yang diberikan oleh IAI sebagai dukungan organisasi
profesi akuntan dalam peningkatan akuntabilitas pelaporan keuangan entitas dan
mendorong kemajuan ekonomi. Selain itu, SAK EMKM juga disusun untuk membantu
para pelaku usaha di sektor UMKM yang belum mengetahui secara keseluruhan
detail dari proses pembuatan laporan keuangan untuk kegiatan bisnis dalam
pelaporan transaksi dari seluruh aktivitas bisnis UMKM.
Menurut
Setiawati (2021), pemahaman mengenai SAK EMKM harus dimiliki oleh para pelaku
usaha khususnya para pelaku UMKM dikarenakan ini merupakan suatu kemampuan
seseorang untuk mengukur, mengklasifikasi, dan mengikhtisarkan penyajian
unsur-unsur dalam laporan keuangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam
SAK EMKM.
Jadi,
SAK EMKM merupakan suatu ketentuan yang digunakan untuk beberapa entitas yang
masih belum mampu memenuhi syarat akuntansi yang diatur sesuai dengan SAK ETAP
dalam membuat penyajian laporan keuangan, serta pemahamaan akan SAK EMKM bagi
para pelaku UMKM harus dimiliki dikarenakan agar dalam proses pembuatan dan
penyajian laporan keuangan mereka memiliki pemahaman akuntansi yang mencakup
pengukuran, asumsi dasar, maupun penyajian laporan keuangan itu sendiri.
2.4
PP Pajak UMKM
Menurut Setiawati (2021), peraturan
pemerintah yang mengatur tentang UMKM telah diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2013 tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang
diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.
Dalam PP Nomor 46 Tahun 2013 ini diatur penurunan tarif yang awalnya 1% menjadi
0,5%, sehingga dengan adanya penurunan tarif ini akan meningkatkan kepatuhan
wajib pajak UMKM. Selain itu, juga terdapat peraturan pemerintah lain yang
mengatur tentang UMKM, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 yang
memberikan batasan waktu pemanfaatan tarif pajak penghasilan 0,5% yaitu 7 tahun
untuk wajib pajak orang pribadi, 4 tahun untuk wajib pajak badan dengan bentuk
koperasi, CV, atau Firma dan 3 tahun bagi wajib pajak badan yang berbentuk
Perseroan Terbatas, sehingga setelah batasan waktu tersebut wajib pajak
termasuk UMKM akan menggunakan skema UU PPh Pasal 17.
Jadi, peraturan
pemerintah yang mengatur tentang UMKM diatur berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013
yang mengatur tentang pajak penghasilan dari usaha yang diperoleh wajib pajak
yang memiliki peredaran bruto tertentu dan PP Nomor 23 Tahun 2018 yang mengatur
tentang batasan waktu pemanfaatan tarif pajak penghasilan. Oleh karena itu,
UMKM juga perlu diatur agar dalam pengelolaan tentang tarif pajak penghasilan
di UMKM tersebut dapat terlaksana dengan efisien sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2.5
Model Perpajakan UMKM
Menurut Fauziah
& Tidajoh (2018), model perpajakan bagi UMKM dibedakan menjadi dua
kelompok, yaitu sistem standard regime dan sistem presumptive regime.
Pada sistem standard regime tidak terdapat perbedaan perlakuan bagi para
pelaku UMKM dan tidak ada fasilitas tarif yang lebih rendah, standar ini
umumnya diterapkan pada negara-negara maju yang UMKM di negara tersebut telah
memunyai kemampuan book-keeping yang memadai dan menjalankan
administrasi secara efisien. Hal ini berbeda dengan sistem presumptive
regime yang membebankan PPh berdasarkan pada kondisi wajib pajak,
seringkali sistem ini diterapkan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia
yang memiliki tingkat kepatuhan wajib pajak yang rendah dan sistem administrasi
yang kurang memadai.
Jadi, model perpajakan UMKM
di negara-negara tertentu dibedakan berdasarkan kondisi dan ketentuan yang
berlaku di negara tersebut, serta disesuaikan dengan kondisi para pelaku UMKM
apakah mereka sudah memunyai pengetahuan yang memadai atau belum mengenai
pelaksanaan UMKM yang mereka miliki.
3. STUDI KASUS
3.1 Studi Kasus UMKM
Para
pelaku UMKM yang merupakan orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan
usaha dengan batasan omzet tertentu, sehingga setiap tahunnya wajib menyetorkan
dan melaporkan pajak penghasilan dengan tarif pajak penghasilan yang dikenakan
tergantung dari besarnya omzet pelaku UMKM tersebut. Sesuai dengan yang diatur
dalam Peraturan Pemerintah 23 Tahun 2018, yaitu penghasilan dari usaha yang
diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto
tertentu, dan dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dalam jangka waktu
tertentu yaitu tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam 1 tahun pajak. Wajib pajak
yang memiliki peredaran bruto tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan Final,
yaitu wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan berbentuk koperasi,
persekutuan komanditer, firma, atau perseroan terbatas.
Tarif
pajak penghasilan yang bersifat final sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah 23 Tahun 2018 sebesar 0,5%, yang mulai diberlakukan 1 Juli Tahun
2018. Jumlah peredaran bruto atas penghasilan dari usaha setiap bulan yang
merupakan dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak
Penghasilan yang bersifat final. Selain itu, UMKM untuk wajib pajak badan juga
harus melaporkan pajak bulanannya dalam bentuk Surat Keterangan Terdaftar yang
diterima pada saat pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
4. PEMBAHASAN
4.1 Strategi
Manajamen Pajak (Tax Planning) bagi UMKM
Dalam melakukan manajemen pajak atau tax
planning untuk UMKM dibutuhkan beberapa strategi, diantaranya adalah:
a.
Memastikan
pelaku UMKM memiliki Surat Keterangan Bebas (SKB)
Dengan adanya Surat
Keterangan Bebas ini memiliki fungsi pada saat wajib pajak akan melakukan
pekerjaan dengan wajib pajak badan lainnya. Misalnya, pada saat pelaku UMKM A
merupakan suatu badan usaha berupa CV, CV A menerima penghasilan sewa mobil
dari CV B yang memiliki omzet lebih dari Rp 4,8 miliar, sehingga atas transaksi
yang dilakukan wajib dipotong PPh Pasal 23. Namun bagi CV A sebagai pelaku UMKM
yang menggunakan tarif 0,5% dan tidak perlu dipotong PPh Pasal 23 cukup dengan
memberikan SKB kepada lawan transaksi. Tetapi jika pelaku UMKM tidak memunyai
SKB, maka akan mendapatkan bukti potong PPh Pasal 23, yang harus diinput pada
Surat Pemberitahuan (SPT) PPh Tahunan Wajib Pajak Badan tersebut kemudian akan
menyebabkan SPT yang menyebabkan lebih bayar, namun jika pelaku UMKM belum
memiliki SKB, maka dapat mengajukan permohonan SKB ke Kantor Pelayanan Pajak
(KPP).
b.
Mempertahankan
omzet agar tidak lebih dari Rp 4,8 miliar
Dengan cara
memertahankan omzet agar tidak lebih dari Rp 4,8 miliar dapat dilakukan dengan
menghindari pengakuan pendapatan di muka, melakukan pemcahan invoice
untuk menghindari omzet lebih dari Rp 4,8 miliar dan memisahkan badan usaha
jika penghasilan didapatkan dari berbagai jenis usaha namun dalam satu badan
usaha. Misalnya, pelaku UMKM memiliki usaha sepatu dan usaha sandal bila
digabungkan omzetnya bisa melebihi Rp 4,8 miliar, maka pelaku UMKM dapat
membuka badan usaha baru yang berbeda.
c.
Memertimbangkan
untuk melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Dalam hal ini, wajib
pajak yang telah terlanjur memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP meskipun
memiliki omzet di bawa Rp 4,8 miliar. Karena pada saat pelaku UMKM lebih
memilih dikukuhkan sebagai PKP, maka memiliki kewajiban untuk memungut Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dan bagi wajib pajak orang pribadi wajib melakukan
pembukuan. Adapun yang harus dipertimbangkan ketika memiliki kewajiban tersebut
harga barang atau harga jasa menjadi tinggi karena harga sudah termasuk PPN dan
biaya administrasi PPN berupa tenaga kerja bagian mengelola PPN kemudian alat
tulis kantor dan sebagainya. Namun, pencabutan pengukuhan PKP tidak disarankan
jika pelaku UMKM ingin mengikuti lelang badan pemerintah/BUMN/BUMD untuk
bekerjasama dengan pemerintah, kemudian dengan PKP, pelaku UMKM dapat
mengkreditkan pajak masukan atas pembelian aktiva yang berhubungan dengan
kegiatan usaha.
4.2 Beberapa
aspek untuk melakukan tax planning bagi UMKM
Beberapa
aspek yang perlu diperhatikan untuk melakukan tax planning bagi UMKM,
antara lain:
a.
Tarif
Wajib pajak UMKM orang
pribadi dengan penghasilan neto di atas 6% dan UMKM badan dengan penghasilan
neto di atas 4% dari penghasilan bruto sebaiknya menggunakan tarif pajak sesuai
dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018. Bagi wajib pajak UMKM
orang pribadi dengan penghasilan neto di bawah 6% dari penghasilan bruto
sebaiknya menggunakan tarif pajak sesuai dengan ketentua Pasal 17 UU PPh,
sedangkan bagi UMKM dengan penghasilan neto di bawah 4% dari penghasilan bruto
sebaiknya menggunakan tarif pajak penghasilan sesuai dengan fasilitas Pasal 31E
UU PPh. Dengan menggunakan tarif pajak berdasarkan kriteria ini, maka UMKM akan
lebih diuntungkan karena jumlah pajak terutang menjadi lebih rendah.
b.
Administrasi
Berhubungan dengan administrasi, aspek yang
perlu diperhatikan dalam UMKM yaitu waktu pembayaran dan penyetoran pajak
penghasilan, serta prosedur pengajuan penggunaan tarif. Pembayaran dan
penyetoran pajak penghasilan dilakukan setiap bulan, paling lama tanggal 15
bulan berikutnya, hal ini perlu diketahui agar wajib pajak UMKM tidak terkena
sanksi administrasi, keterlambatan penyetoran pajak sebesar 2% per bulan.
Dengan terhindar dari denga, maka akan semakin kecil biaya yang dikeluarkan
UMKM untuk dapat memenuhi kewajiban perpajakan. Bagi UMKM yang akan menggunakan
tarif 0,5% sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, maka harus
memberikan pemberitahuan secara tertulis ke Direktorat Jenderal Pajak melalui
Kantor Pelayanan Pajak, diserta dengan penyampaian SPT PPh tahun pajak terakhir.
c.
Pembukuan
Selain itu, UMKM juga
harus melakukan pembukuan yang sekurang-kurangnya laporan posisi keuangan yang
berisi informasi mengenai harta, kewajiban, serta modal dan laporan laba rugi
yang berisi informasi terkait penghasilan, biaya, penjualan, dan pembelian.
Pembukuan juga merupakan kewajiban bagi wajib pajak yang memilih dikenai tarif
pajak sesuai dengan ketentuan umum pajak penghasilan, pembukuan juga memberikan
banyak manfaat bagi wajib pajak UMKM.
5. PENUTUP
5.1 Simpulan
Proses manajemen pajak (tax
planning) untuk UMKM diperlukan khususnya pemahaman akuntansi yang baik
melalui peraturan dan pemahaman SAK EMKM dan PP Pajak bagi UMKM dapat memberikan kualitas pencatatan
akuntansi yang baik dalam menghasilkan laporan keuangan yang wajar sesuai
dengan standar berlaku untuk penyusunan laporan fiskal untuk kepentingan
perpajakan. Dikarenakan pelaku UMKM dengan pemahaman akuntansi yang baik mampu
menjalankan kewajiban perpajakannya sehingga memiliki kepatuhan pajak yang
lebih tinggi, namun apabila tidak cukup tersedianya sumber daya manusia bagi
UMKM di penyusunan laporan keuangan formal dan penghitungan pajak sehingga
dapat menghambat pelaporan perpajakan dan memengaruhi kepatuhan UMKM sebagai
wajib pajak.
UMKM yang sebaiknya menggunakan
tarif pajak sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 23 adalah UMKM orang pribadi
dengan penghasilan neto atau di atas 6% dan UMKM badan dengan penghasilan neto
di atas 4%. UMKM yang sebaiknya menggunakan tarif pajak Pasal 17 UU PPh adalah
UMKM orang pribadi dengan penghasilan neto di bawah 6%. Selain itu, UMKM yang
sebaiknya menggunakan fasilitas Pasal 31E adalah UMKM badan dengan penghasilan
neto di bawah 4%.
5.2 Saran
Menurut
penulis, perlu bagi pelaku UMKM agar memiliki proses perencanaan pajak yang baik
dan efisien agar dalam proses perhitungan dan pembayaran pajaknya yang terutang
dapat menggunakan tarif yang paling sesuai dengan omzet yang dimiliki UMKM
tersebut, dan mereka tidak akan merasa keberatan apabila tarif yang dikenakan
itu terlalu besar atau tinggi bagi mereka. Dan selain itu, pelaku
UMKM ini juga akan memiliki ketaatan dalam membayarkan pajaknya mereka yang
terutang karena mereka sudah merasa puas dengan tarif pajak yang dikenakans
sesuai dengan omzet yang dimiliki UMKM mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Daniati, N. (2020, 10 06). Tax Planning Bagi
Pelaku UKM/UMKM. Retrieved from Pajak.io:
https://blog.pajak.io/tax-planning-bagi-pelaku-ukm-umkm/
Fauziah, U.,
& E.Tidajoh, B. (2018). PERENCANAAN PAJAK UNTUK USAHA MIKRO, KECIL,DAN MENENGAH
. Substansi, 199 -213.
Korompis, S.,
Tuerah, R., Tangon, J., & Malonda, D. (2021). PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN
BERDASARKAN SAK EMKM (STUDI KASUS USAHA PETERNAKAN AYAM PETELUR DI DESA (STUDI
KASUS USAHA PETERNAKAN AYAM PETELUR DI DESA . Jurnal Riset Akuntansi
Politala, 75 - 82.
Prawati, L. D.
(2021, 12 01). Apa Itu Manajemen Pajak? Retrieved from BINUS
University: https://accounting.binus.ac.id/2021/12/01/apa-itu-manajemen-pajak/
Setiawati, E.
(2021). IMPLEMENTASI SAK EMKM DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK PELAKU UMKM DI KOTA
MATARAM. Jurnal Riset Akuntansi, 16 - 28.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar