Tampilkan postingan dengan label IPHPS. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label IPHPS. Tampilkan semua postingan

Senin, 25 September 2017

BELAJAR PERHUTANAN SOSIAL: RANGKUMAN PERMEN 39/2017 tentang PERHUTANAN SOSIAL DI WILAYAH KERJA PERHUTANI




PENGANTAR
Perbaikan dari Permen 83/2016 tentang Perhutanan Sosial yang berlaku sejak 07 November 2016.
Menegaskan bahwa Masyarakat Desa pinggir hutan adalah pelaku utama (subyek) pengelolaan hutan.  Luas perhutanan sosial adalah 12,7 juta hektar.  Dengan skema pengelolaan (1) Hutan Tanaman Rakyat (HTR); (2) Hutan Kemasyarakatan (HKm); (3) Hutan Desa (HD); (4) Hutan Adat (HA); dan (5) Kemitraan Hutan.
Selama ini telah terjadi salah urus.  30% dari luas hutan Indonesia dikelola oleh Konglomerasi dan Korporasi (Menteri LHK, Konggres Kehutanan Indonesia VI, Desember 2016).  Padahal ada 25.863 Desa dengan jumlah penduduk 10,2 juta jiwa, 71% hidup di pinggiran hutan dan mengantungkan hidup dari hutan. 
Perhutanan Sosial adalah bagian dari Rencana Pembanganunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015—2019. Perhutanan Sosial merupakan amanat UUD 1945 Pasal 33.
Perhutanan sosial adalah ijin pengelolaan kawasan hutan berbasis masyarakat (1) masa pengajuan ijin hanya 20 hari saja; (2) masa pengelolaan selama 35 tahun; (3) ijin langsung dari Menteri LHK; (4) khusus untuk di Pulau Jawa, pengelolaan dilakukan oleh Lembaga Desa atau Kelompok Tani Hutan atau Kelompok Masyarakat; (5) berlaku di hutan produksi dan hutan lindung; (6) syarat nudah hanya Surat Pengajuan ke Menteri LHK oleh Kelompok dilengkapi dengan Peta Indikatif Arahan PS (PIAPS).

PERTIMBANGAN
1.       Perhutanan Sosial (PS) adalah salah satu pilar pemerataan ekonomi melalui pengurangan ketimpangan penguasaan hutan.
2.       Pengaturan dan penetapan hubungan-hubungan hukum antara orang dengan hutan serta mengatur perbuatan-perbuatan mengenai kehutanan.
3.       Peningkatan pengeloaan hutan berbasis masyarakat secara sistematis dan itensif.
4.       Penyempurnaan dari Permen LHK 83/2016 tentang Perhutanan Sosial.
5.       Perlunya penetapan PS di wilayah kerja Perum Perhutani
Mengingat
1.       Undang-Undang 41/1999 tentang Kehutanan.
2.       Undang-Undang 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
3.       Undang-Undang 23/2014 & 9/2015 tentang Pemerintahan Daerah.
4.       Peraturan Pemerintah 72/2010 tentang Perum Kehutanan Negara.
5.       Perpres 16/2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
6.       Permen LHK 16/2015 tentang Organisasi dan tata Kerja Kementerian LHK.
7.       Permen LHK 83/2016 tentang Perhutanan Sosial.

BAB I. KETENTUAN UMUM
Bagian 1. Pengertian
Pasal 1.
1.       Perhutanan Sosial (PS) di wilayah Perum Perhutani adalah sistim pengelolaan hutan lestari dalam Kawasan Hutan Negara yang dikelola oleh Perum Perhutani.  Dilaksanakan oleh Masyarakat sebagai Pelaku Utama untuk (1) peningkatan kesejahteraan; (2) keseimbangan lingkungan; (3) dinamika sosial budaya berbentuk ijin pemanfaatan.
2.       Pemanfaatan Hutan adalah (1) memanfaatkan jasa lingkungan; (2) memanfaatkan hasil kayu dan bukan kayu hutan; (3) pemanfaatan air dan energi air; (4) wisata alam; (5) hutan lindung; dan (5) penyerapan dan penyimpanan karbon berbasis pengelolaan yang optimal, adil, dan lestari.
3.       Ijin Pemanfaatan berbentuk Ijin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS).
4.       Pengaju IPHPS adalah Masyarakat (Warga Negara Indonesia) yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) ditambah dengan Surat Keterangan Penggarap dari Ketua Kelompok Tani Hutan atau Kelompok Masyarakat atau Koperasi.
5.       Penggarap adalah Petani Penggarap Lahan.
6.       Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
7.       Pemda adalah Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota.
8.       Menteri adalah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
9.       Dirjen adalah Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan.
10.   Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial (Poka PPS) adalah fasilitator dan verifikator kegiatan PS.
Bagian 2. Umum
Pasal 2: (1) Pedoman pelaksanaan PS di Wilayah Perhutani. (2) Pemberian IPHPS untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian hutan.
Pasal 3: PS di wilayah Perhutani dalam bentuk IPHPS di Hutan Lindung dan Hutan Produksi.
Pasal 4: IPHPS berupa (1) Lahan tutupan yang terbuka dengan tegakan kurang dari 10% dalam 5 tahun terus menerus. (2) Dalam kondisi khusus bisa lebih dari 10%. (3) Penetapan wilayah oleh Dirjen Planologi Hutan. (4) Hasil penetapan diumumkan dalam Revisi Peta Indikatis di Aeral PS (PIAPS).
Pasal 5: Kegiatan IPHPS berupa pemanfaatan (1) kawasan; (2) hasil kayu; (3) hasil bukan kayu; (4) air; (5) energi air; (6) jasa wisata alam; (7) sarana wisata alam; (8) penyimpanan karbon; dan (9) penyerapan karbon.
Pasal 6: Pola Tanam IPHPS di Hutan Produksi (1) budidaya Tanaman Pokok 50%; Tanaman Multiguna (MPTS) 30%; dan Tanaman Semusim 20%. (2) MPTS dalam bentuk jalur atau wanatani (agroforestry). (3) tambak (silvoforestry) 30%. (4) peternakan atau pakan ternak (silvopature) 20%. (5) Untuk Tanaman Pokok dan MPTS dapat dilakukan tumpangsari dengan tanaman semusim dan pakan ternak. (6) Pola tanam sesuai karakteristik lahan.
Pasal 7: Pola Tanam IPHPS di Hutan Lindung (1) Tanaman Kayu non fast growing species untuk perlindungan tanah dan air 20%. (2) Tanaman Multiguna (MPTS) 80%. (3) Tanaman di bawah tegakan, umbi-umbian yang tidak merusak lahan.
Pasal 8: (1) Hasil IPHPS dapat dijual ke BUMN maupun BUMS. (2) Bagi Hasil
Tanaman
Pemegang IPHPS
Perhutani
Tanaman Pokok Hutan
70%
30%
Tanaman Multiguna (MPTS)
80%
20%
Tanaman Semusim
90%
10%
Pakan Ternak
90%
10%
Silvoforestry
70%
30%
Usaha Jasa Lingkungan
90%
10%


BAB II. TATA CARA PERMOHONAN
Pasal 9: IPHPS dapat diperoleh melalui permohonan atau penunjukkan oleh Menteri LHK.
Pasal 10: (1) IPHPS diperoleh dengan Pengajuan pada Menteri LHK ditembuskan ke Dirjen Planologi Kehutan, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi, dan Dirut Perhutani. (2) Pengajuan permohonan wajib didampingi oleh (a) Pokja PPS atau (b) LSM setempat atau (c) penyuluh atau (d) perguruan tinggi atau (e) lembaga penelitian atau (f) pemda setempat. (3) Untuk selain anggota Pokja PPS baik LSM, penyuluh, Peguruan Tinggi, dan Lembaga Penelitian melakukan penyesuaian.
Pasal 11: (1) Permohonan di ajukan oleh Ketua Kelompok Tani Hutan atau Kelompok Masyrakat atau Koperasi atau BUMDes. (2) Lampiran Surat Pengajuan (a) daftar nama pemohon IPHPS dilengkapi fotokopi KTP dan KK; (b) gambaran umum wilayah baik fisik, sosial ekonomi, dan potensi kawasan, serta (c) peta areal kawasan yang dimohon. (3) Petani penggarap hanya untuk yang memiliki lahan kurang dari 0,5 hektar. (4) diutamakan untuk pengungsi bencana alam.
Pasal 12: (1) Permohonan diajukan ke Menteri LHK dan diverifikasi oleh Pokja PPS atau Pendamping. (2) Pelaksana Verifikasi sesuai peraturan Dirjen.
Pasal 13: (1) IPHPS diterbitkan oleh Dirjen atas nama Menteri sesuai hasil verifikasi. (2) IPHPS berisi Nama, KTP dan KK, lokasi & luas, jenis usaha, hak & kewajiban pengelola, jangka waktu, dan monev. (3) perubahan dan tambahan anggota kelompok diajukan pdad Menteri dan dilakukan verifikasi ulang.

BAB III. HAK DAN KEWAJIBAN IPHPS
Pasal 14: (1) Pemegang IPHPS adalah Kelompok Usaha PS (KUPS). (2) Hak KUPS: (a) melakukan kegiatan di areal IPHPS; (b) mendapat perlindungan dari perusakan dan pencemaran lingkungan serta pengambilalihan; (c) mengelola dan memanfaatkan kawasan hutan sesuai fungsinya; (d) mendapatkan pendampingan untuk permohonan, pemanfaatan, penyuluhan, teknologi, akses pembiayaan, dan pemasaran; (e) mendapatkan hasil usaha pemanfaatan; dan (f) bermitra dengan BUMN dan BUMS. (3) Kewajiban KUPS: (a) menjaga arealnya dari perusakan dan pencemaran lingkungan; (b) memberi tanda batas kerja; (c) menyusun rencana pemanfaatan jangka panjang (10 tahun) dan jangka pendek (1 tahun); (d) melakukan penanaman dan pemeliharaan hutan; (e) melaksanakan tata usaha hasil hutan; (f) mempertahankan fungsi hutan; dan (g) melaksanakan fungi perlindungan.

BAB IV. LUAS, JANGKA WAKTU, DAN LARANGAN IPHPS
Pasal 15: (1) Luas garapan anggota maksimal 2 hektar perkepala keluarga. (2) Luas Garapan KUPS adalah areal miring 40%, sempadan sungai, sempadan pantai, mata air, kebun bibit, bukit batu, dan jalan setapak. (3) Usaha pemanfaatan (Pasal 5) dikelola KUPS. (4) Lahan garapan dapat diwariskan atas penetapan KUPS. (5) Dilarang memindahtangankan lahan garapan. (6) Bila dipindahtangankan akan dikembalikan ke KUPS.
Pasal 16: Jangka waktu IPHPS adalah 35 tahun.  Evaluasi dilakukan setiap 5 tahun untuk perpanjangan.
Pasal 17: (1) IPHPS bukan kepemillikan. (2) IPHPS dilarang dipindahtangankan, diubah statusnya, dan perubahan fungsi kawasan hutan. 
Pasal 18: (1) IPHPS tidak belaku bila (a) habis waktu izin; (b) izin dicabut; dan (c) izin dikembalikan. (2) Sebelum tidak berlaku dilakukan evaluasi oleh KLHK. (3) KUPS yang dicabut wajib memenuhi kewajibannya.

BAB V. PENDAMPINGAN
Pasal 19: (1) Pemohon IPHPS wajib menunjuk Pendamping (berbadan hukum). (2) Bila tidak ada yang ditunjuk, Pokja PPS akan menunjuk Pendamping.
Pasal 20: (1) Tugas Pendamping mendampingi Kelompok (a) menyusun berkas permohonan; (b) menyusun rencana pemanfaatan hutan dan rencana kerja tahunan; (c) penguatan kelembagaan dan kelola kawasan; (d) pengembangan ekonomi produktif; (e) penyelesaian konflik; (f) pemulihan kawasan hutan: (g) perlindundangan areal kerja.  (2) Pendamping berhak memanfaatkan lahan untuk demplot percontohan dengan luas sesuai kebutuhan dan kesepatakan dengan Kelompok.

BAB VI. PEMBIAYAAN
Pasal 21: Pembiayaan penyelenggaraan IPHPS adalah sebagai berikut : (1) APBN atau lembaga; (2) APBD; (3) pinjaman pembiayaan pembangunan hutan; (5) dana desa, dana rehabilitasi hutan dan lahan; dan (6) sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

BAB VII.  MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 22: (1) Monev dilakukan untuk optimalisasi pelaksanaan IPHPS; (2) Monev dilakukan setiap 6 bulan; (3) Evaluasi setiap tahun; (4) Monev dilaksanakan oleh Dirjen dengan melibatkan Pokja PPS dan Perum Perhutani dibantu oleh Tim Kerja yang ditetapkan.

BAB VIII. PEMBINAAN DAN FASILITASI
Pasal 23: (1) Pembinaan dan Fasilitasi dilaksanakan oleh Dirjen, Kepada Badan dan Kepala Dinas; (2) Pembinaan dan fasilitasi dalam bentuk (a) penandaan batas areal kerja; (b) pendampingan; (c) penyuluhan; (d) dukungan bibti; (e) sarana produksi; (f) bimbingan teknis; (g) sekolah lapan; (h) promosi dan pemasaran produk; (i) penelitian dan pengembangan; (3) pembinaan dan fasilitasi dilakukan juga oleh Kementerian & Lembaga, BUMN & BUMS, dan Lembaga keuangan; dan (4) pemegang IPHPS menerima Kartu Perhutanan Sosial (KPS) oleh Dirjen.
 
BAB IX. SANKSI
Pasal 24: Ijin dicabut bila (1) melakukan pemindahtanganan IPHPS dan manipulasi atau pemalsuan data; (2) tidak memenuhi kewajiban, akan diberikan peringatan 3 kali berturut-turut selama 1 bulan.

BAB X. KETENTUAN PERALIHAN
PASAL 25: Belakunya Permen ini, maka (1) Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) sebelum Permen harus disesuaikan; (2) PHBM di luar Permen disesuaikan dengan Permen 83/2016; (3) Pelaksanaan Hutan Desa (PHD) dan Hutan Kemasyarakatakan di luar Permen disesuaikan dengan Permen 83/2016

BAB XI. KETENTUAN PENUTUP
Pasal 26: Permen ini belaku sejak 09 Juni 2017.

Ditetapkan di Jakarta, 09 Juni 2017 oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.


CONTOH SURAT PENGAJUAN:
KELOMPOK TANI ............................
Desa ...................., Kecamatan ...................
Kabupaten ..................., Provinsi ..........................

Kabupaten .............., ........................2017
No: ......................../2017
Lampiran: 1 bendel
Hal: Permohonan IUPHPS

Kepada YTH.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia
Gedung Manggala Wanabakti Blok I. Lantai 3
Jl. Gatot Subroto, Senayan,
Jakarta

Dengan Hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama: .................................
No. KTP: ..............................
Alamat: ..................................................................................
                ...................................................................................
No. Telfon: ...........................
Jabatan: Ketua Kelompok Tani .....................................

Mengajukan Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Seluas ...... hektar yang berlokasi di:
Desa: ...................................
Kecamatan: .........................
Kabupaten: ..........................
Provinsi: ...............................
Kawasan Hutan: ..................
DAS: .....................................

Untuk Kegiatan-Kegiatan:
1.       Budidaya tanaman kehutanan seperti .............................
2.       Budidaya tanaman perkebunan seperti ...........................
3.       Budidaya tanaman pertanian seperti ...............................

Sebagai bahan pertimbangan, kami lampirkan:
1.       Daftar nama anggota Kelompok Tani.
2.       Gambaran umum wilayah.
3.       Peta usulan lokasi.

Demikian surat usulan ini, kami ucapkan terima kasih untuk perhatiannya
Ketua Kelompok Tani .............

...................................................
Tembusan:
1.       Gubernur ................................ di ................................
2.       Bupati ...................................... di ................................
3.       Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan di Jakarta




GAMBARAN UMUM LOKASI
1.       Letak dan Luas
a.       Desa: ........................................
b.      Kecamatan: ..............................
c.       Kabupaten: ...............................
d.      DAS/Sub DAS: ...........................
e.      Luas: ........................... hektar

2.       Batas-Batas
a.       Sebelah Utara: Desa ........................, Kecamatan .......................
b.      Sebelah Selatan: Desa ........................., Kecamatan ...................
c.       Sebalah Timur: Desa ..........................., Kecamatan ...................
d.      Sebelah Barat: Desa ............................., Kecamatan ...................

3.       Status Kawasan: Hutan Lindung/Produksi

4.       Kondisi Fisik
a.       Tutupan Lahan: ...........
b.      Ketinggian: .......... mdpl
c.       Kelerengan: Kisaran ...... %
d.      Topografi Dominan: Berbukit atau ................
e.      Jenis tanaman yang diusahakan masyarakat:
                                 i.       Kopi
                                ii.      ..........
                              iii.      ............
f.        Potensi Usaha dalam Kawasan:
                                 i.      .....................

5.       Kondisi Sosial Ekonomi
Desa ...................... masuk dalam katerhori Desa Hutan yang miskin/sedang/........ terdiri dari ............Kepala Keluarga.  Sumber penghidupan masyarakat berasal dari ..................... Desa ............... berjarak ..... km dari Ibukota Kecamatan ...............  Sedangkan menuju Ibukota Kabupaten ............ berjarak .......km


SURAT PERNYATAAN PEMOHON IPHPS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama: ................................
No. KTP: .......................................................
Alamat: ......................................................................................
                .......................................................................................
Jabatan: Ketua Kelompok Tani ..............................

Dalam rangka pengajuan Permohonan IPHPS seluas ......... hektar yang berlokasi di:
Desa: ...........................................
Kecamatan: .................................
Kabupaten: ..................................
Provinsi: .......................................

MENYATAKAN:

1.       IPHPS adalah bukan hak kepemilikan kawasan hutan.
2.       Tidak akan memperjualbelikan IPHPS dan areal kerjanya.
3.       Tidak akan merubah status dan fungsi kaawasan hutan areal kerja IPHPS.
4.       Tidak akan memindahtangankan IPHPS.
5.       Tidak akan melakukan kepentingan lain di areal IPHPS yang tidak sesuai dengan ijin yang diberikan.
6.       Tidak akan mengagunkan IPHPS, kecuali tanamannya.

Demikian Surat Pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Ketua Kelompok Tani .....................


.......................................................

Rabu, 13 September 2017

CARA MUDAH BELAJAR PERHUTANAN SOSIAL Peraturan Menteri KLHK P.39/2017 tentang Perhutanan Sosial di Wilayah Perhutani




APA PERHUTANAN SOSIAL ITU?
Perhutanan Sosial adalah (Pasal 1):
1.       Sistem pengelolaan dan pemanfaaan Hutan Lestari dalam kawasan Hutan Negara yang dikelola oleh Perum Perhutani yang dilaksanakan oleh masyarakat sebagai pelaku utama.  Bertujuan untuk: (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat; (2) menjaga keseimbangan lingkungan; dan (3) dinamika sosial budaya.
2.       Pemanfaatan hutan dan kawasan hutan berupa: (1) hasil kayu; dan (2) non kayu untuk kesejahteraan masyarakat dan kelestarian hutan.
3.       Usaha pemanfaatan hutan melalui Ijin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) (Pasal8) terdiri dari pemanfaatan: (1) kawasan hutan; (2) hasil kayu; (3) bukan kayu; (4) pemanfaatan air; (5) energi air; (6) jasa wisata alam; (7) sarana wisata alam; (8) penyerapan karbon; dan (9) penyimpanan karbon.
4.       Pelaksana (subyek utama) adalah masyarakat di sekitar kawasan hutan yang dibuktikan dengan: (1) KTP dan NIK; dan (2) riwayat penggarapan atau surat keterangan dari kelompok tani atau koperasi.

MENGAPA ADA PERHUTANAN SOSIAL?
Perhuhanan sosial merupakan penegasan dari:
1.       Amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33.
2.       Pelaku utama dan subyek pengelolaan hutan adalah masyrakat desa hutan.
3.       Akses kelola yang legal bagi masyarakat desa hutan (hutan seluas 12,7 juta hektar).
4.       Pengalihan kelola dari korporasi dan badan usaha (Perum) yang menguasai 30% hutan Indonesia pada masyarakat yang hanya menguasai kurang dari 1 juta hektar saja.
5.       Penghapusan stigma ilegal penggarapan atau pemanfaatan hutan oleh kurang lebih 10,2 penggarap di 25.863 desa hutan.
6.       Penekanan pengelolaan hutan pada (1) penyelesaian konflik; (2) mengurangi kemiskian; dan (3) reduksi ketimpangan.

Latar Belakang Normatif:
1.       Mengurangi ketimpangan penguasaan hutan sebagai salah satu pilar kebijakan pemerataan ekonomi.
2.       Penetapan hubungan-hubungan hukum dan perbuatan-perbuatan hukuk mengenai hutan.
3.       Pengelolaan hutan berbasis masyarakat secara sistematis dan intensif.
4.       Penyempurnaan dari Kepmen 89/2016 tentang Perhutanan Sosial.

Latar Belakang Hukum:
1.       Undang-Undang Nomer 14/1999 dan 86/2004 tentang Kehutanan.
2.       Undang-Undang Nomer 32/2009 tentag Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
3.       Undang-Undang Nomer 23/2014 dan 9/2015 tentang Pemerintahan Daerah.
4.       Peraturan Pemerintah Nomer 72/2010 tentang Perusahaan Umum Kehutanan Negara.
5.       Peraturan Presiden Nomer 16/2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
6.       Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutnan Nomer 18/2015 tentang Organisasi & Tata Kelola Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan.
7.       Peraturan Menteri LHK Nomer 83/2016 tentang Perhutanan Sosial.

Maksud dan Tujuan Permen PS (Pasal 2):
1.       Pedoman pelaksanaan PS di wilayah kerja Perum Perhutani.
2.       Pedoman Ijin Pemanfaatan Hutan PS (IPHPS).

Catatan:
1.       Perhutanan Sosial (PS) tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015—2019.
2.       Pelaksana PS adalah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.  Gubernur dan Bupati serta Perhutani sebagai Pemangku Wilayah hanya mendapatkan tembusan (pemberitahuan).
3.       Pengajuan PS dilakukan oleh Kelompok Tani atau Koperasi atau BUMDes dengan pendampingan (LSM atau Perguruan Tinggi atau Lembaga Penelitian atau Pemerintah Daerah) dengan menyertakan Daftar Anggota (KTP dan KK) serta Peta Wilayah dan Peta Indikatif.


SIAPA SAJA YANG TERLIBAT DI PERHUTANAN SOSIAL?
1.       Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai Pemberi Ijin.
2.       Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan sebagai Penerbit IPHPS atas nama Menteri LHK.
3.       Masyarakat sebagai pengusul IPHPS melalui (1) Kelompok Tani; (2)Koperasi; dan (3) BUMDes dengan menyertakan KTP dan KK atau riwayat penggarapan.
4.       Pendamping adalah (1) Kelomok Kerja Percepatan PS (Pokja PPS); (2) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM); (3) Penyuluh; (4) Perguruan Tinggi; (5) Lembaga Penelitian; dan (6) Pemda setempat.
5.       Tembusan adalah pihak-pihak yang mengetahui seperti (1) Dirjen PS dan Kemitraan; (2) Dirjen Palanologi; (3) Kepala Dinas Kehutanan Provinsi; (4) Direktur Utama Perum Perhutani.
6.       Pemegang IPHPS adalah Kelompok Usaha PS (KUPS).
7.       Verifikator IPHPS adalah Kelompok Kerja Percepatan PS (Pokja PPS).     

DIMANA PERHUTANAN SOSIAL DILAKUKAN?
PS dilaksanakan di Hutan Produksi dan Hutan Lindung di wilayah kerja Perum Perhutani (Pasal 3—8) dengan ketentuan:
1.       Lahan yang terbuka atau tegakan hutan kurang dari 10% selama 5 tahun.
2.       Lahan terbuka atau tegakan hutan lebih dari 10% dalam kondisi sosial tertentu.
3.       Wilayah IPHPS ditetapkan oleh Dirjen Planologi KLHK.
4.       Ditetapkan melalui Peta Indikatif areal PS (PIAPS).
5.       Kegiatan IPHPS adalah pemanfaatan: (1) kawasan; (2) hasil kayu; (3) non kayu; (4) air; (5) energi air; (6) jasa wisata alam; (7) sarana wisata alam; (8) penyerapan karbon; (9) penyimpanan karbon.
6.       IPHPS dalam Hutan Produksi: (1) tanaman pokok hutan seluas 50%; (2) tanaman multi guna (MPTS) seluas 30% yang terdiri dari (i) agroforestry dengan sistem jalur; (ii) silvoforestry dengan sistem tambak dan tumpang sari tananam semusin atau pakan ternak; dan (3) tanaman semusim seluas 20% atau pakan ternak (silvoforestry).
7.       IPHPS dalam Hutan Lindung: (1) tanaman kayu non fast growing untuk perlindungan tanah dan air seluas 20%; (2) tanaman multiguna (MPTS) seluas 80%; dan (3) tanaman di bawh tegakan selain umbi-umbian dan tanaman penyebab kerusakan lahan.
8.       Hasil dan Bagi Hasil: hasil PS dapat dijual ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) dengan bagi hasil:
No.
Tanaman
KUPS
Perum Perhutani
1.
Tanaman pokok
70%
30%
2.
MPTS
80%
20%
3.
Semusin dan Pakan ternak
90%
10%
4.
Tambak (Silvoforestry)
70%
30%
5.
Jasa Lingkungan
90%
10%


BAGAIMANA PERHUTANAN SOSIAL DIJALANKAN?
Tata Cara Pengajuan IPHPS (Pasal 9—13)
1.       Pengajuan IPHPS kepada Menteri LHK.
2.       Tembusan pada: (1) Dirjen PS & Kemitraan; (2) Dirjen Planologi Kehutanan; (3) Kepala Dinas Kehutanan Provinsi; (4) Direktur Utama Perum Perhutani.
3.       Pendampingan oleh: (1) Pokja PPS; atau (2) LSM Setempat; atau (3) Penyuluh; atau (4) Perguruan Tinggi; atau (5) Lembaga Penellitian; atau (6) Pemda Setempat.
4.       Mekanisme Pengajuan:
(1) Diajukan oleh (i) Ketua kelompok masyarakat; atau (ii) Ketua kelompok tani hutan; atau (iii) ketua koperasi; atau (iv) Ketua BUMDes. 
(2) Lampiran-lampiran: (i) Daftar nama pemohon disertai fotokopi KTP/NIK dan KK; (ii) gambaran umur wilayah yang terdiri dari keadaan fisik wilayah, kondisi sosial ekonomi, dan potensi kawasan; (iii) peta kawasan.
(3) Syarat-syarat khusus: (i) luas garapan petani penggarap kurang dari 0,5 hektar; (ii) berperspektif gender; (iii) diutamakan untuk korban bencana alam.
(4) verifikasi oleh Pokja PPS atau pendamping setempat yang pelaksanaannya diatur oleh Peraturan Dirjen PS&K.
(5) IPHPS terbit setelah lolos verifikasi.
(6) Isi IPHPS terdiri dari: (i) Nama sesuai KTP dan KK; (ii) lokasi dan luas PS; (iii) jenis usaha; (iv) hak dan kewajiban; (v) jangka waktu; dan (vi) monitoring dan evaluasi.

Hak dan Kewajiban Pemegang IPHPS (Pasal 14)
1.       Pemegang IPHPS adalah Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS).
2.       Hak KUPS sebagai pemegang IPHPS adalah sebagai berikut.
1)      Melakukan kegiatan di areal PS.
2)      Mendapat perlindungan dari perusakan, pencemaran, dan pengambilalihan.
3)      Mengelola dan memanfaatkan kawasan hutan sesuai fungsinya.
4)      Pendampingan untuk permohonan pemanfataan, penyuluhan teknologi, akses pembiayaan, dan pemasaran.
5)      Mendapat hasil usaha pemanfaatan.
3.       Kewajiban KUPS sebagai Pemegang IPHPS adalah sebagai berikut.
1)      Menjaga areal PS dari perusakan dan pencemaran lingkungan.
2)      Memberi batas areal PS.
3)      Menyusun rencana pemanfaatan PS baik untuk jangka pendek (1 tahun) maupun jangka panjang (10 tahun).
4)      Penanaman dan pemeliharaan areal PS.
5)      Pelaksanaan tata usaha hasil hutan.
6)      Mempertahankan fungsi hutan.
7)      Melaksanakan fungsi perlindungan.

Luas dan Jangka Waktu
1.       Seberapa Luas PS?
1)      Garapan efektif perorangan anggota KUPS maksimal seluas 2 hektar perKK.
2)      Areal khusus (lebih dari 40% dari luasan ) seperti (1) sempadan sungai; (2) sempadan pantai; (3) mata air; (4) kebun bibit; (5) bukit batu; (6) jalan patroli atau setapak dikelola oleh KUPS bukan perorangan.
3)      Pemanfaatan oleh KUPS berupa: (1) air; (2) energi air; (3) jasa wisata alam; (4) sarana wisata alam; (5) penyerapan kabron; (6) penyimpanan karbon.
4)      Lahan garapan tidak boleh dipindah tangankan tetapi dapat diwariskan atas persetujuan Kelompok. Bila pindah tangan akan dikembalikan ke kelompok.
5)      Jangka waktu PS selama 35 tahun dengan evaluasi setiap 5 tahun.
6)      IPHPS bukan kepemilikan kawasan hutan sehingga dilarang untuk dipindahtangankan atau dibuah statusnya atau digunakan untuk kepentingan lain.
7)      IPHPS tidak berlaku lagi bila: (1) jangka waktu berakhir; (2) ijin dicabut karena sangsi; dan (3) ijin dikembalikan tetapi tetap harus dievaulasi dan tidak bebas kewajiban.

Pendampingan (Pasal 19—20)
1.       Pendamping harus berbadan hukum dan ditunjuk oleh pemohon IPHPS.  Bila pemohon tidak menunjuk pendamping akan diajukan oleh Pokja PPS.
2.       Pendamping memfasilitasi:
1)      Penyusunan berkas permohonan.
2)      Penyusunan rencana pemanfaatan hutan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
3)      Penguatan kelembagaan dan pengelolaan kawasan.
4)      Perlindungan areal kerja.
3.       Pendamping berhak mendapatkan demplot percontohan sesuai kesepakatan.

Pembiayaan (Pasal 21)
Pembiayaan PS berasal dari:
1.       Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
2.       Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
3.       Pinjaman pembiayaan pengembangan hutan.
4.       Dana Desa dan Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
5.       Sumber lain yang tidak mengikat.

Monitoring dan Evaluasi (Pasal 22)
Monitoring dan Evaluasi dilakukan secarra berkala:
1.       Monitoring dilakukan setiap 6 bulan (semesteran).
2.       Evaluasi dilakukan per tahun (tahunan).
3.       Monitoring dan Evaluasi dilakukan oleh (1) Dirjen PS dan Kemitraan + (2) Pokja PPS + (3) Perum Perhutani + (4) tim kerja yang ditetapkan.

Pembinaan dan Fasilitasi (Pasal 23)
1.       Kewenangan ada pada (1) Dirjen PS & K + (2) Kepala Badan + (3) Kepala Dinas Kehutanan Provinsi.
2.       Bentuk-bentuk pembinaan dan fasilitasi: (1) Penandaan batas areal kerja; (2) Pemetaan dengan drone; (3) Pendampingan dan penyuluhan; (4) Dukungan bibit; (5) Bimbingan teknis; (6) Sarana Produksi; (7) Sekolah lapan; (8) Promosi dan pemasaran produk; dan (9) Penelitian dan pengembangan.
3.       Pelaksana: (1) Kementerian dan lembaga; (2) lembaga keuangan; (3) BUMN dan BUMS dengan pelaksanaan berperspektif pemberdayaan.

Sanksi (Pasal 24)
1.       IPHPS dicabut bila: (1) pemindahtanganan IPHPS dan (2) manipulasi dan pemalsuan data.
2.       Peringatan bila: (1) tidak memenuhi kewajiban dari hasil evaluasi dan (2) 3 kali peringatan tidak diindahkan, IPHPS dicabut.


Ketentuan Peralihan (Pasal 25)
1.       PHBM sebelum Permen ini harus menyesuaikan.
2.       PHBM di luar areal Permen ini tetap berlaku.
3.       Hutan Desa dan Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Lindung disesuaikan dengan Permn 83/2016.

KAPAN PERHUTANAN SOSIAL DILAKSANAKAN?
Ketentuan Penutup (Pasal 26): 09 Juni 2017