Rabu, 13 September 2017

CARA MUDAH BELAJAR PERHUTANAN SOSIAL Peraturan Menteri KLHK P.39/2017 tentang Perhutanan Sosial di Wilayah Perhutani




APA PERHUTANAN SOSIAL ITU?
Perhutanan Sosial adalah (Pasal 1):
1.       Sistem pengelolaan dan pemanfaaan Hutan Lestari dalam kawasan Hutan Negara yang dikelola oleh Perum Perhutani yang dilaksanakan oleh masyarakat sebagai pelaku utama.  Bertujuan untuk: (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat; (2) menjaga keseimbangan lingkungan; dan (3) dinamika sosial budaya.
2.       Pemanfaatan hutan dan kawasan hutan berupa: (1) hasil kayu; dan (2) non kayu untuk kesejahteraan masyarakat dan kelestarian hutan.
3.       Usaha pemanfaatan hutan melalui Ijin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) (Pasal8) terdiri dari pemanfaatan: (1) kawasan hutan; (2) hasil kayu; (3) bukan kayu; (4) pemanfaatan air; (5) energi air; (6) jasa wisata alam; (7) sarana wisata alam; (8) penyerapan karbon; dan (9) penyimpanan karbon.
4.       Pelaksana (subyek utama) adalah masyarakat di sekitar kawasan hutan yang dibuktikan dengan: (1) KTP dan NIK; dan (2) riwayat penggarapan atau surat keterangan dari kelompok tani atau koperasi.

MENGAPA ADA PERHUTANAN SOSIAL?
Perhuhanan sosial merupakan penegasan dari:
1.       Amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33.
2.       Pelaku utama dan subyek pengelolaan hutan adalah masyrakat desa hutan.
3.       Akses kelola yang legal bagi masyarakat desa hutan (hutan seluas 12,7 juta hektar).
4.       Pengalihan kelola dari korporasi dan badan usaha (Perum) yang menguasai 30% hutan Indonesia pada masyarakat yang hanya menguasai kurang dari 1 juta hektar saja.
5.       Penghapusan stigma ilegal penggarapan atau pemanfaatan hutan oleh kurang lebih 10,2 penggarap di 25.863 desa hutan.
6.       Penekanan pengelolaan hutan pada (1) penyelesaian konflik; (2) mengurangi kemiskian; dan (3) reduksi ketimpangan.

Latar Belakang Normatif:
1.       Mengurangi ketimpangan penguasaan hutan sebagai salah satu pilar kebijakan pemerataan ekonomi.
2.       Penetapan hubungan-hubungan hukum dan perbuatan-perbuatan hukuk mengenai hutan.
3.       Pengelolaan hutan berbasis masyarakat secara sistematis dan intensif.
4.       Penyempurnaan dari Kepmen 89/2016 tentang Perhutanan Sosial.

Latar Belakang Hukum:
1.       Undang-Undang Nomer 14/1999 dan 86/2004 tentang Kehutanan.
2.       Undang-Undang Nomer 32/2009 tentag Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
3.       Undang-Undang Nomer 23/2014 dan 9/2015 tentang Pemerintahan Daerah.
4.       Peraturan Pemerintah Nomer 72/2010 tentang Perusahaan Umum Kehutanan Negara.
5.       Peraturan Presiden Nomer 16/2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
6.       Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutnan Nomer 18/2015 tentang Organisasi & Tata Kelola Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan.
7.       Peraturan Menteri LHK Nomer 83/2016 tentang Perhutanan Sosial.

Maksud dan Tujuan Permen PS (Pasal 2):
1.       Pedoman pelaksanaan PS di wilayah kerja Perum Perhutani.
2.       Pedoman Ijin Pemanfaatan Hutan PS (IPHPS).

Catatan:
1.       Perhutanan Sosial (PS) tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015—2019.
2.       Pelaksana PS adalah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.  Gubernur dan Bupati serta Perhutani sebagai Pemangku Wilayah hanya mendapatkan tembusan (pemberitahuan).
3.       Pengajuan PS dilakukan oleh Kelompok Tani atau Koperasi atau BUMDes dengan pendampingan (LSM atau Perguruan Tinggi atau Lembaga Penelitian atau Pemerintah Daerah) dengan menyertakan Daftar Anggota (KTP dan KK) serta Peta Wilayah dan Peta Indikatif.


SIAPA SAJA YANG TERLIBAT DI PERHUTANAN SOSIAL?
1.       Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai Pemberi Ijin.
2.       Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan sebagai Penerbit IPHPS atas nama Menteri LHK.
3.       Masyarakat sebagai pengusul IPHPS melalui (1) Kelompok Tani; (2)Koperasi; dan (3) BUMDes dengan menyertakan KTP dan KK atau riwayat penggarapan.
4.       Pendamping adalah (1) Kelomok Kerja Percepatan PS (Pokja PPS); (2) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM); (3) Penyuluh; (4) Perguruan Tinggi; (5) Lembaga Penelitian; dan (6) Pemda setempat.
5.       Tembusan adalah pihak-pihak yang mengetahui seperti (1) Dirjen PS dan Kemitraan; (2) Dirjen Palanologi; (3) Kepala Dinas Kehutanan Provinsi; (4) Direktur Utama Perum Perhutani.
6.       Pemegang IPHPS adalah Kelompok Usaha PS (KUPS).
7.       Verifikator IPHPS adalah Kelompok Kerja Percepatan PS (Pokja PPS).     

DIMANA PERHUTANAN SOSIAL DILAKUKAN?
PS dilaksanakan di Hutan Produksi dan Hutan Lindung di wilayah kerja Perum Perhutani (Pasal 3—8) dengan ketentuan:
1.       Lahan yang terbuka atau tegakan hutan kurang dari 10% selama 5 tahun.
2.       Lahan terbuka atau tegakan hutan lebih dari 10% dalam kondisi sosial tertentu.
3.       Wilayah IPHPS ditetapkan oleh Dirjen Planologi KLHK.
4.       Ditetapkan melalui Peta Indikatif areal PS (PIAPS).
5.       Kegiatan IPHPS adalah pemanfaatan: (1) kawasan; (2) hasil kayu; (3) non kayu; (4) air; (5) energi air; (6) jasa wisata alam; (7) sarana wisata alam; (8) penyerapan karbon; (9) penyimpanan karbon.
6.       IPHPS dalam Hutan Produksi: (1) tanaman pokok hutan seluas 50%; (2) tanaman multi guna (MPTS) seluas 30% yang terdiri dari (i) agroforestry dengan sistem jalur; (ii) silvoforestry dengan sistem tambak dan tumpang sari tananam semusin atau pakan ternak; dan (3) tanaman semusim seluas 20% atau pakan ternak (silvoforestry).
7.       IPHPS dalam Hutan Lindung: (1) tanaman kayu non fast growing untuk perlindungan tanah dan air seluas 20%; (2) tanaman multiguna (MPTS) seluas 80%; dan (3) tanaman di bawh tegakan selain umbi-umbian dan tanaman penyebab kerusakan lahan.
8.       Hasil dan Bagi Hasil: hasil PS dapat dijual ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) dengan bagi hasil:
No.
Tanaman
KUPS
Perum Perhutani
1.
Tanaman pokok
70%
30%
2.
MPTS
80%
20%
3.
Semusin dan Pakan ternak
90%
10%
4.
Tambak (Silvoforestry)
70%
30%
5.
Jasa Lingkungan
90%
10%


BAGAIMANA PERHUTANAN SOSIAL DIJALANKAN?
Tata Cara Pengajuan IPHPS (Pasal 9—13)
1.       Pengajuan IPHPS kepada Menteri LHK.
2.       Tembusan pada: (1) Dirjen PS & Kemitraan; (2) Dirjen Planologi Kehutanan; (3) Kepala Dinas Kehutanan Provinsi; (4) Direktur Utama Perum Perhutani.
3.       Pendampingan oleh: (1) Pokja PPS; atau (2) LSM Setempat; atau (3) Penyuluh; atau (4) Perguruan Tinggi; atau (5) Lembaga Penellitian; atau (6) Pemda Setempat.
4.       Mekanisme Pengajuan:
(1) Diajukan oleh (i) Ketua kelompok masyarakat; atau (ii) Ketua kelompok tani hutan; atau (iii) ketua koperasi; atau (iv) Ketua BUMDes. 
(2) Lampiran-lampiran: (i) Daftar nama pemohon disertai fotokopi KTP/NIK dan KK; (ii) gambaran umur wilayah yang terdiri dari keadaan fisik wilayah, kondisi sosial ekonomi, dan potensi kawasan; (iii) peta kawasan.
(3) Syarat-syarat khusus: (i) luas garapan petani penggarap kurang dari 0,5 hektar; (ii) berperspektif gender; (iii) diutamakan untuk korban bencana alam.
(4) verifikasi oleh Pokja PPS atau pendamping setempat yang pelaksanaannya diatur oleh Peraturan Dirjen PS&K.
(5) IPHPS terbit setelah lolos verifikasi.
(6) Isi IPHPS terdiri dari: (i) Nama sesuai KTP dan KK; (ii) lokasi dan luas PS; (iii) jenis usaha; (iv) hak dan kewajiban; (v) jangka waktu; dan (vi) monitoring dan evaluasi.

Hak dan Kewajiban Pemegang IPHPS (Pasal 14)
1.       Pemegang IPHPS adalah Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS).
2.       Hak KUPS sebagai pemegang IPHPS adalah sebagai berikut.
1)      Melakukan kegiatan di areal PS.
2)      Mendapat perlindungan dari perusakan, pencemaran, dan pengambilalihan.
3)      Mengelola dan memanfaatkan kawasan hutan sesuai fungsinya.
4)      Pendampingan untuk permohonan pemanfataan, penyuluhan teknologi, akses pembiayaan, dan pemasaran.
5)      Mendapat hasil usaha pemanfaatan.
3.       Kewajiban KUPS sebagai Pemegang IPHPS adalah sebagai berikut.
1)      Menjaga areal PS dari perusakan dan pencemaran lingkungan.
2)      Memberi batas areal PS.
3)      Menyusun rencana pemanfaatan PS baik untuk jangka pendek (1 tahun) maupun jangka panjang (10 tahun).
4)      Penanaman dan pemeliharaan areal PS.
5)      Pelaksanaan tata usaha hasil hutan.
6)      Mempertahankan fungsi hutan.
7)      Melaksanakan fungsi perlindungan.

Luas dan Jangka Waktu
1.       Seberapa Luas PS?
1)      Garapan efektif perorangan anggota KUPS maksimal seluas 2 hektar perKK.
2)      Areal khusus (lebih dari 40% dari luasan ) seperti (1) sempadan sungai; (2) sempadan pantai; (3) mata air; (4) kebun bibit; (5) bukit batu; (6) jalan patroli atau setapak dikelola oleh KUPS bukan perorangan.
3)      Pemanfaatan oleh KUPS berupa: (1) air; (2) energi air; (3) jasa wisata alam; (4) sarana wisata alam; (5) penyerapan kabron; (6) penyimpanan karbon.
4)      Lahan garapan tidak boleh dipindah tangankan tetapi dapat diwariskan atas persetujuan Kelompok. Bila pindah tangan akan dikembalikan ke kelompok.
5)      Jangka waktu PS selama 35 tahun dengan evaluasi setiap 5 tahun.
6)      IPHPS bukan kepemilikan kawasan hutan sehingga dilarang untuk dipindahtangankan atau dibuah statusnya atau digunakan untuk kepentingan lain.
7)      IPHPS tidak berlaku lagi bila: (1) jangka waktu berakhir; (2) ijin dicabut karena sangsi; dan (3) ijin dikembalikan tetapi tetap harus dievaulasi dan tidak bebas kewajiban.

Pendampingan (Pasal 19—20)
1.       Pendamping harus berbadan hukum dan ditunjuk oleh pemohon IPHPS.  Bila pemohon tidak menunjuk pendamping akan diajukan oleh Pokja PPS.
2.       Pendamping memfasilitasi:
1)      Penyusunan berkas permohonan.
2)      Penyusunan rencana pemanfaatan hutan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
3)      Penguatan kelembagaan dan pengelolaan kawasan.
4)      Perlindungan areal kerja.
3.       Pendamping berhak mendapatkan demplot percontohan sesuai kesepakatan.

Pembiayaan (Pasal 21)
Pembiayaan PS berasal dari:
1.       Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
2.       Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
3.       Pinjaman pembiayaan pengembangan hutan.
4.       Dana Desa dan Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
5.       Sumber lain yang tidak mengikat.

Monitoring dan Evaluasi (Pasal 22)
Monitoring dan Evaluasi dilakukan secarra berkala:
1.       Monitoring dilakukan setiap 6 bulan (semesteran).
2.       Evaluasi dilakukan per tahun (tahunan).
3.       Monitoring dan Evaluasi dilakukan oleh (1) Dirjen PS dan Kemitraan + (2) Pokja PPS + (3) Perum Perhutani + (4) tim kerja yang ditetapkan.

Pembinaan dan Fasilitasi (Pasal 23)
1.       Kewenangan ada pada (1) Dirjen PS & K + (2) Kepala Badan + (3) Kepala Dinas Kehutanan Provinsi.
2.       Bentuk-bentuk pembinaan dan fasilitasi: (1) Penandaan batas areal kerja; (2) Pemetaan dengan drone; (3) Pendampingan dan penyuluhan; (4) Dukungan bibit; (5) Bimbingan teknis; (6) Sarana Produksi; (7) Sekolah lapan; (8) Promosi dan pemasaran produk; dan (9) Penelitian dan pengembangan.
3.       Pelaksana: (1) Kementerian dan lembaga; (2) lembaga keuangan; (3) BUMN dan BUMS dengan pelaksanaan berperspektif pemberdayaan.

Sanksi (Pasal 24)
1.       IPHPS dicabut bila: (1) pemindahtanganan IPHPS dan (2) manipulasi dan pemalsuan data.
2.       Peringatan bila: (1) tidak memenuhi kewajiban dari hasil evaluasi dan (2) 3 kali peringatan tidak diindahkan, IPHPS dicabut.


Ketentuan Peralihan (Pasal 25)
1.       PHBM sebelum Permen ini harus menyesuaikan.
2.       PHBM di luar areal Permen ini tetap berlaku.
3.       Hutan Desa dan Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Lindung disesuaikan dengan Permn 83/2016.

KAPAN PERHUTANAN SOSIAL DILAKSANAKAN?
Ketentuan Penutup (Pasal 26): 09 Juni 2017

Tidak ada komentar: