Jumat, 27 Maret 2020


Penilaian Kinerja Bank Dan Koperasi

Wardha Maulidiah & Daniel S. Stephanus
Program Studi Akuntansi
Universitas Ma Chung  Malang
2020

ABSTRAK
Penilaian kinerja suatu perusahaan merupakan proses analisis data selain sebagai alat penanggungjawaban, juga diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi. Kinerja bank dan koperasi yang semakin baik, maka tingkat kesehatan bank dan koperasi juga semakin baik dan sebaliknya jika kinerja bank dan koperasi menurun, akan menyebabkan tingkat kesehatan bank dan koperasi juga menurun. Penilaian kinerja bank dan koperasi penting dilakukan untuk mengetahui tingkat kesehatan bank karena menyangkut kepentingan banyak pihak. Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No.6/10/PBI/2004 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum dan Peraturam Bank Indonesia No.9/1/PBI/2007 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP. Metode atau cara penilaian kinerja bank dikenal dengan metode CAMELS (Capital, Asset quality, Management, Earnings, Liquidity, dan Sensitivity to Market Risk) dan menjadi RGEC (risk profile, good corporate governance, earnings, dan capital) sesuai dengan Surat Edaran BI Nomor 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 tentang penilaian tingkat kesehatan bank umum tersebut merupakan petunjuk pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011. Selain itu, Pemerintah Indonesia dalam hal pengukuran tingkat kesehatan koperasi telah mengeluarkan sebuah tolak ukur dalam pengukuran tingkat kesehatan koperasi. Berdasarkan Peraturan Deputi Bidang Pengawasan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No.06/Per/Dep.6/IV/2016 dan Peraturan Menteri KUKM/No.14/Per/M.KUKM/ XII/2009 tentang pedoman penilaian kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi. Tidak hanya dalam Pemerintah saja, tetapi diluar negeri juga terdapat pengukuran penilaian kesehatan dan kinerja keuangan koperasi yaitu dengan menggunakan PEARLS (Protection, Effective Financial Structure, Asset Quality, Rates of Return and Cost, Liquidity dan Sign of Growth) yang dikembangkan oleh WOCCU (World Council of Credit Unions) sebagai panduan pengelolaan credit union untuk analisis tingkat kesehatan koperasi kredit di seluruh Dunia.

Kata-kata kunci: Kinerja Industi Keuangan, CAMELS, RGEC, Pemerintah, dan PEARLS.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kinerja perusahaan adalah gambaran posisi keuangan perusahaan dan menunjukkan hasil usaha selama periode tertentu, yang diperoleh dengan melakukan analisa laporan keuangan. Penilaian kinerja suatu perusahaan merupakan proses analisis data selain sebagai alat penanggungjawaban, juga diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi. Bagi pemilik perusahaan, penilaian kinerja diperlukan untuk memberikan penilaian apakah investasinya tetap dipertahankan atau tidak. Bagi para kreditor, penilaian kinerja diperlukan untuk memberikan informasi apakah suatu perusahaan memiliki kemampuan membayar tepat waktu. Bagi karyawan, penilaian kinerja perusahaan memberikan informasi mengenai kelangsungan hidup perusahaan.
Kinerja bank dan koperasi yang semakin baik, maka tingkat kesehatan bank dan koperasi juga semakin baik dan sebaliknya jika kinerja bank dan koperasi menurun, akan menyebabkan tingkat kesehatan bank dan koperasi juga menurun. Penilaian kinerja bank dan koperasi penting untuk mengetahui tingkat kesehatan bank karena menyangkut kepentingan banyak pihak. Pengawasan terhadap kinerja bank dan koperasi perlu dilakukan untuk memantau operasional agar tetap sesuai dengan peraturan dan ketetapan yang berlaku. Dalam keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. KEP-100/MBU/2002 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Badan Usaha Milik Negara, kinerja BUMN adalah kondisi kesehatan suatu BUMN untuk tahun buku yang bersangkutan yang meliputi penilaian aspek keuangan, aspek operasional, dan aspek administrasi.
Peraturan Bank Indonesia No. 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, kinerja bank adalah kondisi kesehatan suatu bank umum yang meliputi penilaian terhadap faktor profil risiko (risk profile), faktor good corporate governance (GCG), faktor rentabilitas (earnings), dan faktor permodalan (capital). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia menetapkan bahwa, bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Kesehatan atau kondisi bank merupakan kepentingan semua pihak terkait (pemilik, pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank, BI selaku otoritas pengawasan bank, dan pihak lainnya). Kondisi bank tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen risiko.
Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 14/Per/M.KUKM/XII/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 20/Per/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi menjadi alat analisis untuk mengukur kinerja koperasi khususnya koperasi simpan pinjam (KSP) dan unit simpan pinjam (USP) koperasi. Pengukuran kinerja dilakukan dengan menilai aspek permodalan, kualitas aktiva produkti, manajemen, efisiensi, likuiditas, kemandirian dan pertumbuhan, serta aspek jatidiri koperasi.

LANDASAN TEORI
Kinerja Perusahaan
Kinerja perusahaan adalah gambaran posisi keuangan perusahaan dan menunjukkan hasil usaha selama periode tertentu, yang diperoleh dengan melakukan analisa laporan keuangan. Penilaian kinerja suatu perusahaan merupakan proses analisis data selain sebagai alat penanggungjawaban, juga diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi. Penilaian kinerja keuangan ini penting dilakukan karena membantu pihak perusahaan menentukan langkah perusahaan selanjutnya. Dengan adanya penilaian atau evaluasi kinerja, pengelolaan perusahaan menjadi lebih mudah dilakukan karena perusahaan bisa menetapkan tindakan kebijaksanaan perusahaan berdasarkan data yang telah dievaluasi dai kinerja perusahaan. Tujuan dari pengukuran kinerja keuangan perusahaan adalah sebagai berikut.
a.       Mengetahui tingkat likuiditas
Likuiditas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera diselesaikan pada saat ditagih.
b.      Mengetahui tingkat solvabilitas
Solvabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi, baik keuangan jangka pendek maupun jangka panjang.
c.       Mengetahui tingkat rentabilitas
Rentabilitas atau sering disebut dengan profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.
d.      Mengetahui tingkat stabilitas
Stabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melakukan usahanya dengan stabil yang diukur dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar utang-utangnya serta membayar beban bunga atas utang-utangnya tepat pada waktunya.

Dasar Hukum
Perbankan
Perkembangan perbankan di Indonesia ditandai dengan banyaknya bank-bank yang bermuculan, maka sangat diperlukan suatu penagwasan terhadap bank-bank tersebut. dalam hal ini Bank Indonesia sebagai Bank Sentral memerlukan suatu kontrol terhadap bank-bank untuk mengetahui bagaimana keadaan keuangan serta kegiatan usaha masing-masing bank. Kebijakan perbankan yang dikeluarkan dan dilaksanakan oleh Bank Indonesia pada dasarnya adalah ditujukan untuk menciptakan dan memelihara kesehatan, baik secara individu maupun perbankan sebagai suatu sistem. Kondisi bank dapat digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk mengevaluasi kinerja bank dalam menerapkan prinsop kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen risiko. Dasar hukum penilaian tingkat kesehatan bank yang dikeluarkan oleh BI yaitu sebagai berikut.
a.       Dasar Hukum I UU No. 10 Tahun 1998, Undang-Undang Perbankan.
b.      Dasar Hukum II UU No. 3 Tahun 2004, Undang-Undang Bank Sentral.
Koperasi
Koperasi memegang peran penting dalam upaya pembangunan bangsa Indonesia sebagai wujud usaha dalam mencapai tujuan nasionalnya. Perjuangan koperasi biasanya terjalin dalam suatu gerakan tertentu yang bersifat nasional, tidak jarang keberadaan koperasi juga dimaksudkan untuk pembangunan suatu tatanan perekonomian tertentu. Berbeda dengan perusahaan yang dalam proses kegiatan usahanya adalah mengutamakan profit oriented yaitu bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Salah satu jenis koperasi yang dikembangkan oleh pemerintah adalah koperasi simpan pinjam. Melihat pentingnya peran koperasi dalam kehidupan sehari-hari, maka perlu pula dilakukan evaluasi terhadap kinerja koperasi. Oleh karena itu, penting dilakukan analisis laporan keuangan koperasi untuk mengetahui sejauh mana koperasi berhasil menjalankan usaha dan dapat diketahui tingkat kesehatannya. Penilaian kesehatan merupakan penilaian untuk mengukur tingkat kesehatan koperasi. Dasar hukum penilaian kesehatan koperasi yang dikeluarkan oleh Pemerintah yaitu sebagai berikut.
a.       Peraturan Debuti Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan Usha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 06/Per/Dep.6/IV/2016 tentang Pedoman Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi.
b.      Peraturan Debuti Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan Usha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 07/Per/Dep.6/IV/2016 tentang Pedoman Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah dan Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Koperasi.

CAMELS
Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No.6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum dan Peraturam Bank Indonesia No.9/1/PBI/2007 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 kepada semua bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional perihal sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum. Metode atau cara penilaian kinerja bank dikenal dengan metode CAMELS yaitu Capital, Asset quality, Management, Earnings, Liquidity, dan Sensitivity to Market Risk. Kriteria sensitivity to market risk merupakan aspek tambahan dari metode penilaian kesehatan bank yang sebelumnya, yaitu CAMEL (modal, aktiva, manajemen, pendapatan dan likuiditas).
CAMEL pertama kali diperkenalkan di Indonesia sejak dikeluarkannya Paket Februari 1991 mengenai sifat-sifat kehati-hatian bank. Paket tersebut dikeluarkan sebagai dampak kebijakan Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto 1988). CAMEL berkembang menjadi CAMELS pertama kali pada tanggal 1 Januari 1997 di Amerika. CAMELS berkembang di Indonesia pada akhir tahuan 1997 sebagai dampak dari krisis ekonomi dan moneter. Tahap awal penilaian tingkat kesehatan suatu bank dilakukan dengan melakukan kuantifikasi atas komponen dari masing-masing faktor yang telah disebut sebelumnya, faktor dan komponen tersebut selanjutnya diberi suatu bobot sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap kesehatan suatu bank. Penilaian faktor dan komponen dilakukan dengan sistem kredit yang dinyatakan dalam nilai kredit antara 0 sampai 100. Hasil penilaian atas dasar bobot dan nilai kredit selanjutnya dikurangi dengan nilai kredit atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang lain yang sanksinya dikaitkan dengan tingkat kesehatan bank.
Tabel 1. Pembobotan Penilaian Kinerja Keuangan
Rasio
Bobot
Peringkat Permodalan
25%
Peringkat Kualitas Aktiva Produktiv
50%
Peringkat Rentabilitas
10%
Peringkat Likuiditas
10%
Peringkat Sensitivitas terhadap Risiko Pasar
5%
Sumber: Lampiran Surat Edaran No.9/24/DPBS tahun 2007
Tabel 2. Standar Kesehatan Bank
Nilai
Predikat
81 – 100
Sehat
66 - < 81
Cukup Sehat
51 - < 66
Kurang Sehat
0 - < 51
Tidak Sehat
Sumber: Berdasarkan Skep DIR-BI Nomor 30/2/UPPB/1997
Penilaian tingkat kesehatan bank dimaksudkan untuk menilai keberhasilan perbankan dalam perekonomian Indonesia dan industri perbankan serta dalam menjaga fungsi intermediasi. Penilaian tingkat kesehatan bank berdasarkan ketentuan Bank Indonesia mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMELS yang terdiri sebagai berikut.
a.       Capital (Permodalan)
Modal merupakan faktor penting dalam upaya mengembangkan usaha. Suatu perusahaan perbankan dikatakan sehat apabila memiliki permodalan yang kuat. Dengan modal tersebut bank mampu menjelaskan operasionalnya dan menjamin aset-aset yang bermasalah. Penilaian terhadap aspek modal dititikberatkan pada kecukupan dan komposisi modal, proyeksi modal, kemampuan modal menutup aset bermasalah, serta rencana modal untuk ekspansi usaha. Penilaian terhadap faktor permodalan meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1.      Kecukupan modal
2.      Komposisi modal
3.      Proyeksi (trend ke depan) permodalan
4.      Kemampuan modal dalam mengcover aset bermasalah
5.      Kemampuan bank yang bersangkutan memelihara kebutuhan tambahan modal yang berasal dari laba
6.      Rencana permodalan untuk mendukung pertumbuhan usaha, dan
7.      Akses kepada sumber permodalan dan kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan bank yang bersangkutan.
Tingkat kesehatan bank yang ditinjau dari aspek modal dapat dinilai atau diukur dengan beberapa rasio sebagai berikut.
1.      Capital Adequacy Ratio (CAR)
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah kecukupan modal yang menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengukur, mengawasi, dan mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap besarnya modal bank. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia melalui Surat Edaran No. 14/37/DPNP bahwa bank yang dinyatakan termasuk sebagai bank yang sehat harus memiliki Capital Adequacy Ratio (CAR) minimum sebesar 8%. Rasio ini merepresentasikan kemampuan bank menggunakan modalnya sendiri untuk menutup penurunan aktiva yang disebabkan oleh adanya kerugian-kerugian yang timbul atas penggunaan aktiva tersebut. Rumus untuk menghitung Capital Adequacy Ratio (CAR) sebagai berikut.
CAR = Modal X 100% ...................................................................... (1)
               ATMR
           
2.      Debt to Equity Ratio (DER)
Rasio ini menunjukkan hubungan antara jumlah utang yang diberikan oleh para kreditur dengan jumlah modal sendiri yang diberikan oleh pemilik perusahaan. Debt to equity ratio digunakan sebagai ukuran yang dipakai dalam menganalisis laporan keuangan untuk memperlihatkan besarnya jaminan yang tersedia untuk kreditor. Tingkat risiko perusahaan dapat tercermin dari debt to equity ratio yang menunjukkan seberapa besar modal sendiri yang dimiliki oleh perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban perusahaan. Rumus untuk menghitung Debt to Equity Ratio (DER) sebagai berikut.
DER = Total Utang   X 100% ........................................................... (2)
              Total Ekuitas

3.      Debt to Asset Ratio (DAR)
Rasio ini mengukur seberapa besar aktiva perusahaan yang dibiayai oleh kreditur. Investor tidak hanya berharap laba, namun memperhitungkan tingkat pendapatan yang akan diterima perusahaan. Tingkatan pendapatan perusahaan dapat memengaruhi tinggi rendahnya permintaan akan saham, hal tersebut juga akan memengaruhi nilai perusahaan. Rumus untuk menghitung Debt to Asset Ratio (DAR) sebagai berikut.
DAR = Total Utang   X 100% .......................................................... (3)
              Total Aktiva

4.      Long term Debt to Equity Ratio (LDER)
Rasio ini mengukur besar kecilnya penggunaan utang jangka panjang dibandingkan dengan modal sendiri perusahaan. Tujuannya untukk mengukur beberapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang dengan cara membandingkan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri yang disediakan oleh perusahaan. Rumus untuk menghitung Long term Debt to Equity Ratio (LDER) sebagai berikut.
LDER = Utang Jangka Panjang   X 100% ..................................... (4)
                 Total Ekuitas

5.      Long term Debt to Asset Ratio (LDAR)
Rasio ini membandingkan utang jangka panjang perusahaan dengan total aktiva. Ratio ini menggambarkan berapa proporsi utang jangka panjang yang digunakan perusahaan untuk menunjukkan investasi-investasi aktiva atau aset perusahaan. Rumus untuk menghitung Long term Debt to Asset Ratio (LDAR) sebagai berikut.
LDAR = Utang Jangka Panjang   X 100% ..................................... (5)
                        Total Aset
b.      Asset quality (Kualitas aset)
Aset adalah suatu potensi yang dimiliki oleh individu atau suatu instansi yang memiliki nilai. Aset sangat identik dengan harta kekayaan yang dimiliki oleh individu atau organisasi-organisasi yang harus dijaga dan dipelihara dengan baik. Apabila aset terpelihara dengan baik, maka nilai dari aset tersebut tidak akan mengalami penurunan dan untuk beberapa aset tertentu bisa ditingkatkan. Kualitas aset adalah evaluasi aset untuk mengukur risiko kredit yang terkait dengannya. Penilaian terhadap faktor kualitas aset meliputi penilaian terhadap komponen komponen sebagai berikut.
1.      Kualitas aktiva produktif
2.      Konsentresi eksposur risiko kredit
3.       Perkembangan risiko kredit bermasalah
4.      Kecukupan PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif)
5.      Kecukupan kebijakan dan prosedur
6.      Sistem kaji ulang (review) internal
7.      Sistem dikomentasi dan kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah
Tingkat kesehatan bank yang ditinjau dari aspek kualitas aset dapat dinilai atau diukur dengan beberapa rasio sebagai berikut.
1.      Non Performing Loan (NPL)
NPL (Non Performing Loan) merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Standar kriteria yang ditetapkan Bank Indonesia dalam menjalankan kegiatan operasinya dengan baik jika NPL dibawah 5%. NPL dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah kredit yang bermasalah dibandingkan dengan total kredit. Rumus NPL sesuai dengan (SE BI Nomor 07/10/DPNP tanggal 31 Maret 2005) sebagai berikut.
NPL = Total Kredit Bermasalah X 100% ..................................... (6)
                               Total Kredit

2.      Kualitas Aktiva Produktif (KAP)
Kualitas aktiva produkti (KAP) adalah sebagai nilai tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana yang ditanamkan dalam aktiva produktif berdasarkan kriteria tertentu. Kualitas aktiva produktif dinilai berdasarkan tingkat ketertagihannya, yaitu lancar, dalam perhatian khusus, kredit kurang lancar,kredit diragukan, atau kredit macet. Hal ini untuk memudahkan dalam memahami aktiva produktif dalam pembahasan selanjutnya. Rumus untuk menghitung Kualitas Aktiva Produktif (KAP) sebagai berikut.
KAP = A.P yang diklasifikasikan   X 100% .................................... (7)
                          Total Aktiva Produktif
3.      Return On Risked Asset (RORA)
Kinerja keuangan dari segi aset diukur melalui kualitas aktiva produktifnya. Salah satu rasio yang digunakan adalah Return On Risked Asset (RORA). RORA adalah rasio yang membandingkan antara laba kotor dengan besarnya risked assets yang dimiliki. Nilai RORA yang tinggi mengindikasikan bahwa pendapatan yang diterima besar sehingga laba yang diperoleh juga optimal dan berpengaruh pada kenaikan harga saham. Rumus untuk menghitung Return On Risked Asset (RORA) sebagai berikut.
RORA =       Operating Income     X 100% ...................................... (8)
                           Total Loans + Invesment
c.       Management (Manajemen)
Untuk menilai kualitas manajemen dapat dilihat dari kualitas manusianya dalam menjalankan bank. Kemampuan manusia juga dapat dilihat dari faktor pendidikan dan pengalaman para karyawan didalam mengatasi masalah terjadi. Menilai performance bank dalam faktor manajemen, yaitu dilakukan dengan melakukan kuisioner yang diberikan kepada pihak karywan bank tersebut, tetapi hal tersebut sulit dilaksanakan karena akan terkait dengan rahasia perusahaan. Penilaian terhadap faktor manajemen meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1.      Kualitas manajemen umum dam penerapan manajemen risiko
2.      Keputusan bank atas ketentuan yang berlaku dan komitmen kepada bank Indonesia dan atau pihak lain.
Tingkat kesehatan bank berdasarkan aspek manajemen dapat dinilai atau diukur dengan beberapa rasio sebagai berikut.
1.      Net Profit Margin (NPM)
Net Profit Margin (NPM) menunjukkan perbandingan antara laba bersih dengan penjualan. Rasio ini digunakan untuk menghitung sejauh mana kemampuan bank yang bersangkutan dalam menghasilkan laba bersih ditinjau dari sudut total penjualan.NPM mengaju kepada pendapatan operasional bank yang terutama berasal dari kegiatan pemberian kredit yang dalam prakteknya memiliki berbagai risiko kredit, bunga, kurs, valas, dan lain-lain.semakin tinggi tingkat rasio net profit margin bank yang bersangkutan menunjukkan hasil yang semakin baik. Hal ini berdasarkan pada seluruh kegiatan manajemen suatu bank yang mencakup manajemen umum, manajemen risiko dan kepatuhan bank yang mempengaruhi perolehan laba. Net Profit Margin dihitung dengan membagi Net Income atau laba bersih dengan Operating Income atau laba usaha. Rumus untuk menghitung Net Profit Margin sebagai berkut.
NPM =              Laba Bersih            X 100%  ................................... (9)
                               Pendapatan Operasional

2.      Net Interest Margin (NIM)
Net interest margin (NIM) mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga. Semakin besar rasio ini maka meningkatnya pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Rumus NIM berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tahun 2004 sebagai berikut.
NIM = Pendapatan Bunga Bersih  X 100%  ................................. (10)
                                   Aktiva Produktif

d.      Earnings (Rentabilitas)
Earnings (Rentabilitas) yaitu faktor yang digunakan untuk menilai kemampuan bank dalam memperoleh laba. Manfaat dari faktor ini juga untuk menilai tingkat efisiensi kegiatan usaha dan kemampuan memperoleh laba yang dicapai bank. Bank dikatakan sehat jika bank diukur secara rentabilitas yang terus meningkat sesuai standar yang di tetapkan. Penilaian terhadap faktor rentabilitas meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1.      Pencapaian return on asset (ROA)
2.      Pencapaian return on equity (ROE)
3.      Pencapaian NIM (Net Interest Margin)
4.      Tingkat efisiensi
5.      Perkembangan laba operasional
6.      Diversifiksi pendapatan
7.      Penerapan prinsip akuntansi dan pengakuan pendapatan dan biaya
8.      Prospek laba operasional
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor profitabilitas bank antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1.      Return on Assets (ROA)
Return on Assets (ROA) digunakan untuk mengukur seberapa besar laba bersih yang dapat diperoleh dari seluruh aktiva yang dimiliki perusahaan. Semakin besar ROA, semakin besar pula keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Rumus untuk menghitung ROA sebagai berikut.
ROA = Laba Sebelum Pajak X 100% ............................................ (11)
                        Total Aset

2.      Return on Equity (ROE)
Return on Equity (ROE) digunakan untuk mengukur kinerja manajemen bank dalam mengelola modal yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah pajak. Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Rumus untuk menghitung ROA sebagai berikut.
ROE = Laba Setelah Pajak  X 100% ........................................... (12)
                Equity

3.      Beban Operasi terhadap Pendapatan Operasi (BOPO)
Beban Operasi terhadap Pendapatan Operasi (BOPO) digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya Semakin tinggi rasio ini menunjukkan semakin tidak efisien biaya operasional bank. Bank yang dikategorikan sehat memiliki rasio BOPO maksimal antara 94%--96%. Keberhasilan bank didasarkan pada penilaian kuantitatif terhadap rentabilitas bank dapat diukur dengan menggunakan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Rumus untuk menghitung BOPO sebagai berikut.
BOPO =       Beban Operasional      X 100% ................................. (13)
                               Pendapatan Operasional

4.      Net Interest Margin (NIM)
Net interest margin (NIM) mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga. Semakin besar rasio ini maka meningkatnya pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Rumus NIM berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tahun 2004 sebagai berikut.
NIM = Pendapatan Bunga Bersih  X 100%  ................................. (14)
                                   Aktiva Produktif

e.       Liquidity (Likuiditas)
Bank bisa dikatakan likuid, jika bank mampu membayar semua utangnya, khususnya utang jangka pendek. Utang jangka pendek yang dimaksud yaitu simpanan tabungan, giro, dan deposito. Dikatakan likuid apabila pada saat ditagih bank sanggup membayar. Bank juga harus bisa memenuhi setiap permohonan kredit yang memang layak untuk dibiayai. Penilaian terhadap faktor likuiditas meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1.      Rasio aktiva/pasiva yang likuid
2.      Potensi maturity mismatch
3.      Kondisi loan to deposit ratio (LDR)
4.      Proyeksi cash flow (arus kas)
5.      Konsentresi pendanaan
6.      Kecukupan kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liability management)
7.      Akses kepada sumber pendanaan
8.      Stabilitas pendanaan
Penilaian dalam aspek ini meliputi, rasio kredit terhadap dana yang diterima oleh bank seperti giro, tabungan, deposito dan lain-lain. Tingkat kesehatan bank berdasarkan aspek likuid dapat dinilai atau diukur dengan beberapa rasio sebagai berikut.
1.      Loan to Deposit Ratio (LDR)
Loan to Deposit Ratio (LDR) digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank dengan cara membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Rasio ini untuk mengetahui kemampuan bank dalam membayar kembali kewajiban kepada para nasabah yang telah menanamkan dana dengan kredit-kredit yang telah diberikan kepada para debiturnya.
LDR =         Total Kredit          X 100% ....................................... (15)
           Dana Pihak Ketiga

2.      Loan to Asset Ratio (LAR)
Loan to Asset Ratio (LAR) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi permintaan kredit menggunakan aset total yang dimiliki oleh bank. Semakin besar LAR, tingkat likuiditas bank semakin rendah, karena itu perusahaan memerlukan jumlah aset yang semakin besar untuk membiayai kredit yang diberikan kepada debitur. Kredit yang diberikan pada umumnya memiliki risiko tidak tertagih atau yang biasa disebut dengan kredit macet, sehingga perusahaan harus menyiapkan adanya cadangan kerugian penurunan nilai untuk mengantisipasi risiko kredit macet. Rumus Loan to Asset Ratio (LAR) adalah sebagai berikut.
LAR = Kredit yang diberikan  X 100% ...................................... (16)
              Total Aset

3.      Cash Ratio (CR)
Cash Ratio (CR) sering disebut sebagai rasio likuiditas yaitu ukuran likuiditas yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar utang jangka pendek menggunakan kas dan setara kas. Cash Ratio (CR) ini pada dasarnya merupakan metode penyelesaian laporan dengan cepat, yang digunakan untuk menentukan jumlah dana (kas dan setara kas) yang tersedia guna membayar kewajiban atau liabilitas jangka pendek. Rumus Cash Ratio (CR) adalah sebagai berikut.
CR = Aktiva Likuid X 100% ........................................................ (17)
    Utang Likuid

f.       Sensitivity to Market Risk (Sensitivitas terhadap risiko pasar)
Faktor sensitivitas ini digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat sensitivitas suatu bank terhadap risiko pasar yang terjadi. Risiko tersebut timbul akibat dari pergerakan faktor pasar dan juga pergerakan dari variabel harga pasar dari portofolio yang dimiliki oleh bank. Penilaian sensitivitas terhadap risiko pasar meliputi sebagai berikut.
1.      kemampuan modal bank dalam meng-cover potensi kerugian sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga dan nilai tukar
2.      kecukupan penerapan manajemen risiko pasar
Penilaian terhadap faktor sensitivitas meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1.      Interest Expense Ratio (IER)
Rasio ini merupakan ukuran atas biaya dana yang dikumpulkan oleh bank yang dapat menunjukkan efisiensi bank didalam mengumpulkan sumber-sumber dananya. Interest Expense Ratio (IER) semakin besar rasio akan semakin buruk, jika semakin kecil akan semakin baik. Standar kriteria oleh Bank Indonesia dinila sehat jika rasio beban bunga di bawah 5%. Rumus untuk menghitung Interest Expense Ratio sebagai berikut.
IER =   Interest paid   X 100% ......................................................... (18)
              Total Deposit

2.      Interest Rate Risk Ratio (IRRR)
Interest Rate Risk Ratio (IRRR) menunjukkan kemampuan bank dalam mengcover biaya bunga yang harus dikeluarkan dengan pendapatan bunga yang dihasilkan. Risiko tingkat bunga adalah risiko yang timbul akibat berubahnya tingkat bunga, yang pada gilirannya akan menurunkan nilai pasar, surat-surat berharga, pada saat yang sama bank membutuhkan likuiditas. Rumus yang dapat digunakan untuk menghitung Interest Rate Risk Ratio (IRRR) adalah sebagai berikut.
IRR =     RSA (Rate Sencitive Assets)    X 100% ............................ (19)
               RSL (Rate Sensitive Liabilities)

RGEC
Bank Indonesia menyempurnakan metode penilaian kesehatan dari CAMELS (capital, asset quality, management, earning, liquidity, sensitivity to market risk) menjadi RGEC sesuai dengan Surat Edaran BI Nomor 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 tentang penilaian tingkat kesehatan bank umum tersebut merupakan petunjuk pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011. Peraturan ini efektif digunakan oleh seluruh bank umum sejak 1 Januari 2012. Skala penilaian menggunakan nominal dari 1 sampai 100 yang artinya semakin besar poin tersebut semakin baik kesehatan bank tersebut. Dalam Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011, bank wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan bank dengan menggunakan pendekatan risiko (Risk-based Bank Rating), yaitu melalui RGEC (risk profile, good corporate governance, earnings, dan capital).
a.       Profil risiko (Risk profile)
Risk profile merupakan penilaian kegiatan bank dari tingkat risiko dilakukan melalui faktor profil risiko. Penilaian risiko intern merupakan penilaian atas risiko melekat pada kegiatan bisnis Bank, baik yang dapat dikuantifikasikan maupun yang tidak, yang berpotensi memengaruhi posisi keuangan Bank. Menggunakan tiga indikator, yaitu faktor risiko kredit, risiko pasar, dan risiko likuiditas.
1.      Risiko Kredit
Risiko kredit dengan menggunakan rasio Non Performing Loan (NPL). Non Performing Loan (NPL) merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Standar kriteria yang ditetapkan Bank Indonesia dalam menjalankan kegiatan operasinya dengan baik jika NPL dibawah 5%. NPL dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah kredit yang bermasalah dibandingkan dengan total kredit. Rumus NPL sesuai dengan (SE BI Nomor 07/10/DPNP tanggal 31 Maret 2005) sebagai berikut.
NPL = Total Kredit Bermasalah X 100% ................................... (20)
                               Total Kredit
2.      Risiko Pasar
Risiko pasar menggunakan rasio Interest Rate Risk dan Interest Expense Ratio. Interest Rate Risk Ratio (IRRR) menunjukkan kemampuan bank dalam mengcover biaya bunga yang harus dikeluarkan dengan pendapatan bunga yang dihasilkan. Risiko tingkat bunga adalah risiko yang timbul akibat berubahnya tingkat bunga, yang pada gilirannya akan menurunkan nilai pasar, surat-surat berharga, pada saat yang sama bank membutuhkan likuiditas. Rumus yang dapat digunakan untuk menghitung Interest Rate Risk Ratio (IRRR) adalah sebagai berikut.
IRR =     RSA (Rate Sencitive Assets)    X 100% ............................ (21)
               RSL (Rate Sensitive Liabilities)

Sedangkan Interest Expense Ratio merupakan ukuran atas biaya dana yang dikumpulkan oleh bank yang dapat menunjukkan efisiensi bank didalam mengumpulkan sumber-sumber dananya. Interest Expense Ratio (IER) semakin besar rasio akan semakin buruk, jika semakin kecil akan semakin baik. Standar kriteria oleh Bank Indonesia dinila sehat jika rasio beban bunga di bawah 5%. Rumus untuk menghitung Interest Expense Ratio sebagai berikut.
IER =   Interest paid   X 100% ......................................................... (22)
              Total Deposit

3.      Risiko Likuiditas
Risiko likuiditas menggunakan rasio Loan to Deposito Ratio (LDR), Loan to Asset Ratio (LAR) dan Cash Ratio (CR). Loan to Deposit Ratio (LDR) digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank dengan cara membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Rasio ini untuk mengetahui kemampuan bank dalam membayar kembali kewajiban kepada para nasabah yang telah menanamkan dana dengan kredit-kredit yang telah diberikan kepada para debiturnya.
LDR =         Total Kredit          X 100% ....................................... (23)
           Dana Pihak Ketiga

Loan to Asset Ratio (LAR) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi permintaan kredit menggunakan aset total yang dimiliki oleh bank. Semakin besar LAR, tingkat likuiditas bank semakin rendah, karena itu perusahaan memerlukan jumlah aset yang semakin besar untuk membiayai kredit yang diberikan kepada debitur. Kredit yang diberikan pada umumnya memiliki risiko tidak tertagih atau yang biasa disebut dengan kredit macet, sehingga perusahaan harus menyiapkan adanya cadangan kerugian penurunan nilai untuk mengantisipasi risiko kredit macet. Rumus Loan to Asset Ratio (LAR) adalah sebagai berikut.
LAR = Kredit yang diberikan  X 100% ...................................... (24)
              Total Aset

Cash Ratio (CR) sering disebut sebagai rasio likuiditas yaitu ukuran likuiditas yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar utang jangka pendek menggunakan kas dan setara kas. Cash Ratio (CR) ini pada dasarnya merupakan metode penyelesaian laporan dengan cepat, yang digunakan untuk menentukan jumlah dana (kas dan setara kas) yang tersedia guna membayar kewajiban atau liabilitas jangka pendek. Rumus Cash Ratio (CR) adalah sebagai berikut.
CR = Aktiva Likuid X 100% ........................................................ (25)
    Utang Likuid

b.      Good Corporate Governance (GCG)
Good Corporate Governance (GCG) adalah prinsip baik yang mendasari proses dan pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturan, undang-undang, dan etika usaha. Penilaian tehadap Good Corporate Governance (GCG) dilihat dari penilaian terhadap manajemen bank atas pelaksanaan prinsip-prinsip GCG. GCG mencerminkan bagian Manajemen dari CAMELS yang telah disempurnakan. Bank memperhitungkan dampak GCG perusahaan pada kinerja GCG bank dengan mempertimbangkan signifikan dan materialitas perusahaan anak dan atau signifikasi kelemahan GCG perusahaan anak. Good Corporate Governance (GCG) dibutuhkan dalam rangka meminimalisir kesalahan antar hubungan yang terjalin dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap perusahaan dalam upaya mencapai tujuan perusahaan. Tujuan dan manfaat penerapan prinsip-prinsi Good Corporate Governance (GCG) secara garis besar untuk menjaga going concern perusahaan, meningkatkan efektivitas dan efisiensi kinerja perusahaan, serta memaksimalkan sumber daya yang dimiliki. Prinsip-prinsip utama dari Good Corporate Governance (GCG) yang menjadi indikator, yang telah di rancang oleh The Indonesian Institute of Corporate Governance dan Organization for Economic Cooperation and Development syaitu sebagai berikut.
1.      Transparency (Transparansi)
Prinsip pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparansi atas hal penting bagi kineja perusahaan, kepemilikan, serta pemegang kepentingan. Perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami pemangku kepentingan.
2.      Accountability (Akuntabilitas)
Akuntabilitas menekankan pada pentingnya penciptaan sistem pengawasan yang efektif berdasarkan pembagian kekuasaan antara komisaris, direksi, dan pemegang saham yang meliputi monitoring, evaluasi serta pengendalian terhadap manajemen.
3.      Responsibility (Responsibilitas)
Prinsip ini diwujudkan dengan kesadaran bahwa tanggungjawab merupakan konsekuensi logis dari adanya wewenang, menyadari akan adanya tanggungjawab sosial, menghindari penyalahgunaan wewenang kekuasaan, menjadi profesional, dan menjunjung etika serta memelihara bisnis yang sehat.
4.      Independency (Independen)
Adanya masing-masing organ perusahaan yang tidak saling mendominasi dan tidak dapat dintervensi oleh pihak lain merupakan salah satu bentuk independensi dalam suatu perusahaan.
5.      Fairness (keadilan)
Prinsip perlakuan yang adil bagi seluruh pemegang saham, terutama kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing dari kecurangan dan kesalahan perilaku insider.
c.       Rentabilitas (Earnings)
Earnings (Rentabilitas) yaitu faktor yang digunakan untuk menilai kemampuan bank dalam memperoleh laba. Manfaat dari faktor ini juga untuk menilai tingkat efisiensi kegiatan usaha dan kemampuan memperoleh laba yang dicapai bank. Bank dikatakan sehat jika bank diukur secara rentabilitas yang terus meningkat sesuai standar yang di tetapkan. Penilaian terhadap faktor rentabilitas meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1.      Pencapaian return on asset (ROA)
2.      Pencapaian return on equity (ROE)
3.      Pencapaian NIM (Net Interest Margin)
4.      Tingkat efisiensi
5.      Perkembangan laba operasional
6.      Diversifiksi pendapatan
7.      Penerapan prinsip akuntansi dan pengakuan pendapatan dan biaya
8.      Prospek laba operasional
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor profitabilitas bank antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1.      Return on Assets (ROA)
Return on Assets (ROA) digunakan untuk mengukur seberapa besar laba bersih yang dapat diperoleh dari seluruh aktiva yang dimiliki perusahaan. Semakin besar ROA, semakin besar pula keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Rumus untuk menghitung ROA sebagai berikut.
ROA = Laba Sebelum Pajak X 100% ............................................ (26)
                        Total Aset

2.      Return on Equity (ROE)
Return on Equity (ROE) digunakan untuk mengukur kinerja manajemen bank dalam mengelola modal yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah pajak. Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Rumus untuk menghitung ROA sebagai berikut.
ROE = Laba Setelah Pajak  X 100% ........................................... (27)
                Equity

3.      Beban Operasi terhadap Pendapatan Operasi (BOPO)
Beban Operasi terhadap Pendapatan Operasi (BOPO) digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya Semakin tinggi rasio ini menunjukkan semakin tidak efisien biaya operasional bank. Bank yang dikategorikan sehat memiliki rasio BOPO maksimal antara 94%--96%. Keberhasilan bank didasarkan pada penilaian kuantitatif terhadap rentabilitas bank dapat diukur dengan menggunakan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Rumus untuk menghitung BOPO sebagai berikut.
BOPO =       Beban Operasional      X 100% ................................. (28)
                               Pendapatan Operasional

4.      Net Interest Margin (NIM)
Net interest margin (NIM) mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga. Semakin besar rasio ini maka meningkatnya pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Rumus NIM berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tahun 2004 sebagai berikut.
NIM = Pendapatan Bunga Bersih  X 100%  ................................. (29)
                                   Aktiva Produktif

d.      Permodalan (Capital)
Modal merupakan faktor penting dalam upaya mengembangkan usaha. Suatu perusahaan perbankan dikatakan sehat apabila memiliki permodalan yang kuat. Dengan modal tersebut bank mampu menjelaskan operasionalnya dan menjamin aset-aset yang bermasalah. Penilaian terhadap aspek modal dititikberatkan pada kecukupan dan komposisi modal, proyeksi modal, kemampuan modal menutup aset bermasalah, serta rencana modal untuk ekspansi usaha. Penilaian terhadap faktor permodalan meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1.      Kecukupan modal
2.      Komposisi modal
3.      Proyeksi (trend ke depan) permodalan
4.      Kemampuan modal dalam mengcover aset bermasalah
5.      Kemampuan bank yang bersangkutan memelihara kebutuhan tambahan modal yang berasal dari laba
6.      Rencana permodalan untuk mendukung pertumbuhan usaha, dan
7.      Akses kepada sumber permodalan dan kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan bank yang bersangkutan.
Tingkat kesehatan bank yang ditinjau dari aspek modal dapat dinilai atau diukur dengan beberapa rasio sebagai berikut.
1.      Capital Adequacy Ratio (CAR)
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah kecukupan modal yang menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengukur, mengawasi, dan mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap besarnya modal bank. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia melalui Surat Edaran No. 14/37/DPNP bahwa bank yang dinyatakan termasuk sebagai bank yang sehat harus memiliki Capital Adequacy Ratio (CAR) minimum sebesar 8%. Rasio ini merepresentasikan kemampuan bank menggunakan modalnya sendiri untuk menutup penurunan aktiva yang disebabkan oleh adanya kerugian-kerugian yang timbul atas penggunaan aktiva tersebut. Rumus untuk menghitung Capital Adequacy Ratio (CAR) sebagai berikut.
CAR = Modal X 100% .................................................................... (30)
               ATMR
           
2.      Debt to Equity Ratio (DER)
Rasio ini menunjukkan hubungan antara jumlah utang yang diberikan oleh para kreditur dengan jumlah modal sendiri yang diberikan oleh pemilik perusahaan. Debt to equity ratio digunakan sebagai ukuran yang dipakai dalam menganalisis laporan keuangan untuk memperlihatkan besarnya jaminan yang tersedia untuk kreditor. Tingkat risiko perusahaan dapat tercermin dari debt to equity ratio yang menunjukkan seberapa besar modal sendiri yang dimiliki oleh perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban perusahaan. Rumus untuk menghitung Debt to Equity Ratio (DER) sebagai berikut.
DER = Total Utang   X 100% ......................................................... (31)
              Total Ekuitas

3.      Debt to Asset Ratio (DAR)
Rasio ini mengukur seberapa besar aktiva perusahaan yang dibiayai oleh kreditur. Investor tidak hanya berharap laba, namun memperhitungkan tingkat pendapatan yang akan diterima perusahaan. Tingkatan pendapatan perusahaan dapat memengaruhi tinggi rendahnya permintaan akan saham, hal tersebut juga akan memengaruhi nilai perusahaan. Rumus untuk menghitung Debt to Asset Ratio (DAR) sebagai berikut.
DAR = Total Utang   X 100% ......................................................... (32)
              Total Aktiva

4.      Long term Debt to Equity Ratio (LDER)
Rasio ini mengukur besar kecilnya penggunaan utang jangka panjang dibandingkan dengan modal sendiri perusahaan. Tujuannya untuk mengukur beberapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang dengan cara membandingkan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri yang disediakan oleh perusahaan. Rumus untuk menghitung Long term Debt to Equity Ratio (LDER) sebagai berikut.
LDER = Utang Jangka Panjang   X 100% ................................... (33)
                 Total Ekuitas

5.      Long term Debt to Asset Ratio (LDAR)
Rasio ini membandingkan utang jangka panjang perusahaan dengan total aktiva. Ratio ini menggambarkan berapa proporsi utang jangka panjang yang digunakan perusahaan untuk menunjukkan investasi-investasi aktiva atau aset perusahaan. Rumus untuk menghitung Long term Debt to Asset Ratio (LDAR) sebagai berikut.
LDAR = Utang Jangka Panjang   X 100% ................................... (34)
                        Total Aset
Penilaian Kesehatan Koperasi
Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian, koperasi baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai Badan Usaha berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam tata perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi, dan pada pasal 1 Undang Undang Nomor 25 tahun 1992 ditegaskan bahwa, koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berlandaskan atas asas kekeluargaan.
Koperasi yang berkualitas adalah koperasi yang mampu memberikan pelayanan prima kepada para anggotanya dan mampu menumbuhkan tingkat kepercayaan kepada seluruh anggotanya. Untuk menciptakan koperasi yang berkualitas, efektif dan efisien, Pemerintah dalam hal ini melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah terus melakukan sosialisasi terkait dengan telah diterbitkannya Peraturan Deputi Bidang Pengawasan Nomor 06/Per/DEP.6/IV/2016 tentang pedoman penilaian kesehatan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Unit Simpan Pinjam (USP) Koperasi. Suatu penilaian kesehatan koperasi simpan pinjam merupakan suatu hal penting di Indonesia. Adapun sasaran penilaian kesehatan usaha KSP adalah sebagai berikut.
a.       Terwujudnya pengelolaan KSP yang sehat dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
b.      Terwujudnya pelayanan prima kepada pengguna jasa koperasi
c.       Meningkatnya citra dan kredibilitas kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi sebagai lembaga keuangan yang mampu mengelola kegiatan usaha simpan pinjam sesuai dengan peraturan perundang-undangan
d.      Terjaminnya aset kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi sesuai dengan peraturan perundangundangan
e.      Meningkatnya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi
f.        Meningkatkan manfaat ekonomi anggota dalam kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi
Tingkat kesehatan tidak hanya dinilai dari aspek laporan keuangannya saja, tetapi juga dilihat dari aspek pelengkap dalam koperasi simpan pinjam tersebut, sebagai salah satu contoh adalah ada tidaknya visi dan misi tertulis dalam koperasi simpan pinjam tersebut. Pemerintah Indonesia dalam hal pengukuran tingkat kesehatan koperasi telah mengeluarkan sebuah tolak ukur ataupun pedoman dalam pengukuran tingkat kesehatan koperasi. Berdasarkan Peraturan Deputi Bidang Pengawasan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No.06/Per/Dep.6/IV/2016 dan Peraturan Menteri KUKM/No.14/Per/M.KUKM/ XII/2009 tentang pedoman penilaian kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi menyatakan bahwa, penilaian kesehatan usaha simpan pinjam merupakan penilaian untuk mengukur tingkat kesehatan KSP dan USP Koperasi. Pengukuran tingkat kesehatan koperasi menurut Peraturan debuti bidang pengawasan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No.06/Per/Dep.6/IV/2016 dapat dilakukan terhadap 7 aspek, diantaranya sebagai berikut.
a.       Aspek Permodalan
Aspek permodalan dinilai menggunakan 3 (tiga) rasio yaitu sebagai berikut.
1.    Rasio Modal Sendiri Terhadap Total Asset
Rasio ini mengukur kemampuan permodalan pada suatu koperasi untuk menutup penurunan asetnya akibat berbagai kerugian yang tidak dapat dihindari. Rumus untuk menghitung Rasio Modal Sendiri terhadap Total Aset sebagai berikut.
Modal Sendiri X 100% ................................................................... (35)
Total Asset

Standar penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.

Tabel.3 Standar Penilaian Modal Sendiri terhadap Total Aset
Rasio (%)
Nilai
Bobot (%)
Skor
0
0

0
1 – 20
25
6
1,50
21 – 40
50
6
3,00
41 – 60
100
6
6,00
61 – 80
50
6
3,00
81 – 100
25
6
1,50

2.    Rasio Modal Sendiri Terhadap Pinjaman Diberikan Yang Berisiko
Rasio ini untuk mengukur kemampuan permodalan pada suatu koperasi untuk menutup pinjaman diberikan yang berisiko. Pinjaman diberikan yang berisiko adalah dana yang dipinjamkan oleh KSP/USP koperasi kepada peminjam yang tidak memunyai agunan yang memadai dan atau jaminan dari penjamin atau avalis yang dapat diandalkan atas pinjaman yang diberikan tersebut. Rumus untuk menghitung Rasio Modal Sendiri terhadap Pinjaman Diberikan yang Berisiko sebagai berikut.
Modal Sendiri                    X 100% ........................................ (36)
       ......... Pinjaman diberikan yg berisiko

Standar penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.

Tabel.4 Standar Penilaian Modal Sendiri terhadap Pinjaman Diberikan yang Berisiko
Rasio (%)
Nilai
Bobot (%)
Skor
0
0

0
1 – 10
10
6
0,6
11 – 20
20
6
1,2
21 – 30
30
6
1,8
31 – 40
40
6
2,4
41 – 50
50
6
3,0
51 – 60
60
6
3,6
61 – 70
70
6
4,2
71 – 80
80
6
4,8
81 - 90
90
6
5,4
91 – 100
100
6
6,0

3.    Rasio Kecukupan Modal Sendiri
Rasio ini untuk mengukur kemampuan permodalan pada suatu koperasi terhadap aktiva KSP/USP koperasi sesuai dengan bobot pengakuan risikonya. Modal tertimbang adalah jumlah hasil kali setiap komponen modal KSP/USP koperasi yang terdapat pada neraca dengan bobot pengakuan risiko. Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) adalah jumlah dari hasil kali setiap komponen aktiva KSP/USP koperasi yang terdapat pada neraca dengan bobot pengakuan risiko. Rumus untuk menghitung Rasio Modal Sendiri terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) sebagai berikut.
Modal Sendiri X 100% ................................................................... (37)
ATMR

Standar penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.

Tabel.5 Standar Penilaian Modal Sendiri terhadap ATMR
Rasio (%)
Nilai
Bobot (%)
Skor
< 4
0
3
0,00
4 ≤ X < 6
50
3
1,50
6 ≤ X ≤ 8
75
3
2,25
˃ 8
100
3
3,00

b.      Aspek Kualitas Aktiva Produktif
Aspek kualitas aktive produktif dinilai menggunakan 4 rasio yaitu sebagai berikut.
1.    Rasio Volume Pinjaman Pada Anggota Terhadap Volume Pinjaman Diberikan.
Rasio ini untuk mengukur tingkat partisipasi pinjaman anggota terhadap pinjaman yang diberikan. Rumus untuk menghitung Rasio Volume Pinjaman Pada Anggota Terhadap Volume Pinjaman Diberikan sebagai berikut.
Volume pinjaman pada anggota  X 100% .................................. (38)
        Volume pinjaman diberikan

Standar penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.

Tabel.6 Standar Penilaian Volume Pinjaman Pada Anggota Terhadap Volume Pinjaman Diberikan.
Rasio (%)
Nilai
Bobot (%)
Skor
≤ 25
0
10
0,00
26 - 50
50
10
5,00
51 – 75
75
10
7,50
˃ 75
100
10
10

2.    Rasio Risiko Pinjaman Bermasalah Terhadap Pinjaman Yang Diberikan
Rasio ini untuk mengukur besarnya pinjaman bermasalah terhadap pinjaman yang diberikan. Rumus untuk menghitung Rasio Risiko Pinjaman Bermasalah Terhadap Pinjaman Yang Diberikan sebagai berikut.
Pinjaman bermasalah  X 100% .................................................... (39)
        Pinjaman diberikan

Standar penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.

Tabel.7 Standar Penilaian Risiko Pinjaman Bermasalah Terhadap Pinjaman Yang Diberikan.
Rasio (%)
Nilai
Bobot (%)
Skor
≥ 45
0
5
0,0
40 < X < 45
10
5
0,5
30 < X ≤ 40
20
5
1,0
20 < X ≤ 30
40
5
2,0
10 < X ≤ 20
60
5
3,0
0 < X ≤ 10
80
5
4,0
0
100
5
5,0

3.    Rasio Cadangan Risiko Terhadap Pinjaman Bermasalah
Rasio ini untuk mengukur kecukupan risiko yang dimiliki dalam menanggulangi pinjaman-pinjaman bermasalah yang dimiliki. Cadangan risiko adalah cadangan tujuan risiko + penyisihan penghapusan pinjaman. Rumus untuk menghitung Rasio Cadangan Risiko Terhadap Pinjaman Bermasalah sebagai berikut.
Cadangan risiko  X 100% ............................................................. (40)
     Pinjaman bermasalah

Standar penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.

Tabel.8 Standar Penilaian Cadangan Risiko Terhadap Pinjaman Bermasalah
Rasio (%)
Nilai
Bobot (%)
Skor
0
0
5
0
1 – 10
10
5
0,5
11 – 20
20
5
1,0
21 – 30
30
5
1,5
31 – 40
40
5
2,0
41 – 50
50
5
2,5
51 – 60
60
5
3,0
61 – 70
70
5
3,5
71 – 80
80
5
4,0
81 - 90
90
5
4,5
91 – 100
100
5
5,0

4.    Rasio Pinjaman Yang Berisiko Terhadap Pinjaman Yang Diberikan
Rasio ini untuk mengukur tingkat pinjaman yang berisiko terhadap pinjaman yang diberikan. Rumus untuk menghitung Rasio Pinjaman Yang Berisiko Terhadap Pinjaman Yang Diberikan sebagai berikut.
Pinjaman yang berisiko  X 100% ................................................. (41)
         Pinjaman diberikan

Standar penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.

Tabel.9 Standar Penilaian Modal Pinjaman Yang Berisiko Terhadap Pinjaman Yang Diberikan
Rasio (%)
Nilai
Bobot (%)
Skor
˃ 30
25
5
1,25
26 - 30
50
5
2,50
21 – 25
75
5
3,75
< 21
100
5
5,00

c.       Aspek Manajemen
Penilaian manajemen adalah suatu proses kegiatan dalam hal perencanaan agar mencapai tujuan koperasi yang telah ditetapkan. Aspek Manajemen terdiri dari manajemen umum, kelembagaan, manajemen permodalan, manajemen aktiva, dan manajemen likuiditas.
1.      Manajemen Umum
Manajemen umum adalah proses merencanakan dan mengambil keputusan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan sumber daya yang ada.
2.      Manajemen Kelembagaan\
Manajemen kelembagaan adalah suatu proses bekerja sama melalui orang lain atau sumber daya lainnya, dengan suatu tatanan dan pola hubungan antar masyarakat atau organisasi yang saling mengikat sehingga terbentuk hubungan antar manusia atau organisasi dalam suatu wadah yang didalamnya terdapat faktor-faktor pembatas dan memiliki tujuan bersama.
3.      Manajemen Permodalan
Manajemen permodalan adalah mengatur modal sedemikian rupa sehingga masyarakat mau memberikan dananya untuk menambah modal bagi suatu perushaaan.
4.      Manajemen Aktiva
Manajemen aktiva (aktivitas pengelolaan aktiva) yaitu setelah dana diperoleh dan dialokasikan dalam bentuk aktiva. Aktiva harus dikelola seefisien mungkin.
5.      Manajemen Likuiditas
Manajemen likuiditas adalah salah satu hal yang penting dalam memelihara kepercayaan masyarakat. Tujuan manajemen likuiditas adalah mencapai cadangan yang dibuthkan yang telah ditetapkan oleh koperasi.
d.      Aspek Efisiensi
Aspek Efisiensi dinilai dengan menggunakan 3 rasio yaitu sebagai berikut.
1.    Rasio Beban Operasi terhadap Partisipasi Bruto
Rasio ini untuk mengukur tingkat beban operasi anggota terhadap partisipasi bruto. Beban operasi anggota adalah beban pokok ditambah beban usaha anggota + beban perkoperasian. Rumus untuk menghitung Rasio Beban Operasi terhadap Partisipasi Bruto sebagai berikut.
   Beban Operasi      X 100% ...................................................... (42)
            Partisipasi Bruto

Standar penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.

Tabel.10 Standar Penilaian Beban Operasi terhadap Partisipasi Bruto
Rasio (%)
Nilai
Bobot (%)
Skor
≥ 100
0
4
1
95 ≤ X < 100
50
4
2
90 ≤ X < 95
75
4
3
< 90
100
4
4

2.    Rasio Beban Usaha terhadap SHU Kotor
Rasio ini untuk mengukur tingkat beban usaha yang dikeluarkan terhadap nilai SHU kotor yang diperoleh. Rumus untuk menghitung Rasio Beban Usaha terhadap SHU Kotor sebagai berikut.
Beban usaha  X 100% ................................................................. (43)
           SHU Kotor


Standar penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.

Tabel.11 Standar Penilaian Beban Usaha terhadap SHU Kotor
Rasio (%)
Nilai
Bobot (%)
Skor
˃ 80
25
4
1
60 < X ≤ 80
50
4
2
40 < X ≤ 60
75
4
3
≤ 40
100
4
4

3.    Rasio Efisiensi Pelayanan
Rasio ini untuk mengukur tingkat efisiensi pelayanan dihitung dengan membandingkan biaya karyawan terhadap volume pinjaman. Rumus untuk menghitung Rasio Efisiensi Pelayanan sebagai berikut.
Biaya Karyawan  X 100% .......................................................... (44)
          Volume Pinjaman

Standar penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.

Tabel.12 Standar Penilaian Efisiensi Pelayanan
Rasio (%)
Nilai
Bobot (%)
Skor
< 5
100
2
2,0
5 < X < 10
75
2
1,5
10 ≤ X ≤ 15
50
2
1,0
˃ 15
0
2
0,0

e.       Aspek Likuiditas
Penilaian kuantitatif terhadap likuiditas dilakukan dengan menggunakan 2 rasio yaitu sebagai berikut.
1.    Rasio Kas
Rasio ini untuk mengukur kemampuan likuiditas koperasi dalam membayar kewajiban lancarnya. Rumus untuk menghitung Rasio Kas sebagai berikut.
     Kas + Bank        X 100% .......................................................... (45)
Kewajiban Lancar


Standar penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.

Tabel.13 Standar Penilaian Kas
Rasio (%)
Nilai
Bobot (%)
Skor
≤ 10
25
10
2,5
10 < X ≤ 15
100
10
10
15 < X ≤ 20
50
10
5
˃ 20
25
10
2,5

2.    Rasio Pinjaman yang Diberikan terhadap Dana yang Diterima
Rasio ini untuk mengukur pinjaman yang diberikan terhadap dana yang diterima. Dana yang diterima adalah total passiva selain utang biaya dan SHU belum dibagi. Rumus untuk menghitung Rasio Pinjaman yang Diberikan terhadap Dana yang Diterima sebagai berikut.
Pinjaman yang diberikan   X 100% ............................................. (46)
      Dana yang Diterima

Standar penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.

Tabel.14 Standar Penilaian Pinjaman yang Diberikan terhadap Dana yang Diterima
Rasio (%)
Nilai
Bobot (%)
Skor
≤ 60
25
5
1,25
60 ≤ X < 70
50
5
2,50
70 ≤ X < 80
75
5
3,75
80 ≤ X < 90
100
5
5

f.       Aspek Kemandirian dan Pertumbuhan
Penilaian terhadap kemandirian dan pertumbuhan didasarkan pada 3 rasio yaitu sebagai berikut.
1.    Rentabilitas Asset
Rasio ini untuk mengukur prestasi koperasi dalam mencapai keuntungan memanfaatkan aset aset yang dimiliki. Rumus untuk menghitung Rasio Rentabilitas Asset sebagai berikut.
     SHU sebelum Pajak        X 100% ............................................ (47)
            Total Aset

Standar penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.

Tabel.15 Standar Penilaian Rentabilitas Asset
Rasio (%)
Nilai
Bobot (%)
Skor
< 5
25
3
0,75
5 < X < 7,5
50
3
1,50
7,5 ≤ X < 10
75
3
2,25
≥ 10
100
3
3,00

2.    Rentabilitas Modal Sendiri
Rasio ini untuk mengukur prestasi koperasi dalam pembagian SHU bagi anggota memanfaatkan total modal sendiri. Rumus untuk menghitung Rasio Rentabilitas Modal Sendiri sebagai berikut.
              SHU              X 100% ....................................................... (48)
Total Modal Sendiri

Standar penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.

Tabel.16 Standar Penilaian Rentabilitas Modal Sendiri
Rasio (%)
Nilai
Bobot (%)
Skor
< 3
25
3
0,75
3 ≤ X < 4
50
3
1,50
4 ≤ X < 5
75
3
2,25
≥ 5
100
3
3,00

3.    Kemandirian Operasional pelayanan
Rasio ini untuk mengukur tingkat partisipasi terhadap beban usaha dan beban perkoperasian. Beban usaha adalah beban usaha bagi anggota. Rumus untuk menghitung Rasio Kemandirian Operasional pelayanan sebagai berikut.
             Partisipasi Neto             X 100% ...................................... (49)
Beban Usaha + Beban Perkoperasian


Standar penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.

Tabel.17 Standar Penilaian Kemandirian Operasional pelayanan
Rasio (%)
Nilai
Bobot (%)
Skor
≤ 100
0
4
0
˃ 100
100
4
4

g.      Aspek Jati Diri Koperasi
Aspek Jatidiri koperasi dinilai dengan menggunakan 2 rasio yaitu sebagai berikut.
1.      Rasio Partisipasi Bruto
Rasio ini untuk mengukur tingkat kemampuan koperasi dalam melayani anggota, semakin tinggi persentasenya semakin baik. Partsipasi bruto adalah kontribusi anggota kepada koperasi sebagai imbalan penyerahan jasa kepada anggota yang mencakup beban pokok dan partisipasi neto. Rumus untuk menghitung Rasio Partisipasi Bruto sebagai berikut.
             Partisipasi Bruto              X 100% ................................... (50)
Partisipasi Bruto + Pendapatan

Standar penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.

Tabel.18 Standar Penilaian Partisipasi Bruto
Rasio (%)
Nilai
Bobot (%)
Skor
< 25
25
7
1,75
25 ≤ X < 50
50
7
3,50
50 ≤ X < 75
75
7
5,25
≥ 100
100
7
7,00

2.      Rasio Promosi Ekonomi Anggota (PEA)
Rasio ini untuk mengukur tingkat kemampuan koperasi memberikan manfaat efisiensi partisipasi dan manfaat efisiensi biaya koperasi dengan simpanan pokok dan simpanan wajib. Semakin tinggi persentasenya semakin baik. Promosi Ekonomi Anggota adalah Manfaat Ekonomi Partisipasi Pemanfaatan Pelayanan (MEPPP) ditambah SHU Bangunan Anggota. MEPPP adalah manfaat yang bersifat ekonomi yang diperoleh koperasi dan calon anggota pada saat bertransaksi dengan KSP?USP koperasi. Rumus untuk menghitung Rasio Promosi Ekonomi Anggota (PEA) sebagai berikut.
        Promosi Ekonomi Anggota          X 100% ........................... (51)
Simpanan Pokok + Simpanan Wajib

Standar penilaian perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut.

Tabel.19 Standar Penilaian Promosi Ekonomi Anggota (PEA)
Rasio (%)
Nilai
Bobot (%)
Skor
< 5
0
3
0,00
5 ≤ X < 7,5
50
3
1,50
7,5 ≤ X < 10
75
3
2,25
≥ 10
100
3
3

Hasil dari penilaian kesehatan KSP dan USP Koperasi terhadap 7 (tujuh) aspek diklasifikasikan dalam 4 (empat) kategori, yaitu:
a.       Sehat, jika hasil penilaian diperoleh total skor 80,00 £ x < 100
b.      Cukup sehat, jika hasil penilaian diperoleh total skor 66,00 £ x< 80,00
c.       Dalam pengawasan, jika hasil penilaian diperoleh total skor 51,00 £ x <x<51,00
d.      Dalam pengawasan khusus, jika hasil penilaian diperoleh total skor 0<x<51,00
Penilaian terhadap tingkat kesehatan koperasi untuk mengetahui seberapa sehatnya koperasi dalam melaksanakan usahanya dan koperasi dapat mengevaluasi kegiatan yang selama ini telah dilakukan guna keberlangsungan usahanya dan pihak-pihak yang terkait dengan koperasi akan merasa lebih nyaman dan aman apabila berurusan dengan koperasi, baik itu masalah investasi, pinjaman, kewajiban terhadap pemerintah (pajak) dan lain-lainnya.
PEARLS
Tingkat kesehatan koperasi kredit adalah mengetahui posisi keuangan baik secara internal dan eksternal dalam pengambilan keputusan dimana dapat melihat sehat tidaknya keuangan tersebut. Laporan keuangan adalah laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu. Laporan keuangan menggambarkan pos-pos keuangan perusahaan yang diperolah dalam suatu periode. Untuk melihat tingkat kesehatan dan kinerja keuangan koperasi kredit menggunakan PEARLS. PEARLS adalah suatu metode untuk menilai tingkat kesehatan yang dikembangkan oleh WOCCU (World Council of Credit Unions) sebagai panduan pengelolaan credit union untuk analisis tingkat kesehatan koperasi kredit di seluruh dunia yang berkedudukan di Madison, Wisconcin USA dan organisasi Association Of Asian Confederation Of Credit Union (ACCU) yang berkedudukan di Bangkok Thailand. Credit union (CU) adalah lembaga keuangan mikro non-bank yang berbentuk koperasi yang menyediakan jasa-jasa keuangan seperti yang diselenggarakan oleh lembaga bank seperti tabungan, pinjaman, asuransi, dan jasa pengiriman uang. Makna dari credit union adalah kumpulan orang yang saling percaya dalam suatu ikatan pemersatu yang sepakat untuk menabungkan uang mereka sehingga menciptakan modal bersama untuk dipinjamkan kepada anggota dengan tujuan produktif dan kesejahteraan. PEARLS memunyai fungsi sebagai berikut.
a.       Alat pantau yang dapat membandingkan antar koperasi.
b.      Alat ukur standar kinerja usaha koperasi.
c.       Suatu sarana manajemen
d.      Evaluasi stabilisasi keuangan koperasi.
e.       Merupakan alat manajemen kehati-hatian sebelum merugikan.
f.       Alat untuk mengetahui kelemahan yang perlu diperbaiki.
g.      Merupakan seperangkat rasio/indikator keuangan yang membantu standarisasi.
h.      Secara jelas mendemonstrasikan dimana masalah tersebut berada
i.        Alat yang dapat digunakan untuk membandingkan dan merangking credit union dengan berbagai cara, antara lain kelompok credit union, Wilayah Geografi, dan/atau Nasional
 PEARLS memiliki beberapa indikator, yaitu Protection, Effective Financial Structure, Asset Quality, Rates of Return and Cost, Liquidity dan Sign of Growth. Berikut ini adalah aspek-aspek sistem PEARLS.
a.       Protection (Perlindungan)
Perlindungan yang memadai atas harta merupakan sesuatu yang mendasar dalam pengelolaan perbankan model baru. Perlindungan diukur dengan cara membandingkan cadangan resiko terhadap jumlah kelalaian pinjaman. Tingkat perlindungan dinyatakan cukup jika perbankan mempunyai cadangan resiko yang cukup melindungi 100% jumlah kelalaian pinjaman yang lebih dari 12 bulan dan 35% bagi kelalaian pinjaman antara 1- 12 bulan. Prinsip WOCCU yaitu cadangan risiko merupakan lapis pertama pertahanan terhadap kelalaian pinjaman. Perlindungan mutlak sebuah CU melindungi secara sungguh-sungguh asetnya. Hal tersebut merupakan indikator penting suatu credit union model. Indikator ini mengukur kecukupan penyisihan dana untuk menutupi pinjaman macet. Indikator ini terdiri dari beberapa rasio, yaitu sebagai berikut.
1.      P1. Ketersediaan Dana Cadangan Risiko/Total Pinjaman Macet ˃12 Bulan.
Rasio P1 untuk mengukur ketersediaan dana cadangan resiko yang digunakan untuk menutup total pinjaman macet >12 bulan.
P1 = a X 100% ............................................................................... (52)
              b

Keterangan:
a: Dana cadangan risiko (lihat di pasiva)
b: Total pinjaman lalai >12 bulan

               Sasaran: 100% (ideal jika dana cadangan risiko sama dengan total pinjaman lalai >12 bulan).

2.      P2. Ketersediaan Dana Cadangan Resiko/Total Pinjaman Lalai 1-12 Bulan.
Rasio P2 untuk mengukur ketersediaan dana cadangan resiko (diluar dana cadangan resiko untuk P1) untuk melindungi pinjaman lalai 1-12 bulan.
P2 = a X 100% ............................................................................... (53)
              b

Keterangan:
a: Total dana cadangan risiko diluar P1
b: Total pinjaman lalai 1-12 bulan

               Sasaran: 35% (total dana cadangan risiko diluar P1 lebih kecil dari total pinjaman lalai 1-12 bulan).

3.      P3. Total Charge–Off (Pemutihan) Pinjaman Macet macet >12 bulan
Rasio P3 untuk mengukur total charge-off (pemutihan).
P3 = a = 0, maka ya, yang lain tidak ............................................ (54)

Keterangan:
a: Total pinjaman macet >12 bulan
               Sasaran: putihkan semua (100%) dari total pinjaman lalai >12 bulan

4.      P4. Charge-off Pinjaman Secara Kuartalan/Total Piutang
Rasio P4 untuk mengukur jumlah pinjaman yang sudah di charge-off (dikeluarkan dari LKSB) dari portofolio pinjaman tahun berjalan. Dengan catatan bahwa pinjaman yang di charge-off seharusnya dibukukan pada buku induk (ledger) dan tidak dimasukan di neraca lagi.
P4 =   (a -  b)   X 100% .................................................................. (55)
              ((c+d)/2)

Keterangan:
a: Akumulasi charge-off tahun berjalan
b: Akumulasi charge-off tahun lalu
c: Portofolio pinjaman kotor (diluar penyisihan dana cadangan risiko sampai dengan akhir tahun berjalan)
d: Portofolio pinjaman (diluar penyisihan dana cadangan risiko sampai akhir tahun lalu)

Sasaran: Diminimalkan

5.      P5. Akumulasi Tagihan Masuk Pada Pinjaman yang Sudah Diputihkan/Akumulasi Pemutihan yang Sudah Dilakukan
Rasio P5 untuk mengukur akumulasi jumlah charge-off yang dapat di tagih kembali melalui upaya penagihan yang berhasil. Hal tersebut merupakan gambaran penting yang mencakup tahun-tahun sebelumnya.
P5 = a X 100% ............................................................................... (56)
              b

Keterangan:
a: Akumulasi pinjaman yang sudah diputihkan tetapi berhasil ditagih
b: Akumulasi jumlah yang sudah diputihkan

Sasaran: 100%



6.      P6. Solvency
Rasio P6 untuk mengukur derajat perlindungan yang CU miliki atas simpanan saham dan non-saham anggota mana kala terjadi likuiditas asset dan utang CU.
P6 = ((a + b) – (c + 35% x d) + e + f - g) X 100% ........................ (57)
                                 (g + h)

Keterangan:
a: Total aset
b: Penyisihan dana untuk aset-aset yang berisiko
c: Total pinjaman macet >12 bulan
d: Total pinjaman lalai 1-12 bulan
e: Total liabilitas (utang)
f: Aset-aset yang bermasalah
g: Total simpanan non-saham
h: Total simpanan saham

Sasaran: >110%

b.      Effective Financial Structure (Struktur Keuangan Efektif)
Struktur keuangan merupakan variabel yang sangat penting yang akan mempengaruhi pertumbuhan, tingkat keuntungan, dan efisiensi. Selain itu, faktor yang amat penting dalam menentukan potensi pertumbuhan, kemampuan memperoleh pendapatan, dan kekuatan keuangan menyeluruh. Struktur keuangan secara konstan berubah dan harus dikelola secara cermat, khususnya pada kondisi pertumbuhan yang cepat. Effective Financial Structure ini mengukur asset liabilitas (hutang) dan modal. Effective Financial Structure juga menunjukan apakah struktur keuangannya ideal atau tidak. Pemakaian kata “ideal” sesungguhnya merujuk kepada kata “sehat”.
Perbandingan harta, kewajiban dan modal yang ideal sebagai berikut.
1.      Aset
a.       95% asset produktif terdiri atas piutang (pinjaman beredar), yaitu berkisar pada rentangan 70-80% dari total asset, dan investasi likuid (tersedianya dana segar), yang berkisar pada rentangan 10-20% dari total asset.
b.      5% asset-aset yang tidak produktif terutama berupa asset-aset tetap (seperti tanah, gedung, perlengkapan, biaya dibayar dimuka, kas).
CU didorong untuk memaksimalkan asset-aset produktif sebagai cara untuk memperoleh pendapatan yang memadai. Pinjaman beredar atau piutang biasa disebut portofolio pinjaman (loan portofolio). Karena portofolio pinjaman adalah asset CU yang paling menguntungkan maka WOCCU merekomendasikan agar selalu berada pada 70 – 80% dari total asset CU. Apabila portofolio pinjaman dibawah 70% dari total asset, maka investasi liquid akan tinggi. Kondisi ini tidak diharapkan, Karena pendapatan dari investasi pada portofolio pinjaman. Sebaliknya apabila portofolio pinjaman di atas 80%, maka CU tidak likuid, karena kekurangan dana segar untukkeperluan penarikan simpanan, pencairan kredit, atau keperluan lainnya. Situasi seperti ini juga akan membahayakan CU. Asset tidak produktif atau yang disebut dengan asset-aset tidak menghasilkan tidak boleh diatas 5% dari total asset CU. Sekali CU berbelanja asset-aset tetap (misalnya membeli tanah, membangun kantor, atau membeli kendaraan), tidak mudah menjual asset tersebut untuk mendapatkan uang atau dana segar.
2.      Liabilitas (utang)
Untuk mengetahui liabilitas (utang) terdapat pada kolom pasiva. Rasio simpanan non-saham yang ideal berkisar pada 70-80% dari total asset CU. Apablia keadaan ideal ini dapat dicapai maka menunjukan bahwa CU telah mampu mengembangkan program pemasaran secara efektiv. Dengan demikian CU dianggap mampu mencapai kebebasan financial. Rasio ini juga menunjukan bahwa semangat anggota menabung di CU tinggi. Bukan sebaliknya, anggota hanya mau meminjam, tetapi tidak mau menabung di CUnya.
3.      Modal
Modal saham (simpanan pokok + simpanan wajib) yang dianggap ideal apabila berada pada 10-20% dari total asset dan Modal lembaga (dana cadangan, donasi, SHU tak terbagi, dan SHU tahun berjalan yang dialikasikan untuk dana cadangan yang dianggap ideal apabila berada minimal 10% dari total aset
Dengan system permodalan yang baru, saham-saham anggota tidak lagi menjadi penekanan dan diganti dengan modal lembaga. Jadi, konsentrasi CU adalah membangun modal lembaga. Modal lembaga menjadi ukuran ketahanan CU terhadap goncangan.
Ketersediaan modal lembaga yang memadai (minimal 10% dari total asset) bertujuan sebagai berikut.
a.       Untuk mendanai (berfungsi sebagai pengganti) asset-aset yang tidak menghasilkan (tanah, gedung, perlengkapan, biaya dibayar dimuka, kas).
b.      Meningkatkan pendapatan
c.       Berfungsi sebagai dana pengganti atas pinjaman lalai/macet.
Indikator Effective Financial Structure  mengukur perbandingan item-item yang paling penting pada neraca keuangan, struktur keuangan yang efektiv perlu untuk mencapai tingkat aman, kepercayaan, dan keuntungan, sementara pada saat yang sama memposisikan CU pada pertumbuhan nyata yang agresif. Indikator ini terdiri dari beberapa rasio, yaitu sebagai berikut
1.      E1. Pinjaman Beredar/Total Aset
Rasio E1 untuk mengukur persentase total aset yang diinvestasikan dalam portofolio pinjaman 
E1 = (a – b) X 100% ...................................................................... (58)
                   c

Keterangan:
a: Total Pinjaman beredar (piutang)
b: Dana cadangan risiko
c: Total Aset

               Sasaran: Antara 70 – 80%

2.      E2. Investasi Likuid/Total Aset
Rasio E2 untuk mengukur persentase total aset yang diinvestasikan pada investasi jangka pendek
E2 = a  X 100% .............................................................................. (59)
              b

Keterangan:
a: Total investasi likuid
b: Total Aset

               Sasaran: Maksimum 10%

3.      E3. Investasi Keuangan/Total Aset
Rasio E3 untuk mengukur persentase total aset yang diinvestasikan pada investasi jangka panjang,
E3 = a  X 100% .............................................................................. (60)
               b

Keterangan:
a: Total investasi keuangan
b: Total Aset

               Sasaran: Maksimum 10%

4.      E4. Investasi Non-Keuangan/Total Aset
Rasio E4 untuk mengukur persentase total aset yang diinvestasikan pada investasi non-keuangan (misalnya, di supermarket, pharmasi, pembangunan perumahan, dll).
E4 = a  X 100% .............................................................................. (61)
               b

Keterangan:
a: Total investasi non-keuangan
b: Total Aset

               Sasaran: 0%

5.      E5. Simpanan Non-Saham/Total Aset
Rasio E5 untuk mengukur persentase total aset yang didanai dari simpanan non-saham.
E5 = a  X 100% .............................................................................. (62)
               b

Keterangan:
a: Total simpanan non saham
b: Total Aset

               Sasaran: Antara 70-80%
6.      E6. Pinjaman ke BK3D/Total Aset
Rasio E6 untuk mengukur persentase total aset yang didanai dari pinjaman dari BK3D.
E6 = (a+b) X 100% ........................................................................ (63)
                  c

Keterangan:
a: Total kewajiban pinjaman jangka pendek
b: Total kewajiban pinjaman jangka panjang
c: Total aset

               Sasaran: Maksimum 5%

7.      E7. Simpanan Saham Anggota / Total Aset
Rasio E7 untuk mengukur persentase total aset yang didanai dari simpanan saham anggota.
E7 = a  X 100% .............................................................................. (64)
               b

Keterangan:
a: Total simpanan saham anggota
b: Total Aset

               Sasaran: Maksimum 10%

8.      E8. Modal Lembaga/Total Aset
Modal lembaga diidentifikasikan sebagai semua cadangan legal dan tidak dibagikan kepada anggota, donasi, dan porsi surplus tahun berjalan yang akan ditahan sebagai dana cadangan. Dana cadangan ini tidak dipergunakan dan anggota individu tidak boleh menggunakannya. Rasio E8 untuk mengukur ketersediaan modal lembaga bersih.
E8 = a  X 100% .............................................................................. (65)
               b

Keterangan:
a: Total modal lembaga
b: Total Aset

               Sasaran: Minimal 10%

9.      E9. Modal Lembaga Bersih
Rasio E9 untuk mengukur ketersediaan modal lembaga bersih.
E9 = ((a + b) – (c – 35% x d) + e))  X 100% ................................. (66)
                                  f

Keterangan:
a: Modal Lembaga
b: Dana cadangan risiko
c: Total pinjaman lalai diatas 12 bulan
d: Total pinjaman lalai 1-12 bulan
e: Aset-aset yang bermasalah
f: Total Aset

               Sasaran: Sama dengan EB

c.       Asets Quality (Kualitas Aset)
Kualitas aset merupakan variabel utama yang mempengaruhi keuntungan credit union. Aset-aset yang tidak menghasilkan atau asset-aset yang tidak produktif adalah asset yang tidak meningkatkan pendapatan. Apalagi, kalau rasio asset-aset yang tidak menghasilkan diatas batas yang diperbolehkan, yaitu rasionya diatas 5% dari total asset, maka dampak negatifnya akan sangat dirasakan. Menurunnya pendapatan CU. PEARLS digunakan untuk mengidentifikasi dampak dari asset-aset yang tidak menghasilkan sebagai berikut.
1.      Rasio kelalaian pinjaman         
Rasio kelalaian pinjaman merupakan ukuran penting untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan lembaga CU. Jika rasio kelalaian pinjaman tinggi (diatas 5% dari total piutang), rasio ini akan berpengaruh kepada indikator-indikator lainnya. Kalau rasio kelalaian pinjaman diatas 5% dari total piutang, maka ini pertanda bahwa CU akan menghadapi krisis.
2.      Persentase asset-aset yang tidak menghasilkan
Makin tinggi rasio asset-aset yang tidak menghasilkan, makin sulit CU untuk meningkatkan pendapatannya. Karena banyak asset-aset yang sudah berubah bentuk menjadi tanah, gedung, kendaraan, perlengkapan, dll. Idealnya, rasio asset-aset yang tidak menghasilkan paling tinggi 5% dari total asset CU.
3.      Pendanaan asset-aset yang tidak menghasilkan
Karena mengidealkan persentase asset-aset yang tidak menghasilkan begitu penting, maka mencarikan dana pengganti juga penting. CU menggunakan simpanan saham anggota untuk menandai asset-aset yang tidak menghasilkan atau asset-aset tetap didanai dari modal lembaga.
Indikator Asets Quality untuk mengukur persentase asset-aset yang tidak menghasilkan yang berdampak negative terhadap perolehan keuntungandan solvency (ketahanan). Asets Quality terdiri atas pinjaman macet, asset-aset yang tidak menghasilkan, dan pendanaan asset-aset yang tidak menghasilkan.
1.      A1. Total Pinjaman Lalai / Total Piutang
Rasio A1 untuk mengukur persentase total pinjaman lalai di portofolio pinjaman, menggunakan kriteria total pinjaman lalai bukannya membandingkannya dengan akumulasi pinjaman lalai yang diangsur.
A1 = a  X 100% .............................................................................. (67)
               b

Keterangan:
a: Jumlah pinjaman macet yang dicatat di pasiva, tidak termasuk pinjaman lalai yang sudah diputihkan yang masih dalam masa penagihan.
b: Total pinjaman beredar

               Sasaran: kurang dari atau sama dengan 5%

2.      A2. Aset-Aset yang Tidak Menghasilkan / Total Aset
Rasio A2 untuk Mengukur persentase total asset yang tidak menghasilkan pendaptan. Yang termasuk asset-aset yang tidak menghasilkan yaitu, uang tunai di kas, cash-bond, materai, biaya dibayar dimuka, aset-aset tetap.
A2 = a  X 100% .............................................................................. (68)
               b

Keterangan:
a: Total aset yang tidak menghasilkan
b: Total aset

               Sasaran: kurang dari atau sama dengan 5%

3.      A3. (Modal Lembaga Bersih + Modal Transit + Utang yang Tak Berbiaya) Aset-Aset yang Tidak Menghasilkan
Rasio A3 untuk mengukur persentase asset-aset yang tidak menghasilkan yang didanai dengan modal lembaga, modal transit, dan hutang-hutang tanpa bunga.
A3 = (a + b + c) X 100% ................................................................ (69)
                      d

Keterangan:
a: Total modal lembaga bersih
b: Total modal transit
c: Total utang tak berbunga
d: Total aset-aset yang tidak menghasilkan

               Sasaran: lebih besar atau sama dengan 200%

d.      Rates of Return and Costs (Tingkat Pendapatan dan Biaya)
System PEARLS dapat mengetahui semua komponen penting yang berkontribusi terhadap besarnya keuntungan bersih (net earning) atau sisa hasil usaha. Tujuannya adalah membantu pihak manajemen menghitung hasil investasi dan menilai biaya-biaya operasional. PEARLS menghitung rates of return and costs  ini berdasarkan investasi nyata. Metode ini dapat membantu manajemen dalam menentukan investasi mana yang menguntungkan dan mana yang tidak.  Pendapatan dan biaya berpengaruh langsung pada tingkat pertumbuhan credit union. Mengukur biaya untuk mengelola semua Aset. Indikator-indikator Rates of Return and Costs mengukur perolehan pendapatan rata-rata untuk setiap asset yang paling produktif yang tercantum pada neraca. Disamping itu, Rates of Return and Costs  mengukur biaya rata-rata untuk setiap hutang dan modal yang paling penting.
1.      R1. Total Pendapatan Dari Pinjaman / Portofolio Pinjaman Bersih Rata-Rata.
Rasio R1 untuk mengukur hasil dari portofolio pinjaman.
R1 =      (a -  b)      X 100% ............................................................ (70)
                ((c + d) / 2)

Keterangan:
a: Total pendapatan dari pinjaman (termasuk jasa pelayanan, denda) selama tahun berjalan.
b: Premi jalinan (Daperma) yang dibayar (premi perlindungan piutang)
c: Portofolio pinjaman bersih (alokasi dana cadangan resiko untuk pinjaman lalai) sampai akhir tahun berjalan.
d: Portofolio pinjaman bersih (alokasi dana cadangan resiko) sampai akhir tahun lalu.

Sasaran: Tingkat pasar yang mencakup pengeluaran keuangan, operasional, dan provisi dan mendorong agar memelihara modal lembaga paling tidak 10%

2.      R2. Total Pendapatan Dari Pinjaman / Portofolio Pinjaman Bersih Rata-Rata 
Rasio R2 untuk mengukur hasil dari semua investasi jangka pendek (misalnya, bunga simpanan di bank, deposito, sikodit, tabank, simpanan harian di CU lain)
R2 =          a         X 100% .............................................................. (71)
               ((b + c) / 2)

Keterangan:
a: Total pendapatan investasi likuid selama tahun berjalan
b: Total investasi likuid sampai akhir tahun berjalan
c: Total investasi likuid sampai akhir tahun lalu

......... Sasaran: Setinggi mungkin laju pasar

3.      R3. Pendapatan Investasi Keuangan / Investasi Keuangan Rata-Rata
Rasio R3 untuk mengukur hasil dari semua investasi jangka panjang (deposito jangka panjang, saham-saham, sekuritas, dll.)
R3 =          a         X 100% .............................................................. (72)
               ((b + c) / 2)

Keterangan:
a: Total pendapatan dari investasi keuangan
b: Total investasi keuangan sampai akhir tahun berjalan
c: Total investasi keuangan sampai akhir tahun lalu

......... Sasaran: Setinggi mungkin

4.      R4. Pendapatan Investasi Non-Keuangan / Investasi Non-Keuangan Rata-Rata.
Rasio R4 untuk mengukur hasil  dari semua investasi  non-keuangan yang tidak tercakup dalam  kategori R1 – R3. Pada dasarnya, ini merupakan pendapatan dari supermarket, pharmasi, property, dan pembangunan perumahan.
R4 =          a         X 100% .............................................................. (73)
               ((b + c) / 2)

Keterangan:
a: Total pendapatan investasi non-keuangan
b: Total investasi non-keuangan sampai akhir tahun berjalan
c: Total investasi non-keuangan sampai akhir tahun lalu

......... Sasaran: Lebih besar dari R1

5.      R5. Biaya Keuangan: Simpanan Non-Saham / Simpanan Non-Saham Rata-Rata.
Rasio R5 untuk mengukur biaya atas simpanan non-saham.
R5 =  ( a + b + c)  X 100% ............................................................. (74)
               ((d + e) / 2)

Keterangan:
a: Total bunga yang dibayarkan atas simpanan non-saham
b: Total premi jalinan (Daperma) atas simpanan non-saham
c: Total pajak yang dibayar oleh CU atas bunga simpanan non-saham
d: Total simpanan non-saham sampai akhir tahun berjalan
e: Total simpanan non-saham sampai akhir tahun lalu.

...... Sasaran: Tingkat yang dapat melindungi nilai nominal simpanan non-saham  (>diatas inflasi)

6.      R6. Biaya Keuangan: Pinjaman Dari Bk3D / Pinjaman Rata-Rata Dari BK3D.
Rasio R6 untuk mengukur biaya atas pinjaman dari BK3D (silang pinjam daerah).
R6 =          a         X 100% .............................................................. (75)
               ((b + c) / 2)

Keterangan:
a: Total bunga yang dibayarkan atas pinjaman dari BK3D
b: Total pinjaman dari BK3D sampai akhir tahun ini
c: Total pinjaman dari BK3D sampai akhir tahun lalu

......... Sasaran: Sama atau lebih kecil biayanya daripada R5

7.      R7. Biaya Keuangan: Simpanan Saham Anggota / Simpanan Saham Rata-Rata.
Rasio R7 untuk mengukur biaya atas simpanan saham anggota.

R7 =    (a + b + c)    X 100% .......................................................... (76)
               ((d + e) / 2)

Keterangan:
a: Total deviden (BJS) yang dibayarkan pada simpanan saham anggota
b: Total premi JALINAN (Daperma) yang dibayarkan atas simpanan saham anggota
c: Total pajak yang dibayarkan oleh CU atas deviden (BJS) simpanan saham
d: Total simpanan saham anggota sampai akhir tahun berjalan
e: Total simpanan saham anggota sampai akhir tahun lalu.

......... Sasaran: Sama atau lebih besar dari R5

8.      R8. Margin Kotor / Total Rata-Rata
Rasio R8 untuk mengukur margin pendapatan bersih dari semua asset, sebelum mengurangkannya, dengan biaya operasional, biaya provisi untuk pinjaman lalai, dan item-item biaya lainnya.
R8 =  (a + b + c + d + e) – (f + g + h + i + j)  X 100% .................. (77)
                                     ((i + j) / 2)

Keterangan:
a: Pendapatan bunga pinjaman
b: Pendapatan investasi likuiditas
c: Pendapatan investasi keuangan
d: Pendapatan investasi no keuangan
e: Pendapatan lainnya
f: Biaya bunga atas simpanan non saham
g: Deviden (BJS) atas simpanan saham
h: Biaya bunga atas pinjaman dari BK3D
i: Total aset sampai askhir tahun berjalan
j: Total aset sampai akhir tahun lalu

Sasaran: Meningkatkan pendapatan yang memadai untuk membiayai semua biaya operasional dan alokalisasi dana cadangan umum untuk memperkuat modal lembaga

9.      R9. Biaya Operasional / Rata-Rata Total Aset
Rasio R9 untuk mengukur biaya yang terkait dengan manajemen dari semua aset CU. Biaya ini diukur sebagai presentase total aset dan menunjukan derajat efisiensi operasional atau ketidakefisienan operasional.
R9 =          a         X 100% .............................................................. (78)
               ((b + c) / 2)

Keterangan:
a: Total biaya operasional (diluar provisi untuk pinjaman lalai)
b: Total aset sampai akhir tahun ini
c: Total aset sampai askhir tahun lalu

......... Sasaran: < 10%

10.    R10. Provisi Untuk Pinjaman Lalai / Total Aset Rata-Rata
Rasio R10 untuk mengukur biaya kerugian atas asset-aset yang beresiko seperti pinjaman macet. Biaya ini berbeda dari biaya operasional lainnya dan harus dipisahkan untuk mengetahui keefektipan kebijakan dan prosedur penagihan di CU.
R10 =          a         X 100% ............................................................ (79)
                 ((b + c) / 2)

Keterangan:
a: Total biaya provisi untuk semua aset bermasalah tahun berjalan
b: Total aset sampai akhir tahun ini
c: Total aset sampai askhir tahun lalu

Sasaran: Tersedia untuk menutup 100% pinjaman lalai > 12 bulan dan 35% untuk pinjaman lalai 1-12 bulan

11.    R11. Pendapatan Atau Biaya Lain-Lain (Non_Recurring Income or Expenses) / Average Total Aset
Rasio R11 untuk mengukur jumlah bersih dari pendapatan atau biaya lain-lain. Item ini sebenarnya tidak signifikan jika CU mengkhususkan diri pada intermediasi keuangan.

R11 =          a         X 100% ............................................................ (80)
                 ((b + c) / 2)

Keterangan:
a: Total pendapatan atau biaya lain-lain (non-recurring income or expense) tahun berjalan
b: Total aset sampai dengan akhir tahun berjalan
c: Total aset sampai askhir tahun lalu

Sasaran: Sekecil mungkin

12.    R12. Pendapatan Bersih / Total Aset Rata-Rata
Rasio R12 untuk mengukur ketahanan perolehan pendapatan dan juga, kemampuan untuk membangun modal lembaga.
R12 =          a         X 100% ............................................................ (81)
                 ((b + c) / 2)

Keterangan:
a: Laba bersih (setelah deviden)
b: Total aset sampai akhir tahun berjalan
c: Total aset sampai askhir tahun lalu

Sasaran: Mampu memenuhi sasarn ideal E9

e.       Liquidity (Dana Likuid)
Kecukupan likuiditas diperlukan untuk menanggulangi penarikan permintaan anggota. Pemeliharaan tingkat likuiditas memerlukan biaya sehingga, perlu ditekan seminimal mungkin. Manajemen likuiditas yang baik menjadi suatu keterampilan yang amat penting karena CU menjalankan struktur keuangan dari simpanan saham menjadi simpanan non-saham yang bisa bergerak cepat. Perubahan-perubahan yang terjadi setelah model tradisional, simpanan saham anggota sangat tidak liquid dan sebagian besar pinjaman pada pihak luar dapat dikembalikan dalam periode yang lama, sehingga tersedia sedikit insentif untuk menjaga cadangan likuiditas.
System PEARLS menganalisis likuiditas dari dua sudut pandang, yaitu sebagai berikut.
a.       Total cadangan likuiditas
Indikator ini mengukur persentase simpanan non-saham yang diinvestasikan sebagai asset likuid di bank. Target yang ideal dijaga pada maksimum 15% setelah membayar semua kewajiban jangka pendek (30 hari atau kurang)
b.      Dana likuid yang menganggur (idle)
Cadangan likuid penting, tetapi cadangan likuid ini juga menjadi biaya. Karena CU harus membayar bunga simpanan kalau cadangan likuid berasal dari simpanan anggota. Dana yang ada di rekening mendapatkan sedikit pemasukan jika dibandingkan kalau diinvestasikan. Akibatnya, adalah penting menjaga agar cadangan likuid yang menganggur sekecil mungkin. Target yang ideal adalah sekecil mungkin. Target yang ideal adalah sekecil mungkin, mendekati nol.
Indikator liquidity  menunjukan apakah CU dapat secara efektif menangani uang tunainya sehingga CU selalu memiliki uang yang cukup manakala secara tiba-tiba para anggota menarik simpanannya. Dengan kata lain, cadangan likuiditasnya selalu kuat. Disamping itu, uang nganggur (idle) juga diukur untuk memastikan bahwa asset-aset yang tidak menghasilkan jangan sampai mengurangi pendapatan CU.
1.      L1. Investasi Likuid + Aset Likuid – Kewajiban Jangka Pendek / Simpanan Non Saham.
Rasio L1 untuk mengukur ketahanan cadangan kas likuid untuk memenuhi penarikan simpanan, setelah membayar semua kewajiban jangka pendek < 30 hari.
L1 =   (a + b – c)    X 100% ........................................................... (82)
                        d

Keterangan:
a: Total investasi likuid yang menghasilkan
b: Total asset likuid yang tidak menghasilkan
c: Total kewajiban jangka pendek < 30 hari
d: Total simpanan non saham

Sasaran: Minimal 15%

2.      L2. Cadangan Likuiditas / Simpanan Non-Saham
Rasio L2 untuk mengukur ketersediaan cadangan likuid terhadap total simpanan non saham
L2 =   (a + b)    X 100% ................................................................. (83)
                      c

Keterangan:
a: Total cadangan likuiditas (asset-aset yang menghasilkan)
b: Total cadangan likuiditas (asset-aset yang tidak menghasilkan
c: Total simpanan non saham

Sasaran: 10%

3.      L3. Aset-Aset Likuid Yang Tidak Menghasilkan / Total Aset
Rasio L3 untuk mengukur presentase total asset yang diinvestasikan di dalam item-item likuid yang tidak menghasilkan.
L3 =   a    X 100% .......................................................................... (84)
                   b

Keterangan:
a: Total aset-aset likuid yang tidak menghasilkan
b: Total aset

Sasaran: < 1%

f.       Signs of Growth (Tanda-tanda Pertumbuhan)
Pertumbuhan mempengaruhi struktur keuangan koperasi sehingga harus dipantau dengan cermat. Informasi ekonomi makro dapat dipakai sebagai acuan tingkat pertumbuhan. Melihat pertumbuhan asset saja tidaklah cukup. Keuntungan dari system PEARLS adalah mengaitkan pertumbuhan dengan memperoleh keuntungan juga dengan area kunci lain dengan menilai kekuatan system secara keseluruhan. Pertumbuhan total aset adalah indikator sangat penting karena mempengaruhi rasio PEARLS lain. Pertumbuhan diukur dalam 5 area kunci yaitu sebagai berikut.
a.       Total Aset
Pertumbuhan yang didasarkan pada total asset adalah salah satu rasio yang amat penting. Banyak rumus yang digunakan dalam rasio PEARLS memasukan total asset sebagai faktor pembagi. Pertumbuhan asset yang kuat dan konsisten menyempurnakan rasio-rasio PEARLS. Dengan membandingkan pertumbuhan berdasarkan total asset terhadap area kunci lainnya, mudah mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur neraca yang mungkin akan berdampak positif atau negatif terhadap perolehan pendapatan. Idealnya, semua CU mencapai pertumbuhan positif nyata (misalnya, pertumbuhan bersih setelah mengurangkannya dengan tingkat inflasi) setiap tahun.
b.      Pinjaman
Pinjaman portofolio pinjaman (pinjama beredar) merupakan asset CU yang paling penting dan menguntungkan. Jika perubahan total pinjaman sebanding dengan pertumbuhan total asset, maka tingkat keuntungan yang diperoleh dapat dijaga. Sebaliknya, tingkat pertumbuhan pinjaman menurun, maka tingkat pendapatan juga menurun.
c.       Simpanan non-saham (savings deposit)
Dengan pendekatan baru pada penekanan mobilisasi simpanan, simpanan non-saham merupakan tulang punggung pertumbuhan. Pertumbuhan total asset tergantung pada pertumbuhan simpanan. Program pemasaran produk simpanan yang handal akan meningkatkan jumlah simpanan anggota. Akhirnya, berpengaruh pada pertumbuhan area-area kunci yang lain.
d.      Simpanan Saham
Meskipun simpanan saham anggota tidak lagi menjadi penekanan, beberapa CU masih menjaga ketergantungan pada pertumbuhan simpanan saham. Jika laju pertumbuhan simpanan saham berlebihan, ini menjadi pertanda bahwa ketidakmampuan CU menerapkan system baru dalam mempromosikan simpanan selain simpanan saham.
e.       Modal Lembaga
Pertumbuhan modal lembaga merupakan indikator terbaik bagi perolehan keuntungan Pertumbuhan modal lembaga yang statis atau menurun biasanya menunjukan adanya masalah dengan perolehan pendapatan, jika perolehan pendapatan rendah, CU akan menghadapi masalah besar dalam meningkatkan modal lembaga. Salah satu tanda penting bahwa CU itu sehat atau tidak adalah pertumbuhan modal lembaga yang biasanya lebih tinggi daripada pertumbuhan total asset.
Indikator  signs of  growth  mengukur presentase pertumbuhan disetiap item yang paling penting pada laporan keuangan, juga  pertumbuhan anggota. Dalam kondisi ekonomi dengan inflasi tinggi, pertumbuhan nyata (setelah dikurangkan dengan inflasi), merupakan kunci ketahanan jangka panjang CU.
1.      S1. Pertumbuhan Pinjaman
Rasio S1 untuk mengukur pertumbuhan portofolio pinjaman terkini.
S1 =   (a – b)   X 100% ................................................................... (85)
                    b

Keterangan:
a: Saldo portofolio pinjaman akhir tahun berjalan
b: Saldo portofolio pinjaman akhir tahun lalu

Sasaran:
a.  Untuk meningkatkan presentase total piutang (E1), S1 harus lebih besar daripada S11;
b. Untuk mempertahankan persentase total piutang (E1), S1 harus sama dengan S11;
c.  Untuk menurunkan persentase total piutang (E1), S1 harus kurang dari S11.

2.      S2. Pertumbuhan Investasi Likuid
Rasio S2 untuk mengukur pertumbuhan terkini dari investasi likuid
S2 =   (a – b)   X 100% ................................................................... (86)
                    b

Keterangan:
a: Total investasi likuid tahun berjalan
b: Total investasi likuid samapi akhir tahun lalu



Sasaran:
a.       Untuk meningkatkan persentase investasi likuid (E2), S2 harus lebih besar dari S11
b.      Untuk mempertahankan persentase investasi likuid (E2), S2 harus sama dengan S11.
c.       Untuk menurunkan persentase investasi likuid (E2), S2 harus kurang dari S11
3.      S3. Pertumbuhan Investasi Keuangan
Rasio S3 untuk mengukur pertumbuhan terkini dari investasi keuangan
S3 =   (a – b)    X 100% .................................................................. (87)
                    b

Keterangan:
a: Total investasi  tahun berjalan
b: Total investasi keuangan sampai akhir tahun lalu

Sasaran:
a.       Untuk meningkatkan persent investasi keuangan  (E3), S3 harus lebih besar dari S11
b.      Untuk mempertahankan persentasi investasi keuangan (E3), s3 harus sama dengan S11
c.       Untuk menurunkan persentasi investasi investasi keuangan (E3), S3 harus kurang dari S11

4.      S4. Pertumbuhan Investasi Non-Keuangan
Rasio S4 untuk mengukur pertumbuhan terkini dari investasi non-keuangan.
S4 =   (a – b)   X 100% ................................................................... (88)
                    b

Keterangan:
a: Total investasi non- keuangan tahun berjalan
b: Total investasi non-keuangan samapai akhir tahun lalu

Sasaran:
a.       Untuk meningkatkan persentasi investasi non-keuangan (E4), S4 harus lebih besar dari S11.
b.      Untuk mempertahankan persentase investasi non-keuangan (E4), S4 harus sama dengan S11
c.       Untuk menurunkan persentase investasi non-keuangan (E4), S4 harus kurang dari S11.

5.      S5. Pertumbuhan Simpanan Non-Saham
Rasio S5 untuk mengukur pertumbuhan pertumbuhan terkini dari simpanan non-saham.
S5 =   (a – b)   X 100% ................................................................... (89)
                    b

Keterangan:
a: Total simpanan no-saham tahun berjalan
b: Total simpanan non-saham samapai dengan tahun lalu

Sasaran:
a.       Untuk meningkatkan persentase investasi total simpanan non-saham (E5), S5 harus lebih besar dari S11
b.      Untuk mempertahankan persentase total simpanan non-saham (E5), S5 harus sama dengan S11
c.       Untuk menurunkan persentase total simpanan non-saham (E5), S5 harus kurang dari S11..

6.      S6. Pertumbuhan Pinjaman Dari BK3D
Rasio S6 untuk mengukur pertumbuhan pinjaman dari BK3D
S6 =   (a – b)   X 100% ................................................................... (90)
                    b

Keterangan:
a: Total pinjaman dari BK3D tahun berjalan
b: Total pinjaman dari BK3D samapai akhir tahun lalu

Sasaran:
a.       Untuk meningkatkan persentase total pinjaman dari BK3D (E6), S6, harus lebih besar dengan S11
b.      Untuk mempertahankan persentase total pinjaman dari BK3D (E6), S6, harus sama dengan S11
c.       Untuk menurunkan persentase investase non-keuangan (E6), S6, harus kurang dari S11.

7.      S7. Pertumbuhan Pinjaman Saham Anggota
Rasio S7 untuk mengukur pertumbuhan terkini dari simpanan saham anggota.
S7 =   (a – b)   X 100% ................................................................... (91)
                    b

Keterangan:
a: Total simpanan saham tahun anggota berjalan
b: Total simpanan saham anggota samapai akhir tahun lalu.

Sasaran:
a.       Untuk meningkatkan persentase total simpanan saham anggota (E7), S7 harus lebih besar dari S11
b.      Untuk mempertahankan persentase total simpanan saham anggota (E7), S7 harus sama dengan S11
c.       Untuk menurunkan persentase total simpanan saham anggota (E7), S7 harus kurang dari S11.

8.      S8. Pertumbuhan Modal Lembaga
Rasio S8 untuk mengukur pertumbuhan terkini dari modal lembaga.
S8 =   (a – b)   X 100% ................................................................... (92)
                    b

Keterangan:
a: Modal lembaga tahun berjalan
b: Modal lembaga samapai akhir tahun lalu

Sasaran:
a.       Untuk meningkatkan persentase total modal lembaga (E8), S8, harus lebih besar dari S11.
b.      Untuk mempertahankan persentasetotal modal lembaga (E8),S* harus sama dengan S11
c.       Untuk menurunkan persentasetotal modal lembaga (E8), S8 harus kurang dari S11.

9.      S9. Pertumbuhan Pinjaman
Rasio S9 untuk mengukur pertumbuhan terkini dari modal lembaga bersih.
S9 =   (a – b)   X 100% ................................................................... (93)
                    b

Keterangan:
a: Modal lembaga bersih tahun berjalan
b: Modal lembaga bersih sampai akhir tahun lalu

Sasaran:
a.       Untuk meningkatkan persentase total modal lembaga bersih (E9), S9, harus lebih besar dari S11.
b.      Untuk mempertahankan persentasetotal modal lembaga (E9),S9 harus sama dengan S11
c.       Untuk menurunkan persentasetotal modal lembaga (E9), S9 harus kurang dari S11.

10.  S10. Pertumbuhan Anggota
Rasio S10 untuk mengukur pertumbuhan terkini anggota CU.
S10 =   (a – b)   X 100% ................................................................. (94)
                     b

Keterangan:
a: Jumlah anggota terakhir
b: Jumlah anggota samapai akhir tahun lalu

Sasaran: >12%

11.  S11. Pertumbuhan Total Aset
Rasio S11 untuk mengukur pertumbuhan terkini total aset
S11 =   (a – b)   X 100% ................................................................. (95)
                     b

Keterangan:
a: Total asset tahun berjalan
b: Total asset sampai akhir tahun lalu

Sasaran: Diatas tingkat inflasi

STUDI KASUS
Perbedaan CAMELS dan RGEC
Penyempurnaan penilaian kesehatan bank dilatarbelakangi oleh Perubahan kompleksitas usaha dan profil risiko, penerapan pengawasan secara konsolidasi, serta perubahan pendekatan penilaian kondisi bank yang diterapkan secara internasional memengaruhi pendekatan penilaian tingkat kesehatan bank. Secara substantif memang ada beberapa perubahan faktor-faktor penilaian, namun dari sisi prinsip dan proses perhitungan tingkat kesehatan, PBI Nomor 13/1/PBI/2011 tersebut tidak jauh berbeda dengan PBI Nomor 6/10/PBI/2004. Jika dibandingkan dengan sistem penilaian kesehatan sebelumnya yaitu dengan metoda CAMELS (capital, asset quality, management, earning, liquidity, sensitivity to market risk) sistem yang berakhir pada tahun 2011 ini memang lebih komprehensif, atau bisa diartikan lebih banyak komponen atau rasio-rasio yang dinilainya. Perubahan aktivitas perbankan beberapa tahun terakhir yang membuat para pemilik perbankan harus menerapkan manajemen risiko dan good corporate governance dalam setiap aktivitasnya supaya suatu saat bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dapat dideteksi sejak dini sehingga tidak menimbulkan dampak yang lebih besar. Oleh karena itu, Bank Indonesia menyempurnakan metode penilaian kesehatan dari CAMELS (capital, asset quality, management, earning, liquidity, sensitivity to market risk) menjadi RGEC (Risk Profile, Good Corporate Government, Earning, dan Capital).
Dalam penilaian CAMELS keterkaitan antara faktor-faktor didalamnya belum terhubung sehingga belum memberikan gambaran yang utuh tentang bagaimana bank dikelola. Selain itu, penilaian kesehatan menggunakan metode CAMELS hanya terfokus pada pencapaian laba dan pertumbuhan. Sedangkan parameter penilaian dengan metode RGEC mencakup sisi upside dan downside yaitu sisi update bisnis pencapaian laba dan pertumbuhan serta sisi downside penilaian terhadap risiko yang akan muncul baik sekarang maupun jangka panjang. Penilaian dengan metode RGEC ditentukan dari self assessment setiap bank, sehingga metode RGEC ini menjadi solusi penilaian kesehatan bank yang lebih komprehensif.  
a.       Capital CAMELS vs Capital RGEC
Untuk perhitungan CAR baik untuk CAMELS maupun RGEC menggunakan rumus yang sama. Tetapi yang membedakan adalah terletak pada perhitungan ATMR (aktiva tertimbang menurut risiko pada CAMELS, yang masih menggunakan regulasi Basel I, hanya memperhitungkan ATMR dengan menggunakan risiko kredit dan risiko pasar saja. Sedangkan untuk perhitungan ATMR pada RGEC, dimana regulasi Basel II sudah digunakan, selain menggunakan risiko kredit dan risiko pasar, maka ditambah dengan menggunakan risiko operasional.
b.      Asset Quality + Liquidity + Sensitifity to Market Risk = Risk Profile
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/24/PBI/2011, risk profile yang wajib dinilai terdiri dari risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, risiko likuiditas, risiko hukum, risiko stratejik, risko kepatuhan, dan risiko reputasi. Dalam penilaian CAMELS, jika hasil peringkat suatu bank pada parameter atau indikator pada asset quality, liquidity, dan sensitifity to market risk buruk, maka dapat diprediksi bahwa bank tersebut akan mengalami kebangkrutan. Tetapi dalam penilaian RGEC, jika hasil peringkat suatu bank pada parameter atau indikator pada risk profile buruk, maka bank tersebut belum dapat diprediksi akan mengalami kebangkrutan selama parameter penanganan risiko bank itu sangat baik sehingga dapat mencegah atau meminimalisasi akan terjadinya kebangkrutan.
1.      Kredit Asset Quality vs Kredit Risk Profile
Seperti halnya perbedaan capital seperti penjelasan diatas, maka penilaian kredit pada asset quality dan risk profile pun mengalami perbedaan yang terkait dengan adanya perubahan regulasi juga yaitu adanya revisi PSAK No.50 dan No.55 pada tahun 2006 tentang Instrumen Keuangan. Adanya revisi tersebut mengakibatkan adanya perubahan padanan PPAP menjadi CKPN. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa sebenarnya PPAP sejenis dengan CKPN karena sama-sama merupakan pencadangan pada kredit. Yang membedakan adalah perlakuannya, dimana pencadangan kredit pada PPAP didasarkan pada ketentuan kolektibilitasnya sedangkan untuk pecadangan kredit pada CKPN didasarkan pada data kerugian kredit yang telah terjadi.
2.      Liquidity CAMELS vs Liquidity Risk Profile
Parameter atau indikator yang digunakan untuk memperhitungkan antara liquidity CAMELS dengan liquidity risk profile sebagian besar memiliki persamaan. Yang membedakan adalah bahwa pada parameter liquidity CAMELS terdapat perhitungan rasio LDR (Loan Deposits Ratio) sedangkan pada parameter liquidity risk profile tidak terdapat adanya perhitungan rasio tersebut.
3.      Market Risk CAMELS vs Market Risk Profile
Perbedaan yang signifikan antara market risk CAMELS dengan market risk profile adalah adanya parameter atau indikator strategi dan kebijakan bisnis setiap masing-masing bank pada penilaian pada market risk profile. Sedangkan untuk market risk CAMELS lebih terfokus pada penerapan sistem manajemen risiko pasar.
c.       Management CAMELS vs Good Corporate Governance RGEC
Pada management CAMELS, selain menggunakan parameter atau indikator good corporate governance pada manajemen umum, digunakan pula penerapan sistem manajemen risikonya serta kepatuhan bank terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, dimana pada komponen RGEC, kepatuhan tersebut terdapat dalam penjelasan mengenai risiko kepatuhan pada risk profile.
d.      Earnings CAMELS vs Earnings RGEC
Pada earnings CAMELS, terdapat parameter atau indikator perhitungan BOPO (beban operasional dibagi dengan pendapatan operasional), sedangkan earnings RGEC tidak ada perhitungan BOPO. Sebagai gantinya, pada earnings RGEC terdapat parameter atau indikator beban operasional dibagi dengan total aset dan pendapatan operasional yang juga dibagi dengan total aset.
Metode RGEC dibanding dengan metode CAMELS maka lebih baik metode RGEC karena dilihat dari penggunan komponen-komponen nya jika RGEC sudah menggunakan aspek terbaru seperti pada aspek untuk perhitungan ATMR pada capital metode RGEC sudah menggunakan Basel II, selain menggunakan risiko kredit dan risiko pasar, maka ditambah dengan menggunakan risiko operasional. Sedangkan pada metode CAMELS masih menggunakan Basel I.

Perbedaan Penilaian Kesehatan (Pemerintah) dan PEARLS
Penilaian tingkat kesehatan koperasi pada suatu negara berbeda-beda. Untuk pengukuran tingkat kesehatan koperasi menurut Peraturan debuti bidang pengawasan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No.06/Per/ Dep.6/IV/2016 dapat dilakukan terhadap 7 aspek, yaitu permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, efisiensi, likuiditas, kemandirian dan pertumbuhan, dan jati diri koperasi. Sedangkan   PEARLS adalah suatu metode untuk menilai tingkat kesehatan yang dikembangkan oleh WOCCU (World Council of Credit Unions) sebagai panduan pengelolaan credit union untuk analisis tingkat kesehatan koperasi kredit di seluruh dunia yang berkedudukan di Madison, Wisconcin USA dan organisasi Association Of Asian Confederation Of Credit Union (ACCU) yang berkedudukan di Bangkok Thailand. PEARLS memiliki beberapa indikator, yaitu Protection, Effective Financial Structure, Asset Quality, Rates of Return and Cost, Liquidity dan Sign of Growth.
Pengukuran tingkat kesehatan koperasi Peraturan debuti bidang pengawasan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No.06/Per/ Dep.6/IV/2016 terdapat kategori sehat, cukup sehat, kurang sehat, dan tidak sehat. Sedangkan pada PEARLS tidak terdapat kategori tersebut. Perbedaan penilaian kesehatan pada koperasi terdapat pada aspek atau metode yang digunakan.
a.       Kualitas aktiva produktif Pemerintah vs Kualitas Aset PEARLS
Aspek Kualitas Aktiva Produktif pada pemerintah adalah tolak ukur untuk menilai tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana yang ditanamkan dalam aktiva produktif berdasarkan kriteria tertentu. Di Indonesia, kualitas aktiva produktif dinilai berdasarkan tingkat tagihannya, yaitu lancar, dalam perhatian khusus, kredit kurang lancar, kredit diragukan atau kredit macet. Sedangkan, Kualitas aset PEARLS merupakan variabel utama yang mempengaruhi keuntungan Credit Union.
b.      Likuiditas Pemerintah vs Likuiditas PEARLS
Aspek Likuiditas pada pemerintah terdiri dari Rasio kas, dan Rasio pinjaman yang diberikan terhadap dana yang diterima. Sedangkan di PEARLS, Kecukupan likuiditas diperlukan untuk menanggulangi penarikan permintaan anggota.

Perbedaan Kinerja Bank dan Koperasi
Sebagai perusahaan jasa keuangan yang sudah sejak lama, bank mengatur keuangan nasabah menjadi bagian dalam perekomomian dimasyarakat. Namun selain bank, koperasi pun juga memberikan sumbangsih yang sama, namun bedanya konsumen tidak memiliki nomor rekening dan kartu ATM. Akan tetapi keduanya memiliki perbedaan sebgai sebuah institusi, dimana koperasi merupakan perusahaan perseorangan, sedangkan bank merupakan institusi besar dan sebagian ada yang milik pemerintah. Apabila dilihat dari sisi kinerja kedua institusi tersebut sama-sama memberikan sumbangsih pada perekonomian bangsa. Akan tetapi ada yang berperan paling besar dalam perekonomian tersebut yakni perbankan, dikarenakan perbankan memiliki modal cukup besar dari dana simpanan nasabahnya. Dengan begitu akan lebih banyak inovasi program sehingga lebih variatif untuk ditawarkan pada nasabah. Sebagai contoh untuk jenis tabungan saja dapat ditawarkan jenis tabungan syariah dan konvensional.
Berbeda halnya dengan koperasi yang dari sisi biaya administrasi nyaris tidak ada, sehingga simpanan nasabah yang tidak bertambah jumlahnya pun akan tetap utuh. Sumbangsih percepatan ekonomi bangsa dari koperasi memang ada namun tidak sebesar dari perbankan, dikarenakan dana simpanan wajib yang ditentukan pun nilainya masih kecil dan simpanan sukarela pun juga tidak dibatasi. Akan tetapi kelebihan institusi ini dapat membantu perekonomian keluarga kecil, sehingga cukup dengan melakukan simpanan wajib dan simpanan sukarela saja hingga sudah mencapai jumlah 1 juta saja sudah dapat melakukan pinjaman.
Bank merupakan lembaga keuangan yang memberikan jasa keuangan yang paling lengkap, mulai dari menghimpun dana sampai menyalurkan dana. Sedangkan lembaga keuangan lainnya (koperasi simpan pinjam) atau lembaga pembiayaan lebih terfokus kepada salah satu bidang saja yaitu penyaluran dana atau penghimpunan dana walaupun ada juga lembaga keuangan lainnya yang melakukan keduanya. Perbedaan utama adalah dari ragam produk yang ditawarkan. Kegiatan utama dari perbankan disamping menyalurkan dana juga menghimpun dana, sedangkan lembaga keuangan (koperasi simpan pinjam) lebih diarahkan kepada penyaluran dananya saja.
Kementerian Koperasi dan UKM menegaskan penilaian kesehatan koperasi simpan pinjam yang dilakukan oleh Pemerintah harus sinkron dengan penilaian perbankan. Deputi Pengawasan Kementerian Koperasi menargetkan penilaian kesehatan yang dilakukan pemerintah juga diakui oleh bank ketika koperasi hendak mengakses kredit dari bank. Penilaian kesehatan koperasi harus benar-benar konsisten dan dilakukan oleh orang yang ahli serta berintegritas. Dengan demikian proses penilaian kesehatan koperasi dapat dipertanggungjawabkan dan konsisten. Penilaian kesehatan ini sangat penting untuk mendukung tercapainya koperasi berkualitas yang menjadi target Kemenkop UKM. Ruang lingkup penilaian kesehatan koperasi dilakukan atas tujuh aspek bagi koperasi konvensional, yaitu permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, efisiensi, likuiditas, kemandirian dan pertumbuhan, hingga jatidiri koperasi. Sedangkan untuk koperasi berbasis syariah aspek penilaian ditambah dengan prinsip syariah. Peraturan ini dapat meningkatkan efektivitas pelaksanaan penilaian kesehatan usaha simpan pinjam oleh koperasi di provinsi dan kabupaten/kota. Penilaian kesehatan bukan untuk menjatuhkan sanksi tetapi untuk mengetahui pola pembinaan yang tepat bagi koperasi tersebut. Sebab, koperasi juga harus mengelola dana dari anggota secara bertanggung jawab dan hati-hati (prudent).
Sedangkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992, bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, lukuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Kinerja bank yang semakin baik, maka tingkat kesehatan bank juga semakin baik dan sebaliknya jika kinerja bank menurun, akan menyebabkan tingkat kesehatan bank juga menurun. Penilaian kinerja bank penting dilakukan untuk mengetahui tingkat kesehatan bank karena menyangkut kepentingan banyak pihak. Hal tersebut karena bank merupakan lembaga yang mengelola dana nasabah dan berhubungan langsung dengan masyarakat dalam operasionalnya, sehingga upaya menjaga tingkat kesehatan bank diperlukan untuk menjaga tingkat kepercayaan masyarakat. Pengawasan terhadap kinerja bank perlu dilakukan untuk memantau operasional bank agar tetap sesuai dengan peraturan dan ketetapan yang berlaku.

REFERENSI
Peraturan Bank Indonesia No.6/10/PBI/2004 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum
Peraturan Bank Indonesia No.9/1/PBI/2007 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum berdasarkan prinsip syariah
Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP metode CAMELS (Capital, Asset quality, Management, Earnings, Liquidity, dan Sensitivity to Market Risk) dan menjadi RGEC (risk profile, good corporate governance, earnings, dan capital)
Surat Edaran BI Nomor 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 tentang penilaian tingkat kesehatan bank umum
Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011.
Peraturan Deputi Bidang Pengawasan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No.06/Per/Dep.6/IV/2016
Peraturan Menteri KUKM/No.14/Per/M.KUKM/ XII/2009 tentang pedoman penilaian kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi.
WOCCU (World Council of Credit Unions) tentang PEARLS (Protection, Effective Financial Structure, Asset Quality, Rates of Return and Cost, Liquidity dan Sign of Growth)