Jumat, 29 September 2017

Gunung Lemongan Menuju Geopark





SARASEHAN KENDURI POHON 2016: LEMONGAN SEBAGAI GEOPARK


NARASUMBER:
 
Eko Teguh (Geolog UPN Veteran Yogyakarta)
Lemongan adalah Geopark, karena hal-hal berikut ini:
1.       Geo Heritage (warisan bumi), dengan fenomena geologi berbasis estetika, kebuayaan, dan keagamaan.
2.       Geo Side (tapak bumi)
3.       Geo Park (taman bumi), kondisi alam yang apa adanya.
Gunung Lemongan merupakan bagian dari Lemongan Complex yang sejajar dengan Argopuro Complex, Bromo Tengger Semeru Complex, dan Dieng Complex.
Luas Lemongan Complex adalah 260 Kilometer Persegi, luar biasa bila dinilai dari sisi gunung berapi.
Pada tahun 1799—1898 meletus terus menerus: 61 kerucut sindr, 11 aliran lava, 3 seri rekahan, 2 erupsi, dan 29 mar.  Tidak banyak gunung berapi yang memiliki aktivitas lengkap.  Lemongan harus dijaga ddan dirawat.

Andrianto (Jaringan Pemantau Independen Kehutanan – JPIK)
 Menanam pohon harus dengan niatan yang baik dan ada ikatan emosional.
Menjadi generasi yang peduli dan dibutuhkan manusia.

Adhi Jombang (Sajogyo Institue, Bogor)
Membangun relasi manusia dan hutan.   Sebagai contoh, Hutan Hamijon (kemenyan) di Sumatera Utara.  Ditanam untuk diwariskan ke anak – cucu.   Hutan adalah ibu, dan tanaman adalah anak perempuan.  Terjadi alih fungsi oleh perusahaan kertas, harus diberikan mahar karena tidak ada budaya jual beli hutan dalam budaya Batak.  Akhrnya, terjadi alih fungsi hutan menjadi hutan industri.
Reforestasi Lemongan adalah usaha untuk memelihara Ibu Bhimi.
Malinan (pohon madu) merupakan pohon yang disakralkan untuk pengukuhan adat.  Tempat lebah bersarang (menghadap ke timur).  Terjadi alih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit.
Menanam bukan hanya menanam tetapi juga merawat sekaligus belajar,


DISKUSI:

Fajar Rahmadan (Kehutanan UMM)
Bagaimana status kawasan Lemongan saat menjadi Geopark? Apa keistimewaan Sinder dan Mar?
Geopark bersifat lintas batas dan dapat dikelola oleh banyak pihak.
Proses menjadi Geopark (1) kesepatakan pemerintah lokal dan provinsi; (2) kesepakatan nasional; dan (3) kesepakatan global.
Lemongan adalah Gunung Berapi Strato (lancip) dengan batuan andesit.  Luar biasa secara geologi, sehingga harus dijaga dan diinformasikan.

Muzaqqi (Swaungalih, Kelompok Studi Lingkungan Universitas Yudarta Pasuruan)
Kondisi kehutanan Indonesia menipis karena alih fugsi, apa solusinya?
Hari ini terjadi pragmatisme, karena menanam untuk dijual serta penggunaan pupouk dan pestisida yang berlebihan.  Padahal menanam (padi) adalah mandat dari yang Maha Kuasa dan bukan komoditas. 
Kearifan lokal.  Sebagai contoh, pesta dan prosesi panen serta lumbung untuk menyimpan minimal 40 hari.
Penamaan hutan, untuk membangun ikatan emosional antara masyarakat seputar hutan dengan hutannya.
Undang-Undang 5/1967 tentang Kehutanan menjadikan Hutan sebagai sumber daya dan komoditas.  Terjadi perubahan cara pandang paradigma pemerintah dan masyarakat terhadap hutan.
Jadi, harus kembali memaknai Gunung dan Hutan sebagai Ibu.

Ermy (Kampoeng Sinaoe Sidoarrjo)
Bagaiman cara alih fungsi dan memanfaatakan hutan yang lestari?
Manusia dan alam sebagai satu kesatuan ekosistem.  Ada ketentuan dan persyaratan untuk membangun di kawasan hutan.  Kreativitas untuk menarik kembali minat anak muda untuk bertani dan menjaga hutan perlu dikembangkan.
Alih fungsi lahan untuk pembangunan seringkali bersifat politis. Walau ada peraturan, tetapi seringkali dilewati untuk kepentingan penguasa sesaat.
Sebagai contoh, di Majalengka, ada kondlik alih lahan sawah menjadi Bandar udara. Di Cimahi, sawah dialihfungsikan menjadi kawasan industri.
Apakah warga setempat berkepentingan dengan pengalihfungsian tersebut?  Warga setempat harus berani bertahan dan melawan.  Jangan sampai tertipu oleh pergeseran kebutuhan.
Mengembalikan semangat pemuda kembali bertani dan menjaga identitsa petani serta menghargai kerja-kerja petani harus digelorakan.  

Senin, 25 September 2017

BELAJAR PERHUTANAN SOSIAL: RANGKUMAN PERMEN 39/2017 tentang PERHUTANAN SOSIAL DI WILAYAH KERJA PERHUTANI




PENGANTAR
Perbaikan dari Permen 83/2016 tentang Perhutanan Sosial yang berlaku sejak 07 November 2016.
Menegaskan bahwa Masyarakat Desa pinggir hutan adalah pelaku utama (subyek) pengelolaan hutan.  Luas perhutanan sosial adalah 12,7 juta hektar.  Dengan skema pengelolaan (1) Hutan Tanaman Rakyat (HTR); (2) Hutan Kemasyarakatan (HKm); (3) Hutan Desa (HD); (4) Hutan Adat (HA); dan (5) Kemitraan Hutan.
Selama ini telah terjadi salah urus.  30% dari luas hutan Indonesia dikelola oleh Konglomerasi dan Korporasi (Menteri LHK, Konggres Kehutanan Indonesia VI, Desember 2016).  Padahal ada 25.863 Desa dengan jumlah penduduk 10,2 juta jiwa, 71% hidup di pinggiran hutan dan mengantungkan hidup dari hutan. 
Perhutanan Sosial adalah bagian dari Rencana Pembanganunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015—2019. Perhutanan Sosial merupakan amanat UUD 1945 Pasal 33.
Perhutanan sosial adalah ijin pengelolaan kawasan hutan berbasis masyarakat (1) masa pengajuan ijin hanya 20 hari saja; (2) masa pengelolaan selama 35 tahun; (3) ijin langsung dari Menteri LHK; (4) khusus untuk di Pulau Jawa, pengelolaan dilakukan oleh Lembaga Desa atau Kelompok Tani Hutan atau Kelompok Masyarakat; (5) berlaku di hutan produksi dan hutan lindung; (6) syarat nudah hanya Surat Pengajuan ke Menteri LHK oleh Kelompok dilengkapi dengan Peta Indikatif Arahan PS (PIAPS).

PERTIMBANGAN
1.       Perhutanan Sosial (PS) adalah salah satu pilar pemerataan ekonomi melalui pengurangan ketimpangan penguasaan hutan.
2.       Pengaturan dan penetapan hubungan-hubungan hukum antara orang dengan hutan serta mengatur perbuatan-perbuatan mengenai kehutanan.
3.       Peningkatan pengeloaan hutan berbasis masyarakat secara sistematis dan itensif.
4.       Penyempurnaan dari Permen LHK 83/2016 tentang Perhutanan Sosial.
5.       Perlunya penetapan PS di wilayah kerja Perum Perhutani
Mengingat
1.       Undang-Undang 41/1999 tentang Kehutanan.
2.       Undang-Undang 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
3.       Undang-Undang 23/2014 & 9/2015 tentang Pemerintahan Daerah.
4.       Peraturan Pemerintah 72/2010 tentang Perum Kehutanan Negara.
5.       Perpres 16/2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
6.       Permen LHK 16/2015 tentang Organisasi dan tata Kerja Kementerian LHK.
7.       Permen LHK 83/2016 tentang Perhutanan Sosial.

BAB I. KETENTUAN UMUM
Bagian 1. Pengertian
Pasal 1.
1.       Perhutanan Sosial (PS) di wilayah Perum Perhutani adalah sistim pengelolaan hutan lestari dalam Kawasan Hutan Negara yang dikelola oleh Perum Perhutani.  Dilaksanakan oleh Masyarakat sebagai Pelaku Utama untuk (1) peningkatan kesejahteraan; (2) keseimbangan lingkungan; (3) dinamika sosial budaya berbentuk ijin pemanfaatan.
2.       Pemanfaatan Hutan adalah (1) memanfaatkan jasa lingkungan; (2) memanfaatkan hasil kayu dan bukan kayu hutan; (3) pemanfaatan air dan energi air; (4) wisata alam; (5) hutan lindung; dan (5) penyerapan dan penyimpanan karbon berbasis pengelolaan yang optimal, adil, dan lestari.
3.       Ijin Pemanfaatan berbentuk Ijin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS).
4.       Pengaju IPHPS adalah Masyarakat (Warga Negara Indonesia) yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) ditambah dengan Surat Keterangan Penggarap dari Ketua Kelompok Tani Hutan atau Kelompok Masyarakat atau Koperasi.
5.       Penggarap adalah Petani Penggarap Lahan.
6.       Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
7.       Pemda adalah Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota.
8.       Menteri adalah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
9.       Dirjen adalah Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan.
10.   Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial (Poka PPS) adalah fasilitator dan verifikator kegiatan PS.
Bagian 2. Umum
Pasal 2: (1) Pedoman pelaksanaan PS di Wilayah Perhutani. (2) Pemberian IPHPS untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian hutan.
Pasal 3: PS di wilayah Perhutani dalam bentuk IPHPS di Hutan Lindung dan Hutan Produksi.
Pasal 4: IPHPS berupa (1) Lahan tutupan yang terbuka dengan tegakan kurang dari 10% dalam 5 tahun terus menerus. (2) Dalam kondisi khusus bisa lebih dari 10%. (3) Penetapan wilayah oleh Dirjen Planologi Hutan. (4) Hasil penetapan diumumkan dalam Revisi Peta Indikatis di Aeral PS (PIAPS).
Pasal 5: Kegiatan IPHPS berupa pemanfaatan (1) kawasan; (2) hasil kayu; (3) hasil bukan kayu; (4) air; (5) energi air; (6) jasa wisata alam; (7) sarana wisata alam; (8) penyimpanan karbon; dan (9) penyerapan karbon.
Pasal 6: Pola Tanam IPHPS di Hutan Produksi (1) budidaya Tanaman Pokok 50%; Tanaman Multiguna (MPTS) 30%; dan Tanaman Semusim 20%. (2) MPTS dalam bentuk jalur atau wanatani (agroforestry). (3) tambak (silvoforestry) 30%. (4) peternakan atau pakan ternak (silvopature) 20%. (5) Untuk Tanaman Pokok dan MPTS dapat dilakukan tumpangsari dengan tanaman semusim dan pakan ternak. (6) Pola tanam sesuai karakteristik lahan.
Pasal 7: Pola Tanam IPHPS di Hutan Lindung (1) Tanaman Kayu non fast growing species untuk perlindungan tanah dan air 20%. (2) Tanaman Multiguna (MPTS) 80%. (3) Tanaman di bawah tegakan, umbi-umbian yang tidak merusak lahan.
Pasal 8: (1) Hasil IPHPS dapat dijual ke BUMN maupun BUMS. (2) Bagi Hasil
Tanaman
Pemegang IPHPS
Perhutani
Tanaman Pokok Hutan
70%
30%
Tanaman Multiguna (MPTS)
80%
20%
Tanaman Semusim
90%
10%
Pakan Ternak
90%
10%
Silvoforestry
70%
30%
Usaha Jasa Lingkungan
90%
10%


BAB II. TATA CARA PERMOHONAN
Pasal 9: IPHPS dapat diperoleh melalui permohonan atau penunjukkan oleh Menteri LHK.
Pasal 10: (1) IPHPS diperoleh dengan Pengajuan pada Menteri LHK ditembuskan ke Dirjen Planologi Kehutan, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi, dan Dirut Perhutani. (2) Pengajuan permohonan wajib didampingi oleh (a) Pokja PPS atau (b) LSM setempat atau (c) penyuluh atau (d) perguruan tinggi atau (e) lembaga penelitian atau (f) pemda setempat. (3) Untuk selain anggota Pokja PPS baik LSM, penyuluh, Peguruan Tinggi, dan Lembaga Penelitian melakukan penyesuaian.
Pasal 11: (1) Permohonan di ajukan oleh Ketua Kelompok Tani Hutan atau Kelompok Masyrakat atau Koperasi atau BUMDes. (2) Lampiran Surat Pengajuan (a) daftar nama pemohon IPHPS dilengkapi fotokopi KTP dan KK; (b) gambaran umum wilayah baik fisik, sosial ekonomi, dan potensi kawasan, serta (c) peta areal kawasan yang dimohon. (3) Petani penggarap hanya untuk yang memiliki lahan kurang dari 0,5 hektar. (4) diutamakan untuk pengungsi bencana alam.
Pasal 12: (1) Permohonan diajukan ke Menteri LHK dan diverifikasi oleh Pokja PPS atau Pendamping. (2) Pelaksana Verifikasi sesuai peraturan Dirjen.
Pasal 13: (1) IPHPS diterbitkan oleh Dirjen atas nama Menteri sesuai hasil verifikasi. (2) IPHPS berisi Nama, KTP dan KK, lokasi & luas, jenis usaha, hak & kewajiban pengelola, jangka waktu, dan monev. (3) perubahan dan tambahan anggota kelompok diajukan pdad Menteri dan dilakukan verifikasi ulang.

BAB III. HAK DAN KEWAJIBAN IPHPS
Pasal 14: (1) Pemegang IPHPS adalah Kelompok Usaha PS (KUPS). (2) Hak KUPS: (a) melakukan kegiatan di areal IPHPS; (b) mendapat perlindungan dari perusakan dan pencemaran lingkungan serta pengambilalihan; (c) mengelola dan memanfaatkan kawasan hutan sesuai fungsinya; (d) mendapatkan pendampingan untuk permohonan, pemanfaatan, penyuluhan, teknologi, akses pembiayaan, dan pemasaran; (e) mendapatkan hasil usaha pemanfaatan; dan (f) bermitra dengan BUMN dan BUMS. (3) Kewajiban KUPS: (a) menjaga arealnya dari perusakan dan pencemaran lingkungan; (b) memberi tanda batas kerja; (c) menyusun rencana pemanfaatan jangka panjang (10 tahun) dan jangka pendek (1 tahun); (d) melakukan penanaman dan pemeliharaan hutan; (e) melaksanakan tata usaha hasil hutan; (f) mempertahankan fungsi hutan; dan (g) melaksanakan fungi perlindungan.

BAB IV. LUAS, JANGKA WAKTU, DAN LARANGAN IPHPS
Pasal 15: (1) Luas garapan anggota maksimal 2 hektar perkepala keluarga. (2) Luas Garapan KUPS adalah areal miring 40%, sempadan sungai, sempadan pantai, mata air, kebun bibit, bukit batu, dan jalan setapak. (3) Usaha pemanfaatan (Pasal 5) dikelola KUPS. (4) Lahan garapan dapat diwariskan atas penetapan KUPS. (5) Dilarang memindahtangankan lahan garapan. (6) Bila dipindahtangankan akan dikembalikan ke KUPS.
Pasal 16: Jangka waktu IPHPS adalah 35 tahun.  Evaluasi dilakukan setiap 5 tahun untuk perpanjangan.
Pasal 17: (1) IPHPS bukan kepemillikan. (2) IPHPS dilarang dipindahtangankan, diubah statusnya, dan perubahan fungsi kawasan hutan. 
Pasal 18: (1) IPHPS tidak belaku bila (a) habis waktu izin; (b) izin dicabut; dan (c) izin dikembalikan. (2) Sebelum tidak berlaku dilakukan evaluasi oleh KLHK. (3) KUPS yang dicabut wajib memenuhi kewajibannya.

BAB V. PENDAMPINGAN
Pasal 19: (1) Pemohon IPHPS wajib menunjuk Pendamping (berbadan hukum). (2) Bila tidak ada yang ditunjuk, Pokja PPS akan menunjuk Pendamping.
Pasal 20: (1) Tugas Pendamping mendampingi Kelompok (a) menyusun berkas permohonan; (b) menyusun rencana pemanfaatan hutan dan rencana kerja tahunan; (c) penguatan kelembagaan dan kelola kawasan; (d) pengembangan ekonomi produktif; (e) penyelesaian konflik; (f) pemulihan kawasan hutan: (g) perlindundangan areal kerja.  (2) Pendamping berhak memanfaatkan lahan untuk demplot percontohan dengan luas sesuai kebutuhan dan kesepatakan dengan Kelompok.

BAB VI. PEMBIAYAAN
Pasal 21: Pembiayaan penyelenggaraan IPHPS adalah sebagai berikut : (1) APBN atau lembaga; (2) APBD; (3) pinjaman pembiayaan pembangunan hutan; (5) dana desa, dana rehabilitasi hutan dan lahan; dan (6) sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

BAB VII.  MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 22: (1) Monev dilakukan untuk optimalisasi pelaksanaan IPHPS; (2) Monev dilakukan setiap 6 bulan; (3) Evaluasi setiap tahun; (4) Monev dilaksanakan oleh Dirjen dengan melibatkan Pokja PPS dan Perum Perhutani dibantu oleh Tim Kerja yang ditetapkan.

BAB VIII. PEMBINAAN DAN FASILITASI
Pasal 23: (1) Pembinaan dan Fasilitasi dilaksanakan oleh Dirjen, Kepada Badan dan Kepala Dinas; (2) Pembinaan dan fasilitasi dalam bentuk (a) penandaan batas areal kerja; (b) pendampingan; (c) penyuluhan; (d) dukungan bibti; (e) sarana produksi; (f) bimbingan teknis; (g) sekolah lapan; (h) promosi dan pemasaran produk; (i) penelitian dan pengembangan; (3) pembinaan dan fasilitasi dilakukan juga oleh Kementerian & Lembaga, BUMN & BUMS, dan Lembaga keuangan; dan (4) pemegang IPHPS menerima Kartu Perhutanan Sosial (KPS) oleh Dirjen.
 
BAB IX. SANKSI
Pasal 24: Ijin dicabut bila (1) melakukan pemindahtanganan IPHPS dan manipulasi atau pemalsuan data; (2) tidak memenuhi kewajiban, akan diberikan peringatan 3 kali berturut-turut selama 1 bulan.

BAB X. KETENTUAN PERALIHAN
PASAL 25: Belakunya Permen ini, maka (1) Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) sebelum Permen harus disesuaikan; (2) PHBM di luar Permen disesuaikan dengan Permen 83/2016; (3) Pelaksanaan Hutan Desa (PHD) dan Hutan Kemasyarakatakan di luar Permen disesuaikan dengan Permen 83/2016

BAB XI. KETENTUAN PENUTUP
Pasal 26: Permen ini belaku sejak 09 Juni 2017.

Ditetapkan di Jakarta, 09 Juni 2017 oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.


CONTOH SURAT PENGAJUAN:
KELOMPOK TANI ............................
Desa ...................., Kecamatan ...................
Kabupaten ..................., Provinsi ..........................

Kabupaten .............., ........................2017
No: ......................../2017
Lampiran: 1 bendel
Hal: Permohonan IUPHPS

Kepada YTH.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia
Gedung Manggala Wanabakti Blok I. Lantai 3
Jl. Gatot Subroto, Senayan,
Jakarta

Dengan Hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama: .................................
No. KTP: ..............................
Alamat: ..................................................................................
                ...................................................................................
No. Telfon: ...........................
Jabatan: Ketua Kelompok Tani .....................................

Mengajukan Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Seluas ...... hektar yang berlokasi di:
Desa: ...................................
Kecamatan: .........................
Kabupaten: ..........................
Provinsi: ...............................
Kawasan Hutan: ..................
DAS: .....................................

Untuk Kegiatan-Kegiatan:
1.       Budidaya tanaman kehutanan seperti .............................
2.       Budidaya tanaman perkebunan seperti ...........................
3.       Budidaya tanaman pertanian seperti ...............................

Sebagai bahan pertimbangan, kami lampirkan:
1.       Daftar nama anggota Kelompok Tani.
2.       Gambaran umum wilayah.
3.       Peta usulan lokasi.

Demikian surat usulan ini, kami ucapkan terima kasih untuk perhatiannya
Ketua Kelompok Tani .............

...................................................
Tembusan:
1.       Gubernur ................................ di ................................
2.       Bupati ...................................... di ................................
3.       Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan di Jakarta




GAMBARAN UMUM LOKASI
1.       Letak dan Luas
a.       Desa: ........................................
b.      Kecamatan: ..............................
c.       Kabupaten: ...............................
d.      DAS/Sub DAS: ...........................
e.      Luas: ........................... hektar

2.       Batas-Batas
a.       Sebelah Utara: Desa ........................, Kecamatan .......................
b.      Sebelah Selatan: Desa ........................., Kecamatan ...................
c.       Sebalah Timur: Desa ..........................., Kecamatan ...................
d.      Sebelah Barat: Desa ............................., Kecamatan ...................

3.       Status Kawasan: Hutan Lindung/Produksi

4.       Kondisi Fisik
a.       Tutupan Lahan: ...........
b.      Ketinggian: .......... mdpl
c.       Kelerengan: Kisaran ...... %
d.      Topografi Dominan: Berbukit atau ................
e.      Jenis tanaman yang diusahakan masyarakat:
                                 i.       Kopi
                                ii.      ..........
                              iii.      ............
f.        Potensi Usaha dalam Kawasan:
                                 i.      .....................

5.       Kondisi Sosial Ekonomi
Desa ...................... masuk dalam katerhori Desa Hutan yang miskin/sedang/........ terdiri dari ............Kepala Keluarga.  Sumber penghidupan masyarakat berasal dari ..................... Desa ............... berjarak ..... km dari Ibukota Kecamatan ...............  Sedangkan menuju Ibukota Kabupaten ............ berjarak .......km


SURAT PERNYATAAN PEMOHON IPHPS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama: ................................
No. KTP: .......................................................
Alamat: ......................................................................................
                .......................................................................................
Jabatan: Ketua Kelompok Tani ..............................

Dalam rangka pengajuan Permohonan IPHPS seluas ......... hektar yang berlokasi di:
Desa: ...........................................
Kecamatan: .................................
Kabupaten: ..................................
Provinsi: .......................................

MENYATAKAN:

1.       IPHPS adalah bukan hak kepemilikan kawasan hutan.
2.       Tidak akan memperjualbelikan IPHPS dan areal kerjanya.
3.       Tidak akan merubah status dan fungsi kaawasan hutan areal kerja IPHPS.
4.       Tidak akan memindahtangankan IPHPS.
5.       Tidak akan melakukan kepentingan lain di areal IPHPS yang tidak sesuai dengan ijin yang diberikan.
6.       Tidak akan mengagunkan IPHPS, kecuali tanamannya.

Demikian Surat Pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Ketua Kelompok Tani .....................


.......................................................