Rabu, 15 Juni 2016

MEWUJUDKAN KOTA MALANG SEBAGAI SMART CITY



PEMBUKAAN
Pembukaan disampaikan oleh Kepala Bappeda Kota Malang.  Dikatakannya, Kota Malang sebagai Smart City ditujukan untuk peningkatan daya saing Kota Malang dengan cara (1) membangun jaringan dan (2) komoditas daearah).  Dilakukan untuk mengatasi problema otonomi daerah (otoda).  Smart City merupakan perwujudan dari Tribinacita Kota Malang, yiatu Malang sebagai kota pendidikan, pariwisata, dan industri.

SMART CITY DI BIDANG HUKUM
Merupakan hasil penelitian seorang dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya yang bernama Trisnawati.  Penelitian yang dilakukan untuk melihat persepsi masyarakat terhadap tata kelola pemerintahan Kota Malang.
1.        Prosedur pelayanan dipersepsi mudah (59%), agak rumit (30%), dan rumit (9%).
2.       Persyaratan pelayanan dipersepsi sesuai (74%).
3.       Kejelasan tugas pelayanan dipersepsi sudah jelas (79%) dan kurang jelas (21%).
4.       Kedisiplinan dipersepsi disiplin (51%) dan kurang disiplin (31%).
5.       Tanggungjawab tugas dipersepsi bertanggungjawab (65%) dan kurang bertanggungjawab (20%).
6.       Keadilan mendapatkan layanan dipersepsi adil (71%) dan kurang adil (19%).
7.       Kemampuan petugas dipersepsi mampu (60%) dan kurang mampu (29%).
8.       Kecepatan pelayanan dipersepsi cepat (40%) dan kurang cepat (49%).
9.       Keterjangkauan biaya dipersepsi terjangkau (60%).
10.   Kesesuaian biaya dipersepsi sesuai hanya (21%) dan kadang-kadang terjangkau (52%).
11.   Ketepatan jadwal dipersepsi kadang-kadang tepat (54%).
12.   Kenyamanan pelayanan dipersepsi nyaman (61%).
13.   Keamanan pelayanan dipersepsi aman (82%).
14.   Keterjangkauan lokasi pelayanan dipersepsi terjangkau (56%).
15.   Transparansi dipersepsi transparan (43%) dan tidak transparan (43%) juga.
16.   Efektivitas dan efisiensi dipersepsi efektif dan efisien (59%).
17.   Dan seterusnya.

MEWUJUDKAN KOTA MALANG SEBAGAI SMART CITY YANG BERDAYA SAING GLOBAL
Paparan kali ini disampaian oleh Bambang Satria, seorang anggota Dewan Perwaklan Rakyat Daerah (DPRD) kota Trias politia yang dikemukakan oleh Montesque memisahkan kekuasaan menjadi eksekutif, legislatif, dan yudikatif.  Di Republik Indonesia praktiknya agak berbeda, bukan untuk saling kontrol tetapi bekerja bersama-sama dalam permusyawatan.  Tetapi, realitas di lapangan cukup memprihatinkan.
1.        Rendahnya kualitas sumberdaya manusia legislatif rendah sehingga fungsi pengawasan terhadap eksekutif menjadi rendah pula.
2.       Simtem pengawasan terjadi saat mayoritas mengendalikan legislatif akan mengendalikan eksekutif.
3.       Fungsi yudikatif tidak berjalan sebagaimana mestinya.

OTONOMI DAERAH DAN HUBUNGAN WALIKOTA DENGAN DPRD
Uraian yang disampaikan oleh Doktor Anwar, seorang akademisi dari Universitas Widya Gama Malang menjelaskan mengenai hubungan antara walikota (eksekutif) dengan DPRD (legislatif) yang berbeda antara masa orde baru saat otonomi daerah saat ini.  Pada masa orde baru, sistem pemerintahannya sentralistik, sedangkan pada saat ini menganut sistem otonomi daerah.  Tetapi, karena mentalitas Gubernur, Bupati, dan Walikota belum siap banyak menjadi layaknya raja-raja kecil di daerah yang dipimpinnya.
Pemilihan secara langsung oleh rakyat, memberikan legitimasi pada para penguasa daerah terpilih menjadi raja-raja kecil karena menisbihkan peran pengawasan dari legislatif.  Bahkan tidak jarang terjadi perselisihan atau malah permusuhan antara legislatif dan eksekutif.  Dominasi partai penguasa legislatif dan partai pengusung kepala daerah malah menciptakan hegemoni baru.  Di lain pihak, sumberdaya manusia eksekutif jauh lebih mumpuni ketimbang legislatif.  Semakin besarlah dominasi eksekutif terhadap legislatif.

APAKAH KOTA MALANG SUDAH LAYAK MENYEBUT DIRINYA SEBAGAI SMART CITY?
Analisis yang disampaikan oleh Doktor Djuni Farhan, akademisi dari Universitas Gajayana Malang mencoba membandingkan keadaan Kota Malang dengan smart city yang sesungguhnya.  Perbandingan Kota Malang dengan Kota Dubai yang merupakan smart city kelas dunia menunjukkan bahwa Kota Malang masih terjebak mimpi bila ingin mewujudkan diri sebagai smart city dalam waktu dekat.  Sistem connected urban development with ICT based yang sudah dipergunakan oleh Kota Dubai terlalu muluk untuk diimplementasika di Kota Malang.  Belum lagi dengan sistem metropolitan priority aera sebagai penataan ruang dan wilayah di Kota Dubai yang sangat memperhatikan masalah transportasi, pasokan listrik, dan zonasi kawasan industri jelas-jelas tidak akan mudah diimplementasikan di Kota Malang.
Kota Malang bercita-cita menjadi tujuan investasi baik nasional dan global dengan menjadi smart city karena berharap investasi akan menjadi penggerak pembangunan di Kota Malang.  Kondisi Kota Malang sendiri, Dana Alokasi Umum (DAU) lebih besar ketimbang Pendapan Asli Daerah (PAD) sehingga masih mendapat subsidi dari pemerintah pusat.  Pendapatan Asli Daerah Kota Malang hanya 80% dari DAU sehingga memperoleh 20% subsidi dari Pemerintah Pusat.  Dengan kata lain, Kota Malang belum mandiri.
Masalah yang harus dihadapi Kota Malang adalah sebagai berikut:
1.       Realitas investasi.
2.       Kemampuan keuangan daerah.
3.       Kebijakan penganggaran.
4.       Daya dukung infrastruktru sebagai faktor kunci.
5.       Business friendly.
Permasalahan infra struktur seperti sumber air tergantung dari Kota Batu dan Kabupaten  Malang karena tidak memiliki sumber atau mata air sendiri.  Pembangkit tenaga listrik tergantung pada pasokan listrik nasional.  Transportasi belum terkoneksi dengan baik dengan bandara internasional dan pelabuhan laut internasional.  Utilitas publik belum memadai dengan baik. Kota Malang masih harus membenahi (1) pelayanan publik dasar; (2) infrastruktur dan business friendly; (3) pendapatan masyarakat; dan (4) investasi dan lapangan pekerjaan.

MASALAH DAN POKOK PIKIRAN PELAYANAN PUBLIK
Paparan ini disampaikan oleh Bapak Indarwanto, salah seorang perwakilan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) dari Kelurahan Sama’an.  Permasalahan pertama adalah sisyem politik yang sudah menyimpang dan harus kembali ke Pancasila.  Sistem pendidikan kurang merata, karena pendidikan yang bermutu terkosentrasi di pusat kota saja.  Masalah lingkungan yang semakin parah seperti sampah dan pengelolahan Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas yang semakin kumuh.  Belum lagi sumber-sumber mata air di DAS Brantas yang tidak terjaga dan tidak termanfaatkan sama sekali.  Tidak ada keseragaman peraturan kampung untuk tingkat Kota sehingga masing-masing kampung dan kawasan hunian membuat peraturannya sendiri, contoh banyaknya polisi tidur dan portal. 
Saat ini Kota Malang membutuhkan sinergitas antara Pemerintah Kota dan masyarakat dalam melaksanakan pembangunan.  Selain itu, masyarakat malang butuh pendidikan politik yang berkesinambungan khususnya mengenai hak dan kewajiban sebagai warga negara dan warga kota. Saat ini masyarakat Kota Malang hanya dimanfaatkan untuk mobilisasi politik tanpa mengerti politik.  Kebutuhan untuk mendulang suara dan dukungan politik masih menjadi tujuan.  Sebagai contoh, pejabat publik memanfaatkan posisinya untuk memperoleh dukungan politik.  Mestinya saat menjadi pejabat publik harus mundur dari jabatan di partai politik.  Menjadi Pimpinan Daerah adalah menjadi pimpinan rakyat dan bekerja untuk kepentingan masyarakat, bukan kepentingan partai.

MALANG SMART GREEN CITY
Pemaparan yang disampaikan oleh Doktor Hermawan, akademisi dari Fakultas Ilmu Administrai Universitas Brawijaya.  Mengawali pemaparannya tentang permasalahan Kota Malang, seperti berikut ini:
1.        Tingginya pertumbuhan jumlah penduduk karena urbanisasi.
2.       Manajemen Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) sudah ada tetapi minim pengawasan, sehingga banyak penyimpangan.
3.       Pembangunan berorientasi pada pemenuhan kebutuhan fisik, sehingga yang dibangun adalah pusat perbelanjaan dan perumahan dengan konsekuensi semakin habisnya Ruang Terbuka Hijau (RTH).
4.       Lemahnya penegakkan rencana kota, sehingga peruntukkan kawasaan sesuai dengan RTRW berubah tak terkendali.
5.       Peningkatan kebutuhan dan kualitas hidup masyarakat Kota Malang menuju kondisi kritis.  Terjadi karena rendahnya mutu pelayanan publik serta tingginya arus informasi dan mobilitas penduduk.
6.       Persaingan ekonomi global menjadi terlokalkan dengan persaingan antar kota, contohnya pada sektor pariwisata yang bersaing habis antar kota.
7.       Asumsi penataan kota dengan misi yang lebih luas yang secara riil belum ada untuk Kota Malang.
Sedangkan realitas Kota Malang yang harus dikelola oleh Pemerintah Kota Malang adalah sebagai berikut:
1.       Kota Malang pada awalnya dirancang untuk dihuni 86.000 orang saja tetapi dari data tahun 2008 penduduk Kota Malang berjumlah kurang lebih 814.000.
2.       Konversi lahan untuk kawasan pemukiman dan kawasan industri mengerus dengan cepat kawasan lindung.
3.       Sistem drainase buruk karena tidak tertata dan terawat ditambah dengan tingkat sedimentasi yang tinggi.
4.       Pedesterian dan mutu jalan buruk.
Konsep Smart Green City menawarkan integrasi lingkungan, geografis, dan keindahan kota.  Kota tetap bertumbuh tetapi harus ekologis.  Beberapa kebijakan dan cara yang bisa ditempuh oleh Pemerintah Kota Malang adalah sebagai berikut:
1.       Membangun kawasan sub urban untuk mengurai kepadatan hunian dan lalu lintas.
2.       Mencegah berdirinya fasilitas publik di tengah kota.
3.       Membangun pedesterian yang baik di seluruh kota.
4.       Menata dan melakukan normalisasi sistem drainase di seluruh kota.
5.       Evolusi jalan dan perluasan jalan-jalan tertentu.
6.       Pengawasan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), khususnya untuk rumah toko (ruko), tempat perbelanjaan, dan bangunan lain.

HASIL DISKUSI
Smart City adalah:
1.       Nilai utama Kota Malang adalah kota pendidikan sehingga sistem dan infrastruktur harus mendukung.
2.       Masalah sirkulasi manajemen kota (pilkada)menjadikan visi, misi, tujuan, dan strategi Kota Malang selalu berubah-ubah harus dirubah menjadi berkelanjutan dan konsisten.
3.       Pembangunan di Kota Malang harus berimbang antara aspek ekonomi dan ekologis.
4.       Kemandirian sumber daya alam seperti air dan sumber daya energi seperti listrik harus dipersiapkan dan didukung oleh infrastruktur yang memadai.
5.       Cita-cita menjadi smart city yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang ditulis oleh sekelompok intelektual harus dimintakan pertanggungjawabannya untuk terus mengawal RPJMD walau pimpinan daerah Kota Malang berganti.
6.       Keberlanjutan dan konsistensi rencana kerja yang tidak tergantung pada Walikota-nya.
7.       Kebijakan publik yang tidak pragmatis transaksional terkait dengan masuknya investasi.
Permasalahan yang harus segera diselesaikan di Kota Malang sebelum menjadi smart city:
1.       Perilaku pragmatis transaksional baik legislatif dan eksekutif.
2.       Perbedaan kualitas sumber daya manusia antara legislatif dan eksekutif.
3.       Pengaruh partai politik pada kebijakan kota lewat pimpinan daerah terpilih yang dilawan dengan pendidikan politik bagi masyarakat Kota Malang.
4.       Peningkatan kualitas pelayanan publik dasar, khususnya akses pendidikan untuk seluruh warga Kota Malang seperti penetapan kebijakan penerimaan murid berbasis kewilayahan, inklusif, dan tidak diskriminatif.
5.       Sistem demokrasi tingkat keluarahan, Kurah dipilih oleh warga dan bukan diangkat oleh Walikota sehingga lebih bekerja untuk melayani warga ketimbang melayani Walikota.
6.       Walikota benar-benar menjadi pelayan publik dan kader bangsa bukan menjadi kader dan pelayan partai.
7.       Perencanaan Kota Malang yang ideal tidak seimbang dengan kenyataan yang jauh dari harapan dan banyak penyimpangan.


Disarikan dari:
Lokakarya Mewujudkan Kota Malang Sebagai Smart City
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA Kota Malang)
Hotel Montana, 12 Juli 2012

Tidak ada komentar: