Rabu, 17 Oktober 2018

PELUANG & PERMASALAHAN AKTIVISME SENI TRADISI & BUDAYA DI MALANG RAYA


NOTULENSI DISKUSI BUDAYA: PELUANG & PERMASALAHAN AKTIVISME SENI TRADISI & BUDAYA DI MALANG RAYA
Omah Budaya Cempluk – Kamis, 27 September 2018

Pengantar oleh Moderator (Umi Salamah – Nusantara Curture Academy)
Nusantara Culture Academy (NCA) merupakan lembaga penelitian di bidang sejarah, budaya, & sosiologi – antropologi yang bertujuan mendukung legalitas & pengembangan budaya Nusantara.  Selain melakukan kajian & menyusun basis data, NCA melakukan pendampingan & membantu akses pendanaan melalui Corporate Social Responsibility maupun program Pemerintah untuk kegiatan seni tradisi & budaya di Malang Raya.
Salah satu bentuk kerja NCA adalah menghubungkan antara pelaku seni tradisi & budaya dengan pengambil kebijakan seperti malam ini menghadirkan Bapak Tatang, Staf Ahli Kepresidenan Bidang Komunikasi Politik & Diseminasi Informasi.

Yahya Tatang Badru Tamam (Kantor Staf Kepresidenan – Bidang Komunikasi Politik & Diseminasi Informasi)
Tugas dari Deputi Komunikasi Politik & Diseminasi Informasi adalah melakukan gali gagasan (brainstorming) dari masyarakat untuk penyusunan program-program prioritas Presiden.  Salah satunya adalah menampung aspirasi tentang peluang & tantangan dari aktivitas budaya seperti Festival Kampung Cempluk.  Aktivisme yang berasal dari inisiatif rakyat untuk melestarikan seni, budaya, & kearifan lokal guna meningkatkan kepercayaan diri & harga diri.
Contoh kasus lain adalah mulai terpinggirkannya Pesantren-Pesantren Salafi yang banyak mencetak kyai-kyai kampung.  Dengan terpinggirkan, jumlah kyai kampung semakin menurun sehingga ekspandi kelompok-kelompok fundamentalis masuk ke kampung-kampung.  Demikian pula kajian kitab-kitab kuning, karya kyai-kyai besar semakin menurun yang mengancam kelestarian pengajaran asli (otentik) Nusantara.

Kristanto Budiprawiro (Presidium Jaringan Gusdurian Jawa Timur)
Kantor Staf Presiden (KSP) memiliki perhatian yang cukup baik terhadap inisiatif (budaya) rakyat.  Tetapi pada dasarnya, ada atau tidak ada kehadiran Pemerintah, aktivitas seni tradisi & budaya rakyat tetap hidup.  Karena aktivitas seni tradisi & budaya rakyat adalah ekspresi rakyat.
Pandangan (stigma) atau asumsi terhadap seniman & budayawan kampung yang ketinggalan jaman & tidak mau maju harus dihilangkan dari pandangan Pemerintah.  Bahkan, seharusnya Pemerintah harus memberikan apresiasi terhadap seniman & budayawan kampung.  Karena merekalah penjaga kelestarian seni tradisi & budaya asli Nusantara.  Pemerintah harus memilki mekanisme apresiasi & melakukan pendampingan terhadap seniman & budayawan kampung khususnya pada manajemen & kelembagaan.

Dwi Cahyono (Sejarahwan Universitas Negeri Malang)
Malang Raya itu cari tanpa terpengaruh sekat administratif, sebuah entitas yang terikat secara historis. Sebelum terpisah, Malang adalah satu kesatuan Kadipaten.  Tetapi, sejak 1914 terpisah menjadi Kota & Kabupaten Malang serta pada tahun 2001 Kota Batu dipisahkan dari Kabupaten Malang.  Tetapi, kesamaan historis & kultural menjadikan Malang Raya tetap satu kesatuan entitas.  Masalah keterpisahan administratif tidak menjadi masalah bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas budaya.
Sebagai contoh adalah Kampung Cempluk.  Secara administatif berada di Kabupaten Malang tetapi secara geografis berdekatan dengan Kota Malang.  Malang Raya secara budaya terajut oleh aliran Sungai Metro & sungai Brantas, rajutan ekologis yang berpengaruh terhadap rajutan seni tradisi seperti Tari Topeng Malangan.  Ekososiokultural yang membentuk entitas Malang Raya.
Kapling administratif penting, tetapi yang lebih penting adalah jejaring & rajutan gerak budaya.  Dijaga rajutan jejaringnya dengan gerak bernama “Sonjo Kampung” di Malang Raya.  Bahkan, saat ini telah ditularkan “virus sonjo kampung” sampai ke Blitar Raya & Pasuruan Raya.  Gerak para Pebakti (budaya) Kampung untuk mengatasi egosektoral & administratif akibat dari otonomi daerah.  Sehingga, gerak para Pebakti Kampung semacam Sonjo Kampung perlu didiseminasi di berbagai tempat.
Contoh Kasus temuan ekologis & teknologis di Nawonggo, tidak direspon oleh Pemerintah Daerah, pun oleh Pemerintah Desa.  Sehingga, warga kampung seperti dibiarkan berjalan sendiri untuk melestarikan situs bersejarah & kearifan lokal serta seni tradisi & teknologi peninggalan para leluhur.

Restu Respati (Jelajah Jejak Malang)
Kampung Nawonggo sebenarnya sudah mendapat perhatian dari  Tim Percepatan Pariwisata sebagai Situs Wisata Sejarah & Religi.  Bagian dari perjalanan (trip) Majapahit yang menghubungkan Mojokerto – Malang – Blitar sebagai bagian dari jejak sejarah Majapahit.  Selain itu, untuk meningkatkan daya tarik, khususnya untuk souvenir, telah bekerjasama dengan Desa Tajinan sebagai tetangga desa yang memiliki produk khas berupa batik.
Tetapi karena kurangnya perhatian dari Pemerintah Desa dan Pemerintah Kabupaten Malang, Kampung Nawonggo untuk sementara ditunda masuk sebagai bagian dari Trip Majapahit.  Perlu keseriusan perhatian & pendampingan dari Pemerintah Daerah.



Priyambodo (Penghayat – Sanggar Sasmito Jati)
Nilai-nilai tradisi tidak terpisahkan dari budaya.  Sebagai contoh adalah Tumpengan di Punden Kampung Cempluk, harus dilestarikan & dihidupkan lagi untuk daerah-daerah lain.
Penghayat tidak terpisahkan dari nilai-nilai tradisi & budaya lokal.  Penghayat harus diperhatikan sebagai satu kesatuan dengan budaya & tradisi lokal.  Harus mendapat perhatian & fasilitas dari pemerintah.  Sebagai contoh, seluruh Sanggar para Penghayat tidak ada satupun yang difasilitasi oleh Pemerintah.  Seluruhnya merupakan hasil dari swadana & swadaya komunitas Penghayat.  Sanggar bukan untuk tempat peribadatan, karena Penghayat melakukan ibadah di manapun tempat.  Sanggar dijadikan tempat pelestarian & pengembangan tradisi & budaya lokal, uri-uri budaya.

Bejo Sandi (Komunitas Seni Celoteh)
Memproduksi alat musik bambu, khususnya rinding.  Alat musik asli Nusantara yang memiliki nama berbeda di setiap daerah.  Pengrajin rinding kurang mendapat perhatian dari Pemerintah, sehingga semakin ditinggalkan oleh masyarakat yang akibatnya semakin sedikit pula pengrajinnya.  Pemerintah perlu memberikan perhatian dalam bentuk pendampingan berupa manajemen komunitas serta menjadikan rinding sebagai alat musik tradisional yang wajib diajarkan.  Selain itu, Pemerintah harus memberikan perlindungan pada pengrajin rinding menghadapi serbuan produksi masal berskala industri.
Sistem Informasi Pokok Pikiran Kemajuan Kebudayaan (PPKD) sebagai sarana untuk pendataan diri seniman & budayawan sulit untuk diakses dan mekanisme yang berbelit-belit.  Sebaiknya disederhanakan untuk mempermudah pendataan seniman & budayawan.

Renee (Pemerhati & Peneliti Seni)
Kemandirian (swadana & swadaya) pelaku seni tradisi & budaya adalah kekuatan.  Ketergantungan pada Patron (pemerintah & swasta) akan melemahkan gerak seni tradisi & budaya rakyat.  Karena gerakan seni tradisi & budaya rakyat adalah gerakan kultural. Patron diperlukan hanya sebagai sistem penunjang (suopporting system) saja.

Umi Salamah (NCA)
Nilai Budaya Nusantara adalah gotong royong, guyup rukun, & getok tular.  Merupakan nilai luhur Nusantara untuk melawan komersialisasi & individualisme.
Kemandirian komunitas pelaku seni tradisi & budaya serta situs sejarah dapat dikuatkan dengan menjadikan komunitas & situs seni tradisi & budaya sebagai destinasi wisata budaya & religi.  Karena seringkali, komunitas & situs budaya kurang mendapat perhatian Pemerintah Daerah seperti Kampung Nawonggo.  Wisata budaya & religi dapat dijadikan sebagai sarana pemberdayaan & pembangunan ekonomi masyarakat melalui edukasi ekososiokultural.
NCA siap memberikan pendampingan, NCA telah membuat model pendampingan & pemberdayaan masyarakat, khususnya belajar dari Kampung Nawonggo.  Dapat dijadikan model pendampingan & pemberdayaan masyarakat di berbagai situs sejarah & komunitas budaya di seluruh Nusantara.

Bondan (Rumah Budaya Tunggul Wulung)
Menagih janji Pemerintah yang termaktub dalam Pasal 49 Undang-Undang 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, yaitu Dana Perwalian.  Sampai hari ini belum ada Petunjuk Pelaksanaan (juklak) & Petunjuk Teknis (juknis) dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) sehingga Pemerintah Daerah enggan menganggarkan Dana Perwalian.
Selama ini para seniman & budayawan bekerja mandiri, swadaya & swadana.  Pemerintah Daerah tidak tanggap & tidak peka untuk melakukan Pemajuan Kebudayaan, walau sudah menjadi amanat Undang-Undang.  Apalagi dengan tidak adanya PP yang mengatur juklak & juknis UU5/2017, sama sekali tidak terbebani & tidak pula memberi sedikit perhatian.
Pendampingan hukum untuk seniman & budayawan perlu untuk dilakukan,  karena seringkali seniman & budayawan hanya menjadi bulan-bulanan birokrasi.  Bahkan hanya dimanfaatkan dan diperalat untuk kemudian ditinggalkan begitu saja.
Gotong royong & guyup rukun sudah menjadi darah daging bagi para seniman & budayawan kampung.  Tetapi, amanat undang-undang tetap harus dilaksanakan.  PP harus segera dikeluarkan untuk menjadi dasar Pemerintah Daerah menganggarkan Dana Perwalian.

Bayu (Saka Nusantara)
Saka Nusantara adalah komunitas yang bertujuan untuk melakukan advokasi budaya Nusantara.  Baik advokasi masalah-masalah teknis, legal formal, & hukum yang perlu dikawal.  Bertujuan untuk menjaga lestarinya nilai-nilai luhur Nusantara sekaligus mendiseminasikannya ke seluruh Nusantara.

Trianom Suryandaru (Komunitas Omah Hijau)
Pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan yang tegas, kebijakan Rumah Rakyat.  Kebijakan yang mengatur tentang kewajiban menyediakan ruang publik bagi pengembang.  Khususnya pengembangan rumah toko (ruko) yang harus menyediakan ruang publik seperti fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) yang harus disediakan oleh pengembang perumahan. Rumah Rakyat akan menjadi ruang publik untuk edukasi & ekspresi berkesenian & berkebudayaan bagi masyarakat & komunitas sekitar tempat ruko tersebut dibangun.



Achmad Winarto (Cak Win Celaket) (Komunitas Kampung Celaket)
Perhatian Pemerintah terhadap seni tradisi & budaya Nusantara harus lebih jelas & tegas lagi.  Seni tradisi & budaya Nusantara harus masuk ke dalam kurikulum pendidikan sejak Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai ke Perguruan Tinggi.
Selain itu, Pemerintah harus memperhatikan sanggar-sanggar seni tradisi di kampung-kampung.  Mendampingi yang telah ada & menginisiasi pembukaan sanggar seni tradisi di berbagai kampung i seluruh Nusantara.
Sehingga, pendidikan seni tradisi & budaya Nusantara diselenggarakan baik di lembaga pendidikan formal (sekolah), lembaga pendidikan non formal (sanggar seni), dan lembaga pendidikan informal (sanggar seni kampung).  Regenerasi & pelestarian seni tradisi & budaya Nusantara dapat terus dilakukan & berkesinambungan.

Daniel S. Stephanus (Temannya Seniman)
Diskusi hari ini merupakan curah pendapat (brainstorming) sebagai langkah awal untuk menjamin kerja-kerja seniman & budayawan pelestari nilai-nilai luhur Nusantara.  Adanya lembaga yang siap melakukan pendampingan untuk penggalian & pengumpulan data (database) serta menarasikannya seperti NCA, lembaga yang siamp melakukan pendampingan & advokasi budaya seperti Saka Nusantara, dan perhatian langsung dari Staf Kepresidenan menjadi penyemangat para seniman & budayawan kampung.
Tetapi, harapannya bukan hanya sekedar menjadi wacana atau bahan riset saja.  Pertemuan ini harus menjadi sesuatu yang nyata, bisa dalam bentuk kebijakan Pemerintah seperti PP untuk UU 5/2017. Bisa pula pendampingan untuk manajemen & kelembagaan bagi komuitas seni budaya & tradisi kampung.  Dapat pula berupa pendampingan legal formal & advokasi bagi pelaku seni & budaya baik berhadapan dengan Pemerintah maupun pihak-pihak lain yang memanfaatkan kerja-kerja pelaku seni tradisi & budaya.  Bahkan, bila perlu munculnya kebijakan yang lebih ekstrim lagi seperti Program Rumah Rakyat untuk pengembang, lebih-lebih lagi masuknya Pendidikan Seni Tradisi & Budaya Nusantara ke dalam Kurikulum Pendidikan Nasional.

Umi Salamah (NCA)
Cukup banyak masukan potensi & permasalahan yang didapat untuk membangkitkan kembali kejayaan seni tradisi & budaya Nusantara.  Pelu juga langkah nyata untuk melakukan edukasi & sosialisasi nilai-nilai luhur Nusantara dengan media kekinian seperti film & permainan (games). Serta tentu model-model pendampingan komunitas budaya yang kontekstual sesuai kearifan lokal.



Yahya Tatang Badru Tamam  (Kantor Staf Kepresidenan)
Semangat membangun dari pinggiran sedang bangkit.  Salah satu yang difasilitasi oleh negara adalah pengakuan terhadap Masyarakat Adat.  Secara substansial sudah ada pengakuan yang pasti, sedangkan secara artifisial ditampakkan dengan pemakaian pakaian adat Nusantara di setiap acara kenegaraan di Istana Negara.  Merupakan langkah awal untuk membangkitkan & melestarikan tradisi, budaya, & nilai luhur Nusantara.
Seniman & budayawan seringkali menjadi mandul saat tergantung pada Pemerintah (birokrasi).  Salah satu contohnya adalah mandulnya Rumah Kreatif yang dikelola oleh BEKRAF.  Pengelolaan oleh birokrasi seringkali tidak tepat guna & tidak tepat sasaran.
Jejaring antar seniman & budayawan untuk saling menguatkan dalam laku kerja-kerja seni tradisi & udaya adalah kekuatan yang maha dahsyat.  Kekuatan yang harus terus dijaga dan semakin diperluas.

Priyo Sunanto (Omah Budaya Cempluk)
Pertemuan kali ini diharapkan tidak hanya menjadi wacana atau janji semata.  Hasil pertemuan harus menjadi kenyataan untuk menjaga lestarinya seni tradisi & budaya serta nilai-nilai luhur Nusantara.

Disusun oleh:
Daniel S. Stephanus
Jumat, 28 September 2018


Tidak ada komentar: