Senin, 01 Agustus 2016

Potret Industri Kecil Makanan dan Minuman di Malang Raya



 Potret ini diperoleh melalui Focus Group Discusion (FGD) yang melibatkan Ir. Rini dari Bagian Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Dinas Koperasi Kabupaten Malang; Daris dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Malang; Arsan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Batu; dan Bambang dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Malang.  FGD di pandu oleh Ir. Stefanus Yufra Menahen Taneo dari Universitas Ma Chung.  FGD dilakukan di Kampus Universitas Ma Chung pada tanggal 08 Agustus 2012 yang dipergunakan untuk Penelitian Fundamental yang didanai oleh Dirjen Pendidikan Tinggi (DIKTI), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional (Kemendiknas) Republik Indonesia. 

FGD diawali oleh paparan dari moderator tentang kondisi terkini Industri Makanan dan Minuman (mamin) di Malang Raya serta prospek masa depannya.  Dari data yang ada, Di Kota Batu ada 64 IKM pengelolah mamin berbahan dasar apel, sedangkan di Kabupaten Malang ada 190 IKM.  Belum lagi berbagai IKM mamin berbahan dasar yang lain di seantero Malang Raya.  Sebuah potensi yang besar untuk dikembangkan dan menjadi unggulan di masa yang akan datang.  Pada FGD kali ini dikhususkan bagaimana peran serta dan keunggulan IKM mamin yang dimiliki oleh pengusaha Tionghwa.  FGD ini dilakukan untuk menggali keunggulan pengusaha IKM mamin Tionghwa menjalankan usahanya, mempertahankannya, bahkan membesarkan usahanya.  Hasil FGD diharapan dapat menjadi bahan pembelajaran untuk memperkuat usaha IKM mamin yang dikelola oleh siapapun di Malang Raya.

Pemaparan pertama disampaikan oleh Arsan dari Disperindag Kota Batu.  Dipaparkannya, bahwa keunggulan pengusaha IKM mamin di Kota Batu karena manajemen yang sederhana tetapi efektif.  Keunggulan pertama yaitu manajemen keuangan yang disebutnya 3 kaleng atau  3 alokasi.  Kaleng 1 untuk modal dan tenaga kerja, kaleng 2 untuk makan dan kebutuhan sehari-hari lainnya, dan kaleng 3 untuk cadangan modal.  Selain itu, disertai dengan mentalitas konsekuen dan konsisten.  Sedangkan pengusaha pribumi tidak membagi keuntungan dalam beberapa bagian tetapi menyatukannya dengan modal dan hartanya.  Keunggulan yang kedua adalah pemasaran, kebersamaan antar kolega sesama pengusaha Tionghwa terjalin erat bahkan membentuk jejaring (networking) usaha lintas produk.  Saling titip jual di sesama pengusaha, bahkan yang berbeda produk berjalan dengan baik.  Sedangkan pengusaha pribumi cenderung untuk saling menjatuhkan dan mengalahkan satu dengan yang lain.  Bukan saja berjalan sendiri-sendiri tetapi saling bantai satu dengan yang lain.  Keunggulan yang ketiga adalah persatuan dan jejaring pengusaha Tionghwa baik sesama pengusaha mamin maupun dengan pengusaha lain sangat baik.  Sedangkan pengusaha pribumi relatif buruk bahkan saling sikut satu dengan yang lain.  Langkah-langkah yang dapat dilakukan kedepan untuk mengembangkan IKM Mamin di Kota Batu adalah sebagai berikut: (1) Pembenahan skala produksi.  Dilakukan dengan cara pemasaran bersama dan pengadaan bahan baku dan bahan pembantu bersama. (2) Proses produksi yang relatif rumit akan disederhanakan.  Seperti pengaruh sablon di  kemasan yang memengaruhi rasa.  Daya tahun produk agar tidak mudah kadaluwarsa.  Pendampingan oleh Pemerintah dan Perguruan Tinggi harus ditingkatkan. (3) Akses permodalan yang dipermudah dan diperingan. (4) Uji coba sebagai bahan evaluasi mulai dari bahan baku, proses produksi, sampai pengemasan dan penyimpanan. (5) Mempermudah perijinan dan melakukan pemasaran bersama.
 
Pemaparan selanjutnya dilakukan oleh Rini dari Diskop dan UMKM Kabupaten Malang.  Dituturkannya, salah satu pengusaha Tionghwa sukses di sektor UKM Mamin adalah Bakpao Waloh di Karang Ploso.  Sat ini, aktif sebagai pelatih untuk pelatihan UMKM Mamin di Kabupaten Malang.  Keunggulannya adalah pada modal yang besar dan perencanaan yang matang.  Kiat-kiat yang ditiru oleh Kripik Lumba-Lumba, seroang pengusaha pribumi yang cukup sukses.  Sedangkan pengusaha pribumi lain, pada umumnya adalah UMKM yang menjalankan bisnis dengan cara manajemen rumah tangga.  Tenaga kerja gratis, karena dikerjakan seisi rumah. Demikian pula dalam hal pemasaran, seisi rumah menjadi pemasar dari produkya.  Kelemahan pengusaha UMKM yang paling kentara adalah tidak memisahkan antara modal dan penghasilan lain.  Biaya produksi dan biaya rumah tangga menyatu menjadi satu.  Koperasi sebagai pengayom dan lembaga pendamping ada, tetapi hanya beranggotakan 75 UMKM dari berbagai sektor.  Ada mamin, ada kerajinan (handy craft), dan garmen, juga berbagai sektor yang lain.  Walau telah menerapkan manajemen bisnis modern tetapi tidak dapat menjangkau banyak pengusaha.  Pemkab Malang telah mendirikan Business Development Service, yaitu lembaga pendampingan usaha untuk mencegah kredit macet.  Di Kabupaten Malang per Juni 2012 ada 227.091 UMKM yang tersebar di 33 Kecamatan dan 390 Desa se Kabupaten Malang.  Menyerap 464.974 tenaga kerja dengan omset rata-rata pertahuan sebesar 26.083.852.087.  Disperindag Kabupaten Malang memiliki data UMKM lengkap perdesa, perkecamatan, sekabupaten Malang.  Sedangkan untuk pengusaha Tionghwa hanya sekitar 1% saja yang tersebar ke berbagi sektor.  Ke depan, Disperindag Kabupaten Malang berencana untuk melakukan Pelatihan Wirausaha Baru dengan materi pemasaran bersama melalui pasar rakyat, pemanfaatan Griya UMKM di Bedali – Lawang, fasilitasi klinik UKM di 33 Kecamatan yang bekerjasama dengan Universitas Merdeka dan Universitas Muhammidayah Malang.  Bila berkehendak, Universitas Ma Chung dipersilahkan untuk bergabung.

Pemaparan ketiga disampaikan oleh Daris dari Bagian Industri Kecil Menengah (IKM) Disperindag Kabupaten Malang. Dipaparkannya, untuk di Kabutapen Malang UMKM dibina oleh Dinas Koperasi (Diskop) sedangkan Industri Kecil Menengah (IKM) dibina oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag).   Di Kabupaten Malang ada kurang lebih 30 sentra IKM, khusus untuk IKM Mamin ada 370 IKM yang terdiri dari 194 IKM makana dan 176 IKM minuman.  Sebaran paling banyak ada di Kecamatan Ponco Kusumo, Pakis, Tumpang, dan Pujon.  Bahkan Kecamatan Ponco Kusumo akan dijadikan kawasan Agropolitan dan Pujon sebagai Agrowisata.  Agropolitan Ponco Kusumo bukan hanya Kecamatan Ponco Kusumo saja tetapi juga meliputi Kecamatan Tumpang dan Wajak.  Agropolitan bukan hanya menjadi sentra penghasil produk pertanian dan perkebunan, tetapi juga menjadi sentra bagi pengolahan hasil pertanian.  IKM makanan berjumlah kurang lebih 16% dari total IKM di Kabupaten Malang, terdiri dari IKM pengolah apel, nangka, tales, pisang, singkong, dan berbagai hasil pertanian dan perkebunan lainnya.  Pemasaran produk IKM bagus tetapi modal terbatas, sehingga tidak bisa memperbesar skala usahanya.  Saat ini Pemkab melalui Dinas Koperasi memfasilitasi pendanaan yang disalurkan lewat koperasi, baik pinjaman lunak maupun bantuan dari corporate social responsibility (CSR) korporasi yang ada di Kabupaten Malang.  Selain pendanaan, inovasi produk juga dikerjakan.  Dengan mengedepankan standar mutu dan standar kesehatan, dengan pendampingan dan pembinaan, diharapkan mutu produk mamin dari Kabupaten Malang terjaga dengan baik.  Selain itu, Hak Kekayaan Intelektuan (HKI) merk akan semakin ditingkatkan melalui Klinik Pendampingan HKI.  Saat ini ada 6 IKM yang didampingi oleh Disperindag untuk didaftarkan Merknya, bersama dengan 10 IKM dari Kota Batu.  Sekaligus untuk PIRT dan Sertifikat Halal.

Selanjutnya paparan oleh Bambang dari Diperindag Kota Malang.  Dipaparkannya, pelaku IKM mamin Tionghwa di Kota Malang lebih banyak bermain di pemasaran dan perdagangan (trading).  Membeli dalam jumlah besar (gelondongan) dari produsen yang ada di Kabupaten Malang dan Kota Batu, kemudian dikemas dan diberi merk sendiri dan selanjutnya dijual. IKM mamin dengan alat modern tidak feasible di Kota Malang.  Terlalu mahal dan Break Even Point tinggi dan lama.  Alat produksi akan feasible bila dibantu oleh pemerintah kota.  Untuk pariwisata, Kota Malang hanya menjadi pendukung dari Kota Batu dan Kabupaten Malang.  Contohnya, dengan menyediakan hotel murah dan kuliner.  Strategi Pembinaan IKM di Kota Malang terdiri dari: (1) Berjenjang, terdiri dari 3 level (mulai – survive – mandiri).  (2) Diversifikasi, semua buah bisa diolah menjadi kripik, bahkan sayurpun bisa. (3) Home Industry, manajemen tradisional dan pemasaran melalui getok tular.  Perijinan IKM yang terdiri dari SIUP, TDP, TDI, dan IRT harus lengkap dan dipermudah dengan sistem bapak asuh.  Untuk Merk (HKI), walau digratiskan tidak banyak peminatnya.  Bahkan ijin dari BPPOM yang untuk seJawa Timur hanya ada 1 kantor di Surabaya masih dianggap sulit dan Mahal.  Apalagi sertifikasi Halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).  Keunggulan pengusaha Tionghwa adalah: (1) kuat di analisis pasar. (2) foku (one village on product). (3) Usaha sesuai potensi daerah yang ditinggali.  Disperindag Kota malang telah bekerjasama dengan BPPT untuk melakukan inovasi pengolahan tempe dengan mesin pemisah kulit dari kedelai, ekspor tempe, dan diversifikasi produk marning.

Sebagai simpulan dari FGD adalah(1) Kota Batu dan Kabupaten Malang tinggi sumberdaya alam tetapi minim sumberdaya manusia.  Sedangkan Kota Malang kuat pada manajemen dengan melakukan pembelian besar (gelondongan) dari Kabupaten Malang dan Kota Batu, dikemas, dan dipasarkan serta dijual. (2) pengusaha Tionghwa bagus dalam inovasi bisnis, khususnya inovasi fungsi-fungsi bisnis. (3) Pemerintah Daerah telah melakukan pendampingan, dan telah juga bekerjasama dengan pengusaha besar dan perguruan tinggi. (4) Pengembangan kawasan atau sentra produksi untuk mendukung Malang Raya sebagai destinasi wisata.

Wawancara dengan Johan, Pemilik Usaha S73 (Tahu Sukun, Malang)
Untuk melengkapi hasil FGD, dilakukan juga wawancara dengan salah satu usaha makanan yang cukup sukses di Kota Malang.  Sebagai salah satu contoh atau kisah sukses dipilihlah Tahu Sukun yang berkembang dengan usaha olahan bernama S73 (Sukun 73, yang merupakan alamat tempat usaha).  Saat ini, Tahu Sukun dan S3 telah dikelola oleh generasi ketiga.  Johan yang juga alumus dari Universitas Ma Chung merupakan generasi ketiga yang mengelola Tahu Sukun, dan sebagai bentuk kekinian mengembangkan juga produk olahan tahu diberi nama S73.

Beberapa kiat sukse usaha yang telah berjalan puluhan tahun ini dipaparkannya sebagai berikut.  (1) menjaga kualitas, rasa asli dan tradisional adalah kunci. (2) Tidak menggunakan pengawet dan pemutih yang akan merusak kualitas. (3) Menjaga relasi dengan pemasok bahan baku untuk menjamin bahan baku yang berkualitas. (4) Menjaga relasi dengan saluran distribusi dan penjual sebagai ujung tombak penjualan. (5) Tidak memproduksi tahu dengan perlakuan tertentu seperti yang dimintakan oleh supermarket. (6) Proses produksi dan pengawetan menggunakan metoda tradisional, yaitu dengan es batu.  Bila diganti dengan bahan kimia akan menurunkan mutu tahu. (7) Sisa produksi tahu diambil oleh pengecer dan diolah menjadi produk olehan S73.  Pengecer merupakan pembeli putus yang dibagi wilayahnya, untuk mencegah persaingan secara langsung.  (8) Menjaga relasi dengan tenaga kerja, sampai hari ini tetap setia (7 orang pekerja utama dan bekerja sejak lama.  Pendekatan kekeluargaan diutamakan untuk menjaga keharmonisan relasi dengan tenaga kerja.  (9) Menjaga relasi dengan pelanggan tetap, seperti restauran dn hotel, dengan menjaga kualitas dan kontinyuitas produk.  Produk olahan dititipkan sebagai konsinyasi.

Proses produksi tetap dan tidak berubah sejak pertama kali Tahu Sukun diproduki.  Demikianpula S73, hanya memproduksi produk olahan berbahan dasar tahu hasil produksi Tahu Sukun saja.  Pemilihan bahan dan proses produksi diturunkan secara turun temurun pada seluruh anggota keluarga.  Merk dagang belum dipatenkan dan ada rencana untuk dipatenkan guna mencegah pembajakan merk yang akan menganggu penjualan.  Rencana selanjutnya akan membuat Cafe Tahu, tempat makan yang menyediakan makanan dan minuman berbahan dasar tahu.

Antisipasi bila terjadi kenaikan harga kedelai dilakukan dengan menaikkan harga jual di tingkat distributor atau dengan harga tetap tetapi dengan memperkecil ukuran produk.  1 papan terdiri dari 20 potong tahu, harga perpapan Rp60.000.  Bahan baku menggunakan kedelai impor dari Kanada karena harga murah tetapi kualitas bagus, jumlah di pasaran banyak, dan bentuknya besar-besar.  Pemasok bahan baku ada di malang dan telah menjadi pemasok sejak lama.  Menjaga kepercayaan dengan pemasok penting untuk menjaga kelancaran pengadaan bahan baku.  Harus jujur (fair) dan informatif atau terbuka.  Ampas sisa produksi diambil (dibeli) untuk dijadikan pakan ternak, khususnya ternak babi di Malang Selatan.

Banyak pabrik tahu di Kota Malang, bahkan telah banyak yang gulung tikar, Tahu Sukun tetap bertahan karena menjaga kualitas, kepercayaan pelanggan, dan melakukan inovasi.  Sejak generasi kedua telah dilakukan inovasi dan meningkatkan profesionalitas manajemen.  Tahu Sukun telah melakukan modernisasi tetapi tidak meninggalkan nilai-nilai lama, khususnya dadlam proses produksi dan relasi dengan pengampu kepentingan.  Pelanggan bukan hanya dari Malang Raya saja, ada kurang lebih 30% pelanggan dari total pelanggan Tahu Sukun yang berasal dari Surabaya dan sekitarnya, baik pelanggan individual maupun pelanggan restoran.  Sempat menurun saat Lumpur Lapindo menggenangi Porong tetapi saat ini telah berangsur membaik, walau tak kembali seperti sebelum bencana lumpur terjadi.

1 komentar:

Yudishtira mengatakan...

... Om .. gimana kabarnya ... semoga sehat selalu yach ... SUHU-ku