Pengantar
Pengantar diawali berdasar sambutan Rekor Universitas
Brawijaya yang menyampaikan tujuan dari semiloka kali ini adalah untuk
meneguhkan komitmen pemerintah, perguruan tinggi, pengusaha, dan masyarakat
sipil untuk berpihak pada keluarga miskin, khususnya untuk rumah tangga sangat
miskin (RTSM). Dikatakan pula,
pendefinisian dan pengukuran keluarga miskin harus tepat untuk menentukan
pendekatan yang tepat dalampengentasan kemiskinan. Sambutan selanjutnya disampaikan oleh Sekretaris Daerah
(Sekda) Jatim atas nama Gubernur Jatim.
Disampaikan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jawa
Timur berpihak pada si miskin (pro poor). Pembangunan berbasis peran serta masyarakat
atau keterlibatan subyek menjadi prioritas (partisipative
based development). Selain itu,
pembangunan di Jatim berbasis pada sumber daya manusia (human resources based development).
Pada saat tahun 2011 ini di Jawa Timur jumlah keluarga miskin sejumlah
3.079.822 dan yang sangat miskin berjumlah 439.004 yang perlu campur tangan
pemerintah serta fokus bantuan yang tepat sasaran. Identifikasi berdasar nama (by name), berdasar alamat (by address), berdasar foto (by picture), dan berdasar karakter (by chareacter) menjadi dasar penentuan
keluarga miskin dan sangat miskin.
Keluarga miskin seharusnya dikelola oleh Pemerintah Daerah baik Kota
maupun Kabupaten, sedangkan keluarga sangat miskin dikelola oleh Pemerintah
Provinsi. Program kerja yang mulai
dijalankan sejak November 2010. Pada
bulan Maret 2011 terjadi penurunan keluarga miskin dari 15% menjadi 14,32% di
Jawa Timur. Rumah Tangga Sangat Miskin
(RTSM) akan memperoleh bantuan langsung (direct
cash transfer) sedangkan Rumah Tangga Miskin (RTM) akan mendapat bantuan
akses permodalan dengan bunga ringan dari Bank Jatim. Sampai saat ini masih butuh pendampingan,
sehingga keterlibatan perguruan tinggi dan masyarakat sipil masih sangat
diperlukan.
Kajian dari Tim
Perumus
Selanjutnya, disajikan kajian dari tim perumus yang terdiri
dari (1) Prof. Hotman Siahaan (Universitas Airlangga); (2) Prof. Murjito
(Universitas Gajah Mada); (3) Prof. Sumarno (Universitas Brawijaya); dan (4)
Win Himawan (Biro Pusat Statitistik Pusat).
Sajian kajian pertama disampaikan oleh Win Himawan (Deputi
Statistik Sosial BPS Pusat) yang menyajikan bahwa pada tahun 2011 kondisi riil
Rumah Tangga Miskin di Indonesia adalah 12,5% atau 30,02 juta jiwa. Disparitas
tertinggi ada di Indonesia Timur.
Padahal target dari Millenium
Development Goals adalah sebesar 11,5%.
Data untuk Rumah Tangga Miskn di Jawa Timur pada tahun 2005 sebesar 7,4
juta jiwa (19,9% jumlah penduduk), sedangkan pada tahun 2011 turun menjadi 5,35
juta jiwa (14,2% jumlah penduduk).
Disparitas di Jawa Timur ada di wilayah tapal kuda, sedangkan Kota
Malang, Kota Batu, dan Kota Madiun disparitas rendah. Kemiskinan adalah tidak terpenuhinya hak-hak
dasar seeorang. Pemenuhan Hak Dasar
seperti (1) pangan; (2) kesehatan; (3) perumahan; (4) pendidikan; dan (5) air
bersih. Sedangkan keamanan dan beberapa
hak lainnya belum dimasukkan dalam menghitung pemenuhan hak dasar. Pengukuran kemiskinan ada yang berdasar data
kemiskinan makro (basic need approach)
dan data kemiskinan mikro. Sedagkan
garis kemiskinan ada yang bersifar absolut dan relatif (chronic or hardcore, relative, and transient). Garis kemiskinan meupakan ukuran berdasar
pengeluaran rata-rata rumah tangga untuk menbayar kebutuhan dasar. Garis kemiskinan relatif bila pengeluaran
untuk kebutuhan dasar lebih dari 70% pendapatan (cost > 70% pendaptan). Metoda
untuk mengukur kemiskinan yang dipergunakan oleh BPS berbeda dengan yang
dipergunakan oleh Bank Dunia. Data sama
tetapi metoda berbeda. Bank Dunia
menggunakan Daya Beli (purchasing power
parity) berdasar Dollar Amerika Serikat (USD). Garis kemiskinan yang ditetapkan oleh Bank
Dunia pada tahun 2006 PPP sebesar 6,481/USD, sedangkan BPS sebesar
5,071/USD. Pada tahun 2005, di Indonesia
Rumah Tangga Miskin (hampir miskin, miskin, dan sangat miskin) yang mendapat Bantuan
Langsung Tunai (BLT) sejumlah 19,1 juta.. pada tahun 2008 turun menjadi 17,5
juta rumah tangga. Pada tahun 2011,
Rumah Tangga Miskin di sektor informal mendapat bantuan Perlindungan
Sosial. Sejak tahun 2009—2010 telah
terentas kurang lebih 2,5 juta RTS tetapi yang jatuh miskin sebanyak kurang
lebih 1 juta RTS sehingga yang benar-benar terentas sebanyak 1,5 juta RTM. 20% pengentasan kemiskinan di Indonesia
disumbang oleh Jawa Timur.
Paparan kedua disampaikan oleh Prof. Hotman Siahaan,
Akademisi dari Universitas Airlangga dengan paparan mengenai “Implementasi Program
Jalin Kesra”. Beliau mengawali pemaparan
dengan menyatakan bahwa kemiskinan bukan masalah ketidakmampuan ekonomi tetapi
kegagalan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
Program Jalin Kesra, bukan berdasar apa yang tidak dimilik oleh si
miskin, tetai berdasar apa yang dimiliki oleh si miskin. Orang Miskin di dorong untuk mengatasi
masalah kemiskinannya, sedangkan pemerintah berlaku sebagai fasilitator saja (partisipatory approach). Selain itu, adalah beberapa permasalahan yang
dihadapai masyarakat. Pertama,
permasalahan Budaya Jawa yang selalu memposisikan diri pada kondisi cukup dan
menerima apa adanya (nrimo ing pandum).
Kedua, permasalahan birokratis terkait anggaran antar satuan kerja pemerintah
daerah. Ketiga, permasalahan paradigma si miskin untuk mengatasi kemiskinan
seperti pengajuan bantun berupa kambing di hampir seluruh kelompok masyarakat
baik ladang, gunung, maupun pantai.
Keempat, permasalahan keenganan akademisi untuk terlibat dalam
permasalahan pengentasan kemiskinan, terbukti tidak adanya pusat kajian
kemiskinan di perguruan tinggi negeri maupun swasta di Jawa Timur. Kajian akademis dan filosofis mutlak
diperlukan untuk mengatasi masalah kemiskinan.
Tidak ada kurikulum dan mata kuliah tentang kemiskinan di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis dan bukan hanya di Fakultas Ilmu Sosial Saja. Munculnya ilmu-limu baru tentang
penanggulangan kemiskinan dengan konteks Indonesia dan perdaerah. Jalin Kesra, membongkar masalah kemiskinan struktural
dengan mempertemukan birokrat dengan orang miskin. Akademisi bertugas untuk membongkar
kemiskinan struktural.
Paparan ketiga disampaikan oleh Prof. Gatot Murjito, seorang
akademisi dari Universitas Gajah Mada.
Paparan yang berjudul “Sinergi Pemberdayaan Masyarakat (Sibermas) Menuju
Pusat Pertumbuhan Ekonomi Baru”. Sinergi
antara Perguruan Tinggi (Akademisi) dengan Pemerintah Daerah (Birokrasi) dan
dengan masyarakat (Community) menjadi
singeri ABC yang berdaya. Merubah
paradigma masyarakat (miskin) dari sebagai obyek (program kerja perguruan
tinggi dan pemerintah daerah) menjadi subyek, dari top down menjadi partisipatory
harus dilakukan. Dibutuhkan (1)
keterlibatan intensif masyarakat; (2) profil yang akurat dan komunikatif; (3)
spesifikasi potensi dan kerentanan; (4) sinergi dari berbagai pihak untuk
pemberdayaan; (5) langkah strategis kawasan sebagai pusat pertumbuhan
ekonomi. Pembangunan harus berbasis
kearifan lokal dan sinergi dari para pemangku kepentingan (stakeholders). Tujuan
pembangunan harus berbasis identifikasi kondisi, potensi, situasi, dan
permasalahan sumberdaya baik manusia maupun alam. Pembangunan harus mampu melakukan pembentukan
kawasan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi.
Metoda Partisipatory Rural
Appraisal (PRA) dengan peran serta korporasi melalui Corporate Social Responsibility (CSR) dengan dukungan pemerintah
daerah dan perguruan tinggi.
Pemaparan keempat disampaikan oleh Prof. Soemarno, Akadem
isi dari Universitas Brawijaya dengan judul “Strategi Penanggulangan Kemiskinan”. Pemaparan yang menjelaskan mengenai
pengentasan kemiskinan berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. Penanggulangan kemiskinan dengan pendekatan
yang beragam tetapi komprehensif.
Penanganan bersifat lokal dan kedaerahan (spesifik lokasi). Dengan mengedepankan (1) pertumbuhan ekonomi;
(2) layanan sosial; (3) pengeluaran pemerintah yang bermanfaat bagi si
miskin. Dengan tujuan peningkatan
produktifitas. Akademisi berperan dengan
melakukan kajian-kajian, sebagai contoh di Universitas Brawiajaya telah dibuka
Program Pascasarja Magister Kajian Pengelolaan Kemiskinan sejak pada tahun
2012/2013. Kajian tentang penanggulangan
kemiskinan dengan pendekatan sosiologis, ekologis, dan ekonomi untuk
pemberdayaan masyarakat. Pendidikan
berbasis knowledge based poverty
allevation.
Perspektik Kebijakan
Penanggulangan Kemiskinan Jawa Timur
Pada kesempatan kali ini dipaparkan kebijakan-kebijakan yang
telah diambil dan akan dilakukan oleh Pemerintah Jawa Timur untuk mengatasi
kemiskinan di Jawa Timur. Tampil sebagai
penyaji adalah Menteri Koordinator Perekonomian yang diwakili oleh Asisten
Ahli, Gubernus Jawa Timur Soekarwo, dan Rektor Universitas Brawijaya.
Pemaparan pertama dilakukan oleh Soekarwo, Gubernur Jawa
Timur. Pemaparan dengan judul “People Centered Poverty Reduction” memaparkan
tentang pola kebijakan Pemprov Jatim dalam mengatasi kemiskinan. Pola yang berbebentuk matriks ini tergambar
sebagai berikut:
Can
Option
|
Psycological
Depriciation
|
Sociological
Depreciation
|
|||||
Income or
Consumption Approach
|
Basic Human
Need Approach
|
Human
Poverty Approach
|
Social
Exclusion Approach
|
Partisipatory
Approach
|
Bascih
Human Rights Approach
|
||
Intervensions
|
|
|
|
|
|
|
|
Govermance
Approach
|
Sustainable
Livelihood Approach
|
||||||
|
|
|
|||||
Human
Capital Approach
|
Production
Function Approach
|
Inclusive
|
Lawfullness
|
Accountability
|
|||
· Education
· Health
· Nutrition
· Water
· Sanitation
|
· Land
· Labour
· Capital
· Technology
|
|
|
|
|
||
|
|
|
|
|
|
||
Human
Capital
|
Economic
Capital
|
Social
Capital
|
Political
Approach
|
Cultural
Approach
|
Coersive
Capital
|
Environment
Capital
|
Membangun ekonomi dengan memperkuat produksi dan pasar dalam
negeri dengan memperkuat industri kecil (IKM dan UKM). Melakukan bantuan ekonomi produktif untuk
orang miskin. Membangun masyarakat
sosial yang kuat. Bertujuan untuk
membangun harga diri orang miskin.
Sebagai catatan, uang diam di Jawa Timur sebesar 59 Trilyun yang tidak
bisa dicairkan karena masalah regulasi.
Pemaparan kedua disampaikan oleh Prof. Yogi Sugito, Rektor
Universitas Brawijaya dengan judul “Program Pasca Sarjana Studi Kajian Penanggulangan
Kemiskinan”. kerjasama strategis antara
Pemprov Jatim dan Pemda Sejatim dengan perguruan tinggi sangatlah penting. Perguruan tinggi melaksanakan Tri Dharma (1) Proses
Belajar dan Mengajar untuk meluluskan sarjana yang terdidik; (2) Riset untuk pengembangan
Ipteks untuk pembangunan; (3) Pengabdian Masyarakat untuk memberdayakan dan
membangun masyarakat. Universitas
Brawijaya selalu menjadi pelopor
penanggulangan kemiskinan.
Sebagai contoh, Sumbangan Pembiayaan Pendidikan (SPP) bersifat proporsional
sesuai dengan kemampuan orangtua mahasiswa, SPP dari 0 rupiah sampai 3 juta
persemester ter, alokasi beasiswa sebesar 20 Milyar pertahun. Universitas Brawjaya merupaka Koordinator
dari ASEAN Entrepreneursial
University. Universtas yang mencetak
sarjana yang mampu menciptakan lapangan kerja bagi dirinya sendiri dan orang
lain. Hasil dari penelitian dosen dan
mahasiswa diarahkan untuk mampu menciptakan usaha-usaha baru. Praktik Kerja Lapangan dan Kuliah Kerja Nyata
diarahkan untuk membantu masyarakat memperkuat usahanya seperti akses modal,
inovasi produksi, dan akses pasar. Masalah
kemiskinan terjadi karena (1) daya dukung wilayah (tandus); (2) kepadatan
jumlah penduduk; (3) pendapatan rendah karena faktor pendidikan yang kurang;
dan (4) budaya konsumtif. Universitas
Brawijaya memelopori dengan Program Studi dan Pusat Studi Penanggulangan
Kemiskinan setingkat Pascasarjana. Universitas
Brawijaya merupakan universitas terbesar di Indonesia (1) penerimaan mahasiswa
baru terbanyak (16.000 Maba); (2) program studi terbanyak; (3) bidang ilmu yang
diampu (fakultas) terbanyak.
Pemaparan ketiga dilakukan oleh Ir. W. Budi Santoso, Staf
ahli Menko Ekonomi dengan judul paparan “Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Pro Poor”.
Sebagai latar belakang adalah pembukaan UUD45 paragraf keempat. Gross
Domestic Production (GDP) Indonesia
hanya 7% dengan Purchasing Power
Parity (PPP) sebesar 4.000USD/kapita/tahun dengan tingkat unemployment sebesar 2%. Profil kemiskinan pada tahun 2011 adalah
12,4% atau 30,02 juta penduduk dengan jumlah orang miskin terbanyak ada di Jawa
Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Sedangkan
untuk DKI Jakarta jumlah penggangguran lebih sedikit ketimbang orang
miskin. Banyak penduduk Jakarta yang
menganggur tetapi tidak miskin karena bekerja di sektor informal dengan
pendapat yang relatif tinggi. Penduduk
miskin banyak tersebar di pedesaan dan bekerja di sektor pertanian. Stategi pembangunan nasional harus (1) pro pembangunan;
(2) pro pertumbuhan; (3) pro poor. Pada saat ini kurang lebih ada 50 program
penanggulan kemiskinan di berbagai kementerian.
Masih perlu koordinsi yang efektif dan efisien. PP No. 15/2011 menampilan klastering
penaggulangan kemiskinan yang terbagi dalam 3 klaster. Juga ada 6 program pro rakyat yang atara lain
adalah (1) peningkatan kehidupan nelayan; (2) peningkatan kehidupan masyarakat;
(3) air murah; (4) transportasi murah.
Tingkat PDP paling tinggi ada di Kalimantan Timur dan Riau sedangkan
yang paling rendah di Papua Barat, 30 provinsi lain rata-rata. Indonesia memiiliki akumulasi Sumberdaya Alam
terbesar di Dunia. Ekspor hanya
didominasi barang mentah dan barang setengah jadi. Master Plan
Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI) diberlakukan untuk (1) meningkatkan
daya saing; (2) konektivitas antar wilayah atau koridor ekonomi (Jawa, Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan Maluku). Tager GDP pada tahun 2015 adalah 25.000USD/tahun
dan pada tahun 2045 sebesar 45.000/tahun.
Disarikan dari:
Semiloka Penanggulangan Kemiskinan Pemprov Jawa Timur dan
Universitas Brawijaya
Universitas Brawiajaya, 06 Oktober 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar