Jumat, 29 Juli 2011

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI DAN OUTLOOK PEREKONOMIAN JAWA TIMUR 2011

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI DAN OUTLOOK PEREKONOMIAN JAWA TIMUR 2011
Disusun Oleh: Daniel S. StephanuS

Latar Belakang
Hasil survey pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi untuk Bank Indonesia Cabang Malang (Kota dan Kabupaten Malang, Kota Batu, Kabupaten Pasuruan, Kota dan Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten Lumajang). Tetapi hasil survey hanya didasarkan pada data dari Kota Malang dan Kota Probolinggo, karena hanya di kedua Kota tersebut ada Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia samapi triwulan ketiga 2010 adalah sebesar 5,8%, sedangkan di Jawa Timur telah mencapai 7,14%, dan Malang Raya ada dikisaran tingkat pertumbuhan 5,5%—6,5%. Malang Raya dan apalagi Jawa Timur memiliki pertumbuhan ekonomi di atas tingkat pertumbuhan Nasional. Poyeksi untuk tahun 2011:
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2011 Tingkat Inflasi 2010 Tingkat Inflasi 2011
Nasional 6,1—6,5% 6,33% 5%  1%
Jawa Timur 6,5—7,1% 6,4% 5,6%  1%
Malang Raya 6—7,1% 6,29% 5%  1%
Probolinggo -- 6,68% 5%  1%
Sumber: BPPS 2010
Gambaran Umum Perekonomian Jawa Timur
2009 2010
Target Realisasi Target Realisasi
Pertumbuhan Ekonomi 4—4,5% 5,01% 4—4,5% 6,5%
Pengangguran 6,2—6,4% 5,08% 6—6,2% 4,25%
Kemiskinan 16,5—16,9% 16,68% 15,5—16,5% 15,26%
Sumber: BPPS 2010
Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur relative lebih tinggi dari pertumbuhan Nasional. Tetapi dengan aktivitas tertinggi pada konsumsi rumah tangga, produksi, dan baru kemudian ekspor impor. Berdasar sector (1) perdagangan (13,36%) dan (2) industry (0,96). Dengan penurunan angka pengangguran dari tahun ke tahun 2008 (6%), 2009 (5%), dan 2010 (4%).
Pendekatan Karwonomics: Pemerataan dahulu baru pertumbuhan.
People Pro-Poor Pemerataan
Center  Pro-Job  Dual track strategy  dan
Development Pro-Environment Pertumbuhan
Pro-Gender
Waktu, Tempat, dan Penyelenggara
Selasa, 14 Desember 2010, Hotel Santika Malang
Diselenggarakan oleh Bank Indonesia Cabang Malang

Rincian Kegiatan
1. Pembukaan oleh Deputi Bank Indonesia Cabang Malang.
2. Optimalisasi Peran Pemerintah dan Perbankan dalam Perekonomian Regional (David Kaluge – Universitas Brawijaya dan Tim Riset Daerah Jawa Timur).
3. Perkembangan Perekonomian Jawa Timur 2010 dan Outlook Perekonomian Jawa Timur 2011 (Wibisono – Deputy Moneter Bank Indonesia dan Sekretaris Tim Pengendali Inflasi Daerah Jawa Timur).
4. Kendala dan Tantangan Pengusaha pada Tahun 2011 (Herman Suryadi – Wakil Ketua umum Asosiasi Penguasaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Malang)
5. Diskusi.

Ringkasan Materi
Optimalisasi Peran Pemerintah dan Perbankan dalam Perekonomian Regional (David Kaluge – Universitas Brawijaya dan Tim Riset Daerah Jawa Timur)

Pendahuluan
Paradigma ekonomi yang berpihak pada rakyat miskin (pro poor) adalah peningkatan pendapatan atau penghematan pengerluaran. Pemerintah harus mampu meningkatkan pendapatan melalui penciptaan lapangan pekerjaan dan peningkatan produktivitas dan juga menurunkan pengeluarannya.Pemerintah jarus bisa menjamin tingkat biaya serendah mungkin pada sector kesehatan, pendidikan, air bersih dan sanitasi, serta penyediaan lapangan pekerjaan yang memadai.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur “sudah tidak percaya” pada paradigm lama Pembangunan Ekonomi Nasional yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi yang kemudian baru diikuti oleh kucuran ke bawah (trickle-down effect) ke kelompok masyarakat miskin. Oleh karena itu Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada saat ini menekankan pada pemerataan sebagai dasar pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable development) atau juga disebut sebagai Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas.

Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi Jawa Timur
Kontribusi PDRB Jawa Timur pada Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Nasional untuk triwulan pertama 2010 sebesar 15,4%, terbesar kedua setelah DKI Jakarta yang sebesar 16,55%. Peran Jawa Timur berdasarkan Laporan BPS tahun 2009 adalah sebagai berikut: susu (55,82%), gula (41,13%), kacang hijau (31,17%), buah-buahan (30,81%), jagung (29,87%), kacang tanah (28,77%), telur (26,10%), padi (17,48%), ubi kayu (14,64%), dan daging (12,29%). Pada tahun 2010, produksi beras mencapai 7.730.088 ton yang 45,5% dikonsumsi oleh warga Jatim sendiri dan 54,5% dikirim ke luar daerah. Prestasi ini ditandai dengan diperolehnya penghargaan Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN 2010) kepada Gubernur Jatim.

Investasi yang terjadi di Jatim (berdasar surat persetujuan) untuk tahun 2010 menduduki peringkat pertama untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan kedua setelah DKI Jakarta untuk Penanaman Modal Asing (PMA). Pada tahun 2009 ada 36 proyek PMDN dengan nilai IDR25.405.226.000.000,- yang membuka kesempatan kerja untuk 19.437 orang tenaga kerja. Pada tahun 2010 telah disetujui 65 proyek PMDN dengan nilai investasi sebesar IDR32.615.998.000.000,- dan mampu menyerap 28.791 orang tenaga kerja. Sedangan untuk PMA pada tahun 2010 disetujui 56 proyek dengan nilai investasi sebesar USD1.411.750.000,- yang mampu menyerap 10.532 orang tenaga kerja.
Pada tahun 2010 tingkat pertumbuhan ekonomi Jawa Timur merupakan yang tertinggi secara nasional, bersama dengan DKI Jakarta angka pertumbuhan ekonomi mencapai 6,5%, selanjutnya Jawa Barat (5,8%). Tingkat pertumbuhan ekonomi Jatim jauh di atas tingkat pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,9%. Rupanya Jalin Kesra (Jalan Lain menuju Kesejahteraan – Pemerataan dan pertumbuhan pembangunan pada sector pendidikan, kesehatan, air bersih dan sanitasi, serta penciptaan lapangan pekerjaan) yang menjadi motto pembangunan ekonomi Jatim berjalan cukup sukses.
Penduduk (rumah tangga) miskin di Jatim juga berangsur-angsur menurun. Tingkat kemiskinan di Jatim adalah sebagai berikut: 2005 (20,3%); 2006 (19,89%); 2007 (18,89%); 2008 (18,51); 2009 (16,68%); 2010 (15,26%). Walau secara persentase menurun tetapi dari angka absolut maupun relative masih merupakan yang tertinggi di Indonesia.

Peran Pemerintah dan Bank Indonesia
Pemerintah merupakan fasilitator dan regulator, pemerintah berperan sebagai konduktor dalam suatu orchestra pembangunan ekonomi regional. Signal yang diberikan oleh pemerintah baik berupa peraturan maupun berbagai kemudahan akan langsung ditangkap oleh dunia usaha dan industry yang selalu bersiap mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi. Bank Sentral (Bank Indonesia) adalah nahkoda yang akan menentukan arah biduk perekonomian berlayar dan antisipasi terhadap terpaan dan gelombang moneter baik di tingkat nasional maupun internasional. Namun efektifitas signal Pemerintah dan Bank Indonesia sangat tergantung pada peran Perbankan Nasional yang merupakan institusi moneter dan finansial.
Duet yang serasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia serta Pemerintah Daerah dengan Perbankan merupakan kunci daya tarik investor untuk berinvestasi. Infrastruktur dan berbagai kendala di sector riil harus dapat dibereskan oleh Pemerintah, sedangkan perbankan memfasilitasi pendaan investasi. Duet Pemerintah dan Bank Indonesia memegang kunci pengendalian inflasi, khususnya Pemprov Jatim sangat memperhatikan masalah inflasi, karena tidak ingin semakin memberatkan hidup rakyat miskin.
Inflasi yang tinggi berarti naiknya biaya hidup bagi masyarakat dan turunnya nilai riil uang. Formulasi dari Irving Fisher menyatakan bahwa ada hubungan yang pasti antara variable uang beredar (M), tingkat perputaran transaksi (V), jumlah barang yang ditraksaksikan (T), dan tingkat harga barang (P). Formulasinya adalah MV = PT.
Jika dalam kondisi normal, maka perilaku penggunaan uang tetap normal dengan pola yang sama dari waktu ke waktu. Namun jika kondisi tidak normal, maka penggunaan uang oleh masyarakat juga akan berubah untuk mengantisipasi masalah tersebut. Contohnya, kecenderungan untuk memborong atau menimbun barang pada saat inflasi tinggi terjadi, dan sebaliknya. Perubahan perilaku ini terjadi karena ekspektasi terhadap situasi yang terjadi pada saat ini dan antisipasi untuk masa-masa mendatang.
Inflasi adalah permasalahan public, masyarakat secara keseluruhan, bukan masalah bagi institusi tertentu saja. Oleh karena itu, pengendalian inflasi harus melibatkan berbagai pihak terkait dengan kapasitasnya masing-masing dan terkoordinasi dengan baik sehingga diperoleh hasil yang optimal. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah yang tingkat inflasinya terkendali adalah pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan membawa pada perubahan yang riil, perubahan yang mensejahterakan.

Kerjasama Pemerintah, Bank Indonesia, dan Masyarakat dalam Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID)
Inflasi ditinjau dari aspek mikro maupun makro sangat signifikan memengaruhi perekonomian dan kesejahteraan rakyat, sehingga harus menjadi perhatian yang serius dalam strategi pembangunan ekonomi. Kestabilan perekonomian melalui pengendalian inflasi menjadi tujuan yang selalu harus diusahakan sebagai prasyarat pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bank Indonesia menjadi lokomotif untuk menjaga kestabilan nilai Rupiah sebagai dasar kestabilan perekonomian. Menekan tingkat inflasi serendah-rendahnya merupakan agenda besar yang diemban oleh Bank Indonesia pada saat ini (inflation targeting).
Respon terhadap fenomena inflasi tersebut adalah dibentuknya Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Inflasi yang bukan semata-mata disebabkan oleh kebijakan moneter tetapi juga dipengaruhi oleh kebijakan Pemerintah, permintaan dan penawaran pasar, serta ekspektasi masyarakat. Perlu ada wadah lintas dinas yang terkoordinasi sebagai penyedia data dan informasi untuk identifikasi penyebab inflasi di suatu daerah. TIPD memiliki tugas pemantauan harga dan pemetaan masalah, melakukan pengendalian harga, dan memberikan informasi serta rekomendasi dan alternative solusi guna pengendalian inflasi di daerah.
Pengendalian inflasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia meliputi:
1. Memperkuat aspek kelembagaan antara Bank Indonesia di Daerah dan Pemda.
2. Mengidentifikasi sumber-sumber kelangkaan pasokan barang kebutuhan pokok di daerah dan menghilangkan perilaku penimbunan dan pungutan liar.
3. Melakukan diseminasi untuk memberikan pemahaman pada masyarakat di daerah terkait kondisi dan prospek ekonommi serta risiko tekanan inflasi.

TIPD sangat diperlukan untuk mendukung strategi kebijakan moneter, sehingga harus mampu untuk mengidentifikasi penyenba inflasi, apakah:
1. Timbul dari sisi penawaran atau supply (cost push inflation);
2. Timbul dari sisi permintaan (demand pull inflation);
TIPD harus juga bisa menyelesaikan konflik kepentingan (conflict of interest) antar institusi Pemerintah Daerah seperti kebijakan yang mengakibatkan peningkatan government expenditure yang berlebihan dan deficit fiscal. Hal lain yang harus dilakukan oleh TIPD adalah mencegah instabilitas dan mekanisme tata niaga yang menyebabkan tingginya transaction cost yang akan berpengaruh pada second round effect dari kebijakan harga Pemerintah (seperti naiknya harga BBM).

Terbentunya TIPD merupakan respon terhadap perlunya koordinasi yang efektif dan penyedia informasi untuk identifikasi laju inflasi pada suatu daerah. Tugas TIPD adalah menjaga ekspektasi masayarakan akan kondisi suplai barang dan sosialisasi pentingnya menekan laju inflasi. TIPD harus mampu menjaga keseimbangan supply dan demand yang tepat waktu, tepat tempat, dan harga yang relative stabil. Sehingga TIPD harus memperhatikan proses dari tahapan produksi, distribusi, saluran pemasanan dan struktur pasar, dan struktur biaya yang melibatkan Pemerintah, swasta, dan masyarakat. Staregi-strategi yang dapat diterapkan oleh TIPD adalah sebagai berikut:
1. Memperkuat aspek kelembagaan antara Pemda dan Bank Indonesia dalam pengendalian inflasi.
2. mengidentifikasi sumber kelangkaan pasokan barang kebutuhan pokok, menjamin kelancaran distribusi, memperbaiki manajemen sediaan, memperbaiki infrastruktur di daerah, dan menghapus perilaku penimbunan dan pungli.
3. Meneliti dan menganalisis skenarioa kenaikan administered prices terhadap inflasi daerah.
4. Mengidentifikasi factor-faktor yang memengaruhi penetapan UMP dan pengeluaran Pemda yang akan memengaruhi inflasi dan daya beli masayarakat.
5. Melakukan diseminasi pemahaman pada masyarakat terkait dengan kondisi dan prospek ekonomi serta risiko tekanan inflasi.

TIPD Jawa Timur dibentuk berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/433/KPT/013/2008 tanggal 22 Desember 2008. Kegiatan TIPD adalah penyusunan kajian dan survey identifikasi sumber-sumber inflasi dan langkah-langkah antisipasinya di wilayah Jatim, mengoptimalkan diseminasi hasil analisis dan rekomendasi TIPD terkait dengan pengendalian inlfasi daerah, dan membentuk ekspektasi inflasi di masyarakat.




Perkembangan Perekonomian Jawa Timur 2010 dan Outlook Perekonomian Jawa Timur 2011 (Wibisono – Deputy Moneter Bank Indonesia dan Sekretaris Tim Pengendali Inflasi Daerah Jawa Timur)

Perkembangan Makro Ekonomi Jawa Timur Tahun 2010
Perkembangan ekonomi Jatim (7,14%) lebih tinggi ketimbang Nasional (6,4—6,8%), sedangkan pengeluaran Jatim didominasi oleh konsumsi (66%) yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi didominasi sector perdagangan yang rentan krisis. Perludukungan investasi, produksi, dan pertanian untuk meningkatkan kestabilan. Konsumsi terbesar di Jatim ada pada Mobil dan Motor, Listrik, dan Kredit Konsumsi.
Kinerja ekspor Jatim membaik dengan tujuan utama Jepang, USA, dan Malaysia. Walau demikian aktivitas investasi mengalami perlambatan sedangkan impor meningkat, khususnya impor mesin dari China yang diharapkan akan mendongkrak kinerja produksi pada tahun-tahun mendatang. Pola pembelanjaan Pemerintah Daerah tidak berubah, awal sampai tengah tahun rendah dan melonjak tinggi di akhir tahun.

Perkembangan Inflasi di Jawa Timur Tahun 2010
Inflasi di Jatim (6,3—6,5%) lebih rendah dari Inflasi Nasional (6,4—6,6%). Inflasi terbesar di Jatim disebabkan oleh volatile food (beras, daging, telur ayam, bawang merah dan putih, dan cabe merah) dan administered prices (tariff dasar listrik, biaya pengurusan STNK, Bahan bakar minyak, biaya pendidikan, biaya kesehatan, dan pajak).
Dibentuk Team Pengendali Inflasi Daerah (TPID) di Jawa Timur yang terdiri dari Surabaya, Kota Kediri, Kota Malang, Kabupaten Sumenep, Kota Probolinggo, Kabupaten Jember, dan Kota Madiun. Pada tahun 2010 Kabupaten Jember mengalami inflasi tertinggi, sedangkan Kabupaten Sumenep adalah yang terendah.

Perkembangan Perbankan di Jawa Timur Tahun 2010
Seiring dengan pemulihan perekonomian di Jatim, kinerja intermediasi perbankan (Bank Umum dan BPR) berjalan dengan baik, khususnya didukung oleh cukup tingginya pertumbuhan kredit yang disalurkan. Total asset perbankan di Jatim mencapai Rp246,07 triliun atau tumbuh 12% dari tahun sebelumnya, dengan penyaluran kredit sebesar Rp152,72 triliun atau naik 15% dari tahun sebelumnya, dengan loan to deposit ratio (LDR) sebesar 74,19% dengan non-performing loans (NPL) stabil pada leve 3%. Dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 8,96% atau senilai Rp205,86 triliun yang didominasi oleh Deposito sedangkan Giro mengalami perlambatan.

Outlook Perekonomian dan Inflasi Nasional 2011 dan 2012
Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2011 dan 2012 diperkirakan akan meningkat mencapai kisaran 6,0—6,6%. Diharapkan pertumbuhan tersebut didukung oleh konsumsi rumah tangga yang tetap kuat dan investasi yang membaik. Pertumbuhan di fokuskan pada sector industry, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan, dan komunikasi, serta pertanian. Perkiraan inflasi adalah 4—6%, sedangkan bila penguatan ekonomi terjadi akan dicapai target 3,5—5,5%. Faktor risiko adalah adanya ganggung produksi dan distribusi kebutuhan pokok serta kenaikan harga administered (TDL, BBM, LPG).

Outlook Perekonomian dan Inflasi Nasional 2011
Pertumbuhan ekonomi di Jatim diprediksi tummbuh dikisaran 6,6—7,1% yang didorong oleh peningkatan konsumsi, naiknya nilai ekspor, dan investasi khususnya pada sector perdagangan, intensifikasi pertanian dengan pupuk organic, dan permintaan ekspor furniture, produk alasa kaki, dan produk olahan makanan dan minuman.
Sedangkan inflasi diperkirakan pada kisaran 4,6—6,6% dikarenakan oleh naiknya inflasi produk-produk impor, anomaly cuaca, dan rencana kenaikan administered prices. Stabilnya nilai tukaar rupiah diharapkan mampu menahan tekanan inflasi.
Dimungkinkan terjadi overheat ekonomi dikarenakan pertumbuhan tinggi tetapi inflasi juga tinggi, kondisi ini harus segera diatasi dengan memperbesar mesin ekonomi melalui investasi.



Kendala dan Tantangan Pengusaha pada Tahun 2011 (Herman Suryadi – Wakil Ketua umum Asosiasi Penguasaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Malang)

Kendala Sektor Keuangan
• Inflasi tinggi dikarenakan konsumsi tinggi yang disebabkan oleh rendahnya bunga deposito.
• Bunga pinjaman yang 12% terlalu tinggi bagi pengusaha (spread diharapkan hanya sekitar 3%).
• Kurs menguat yang diharapkan dapat ditahan pada tingkat USD1 = IDR9.000.
• Masalah pembatasan BBM dan naiknya cukai tembakau.
• Hot money dari Eropa dan USA.
• Road map single tariff untuk perusahaan rokok akan memberatkan UKM dan perusahaan rokok kecil.
• Penertipan golongan pabrik eokok dengan menggabungkan anak-anak perusahaan pada perusahaan induk akan menaikkan golongan pabrik.

Kendala Pajak
• Beban UKM, retail dari 8% menjadi 20% akan memberatkan pengusaha.
• PPN berantai, termasuk untuk gula danLPG akan menaikkan harga dan mempersulit administrasi.
• PPh rekanan (PPh 23) sangat sulit diterapkan pada perusahaan tanpa NPWP.
• PPh 21, kenikmatan bagi karyawan. Perusahaan memberi akan dikenai pajak, perusahaan menjadi enggan memberi kenikmatan bagi karyawan seperti pelatihan. Bukankah menjadi demotivasi?
• Lingkaran setan kenaikan upah dan naiknya biaya produksi serta harga produk. Perlu dikaitkan antara kenaikan upah dengan produktivitas dan sertifikasi pekerja.
• Pesangon dan outsourcing. Bagi perusahaan untuk mengatasi masalah fluktuasi produksi dan borongan pekerjaan. Perhitungan pesangon yang rasional.
• Demo yang anarkis dan merusak alat produksi.

Kendala Sarana
• Susahnya menaikkan daya listrik.
• Perlunya kawasan industry untuk efisiensi pengolahan limbah, sarana jalan dan pergudangan, tata ruang yang memadai dan mencegah macet, dan perumahan dan kebutuhan dasar bagi karyawan secara bersama.
• Kawasan perdagangan untuk mencegah hutan ruko dan mempermudah pemasaran produk.
• Pasar modern dengan memodernisasi pasar tradisional sehingga mampu bersaing dengan took jaringan. Pasar tradisional punya kekuaran pada flexible price, barang eceran, dan relasi social.
• Pasar Induk yang modern seperti Pusa Agro di banyak tempat berbasis keunggulan daerah.

Kendala Perizinan
• Perpanjangan ijin gangguan yang berbelit seperti mengajukan ijin baru.
• Perluasan pabrik paling cepat memakan waktu 6 bulan.
• Retribusi dan kutipan illegal.

Peluang
• Ekspor alas kai nasional yang terus naik (USD24million pada tahun 2011).
• Penghapusan biaya fiscal ke luar negeri per 01 Januari 2011.
• Penyerapan produk local oleh PNS, sekolah, dan lembaga2 lain.
• Pemeringkatan (rating) untuk UKM dan dibina untuk kerjasama dengan mitra luar negeri.

Pengusaha hendaknya dijadikan mitra sejajar untuk bekerja bersama dan tidak dijadikan obyek (sapi perahan) oleh Pemerintah untuk kesejahteraan masyarakat.


Diskusi
Tanya:
• Masalah infrastruktur untuk distribusi dan pemerataan ekonomi.
• Masalah pembatasan BBM.
• Pemanfaatan produk-produk local untuk menekan inflasi.
• Pemberdayaan UKM melalui dukungand ari Perbankan dan CSR perusahaan-perusahaan besar di masing-masing daerah.
• Kiat-kiat untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi.
Jawab:
• Pengembangan kawasan selatan Jatim untuk mendorong perekonomian Jatim secera menyeluruh (Jalinsel, pelabuhan, dan investasi).
• Pembenahan infrastruktur membutukan waktu dan adanya dampak ikutan seperti pembebasan tanah dan lain sebagainya, khususnya moral dari para pemilik tanah dan spekulan.
• Butuh perencanaan jangka panjang yang integral dalam pembangunan ekonomi nasional seperti di China dan Vietnam.
• Kekhasan Jatim dengan kesalehan sosial untuk menurunkan tensi ketegangan karena perbedaan ekonomi, social, dan budaya.
• Peran Dewan Riset Daerah dengan Komisi Ekonomi, Komisi Sarana-Prasaranan, dan Komiss Sosial Budaya.
• Jaminan Kredit Daerah merupakan program kredit (tanpa agunan) pada UMKM yang prospektif tetapi tidak mampu secara modal. Diusulkan oleh Gubernur Jatim pada Bank Indonesia Jawa Timur.
• Pertumbuhan ekonomi harus mampu mengurangi kemiskinan dan memperluas lapangan kerja untuk menurunkan angka pengangguran dan kemiskinan.
• Pencabutan subsidi BBM seharusnya bertujuan untuk mendewasakan sector industry dan meningkatkan daya saing tetapi harusnya melalui tahapan sosialisasi yang mantap dan bukan mendadak serta tanpa penjelasan seperi kebijakan saat ini.
• Survey Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) merupakan informasi bagi prediksi dan perencanaan pembangunan ekonomi dan menekan laju inflasi. Berperan penting untuk perencanaan (road map) dan rekomendasi bagi perencanaan pembangunan ekonomi daerah dan nasioanal.





Kesimpulan
Pemerintah dengan kekuatan fiscal dan berbagai otoritas yang dimilikinya seperti penetapan aturan main dalam dinamika pembangunan ekonomi sangat vital dalam memengaruhi kinerja perekononmian di suatu daerah. Bank Indonesia dengan otoritas pengaturan moneter sangat menentukan kecukupan jumlah uang yang tersedia bagi perekonomian. Perbankan sebagai saluran kekuatan moneter dan sekaligus institusi finansial mendukung likuiditas dalam investasi yang menentukan kinerja perekonomian suatu daerah. Hubungan Pemerintah (fiskalis) dan Bank Indonesia (moneratis) adalah dasar yang menentukan kinerja ekonomi. Pertumbuhan ekonomi harus mampu mengurangi kemiskinan dan memperluas lapangan kerja untuk menurunkan angka pengangguran dan kemiskinan.