Pendahuluan
Tulisan ini ditujukan untuk mengenal salah satu Pujangga Besar di Tanah Jawa ini, Raden Ngabehi Ranggawarsita, seseorang yang dengan karyanya dapat member warna tersendiri dalam kehidupan masyarakat dan komunitas Jawa serta orang-orang Jawa yang masih mau menjadi Jawa. Tulisan ini akan sedikit membahas siapa, apa karyanya, apa pemikian (filosofi) yang beliau ingin sampaikan, dan nilai-nilai apa yang ingin beliau sampikan pada kita. Tulisan ini disadur , disarikan, diadaptasi dan diterjemahkan dari 2 (dua) tulisan yang ditulis di MajalahPanjebar Semangat, No 14 dan 15, 14 dan 21 Juni 2008. Banyak kekurangan, kelengkapan karya, pemaknaan dan berbagai kekurangan lain yang ada dalam tulisan ini, hal ini dikarenakan keterbatasan saya mengenai Sang Pujangga Besar Tanah Jawa, semoga sedikit memberikan cahaya bagi pembaca. Pengayaan bacaan dan sumber sebaiknya dilakukan oleh siapapun pembaca yang tertarik untuk belajar dan ngangsu kawruh mengenai nilai-nilai dan filosofi Jawa, khususnya yang untuk karya-karya Sang Pujangga.
Riwayat Hidup
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Lahir pada 10 Dulkaidah 1728 atau 15 Maret 1802.
Nama kecilnya adalah Bagus Burhan.
Meninggal pada 5 Dulkaidah 1802 atau 24 Desember 1873.
Di makamkan di Dusun Dalar, Desa Trucuk, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Gelar yang disandang oleh beliau adalah Abdi Dalem Kaliwon Nem Kadipaten Anom Pujangga ing Kraton Surakarta Hadiningrat.
Karya-karya beliau mencapai lebih dari 60 karya.
Thema-thema karya beliau meliputi (1) pengetahuan bahasa dan sastra, (2) dongeng, (3)roman klasik, (4) kesenian, (5) cerita pewayangan, (6) ramalan, (7) filsafat, dan lain-lainnya.
Mahakarya
1. Kitab Sabdajati
Berupa tembang macapat megatruh (sapupuh), terdiri dari 19 pada.
Berisi nasehat2 untuk :
Berlaku baik untuk menuju keselamatan, berhati2 dan tidak berbuat salah, melakukan kesalahan akan menjadi tempat (sarang) iblis.
Memintalah (berdoa) dengan sungguh pada Illahi, karena akan terjadi jaman binggung (pakewuh). Jaman yang membinggungkan, kesengsaraan dan keributan, tiap orang mencari benarnya sendiri, dan tidak ada kesetiaan. (setan mono nggawa kendhi isi dhuwit emas).
2. Kitab Kalatida
Tembang Sinom (sapupuh), 12 pada. Negara yang sepi dengan tata Negara yang ruwet, tidak ada teladan yang baik dan meninggalkan sifat2 terpuji. Pra cendikiawan terseret ombak katatida, kehidupan menjadi susah. Banyak orang baik tetapi tidak memapu mencegah kalabendu, malah semakin ruwet.
Jaman edan, melu edan ora tahan, yen ora nglakoni edan ora kebagian wusana keluwen. Keadilaning Gusti Allah, sak beja-bejane wong kang lali iso beja wong kang eling lan waspada.
3. Kitab Sabdapranawa
Tembang Dandang Gula, 12 pada.
Jaman Edan, merupakan kehendak Gusti, jaman dengan kwkawatiran, jaman dengan aturan yang acak2an, hidup menjadi sangat susah.
Kurangilah nafsu jahat, memikirkan y ang baik, mengayomi sesame dan memerangi kejahatan, hendaknya berterus terang untuk menciptakan kebaikan bersama.
Munculnya aji mumpung, korupsi dan keserakahan merajalela, sulit berbuat baik (ewuh aya in tyase), lupa pada keutamaan (llimut ing kautaman), kejahatan dimana2, sifat kurang menjadi2 (watak candhala andadhra), kehilangan ketentraman (sirna tentreming ati), banyak ratap tangis (wong udarasa manggung).
Waspadalah, karena akan berganti dengan jaman baik (taun windu kuning, tekane wewe kuning,ageman tebu wulung kanggo mateni wedhon, sing ilere mbebayani banget). Selanjutnya akan muncul jaman baik (jaman becik) karena kekuasaan Hyang Maha Mulya. Datangnya wahyu, kebaikan, dan keselamatan, menuju kemakmuran bersama (rayayu harja mulya).
4. Kitab Sabdatama
Tembang Gambuh (sapupuh), 22 pada.
Pada jaman kalabendu manusia hendaknya pandai2 mengelolah nafsu supaya tidak berbuat jahat dan maksiat. Menjaga hati, mengayomi sesame dan mencegah kejahatan. Aturan semakin banyak dibuat tetapi keserakahan menjadi2. Kebingungan dan ratap tangis dimana2 (njugrugake gunung ora ana sing ngalang2i).
Gambaran dalam warna kuning, merah,d an biru. Taun windu kuning, ana wewe putih, nyekel gaman tebu wulung nedya ngrangsang pocongan. Datangnya Wahyu tidak dapat dicegah, keselamatan akan datang. Para cerdik pandai bersatu hati menghadapai bahaya dan berani bertindak untuk kebaikan.
5. Kitab Jaka Lodang
Tembang Macapat (3 pupuh - Gambuh, Sinom, Megatruh).
Berisi ramalan Ranggawarsitan:
1) Pupuh Gambuh
Mulai tahun 1850 Saka (1919 Masehi) dan setelahnya.
Gunung meletus, tanah longsor dan lain2nya.
2) Pupuh Sinom
Mulaih tahun 1860 Saka (1929 Masehi)
Kejadian2 yang selalu berlawanan.
Kehendak baik selalu gagal, penguasa berlaku korup, dan orang pandai menjadi bodoh danmempu.
3) Pupuh Megatruh
Suatu saat nanti.
Orang ngantuk menemukan harta benda dan kebaikan ada dimana2.
6. Citra Prabu Watu Gunung
Dalam kitab Pustakakara Jupurwa, Raden Watugunung menjadi Raja di Giligwesi dan menikahi ibunya sendiri (Basundari atau Sinta).
Catatan-Catatan
1) Kalabendu
Jaman dalam Kitab Jangka Jayabaya
Kalabendu (1701—1800 )Sadana, Lodra, Jayta
Kalasuba (1801—1900) Wibawa, Saeka, Santosa
Kalasumbaga (1901—2000) Hendana, Karetna
Kaladrata (2001—2100) Darmana, Watara, Iseka.
Kalabendu Ranggawarsitan:
Waluyane benjang yen wus ana wiku, memuji ngesthi sawiji, sabuk lebulir majenun, gali bedan tudang-tuding, ana cahken sakehing wong (Jaman yang menyedihkan akan kembali menjadi baik dan tenteram jika para alim ulama kembali mengumandangkan puji2an dan pemikiran yang baik).
2) Taun Windu Kuning
Datangnya wewe putih, membawa senjata tebu wulung untuk mengalahkan pocongan.
3) Kethuk isi duwit mas
Jaman Kalabendu akan lewat dan berganti dengan jaman Kalasuba.
Jaman yang membahagiakan, orang menganggur saja kaya raya.
Anjuran dan Ajaran
Ing Jaman edan, wong dadi binggung. Melu edan ati ora tekan, ora melu edan ora kebagian, wusana keluwen. Nangging sabegja-begjane wong lali, luwih begja wong kang eling lan waspada.
Ajaran dan pertanda yang masih berguna sampai saat ini dan perlu perenungan lebih dalam lagi untuk menemukan mutiara2 terpendam lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar