Selasa, 04 Agustus 2009

Trip to Manado - North Celebes

Pada akhir Juli 2009 kemarin, saya beserta keluarga (istri dan anakku) berkesempatan untuk berjalan2 dan menikmati indahnya Manado dan sekitarnya, termasuk Bunaken tentunya.
Keberangkatan pada hari senin pagi, 28 Juli dari Bandar Juanda dan kami harus transit kurang lebih 3 jam di Bandara Hassanudin - Makassar.  Sesampe di Manado, hari telah menjelang sore dan tiada tempat lain yang kami tuju kecuali Hotel untuk kami sekedar beristirahat dan bersih2 diri tentunya.  Kami menginap di Hotel Travello, Jalan Sudirman - Manado, tepat di tengah keramian dan kemacetan Kota Manado.
Acara pertama kami di Manado adalah makan malam di daerah Malalayang, entah itu pantai atau tebing? tapi kami rasa itu tebing.  Makan malam di salah salah satu restoran yang cukup besar disana.  Sayang badanku sudah mulai terasa tidak enak, makanan yang berlimpah tidak dapat kuhabiskan, padahal kalau aku sehat2 aja, mungkin bisa kulahap habis itu makanan. Sayang seribu sayang ........
Malampun tiba, saat beristirahat untuk menyiapkan diri berjalan2 mengelilingi Minahasa (Manado - Tomohon - Minahasa - Manado).  Perjalanan selepas sarapan di Hotel dengan tujuan pertama adalah Kota Tomohon, kota yang dikelilingi 3 gunung. Menurut cerita, Tomohon berasal dari kata Tou Mohon yang artinya orang memohon atau berdoa, karena kotanya sering diguncang oleh gempa dan letusan gunung2 di sekeliling kota tersebut.  Sebelum mencapai Tomohon kami berhenti dulu di semacam Puncak Pass, dimana tempat kami bisa melihat Manado dari atas.  Cantik juga, sayang cuaca agak berkabut sehingga pemandangan kurang bisa tertangkap dengan bersih.
Selanjutnya kami menuju ke Pagoda Ekayana, pagoda yang cukup tinggi dengan 18 patung buddha, naga, dan kura2.  Lucu juga, tempat ibadah bisa jadi tujuan wisata, dan nyatanya disana lebih banyak yang berwisata ketimbang beribadah.  Maklum latar belakang Gunung Lokon sungguh indah dan menampilkan kemegahan tersendiri.  Dari tempat ibadah kami meluncur ke tempat belanja, pasar maksudnya.  Di Pasar Tomohon jelas tersaji bahan makanan yang berbeda dari tempat2 lain di Indonesia.  Daging babi (ternak maupun liar), ular, anjing (RW), kelelawar (paniki), dan tikus hutan (kawok) tersaji.  Benar kata pepatah memang, semua yang berkaki bisa dimasak dan dimakan oleh orang2 Manado, kecuali kaki meja dan kursi, itupun karena keras hehehehehe ...... bahkan di Sulawesi Utara tidak ada kebun binatang, karena pasti binatangnya akan stress, terancam untuk dimasak hehehehehe.
Dari pasar kami mampir sebentar ke BLPT Kaaten, tempat pelatihan pengelolahan katu kelapan dan aren yang banyak bertebaran di seluruh Sulawesi Utara.  Ternyata kalau diolah dengan benar, akan menghasilkan furniture yang bagus dan kuat.  Sayang pemilik pusat pelatihan itu orang dari Swedia, kenapa tidak ada anak bangsa sendiri yang memperhatikan potensinya sendiri.  Sayang .. seribu kali sayang.  Setelahnya kami meluncur ke Desa wisata Rurukan, desa yang ada di puncak Tomohon, dengan hawanya yang dingin dan pemandangan Danau Tomohon yang cantik.  Sayang pengelolah pariwisata setempat (Kota Tomohon) belum memanfaatkan betul potensi wisata tersebut.  Bukan hanya sarana jalan yang masih belum memadai, tetapi juga sarana lain yang membuat orang betah berlama2 di Rurukan juga tidak ada, ironisnya lagi tidak ada usaha untuk memanfaatkan dan memberdayakan masyarakat lokal sebagai duta2 wisata setempat.  Keindahan dan kecantikan yang terbuang sia2, percuma tanpa bekas karena ketidak mampuan dan ketidak tahuan.
Dari Rurukan kami turun ke Danau Tondano, danau yang cukup besar, besar banget malahan, danau dengan potensi air dan perikanan yang begitu melimpah.  Sekali lagi sayang, tidak ada sentuhan pariwisata sama sekali.  Hanya dibiarkian begitu saja, apa adanya, tanpa penanganan.  Jadinya hanya enak untuk makan siang, yang memang enak sekali disana, tanpa ada pemberdayaan dan pemanfaatan lebih lagi.  Sebenarnya kalau mau digali lebih jauh lagi, bukan hanya ikan goreng dan ikan bakar saja yang bisa dijual, ada pariwisata air yang bisa dijual seperti halnya Bedugul atau Toba, sayang masih belum tergarap dengan baik.
Selepas Danau Tondano (Tou Danau atau orang2 Danau) perjalanan dilanjutkan ke Bukit Kasih, bukit persatuan yang di atasnya ada 5 rumah ibadah agama dan patung dari Toar dan Lumimuut yang dipercaya sebagai nenek moyang orang2 Minahasa.  Sekali lagi, sayang aku yang sakit, jadinya ya ngak bisa naik dech.  Kalaupun sehat belum tentu aku bisa nyampe di atas.  Tinggi banget dan dibarengi dengan bau belerang yang sangat menyengat.  Perlambang yang cukup memberi makna, kasih sebagai pemersatu rakyat Minahasa.  Sebentar berhenti selanjutnya perjalanan dilanjutkan menuju Danau Linow, danau dengan air 3 warna, waarna yang berbeda karena pengaruh air belerang dan kedalaman danau.  Indah benar, dan telah terkelolah dengan baik, walau infrastruktur jalan masih jauh dari harapan.  Tapi keindahan Danau Linow membuat kami betah berlama2 disana, dan bahkan berangan2 untuk punya tempat tinggal disebelah danau, apalagi danau seindah Danau Linow.  Walau hanya sekedar angan, siapa tahu akan menjadi kenyataan suatu saat nanti.
Dari Danua Linow perjalanan kembali menyusuri jalan dan menuju pusat pembuatan rumah2 adat Minahasa.  Ternyata sedesa yang membuat, dan indah, harga selangit sich, lebih mahal ketimbang rumah dari tembok, tapi sepadan dengan keindahannnya.  Wah wah wah .... imajinasi semakin melayang tinggi saja.  Rumah panggung adat Minahasa tinggal di tepiaan danau (linow) dengan hamparan kebun buah dan sayur di belakang rumah serta sekolah rakyat di bagian depan halaman .... hhhmmmmmm ... cita2 yang tidak terlalu muluk bukan?
Selanjutnya kembali menuju ke Manado dan kembali makan malam.  Tetapi kenapa juga makan malamnya di rumah makan khas jogja, jauh2 ke Manado masih juga makan masakan jawa? Sudahlah semua sudah diatur sedemikian.  Kembali ke hotel dan mandi, tidur sore2 karena besok akan ada perjalanan besar menunggu.
Rabu pagi, 30 Juli, selepas sarapan pagi, perjalanan dilanjutkan menuju Marina - Manado.  Iya benar, kami akan menuju Bunaken, salah satu spot penyelaman terindah di dunia.  Kamipun menyeberang menggunakan speedboat, perjalanan kurang lebih 45 menit, dan kemudian naik kapan intai (untuk melihat ikan bawah laut maksudnya).  Wow ... sungguh indah, bukan hanya air laut yang jernih, gugusan karang yang membentuk tembok2, keliaran ikan2 indah .... susah dilukiskan dengan kata2 keindahannya.  Sayang karena batuk, aku ga bisa menyelam (belum kursus juga) atau bahkan snorkling .... moment indah yang terlewatkan.  Membuatku bertekat untuk suatu saat kembali ke Bunaken dan tinggal disana untuk beberapa saat, belajar menyelam dan snorkling sepuasnya.  Menikmati indahnya alam bawah laut Bunaken.  Tapi paling tidak kali ini aku udah sampai ke ujung utara Indonesia. Jalan2 menikmati pantai dan makan siang hasil laut disana, selanjutnya kembali pulang ke Manado.
Sesampai di Manado, kami belanja oleh2, walau udah beli banyak juga di Bunaken hehehehe.  Sepulang belanja mencicipi nikmatnya es kacang merah (es TM) yang memang enak banget.  Sebelum makan malam, sesaat menikmati indahnya matahari terbenam di Pantai Manado, ga jauh2 di belakang sebuah mall, Megaria Mall Manado Boulevard.  Indah banget, temaram merah matahari terbenam, orang memancing dan berperahu, indah banget.  Kenapa harus masuk mall yang cuman begitu2 aja.  Seandainya aku punya rumah disana.  Lho kok jadi pengen punya rumah banyak2 di Manado ya ...... serasa menemukan tanah iar tumpah darah yang hilang ...... aaaggggghhhhh .... haruskah aku kemgbali pulang ke Manado????? 
Moment terakhir telah terlewatkan, makan malam berlalu begitu saja, dan malam inipun tiada kegiatan lain selain beristirahat dan bersiap untuk besok kembali pulang ke Sidoarjo.  Pagipun datang, sarapan dulu, mandi dulu dan siap2 untuk pulang.  Tepat pukul 12.00 kami keluar dari Hotel dan menuju ke bandara, setelah 2 jam di bandara Sam Ratulangi, kamipun terbang menuju Jawa, tapi transit dulu di Makassar, cuman 1 jam dan terbang kembali menuju Surabaya.  Memasuki malam, kamipun sampai di Sidoarjo, kota asalku dan keesokan harinya kamipun kembali ke Malang, kota tempatku tinggal sekarang.
Manado meninggalkan bekas diingatan dan hati, Bunaken telah memenjara hatiku untuk aku suatu saat kembali kesana.  Apakah sebagai wisatawan lagi ataukah aku menjadi warga Manado? Hanya waktu yang bisa menjawab.  Tetapi gambaran indah tentang rumah panggung di tepi danau (linow) dan menikmati indahnya sunset di pantai, menjadikanku ingin kembali ke Manado atau bahkan tinggal di Madao.  Siapa tahu?????