ALBERTINA WIDIANA S. & DANIEL SUGAMA STEPHANUS
MAKALAH PENGAUDITAN
PROGRAM
STUDI AKUNTANSI - FAKULTAS EKONOMI DAN
BISNIS
UNIVERSITAS
MA CHUNG – KABUPATEN MALANG
2014
ABSTRAK
Laporan
keuangan merupakan informasi keadaan dan kinerja perusahaan selama perioda
tertentu. Laporan keuangan tidak terlepas dari kesalahan, baik sengaja maupun
tidak. Sehingga, audior sebagai pihak independen bertugas memberikan opini dan
memeriksa laporan keuangan tersebut. Kecurangan dalam laporan keuangan bisa
terjadi karena pihak yang tidak bertanggungjawab demi memperoleh keuntungan
yang besar dan membuat laporan keuangan menjadi bersifat material. Tingkat
materialitas adalah seberapa besar salah saji yang diterima auditor sehingga
tidak berpengaruh terhadap penggunaan laporan keuangan. Besarnya tingkat
materialitas tiap auditor berbeda. Auditor menggunakan dua acuan ketika
menentukan tingkat materialitas. Pertama, auditor akan menerapkan materialitas
dan perencanaan audit. Kedua, ketika evaluasi bukti audit dalam pelaksanaan
audit. Laporan keuangan mengandung salah saji material bila laporan keuangan
berisi kekeliruan serta kecurangan oleh individu atau sekelompok orang yang
membuat laporan keuangan tidak wajar dalam semua hal yang material. Risiko audit
terdiri atas tiga, yaitu risiko inheren, risiko pengendalian, dan risiko
deteksi.
Kata-kata
kunci: laporan keuangan, opini audit, materialitas, salah saji, risiko audit,
risiko inheren, risiko pengendalian, risiko deteksi
1.
PENDAHULUAN
Akuntan publik
atau auditor bertugas memberikan jasa audit terhadap laporan keuangan
perusahaan. Dalam melaksanakan tugasnya, akuntan publik memiliki kode etik yang
mengatur perilaku para akuntan untuk dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan
benar. Auditor melakukan audit laporan keuangan perusahaan guna memeriksa dan
memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan tersebut. Laporan keuangan
yang telah diaudit dapat memberikan kepercayaan bagi para pihak berkepentingan,
seperti pihak manajemen perusahaan, kreditor, dan investor sehingga membantu
pihak tersebut dalam mengambil keputusan.
Pihak pengguna
laporan audit seperti pihak manajemen perusahaan, kreditor, investor dan pihak
lainnya berharap laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit bebas dari
salah saji material. Laporan keuangan yang bebas daari salah saji material
dapat meningkatkan kepercayaan pengguna akan kewajaran laporan yang dibuat oleh
manajemen perusahaan. Materialitas menunjukkan seberapa besar salah saji yang
diterima auditor sehingga pengguna laporan keuangan tidak terpengaruh oleh
salah saji tersebut. Dalam menentukan tingkat materialitas, auditor
mempertimbangkan keadaan yang berhubungan dengan satuan usaha dan informasi
yang dibutuhkan oleh pengguna yang mengandalkan laporan keuangan.
Auditor
menerapkan materialitas pada dua keadaaan. Pertama, ketika menerapkan
materialitas dan perencanaan audit. Kedua, ketika evaluasi bukti audit
dalam pelaksaan
audit. Ketika tahap perencanaan, auditor membuat perkiraan materialitas antara
jumlah dalam laporan keuaangan yang dipandang material oleh auditor dengan
jumlah pekerjaan audit yang dibutuhkan untuk menyatakan kewajaran laporan
keuangan.
Laporan
keuangan dikatakan mengandung salah saji material bila laporan keuangan berisi
kekeliruan serta kecurangan secara individu atau kelompok yang membuat laporan
keuangan menjadi tidak wajar untuk semua hal yang material. Salah saji terjadi
karena penerapan prinsip akuntansi yang keliru, menyimpang dari fakta dengan
menghilangkan informasi yang diperlukan. Kekeliruan berarti penghilangan yang
tidak sengaja atas jumlah dalam laporan keuangan.
Walaupun
auditor melakukan audit terhadap laporan keuangan, namun auditor tidak dapat bahwa
laporan keuangan auditan akurat. Hal ini karena auditor tidak memeriksa setiap
transaksi yang terjadi dalam tahun yang diaudit serta tidak dapat menentukan
apakah semua transaksi yang terjadi telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan
dikompilasi secara semestinya dalam laporan keuangan. Sehingga menurut Mulyadi
(2002) dalam audit laporan keuangan, auditor memberikan keyakinan (assurance) sebagai berikut:
Auditor dapat
memberikan keyakinan bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan
beserta pengungkapannya telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan dikompilasi.
Auditor dapat memberikan
keyakinan bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai
dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan.
Auditor dapat
memberikan keyakinan dalam bentuk pendapat atau memberikan informasi dalam hal
terdapat perkecualian bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan disajikan
secara wajar dan tidak terdapat salah saji material karena kekeliruan dan
ketidakberesan
Oleh karena
itu, ada dua hal yang mendasari keyakinan (assurance)
yang diberikan auditor yaitu materialitas dan risiko audit. Materialitas
menyatakan seberapa besar salah saji. Sedangkan risiko audit menyatakan tingkat
risiko kegagalan auditor untuk mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang
sebenarnya berisi salah saji material.
2.
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Audit
Menurut Arens
dan Loebbecke (2008) auditing adalah
suatu proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang
dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang
kompeten dan independen untuk menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi
dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.
Sedangkan
menurut Agoes (2004) auditing adalah
suatu pemeriksaan secara kritis dan sistematis oleh pihak independen terhadap
laporan keuangan yang telah disusun manajemen dengan tujuan untuk memberikan
pendapat tentang kewajaran laporan keuangan tersebut.
Mulyadi (2002)
mendefinisikan auditing sebagai suatu
proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif
mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi untuk
menentapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan
kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pihak
yang berkepentingan.
Dari
pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan audit adalah proses yang dilakukan
oleh pihak independen dan kompeten guna memeriksa laporan keuangan perusahaan
dengan memperoleh dan mengevaluasi bukti-bukti untuk menyatakan kewajaran atas
laporan keuangan.
2.2 Manfaat
Audit
Menurut Sunarto
(2003), manfaat ekonomis audit laporan keuangan antara lain:
1. Akses ke pasar modal
Undang-Undang
Pasar Modal mewajibkan perusahaan go
public untuk diaudit laporan keuangannya agar bisa mendaftar dan menjual
sahamnya di pasar modal.
2. Biaya modal menjadi lebih murah
Perusahaan
kecil seringkali mengaudit laporan keuangannya untuk mendapatkan kredit dari
bank atau untuk mendapatkan persyaratan pinjaman yang lebih menguntungkan.
3. Mencegah terjadinya ketidakefisienan
dan kecurangan
Penelitian
telah membuktikan bahwa apabila karyawan mengetahui bahwa perusahaan akan
diaudit oleh auditor independen, mereka cenderung lebih berhati-hati agar dapat
memperkecil terjadinya kesalahan dalam pelaksanaan fungsi akuntansi dan
memperkecil kemungkinan terjadinya penyalahgunaan aktiva perusahaan.
4. Perbaikan, pengendalian, dan
operasional
Observasi yang
dilakukan selama auditor melaksanakan audit, auditor independen dapat
memberikan saran untuk perbaikan pengendalian dan mencapai efisiensi operasi
yang lebih besar dalam organisasi kliennya.
Menurut Agoes
(2004), laporan keuangan merupakan tanggung jawab manajemen dan perlu diaudit
oleh Kantor Akuntan Publik yang merupakan pihak ketiga yang independen, karena:
1. Jika tidak diaudit, ada kemungkinan
laporan keuangan tersebut mengandung kesalahan baik yang disengaja maupun tidak
disengaja. Sehingga, laporan keuangan yang belum diaudit kurang dipercaya
kewajarannya oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
2. Jika laporan keuangan telah diaudit dan
mendapat opini wajar tanpa pengecualian (Unqualified
Opinion), berarti pengguna laporan keuangan dapat merasa yakin bahwa
laporan keuangan tersebut bebas dari salah saji material dan telah disajikan
sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
3. Sejak tahun 2001, perusahaan yang total
asetnya Rp 25 milyar ke atas harus memasukkan laporan keuangan yang telah
diaudit ke Departemen Perdagangan dan Perindustrian.
4. Perusahaan yang sudah go public harus memasukkan laporan
keuangan yang telah diaudit ke Bapepam paling lambat 90 hari setelah tahun
buku.
5. SPT yang didukung oleh laporan keuangan
yang telah diaudit lebih dipercaya oleh pihak pajak dibandingan dengan laporan
keuangan yang belum diaudit.
2.3
Jenis-Jenis Audit
Menurut Mulyadi
(2002) audit terdiri dari tiga golongan, yaitu:
1. Audit laporan keuangan, adalah audit
yang dilakukan oleh auditor eksternal terhadap laporan keuangan kliennya guna
memberikan pendapat apakah laporan keuangan tersebut telah disajikan sesuai
dengan kriteria-kriteria yang ditetapkan. Hasil audit tersebut lalu dibagikan
kepada pihak luar perusahaan seperti kreditor, pemegang saham, dan kantor
pelayanan pajak.
2. Audit kepatuhan, adalah audit yang
bertujuan untuk menentukan apakah yang diperiksa telah sesuai dengan kondisi,
peraturaan, dan undang-undang tertentu. Krtiteria-kriteria yang ditetapkan
dalan audit kepatuhan berasal dari sumber-sumber yang berbeda. Audit kepatuhan
biasanya disebut fungsi audit internal.
3. Audit operasional, merupakan penelaahan
secara sistematik aktivitas operasi organisasi dalam hubungannya dengan tujuan
tertentu. Dalam audit operasional, auditor diharapkan melakukan pengamatan yang
objektif dan analisis yang komprehensif terhadap operasional-operasional
tertentu.
Sedangkan
menurut Agoes (2004), berdasarkan luasnya pemeriksaan, audit bisa dibedakan
menjadi:
1. Pemeriksaan umum (General Audit)
Suatu
pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan oleh Kantor Akuntan
Publik independen dengan tujuan untuk memberikan pendapat mengenai kewajaran
laporan keuangan secara keseluruhan. Pemeriksaan yang dilakukan harus sesuai
dengan Standar Profesional Akuntan Publik dan Kode Etik Akuntan Indonesia,
Aturan Etika Kantor Akuntan Publik yang telah disahkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia serta Standar Pengendalian Mutu.
2. Pemeriksaan khusus (Special Audit)
Suatu
pemeriksaan terbatas (sesuai dengan permintaan auditan) yang dilakukan oleh
Kantor Akuntan Publik yang independen, dan pada akhirnya pemeriksaannya,
auditor tidak perlu memberikan pendapat terhadap kewajaran laporan keuangan secara
keseluruhan. Pendapat yang diberikan terbatas pada masalah tertentu yang
diperiksa, karena prosedur audit yang dilakukan juga terbatas.
2.4 Standar
Audit
Standar audit
merupakan pedoman auditor dalam menjalankan tanggung jawab profesionalnya.
Standar-standar ini meliputi pertimbangan mengenai kualitas professional
mereka, seperti keahlian dan independensi, persyaratan pelaporan dan bahan
bukti.
Standar Audit
menurut Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Januari 2001 terdiri atas lima
standar, yaitu:
Pernyataan
Standar Auditing (PSA) yang
dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Auditing (IPSA)
Pernyataan
Standar Atestasi (PSAT) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar
Atestasi (IPSAT)
Pernyataan
Standar Jasa Akuntansi dan Review
(PSAR) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Jasa Akuntansi
dan Review (IPSAR)
Pernyataan
Standar Jasa Konsultasi (PSJK) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan
Standar Jasa Konsultasi (IPSJK)
Pernyataan
Standar Pengendalian Mutu (PSPM) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan
Standar Pengendalian Mutu (IPSPM)
Selain kelima
standar di atas, standar audit masih dilengkapi juga dengan Kode Etik Profesi Akuntan
Publik yang merupakan aturan yang wajib dipenuhi oleh akuntan publik.
Menurut Standar
Profesional Akuntan Publik yang disahkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia
(2011), standar audit terdiri dari sepuluh standar yang dibagi dalam tiga
kelompok besar, yaitu:
Standar Umum
Audit harus
dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan
teknis yang cukup sebagai auditor.
Dalam semua hal
yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus
dipertahankan oleh auditor.
Dalam
pelaksanaan audit dan penyusunan laporannnya, auditor wajib menggunakan
kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
Standar
Pekerjaan Lapangan
Pekerjaan harus
direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten, harus disupervisi
sebagaimana mestinya.
Pemahaman
memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan
menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
Bukti audit
kompeten yang cukup bagus harus diperoleh melalui inspeksi pengamatan,
permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
Standar
Pelaporan
Laporan auditor
harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan standar
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Laporan auditor
harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada ketidakkonsistenan penerapan
prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan perioda berjalan
dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam perioda
sebelumnya.
Pengungkapan
informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan
lain dalam laporan auditor.
Laporan auditor
harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporaan keuangan secara
keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan.
Jika pendapat secara keseluruhan tidak
dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor
dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk
yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan
tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.
2.5 Tahap-tahap
Audit Laporan Keuangan
Menurut Agoes
dan Estralita (2006), tahap-tahap audit laporan keuangan dimulai dari menerima
penugasan sampai dengan menyerahkan laporan audit kepada klien, terdiri dari:
1. Merencanakan dan merancang pendekatan
audit
a. Mengidentifikas alasan klien untuk
diperiksa, dengan mengetahui maksud penggunaan laporan audit dan pihak-pihak
pengguna laporan keuangan.
b. Melakukan kunjungan ke tempat klien
guna mengetahui:
1). Latar belakang usaha klien
2). Memahami struktur pengendalian klien
3.) Memahami sistem administrasi pembukuan
4.) Mengukur voluma bukti transaksi atau
dokumen untuk menentukan biaya, waktu, dan luas pemeriksaan
c. Mengajukan proposal audit ke klien.
d. Melakukan penelaahan kembali untuk klien
lama, apakah ada perubahan yang signifikan.
e. Mendapatkan informasi tentang kewajiban
hukum klien.
f. Menentukan materialitas dan risiko
audit yang dapat diterima risiko bawaan.
g. Mengembangkan rencana dan program audit
menyeluruh yang terdiri dari:
1.) Menyiapkan staf yang tergabung dalam tim
audit
2.) Menyusun program audit termasuk tujuan
audit dan prosedurnya
3.) Menentukan rencana dan jadwal kerja
2. Pengujian
atas pengendalian dan transaksi
a. Pengujian substantif atas transaksi
adalah prosedur yang dirancang untuk menguji kekeliruan atau kecurangan dalam
bentuk uang yang mempengaruhi penyajian saldo-saldo laporan keuangan yang
wajar.
b. Pengujian pengendalian adalah prosedur
yang dirancang untuk memverifikasi apakah sistem pengendalian dilaksanakan
sesuai dengan yang ditetapkan.
3. Pelaksanaan prosedur analitis dan
pengujian terinci atas saldo
a. Prosedur analitis terdiri dari
perhitungan rasio oleh auditor untuk dibandingkan dengan rasio periode
sebelumnya dan data lain yang berhubungan.
b. Pengujian terinci atas saldo berfokus
pada saldo buku akhir buku besar baik untuk pos neraca dan laba rugi, tetapi
penekanan utama terletak pada saldo neraca.
4. Penyelesaian audit
a. Menelaah kewajiban kontijensi atau
bersyarat
b. Menelaah peristiwa kemudian
c. Mendapatkan bahan bukti akhir
d. Mengisi daftar periksa audit
e. Menyiapkan surat manajemen
f. Menerbitkan laporan audit
g. Mengkomunikasikan hasil audit dengan
komite audit dan manajemen.
2.6 Jenis
Opini Auditor
Laporan auditor
adalah alat yang digunakan auditor untuk mengkomunikasikan hasil laporan
keuaangan yang telah diaudit kepada pihak berkepentingan. Di dalam laporan
auditor terdapat opini audit yang berisi pendapat auditor terhadap laporan
keuangan yang diaudit. Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (PSA 29 SA
Seksi 508), ada lima jenis pendapat akuntan, yaitu:
2.6.1 Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)
Pendapat wajar
tanpa pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar,
dalam hal semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perusahaan
ekuitas, dan arus kas suatu entitas sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum. Menurut Arens (2008), laporan audit standar wajar tanpa
pengecualian digunakan apabila kondisi berikut terpenuhi:
Semua laporan
keuangan-neraca, laporan laba rugi, saldo laba dan laporan arus kas sudah
tercakup di dalam laporan keuangan.
Ketiga standar
umum telah dipatuhi dalam semuaa hal yang berkaitan dengan penugasan.
Bukti audit
yang cukup memadai telah dikumpulkan dan auditor tersebut telah melaksanakan
penugasan audit dengan cara yang memungkinkannya untuk menyimpulkan bahwa
ketiga standar pekerjaan lapangan telah terpenuhi.
Laporan
keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Hal ini
juga berarti bahwa pengungkapan yang memadai telah disertakan dalam catatan
kaki dan bagian-bagian lain dari laporan keuangan.
Tidak terdapat
situasi yang membuat auditor merasa perlu menambahkan paragraph penjelasan atau
modifikasi kata-kata dalam laporan audit.
Pendapat
Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa
Penjelasan yang Ditambahkan dalam Laporan Audit Bentuk Baku (Unqualified Opinion With Explanatory
Language)
Pendapat ini
diberikan jika terdapat keadaan tertentu yang mengharuskan auditor menambahkan
suatu paragraf penjelasan dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi
pendapat wajar tanpa pengecualian yang dinyatakan oleh auditor. Keadaan
tersebut meliputi:
Pendapat wajar
sebagian didasarkan atas laporan auditor independen lain.
Untuk mencegah
agar laporan keuangan tidak menyesatkan karena keadaan-keadaan yang luar biasa,
laporan keuangan disajikan menyimpang dari suatu prinsip akuntansi yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia.
Jika terdapat
kondisi dan peristiwa yang semula menyebabkan auditor yakin tentang adanya
kesangsian mengenai kelangsungan hidup entitas, namun setelah mempertimbangkan
rencana manajemen, audtor berkesimpulan bahwa rencana manajemen tersebut dapat
secara efektif dilaksanakan dan pengungkapan mengenai hal itu telah memadai.
Jika diantara
dua perioda akuntansi terdapat suatu perubahan material dalam penggunaan
prinsip akuntansi atau dalam penerapan suatu metoda.
Keadaan
tertentu yang berhubungan dengan laporan audit atas laporan keuangan komparatif.
Data keuangan
kuartalan tertentu yang diharuskan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam)
namun tidak disajikan atau tidak di- review.
Informasi lain
dalam suatu dokumen yang berisi laporan keuangan auditan secara material tidak
konsisten dengan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Selain itu,
auditor dapat menambahkan paragraph penjelasan untuk menekankan suatu hal
tentang laporan keuangan.
Informasi
tambahan yang diharuskan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Dewan Standar Akuntansi
Keuangan telah dihilangkan, yang penyajiannya menyimpang jauh dari panduan yang
dikeluarkan oleh dewan tersebut, dan auditor tidak dapat melengkapi prosedur
audit yang berkaitan dengan informasi tersebut, atau auditor tidak dapat
menghilangkan keraguan-keraguan yang besar apakah infromasi tambahan tersebut
sesuai dengan panduan yang dikeluarkan oleh dewan tersebut.
Pendapat Wajar
Dengan Pengecualian (Qualified Opinion)
Laporan
pendapat wajar dengan pengecualian dapat diterbitkan akibat pembatasan ruang
lingkup audit atau kelalaian untuk mematuhi prinsip akuntansi yang berlaku
umum. Menurut Arens (2008) pendapat ini dinyatakan bila:
Auditor
menyimpulkan bahwa laporan keuangan secara keseluruhan telah disajikan secara
wajar.
Auditor merasa
yakin bahwa kondisi yang dilaporkan tersebut bersifat sangat material.
Auditor tidak
mampu mengumpulkan semua bukti audit yang disyaratkan oleh standar auditing yang berlaku umum.
Menurut SPA 29
SA Seksi 508 pendapat wajar dengan pengecualian dapat diterbitkan bila:
Ketiadaan bukti
kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkup audit yang
mengakibatkan auditor berkesimpulan bahwa ia tidak menyatakan pendapat wajar
tanpa pengecualian dan ia berkesimpulan tidak menyatakan tidak memberikan
pendapat.
Auditor yakin,
atas dasar auditnya bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia yang berdampak material dan ia
berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat yang tidak wajar.
Jika auditor
menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian, ia menjelaskan semua alasan yang
menguatkan dalam satu atau lebih paragraph terpisah yang dicantumkan sebelum
paragraph pendapat. Ia juga harus mencantumkan bahasa pengecualian yang sesuai
dan menunjuk ke paragraf penjelasan di dalam paragraf pendapat. Pendapat wajar
dengan pengecualian harus berisi kata kecuali atau pengecualian dalam suatu
frasa seperti kecuali untuk atau dengan pengecualian untuk frasa tergantung
atas atau dengan penjelasan berikut ini memiliki makna yang tidak jelas atau tidak
cukup kuat oleh karena itu pemakaiannya harus dihindari. Karena catatan atas
laporan keuangan merupakan bagian laporan keuangan auditan, kata seperti yang
disajikan secara wajar dalam semua hal yang material, jika dibaca sehubungan
dengan catatan 1 mempunyai kemungkinan
untuk disalah tafsirka dan oleh karena itu pemakaiannya dihindari.
Pendapat Tidak
Wajar (Adverse Opinion)
Menurut Arens
(2008), pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan secara
keseluruhan mengandung salah saji yang material atau menyesatkan, sehingga
tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan atau hasil operasi dan arus kas
yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP). Laporan pendapat
tidak wajar hanya dapat diterbitkan apabila auditor memiliki pengetahuan,
setelah melakukan investigasi yang mendalam, bahwa tidak ada kesesuaian dengan
GAAP/PSAK.
Pernyataan
Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer
Opinion)
Menurut Arens
(2008), pernyataan tidak memberikan pendapat diterbitkan apabila auditor tidak
dapat meyakinkan dirinya sendiri bahwa laporan keuangan secaara kesleuruhan
telah disajikan secara wajar. Kebutuhan untuk menolak memberikan pendapat akan
timbul apabila terdapat pembatasan ruang lingkup audit atau terdapat hubungan
yang tidak independen menurut kode etik perilaku profesional antara auditor
dengan kliennya. Auditor juga memiliki pilihan untuk menolak memberikan
pendapat pada masalah kelangsungan hidup perusahaan (going concern).
Mulyadi (2002)
menyebutkan pernyataan tidak memberikan pendapat diberikan oleh auditor jika
auditor tidak melaksanakan audit yang berlingkup memadai untuk memungkinkan
auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan. Pernyataan tidak memberikan
pendapat juga dapat diberikan oleha auditor jika ia dalam kondisi tidak
independen dalam hubungannya dengan klien.
2.7 Materialitas
2.7.1
Pengertian Materialitas
Menurut Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 312,
materialitas merupakan besarnya
informasi akuntansi yang apabila terjadi penghilangan atau salah saji,
dilihat dari keadaaan yang melingkupinya,
dapat mengubah atau mempengaruhi
pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi
tersebut.
Dalam Kerangka
Dasar Penyusunan dan
Penyajian Laporan Keuangan (KDPPLK) paragraf 30, materialitas dianggap
sebagai ambang batas atau titik pemisah daripada suatu karakteristik
kualitatif pokok yang dimiliki
informasi agar dianggap
berguna. Informasi dianggap material
apabila kelalaian untuk
mencantumkan atau mencatat informasi
tersebut dapat mempengaruhi keputusan
yang diambil oleh pemakai laporan keuangan.
Materialitas dalam
konsep audit adalah
untuk mengukur lingkup audit.
Materialitas audit menggambarkan
jumlah maksimum kemungkinan terdapat
kekeliruan dalam laporan
keuangan dimana laporan keuangan
tersebut masih dapat menunjukkan posisi keuangan perusahaan dan hasil operasi
perusahaan berdasarkan prinsip akuntansi umum.
Dua alasan mengapa
materialitas penting dalam audit,
yaitu: (a) sebagian
pemakai informasi akuntansi
tidak dapat memahami informasi
akuntansi dengan mudah,
maka pengungkapan data penting
harus dipisahkan dari data yang
tidak penting, karena pengungkapan
data penting yang
bersamaan dengan data tidak
penting cenderung menyesatkan pemakai laporan keuangan, (b) proses
pemeriksaan akuntansi dimaksudkan
untuk mendapatkan tingkat jaminan
yang layak mengenai kewajaran penyajian laporan keuangan pada suatu waktu
tertentu (Febryanti, 2012).
Dalam perencanaan
audit, auditor harus
menentukan pertimbangan awal tingkat
materialitas. Pertimbangan awal
tingkat materialitas adalah jumlah
maksimum salah saji
dalam laporan keuangan yang
menurut pendapat auditor
tidak mempengaruhi pengambilan keputusan
dari pemakai (Hendro dan Aida, 2006).
Tujuan penetapan
materialitas adalah membantu auditor merencanakan
pengumpulan bahan bukti
yang cukup. Jika auditor
menetapkan jumlah yang
rendah maka lebih
banyak bahan bukti yang
harus dikumpulkan dari
pada jumlah yang
tinggi. Begitu juga sebaliknya.
Seringkali audior mengubah
jumlah materialitas dalam
pertimbangan awal ini selama audit. Jika ini dilakukan, jumlah yang baru tadi disebut pertimbangan
yang direvisi mengenai materialitas. Sebab-sebabnya antara lain perubahan
faktor-faktor yang digunakan untuk
menetapkannya, atau auditor
berpendapat jumlah dalam
penetapan awal tersebut terlalu kecil atau besar.
Istilah
kekeliruan berarti salah saji atau penghilangan yang tidak disengaja jumlah
atau pengungkapan dalam laporan keuangan. Kekeliruan tersebut mencakup (SA
seksi 312):
Kesalahan dalam
pengumpulan atau pengolahan data yang menjadi sumber penyusunan laporan
keuangan.
Estimasi
akuntansi yang tidak masuk akal yang timbul dari kecerobohan atau salah taksir
fakta.
Kekeliruan
dalam penerapan prinsip akuntansi berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara
penyajian, atau pengungkapan.
Auditor tidak
dapat memberikan jaminan bagi klien atau pengguna laporan keuangan lain bahwa
laporan keuangan auditan akurat. Hal ini karena auditor bersangkutan tidak
memeriksa setiap transaksi yang terjadi dalam tahun yang diaudit serta tidak
dapat menentukan apakah semua transaksi yang terjadi telah dicatat, diringkas,
digolongkan, dan dikompilasi secara semestinya dalam laporan keuangan. Sehingga
menurut Mulyadi (2002) dalam audit laporan keuangan, auditor memberikan
keyakinan (assurance) sebagai
berikut:
Auditor dapat
memberikan keyakinan bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan
beserta pengungkapannya telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan dikompilasi.
Auditor dapat
memberikan keyakinan bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten yang
cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan.
Auditor dapat
memberikan keyakinan dalam bentuk pendapat atau memberikan informasi dalam hal
terdapat perkecualian bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan disajikan
secara wajar dan tidak terdapat salah saji material karena kekeliruan dan
ketidakberesan.
2.7.2
Tahap-tahap Penerapan
Materialitas
Dalam melakukan penentuan tingkat materialitas diperlukan
langkah yang sistematis agar proses yang dilakukan dapat efektif dan effisien.
Aren, et al (2008) menggambarkan langkah – langkah yang dilakukan oleh auditor
dalam menentuan tingkat materialitas pada proses audit laporan keuangan, antara
lain:
Menetapkan pertimbangan materialitas awal
Mengalokasikan pertimbangan materialitas awal ke setiap
bagian pengauditan
Mengestimasikan salah saji total di setiap bagian
pengauditan
Mengestimasikan salah saji gabungan
Membandingkan
estimasi salah saji
gabungan dengan materialitas
dalam penilaian awal atau
penilaian yang direvisi
Langkah 1 dan 2 merupakan langkah untuk merencanakan luas
pengujian, langkah 3 sampai langkah 5 merupakan langkah untuk mengevaluasi
hasil-hasil.
2.7.3 Tingkat
Materialitas
Menurut Arrens & Loebbecke (2003) digunakan tiga
tingkatan materialitas dalam mempertimbangkan jenis laporan yang harus dibuat.
Tiga tingkatan tersebut adalah sebagai berikut: Jumlahnya Tidak Material
Jika terdapat salah saji dalam laporan keuangan, tetapi
cenderung tidak mempengaruhi keputusan pemakai laporan, salah saji tersebut
dianggap tidak material. Dalam hal ini pendapat wajar tanpa pengecualian dapat
diberikan.
Jumlahnya Material Tetapi Tidak Mengganggu Laporan Keuangan
Secara Keseluruhan
Tingkat materialitas kedua terjadi jika salah saji di dalam
laporan keuangan dapat mempengaruhi keputusan pemakai, tetapi keseluruhan
laporan keuangan tersebut tersaji dengan benar, sehingga tetap berguna. Untuk
memastikan materialitas jika terdapat kondisi yang menghendaki adanya
penyuimpangan dari laporan wajar tanpa pengecualian, auditor harus mengevaluasi
segala pengaruhnya terhadap laporan keuangan,
Jumlah Sangat Material atau Pengaruhnya Sangat Meluas
Sehingga Kewajaran Laporan Keuangan Secara Keseluruhan Diragukan
Tingkat materialitas tertinggi terjadi jika para pemakai
dapat membuat keputusan yang salah jika mereka mengandalkan laporan keuangan
secara keseluruhan. Dalam kondisi kesalahan sangat material, auditor harus
memberikan pernyataan tidak memberi pendapat atau pendapat tidak wajar,
tergantung pada kondisi yang ada. Dalam menentukan materialitas suatu
pengecualian, harus dipertimbangkan sejauh mana pegecualian itu mempengaruhi
bagian-bagian lain laporan keuangan. Ini disebut kemeluasan (pervasiveness). Semakin meluas pengaruh
suatu salah saji, kemungkinan untuk menerbitkan pendapat tidak wajar akan lebih
besar daripada pendapat wajar dengan pengecualian. Selain itu, tanpa mempedulikan
berapa jumlah materialitasnya, pernyataan untuk tidak memberikan pendapat harus
diberikan apabila auditor tidak independen.
2.7.4 Faktor yang
Memengaruhi Pertimbangan Awal
Materialitas
Menurut Mulyadi (2002) Dalam perencanaan audit, auditor
harus menetapkan materialitas pada dua tingkat berikut ini:
Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor atas
kewajaran mencakup laporan keuangan sebagai keseluruhan
Auditor menerapkan materialitas dalam perencanaan audit dan
pada saat mengevaluasi bukti audit dalam pelaksaaan audit. Pada saat
merencanakan audit, auditor perlu membuat estimasi materialitas karena terdapat
hubungan yang terbalik antara jumlah dalam laporan keuangan yang dipandang
material oleh auditor dengan jumlah pekerjaan audit yang diperlukan untuk
menyatakan kewajaran laporan keuangan.
Oleh karena itu auditor haru mempertimbangkan dengan baik
penaksiran materialitas pada tahap perencaan audit. Jika auditor menentukan
jumlah rupiah materialitas terlalu rendah, auditor akan mengkonsumsi waktu dan
usaha yang sebenarnya tidak diperlukan. Sebaliknya, jika jumlah rupiah
materialitas terlalu tinggi, auditor akan mengabaikan salah saji yang
signifikan sehingga ia memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian untuk
laporan keuangan yang berisi salah saji material.
Laporan keuangan mengandung salah saji material jika
laporan tersebut berisi kekeliruan atau ketidakberesan berdampak secara
individual atau secara gabungan, sehingga mencegah penyajian secara wajar
laporan keuangan tesebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum.
Dalam keadaan ini, salah saji dapat terjadi sebagai akibat penerapan secara
keliru prinsip akuntansi berterima umum, penympangan dari fakta, atau
penghilang informasi yang diperlukan.
Dalam perencanaan audit, auditor harus menyadari bahwa
terdapat lebih dari satu tingkat materialitas yang berkaitan dengan laporan
keuangan. Kenyataannya, setiap laporan keuangan dapat memiliki lebih dari satu
tingkat materialitas. Untuk laporan laba-rugi, materialitas dapat dihubungkan dengan
total pendapatan, laba bersih usaha, laba bersih sebelum pajak, atau laba
bershi setelah pakal. Untuk neraca, materialitas dapat didasarkan pada total
aktiva, aktiva lancar, modal kerja, atau modal saham.
Berikut ini diberikan contoh beberapa panduan kuantitatif
yang digunakan dalam praktik:
Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material
jika terdapat salah saji 5% sampai 10% dari laba sebelum pajak.
Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material
jika terdapat salah saji ½% sampai 1% dari total aktiva.
Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material
jika terdapat salah saji 1% dari pasiva
Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material
jika terdapat salah saji ½% sampai 1% dari pendapatan bruto
Tingkat saldo akun, karena auditor memverifikasi saldo akun
dalam mencapai kesimpulan yang menyeluruh atas kewajaran laporan keuangan.
Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji
minimum yang mungkin terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah
saji material. Konsep materialitas berkatian dengan salah saji yang dapat
mempengaruhi keputusan pemakai informasi keuangan. Saldo suatu akun yang
tercatat umumnya mencerminkan batas atas lebih saji (overstatement) dalam akun tersebut. Oleh karena itu, akun dengan saldo
yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan materialitas seringkali disebut
sebagai tidak material mengenai risiko lebih saji. Namun, tidak ada batas
jumlah kurang saji dalam suatu akun dengan saldo tercatat yang sangat kecil.
Oleh karena itu, harus disadari oleh auditor, bahwa akun yang kelugatannya
bersaldo tidak material, dapat berisi kurang saji (understatement) yang melampaui materialitasnya.
Dalam mempertimbangkan materialitas pada tingkat saldo
akun, auditor harus mempertimbakan hubungan antara materialitas tersebut dengan
materialitas laporan keuangan. Pertimbangan ini mengarahkan auditor untuk
merencanakan audit guna mendeteksi salah saji yang kemungkinan tidak material
secara individual, namun, jika digabungkan dengan salah saji dalam saldo akun
yang lain, dapat material terhadap laporan keuangan secara keseluruhan.
Alokasi Materialitas Laporan Keuangan ke
Akun
Bila pertimbangan awal auditor tentang
materialitas laporan keuangan dikuantifikasikan, penaksiran awal tentang
materialitas untuk setiap akun dapat diperoleh
dengan mengalokasikan materialitas laporan keuangan ke akun secara individual.
Dalam melakukan alokasi, auditor harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya
salah saji dalam akun tertentu dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk memverifikasi
akun tersebut.
2.8 Risiko
2.8.1 Pengertian
Risiko Audit
Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan
risiko audit. Menurut SA Seksi 312, risiko audit adalah risiko yang terjadi
dalam hal auditor, tanpa disadari,tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana
mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material.
Semakin pasti auditor dalam menyatakan pendapatnya, semakin rendah risiko audit
yang auditor bersedia untuk menanggungnya. Auditor
merumuskan suatu pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan atas dasar
bukti yang diperoleh dari verifikasi asersi yang berkaitan dengan saldo akun
secara individual atau golongan transaksi. Tujuannya adalah untuk membatasi
risiko audit pada tingkat saldo akun sedemikian rupa sehingga pada akhir proses
audit, risiko audit dalam menyatakan pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan akan berada pada
tingkat yang rendah.
Risiko Audit Pada Tingkat laporan Keuangan dan Pada Tingkat
Saldo Akun
Kenyataan bahwa auditor tidak dapat memberikan jaminan
tentang ketepatan informasi yang disajikan oleh klien dalam laporan keuangan mengharuskan
auditor mempertimbangkan baik materialitas maupun risiko audit. Tanpa disadari,
tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atau suatu laporan
keuangan yang mengandung salah saji material. Risiko audit dibagi menjadi dua
bagian :
2.8.2 Risiko Audit
Keseluruhan (Overall Audit Risk)
Risiko audit keseluruhan yang berkaitan dengan laporan
keuangan sebagai keseluruhan. Pada tahap perencanaan auditnya, auditor pertama
kali harus menentukan risiko audit keseluruhan yang direncanakan, yang
merupakan besarnya risiko yang dapat ditanggung oleh auditor dalam menyatakan
bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar, padahal kenyataannya, laporan keuangan
tersebut berisi salah saji material.
Risiko Audit Individual
Risiko audit individual berkaitan dengan setiap saldo akun
individual yang dicantumkan dalam laporan keuangan. Karena audit mencakup
pemeriksaan terhadap akun-akun secara individual, risiko audit keseluruhan
harus dialokasikan kepada akun-akun yang berkaitan. Risiko audit individual
perlu ditentukan untuk setiap akun karena akun tertentu seringkali sangat
penting karena besar saldonya atau frekuensi transaksi perubahan.
2.8.3 Unsur Risiko
Audit
1) Risiko
Bawaan
Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau
golongan transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa
tidak terdapat kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern yang
terkait. Risiko salah saji demikian adalah lebih besar pada saldo akun atau
golongan transaksi tertentu dibandingkan dengan yang lain. Akun yang terdiri
dari jumlah yang besar dari estimasi akuntansi cenderung mengandung risiko yang
lebih besar dibandingkan dengan akun yang bersifat rutin dan berisi data berupa
fakta. Faktor eksternal juga berpengaruh terhadap risiko bawaan. Misalnya,
perkembangan teknologi dapat menyebabkan suatu produk menjadi usang, sehingga
berakibat pada sediaan dilaporkan lebih besar. Selain itu, terhadap faktor-faktor
tersebut yang khusus menyangkut saldo akun atau golongan transaksi tertentu,
faktor-faktor yang berhubungan dengan beberapa atau seluruh saldo akun atau
golongan transaksi mungkin berpengaruh terhadap risiko bawaan yang berhubungan
dengan saldo akun atau golongan transaksi tertentu. Faktor yang lain, misalnya
kekurangan modal kerja untuk melanjutkan usaha atau menurunnya aktivitas
industri dengan banyaknya kegagalan usaha. Faktor-faktor yang harus ditelaah
dalam menetapkan risiko bawaan (Arens, et al, 2010):
Sifat bidang usaha klien
Integritas manajemen
Motivasi klien
Hasil audit sebelumnya
Penugasan istimewa transaksi tidak rutin
Pertimbangan yang diperlukan untuk mencatat saldo
Kerentanan terhadap kecurangan
Unsur-unsur populasi
2) Risiko
Pengendalian
Risiko pengendalian adalah risiko di mana terjadi salah saji
material dalam suatu asersi yang tidak dapat dicegah atau dideteksi secara
tepat waktu oleh struktur pengendalian internal entitas. Risiko ini merupakan
fungsi efektifitas desain dan operasi pengendalian internaal guna mencapai
tujuan entitas yang relevan dengan penyusunan laporan keuangan entitas.
Beberapa risiko pengendalian akan selalu ada akibat keterbatasan bawaan dalam
setiap pengendalian internal.
3) Risiko
Deteksi
Risiko deteksi adalah risiko sebagai akibat auditor tidak
dapat mandeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko
deteksi merupakan fungsi efektifitas prosedur audit dan penerapannya oleh
auditor. Risiko ini muncul sebagian karena ketidakpastian yang ada ketika
auditor tidak memeriksa 100% saldo akun atau golongan transaksi, dan sebagian
lagi karena ketidakpastian yang lain, walaupun saldo akun atau golongan
transaksi telah diperiksa 100%.
2.8.4 Penggunaan Informasi Risiko Audit
Taksiran risiko audit pada tahap perencanaan audit dapat
digunakan oleh auditor untuk menetapkan jumlah bukti audit yang akan diperiksa
untuk membuktikan kewajaran penyajian saldo akun tertentu. Beberapa auditor
lebih menyukai pertimbangan kualitatif dalam menaksir berbagai macam risiko
yang membentuk risiko audit. Di samping itu, penggunaan pendekatan
kuantitatif memaksa auditor untuk memikirkan dengan mendalam berbagai
pertimbangan auditnya.
2.8.5 Hubungan Antar Unsur Risiko
Risiko bawaan dan risiko pengendalian berbeda dengan risiko
deteksi. Kedua risiko yang disebut terdahulu ada, terlepas dari dilakukan atau
tidaknya audit atas laporan keuangan,
sedangkan risiko deteksi berhubungan dengan prosedur audit dan dapat
diubah oleh keputusan auditor itu sendiri. Risiko deteksi mempunyai hubungan
yang terbalik dengan risiko bawaan dan risiko pengendalian. Semakin kecil
risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini oleh auditor, semakin besar
risiko deteksi yang dapat diterima. Sebaliknya, semakin besar adanya risiko
bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini auditor, semakin kecil tingkat
risiko deteksi yang dapat diterima.
2.9 Bukti Audit
2.9.1 Pengertian Bukti Audit
Ikatan Akuntan Indonesia (2001) menyatakan bahwa bukti
audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,
pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk
menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan.
Munawir (1999) menyatakan bahwa bukti audit adalah segala
informasi yang mendukung data yang disajikan dalam laporan keuangan, terdiri
dari data akuntansi dan data informasi pendukung lainnya yang dapat digunakan
auditor sebagai dasar untuk menyatakan pendapatnya tentang kewajaran laporan
keuangan.
Sedangkan Arens dan Loebbecke (2003) mengungkapkan bahwa
bukti audit merupakan informasi yang digunakan auditor untuk menentukan apakah
informasi kuantitatif yang sedang diaudit disajikan sesuai dengan kriteria yang
ditetapkan.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, bukti audit sangat
mempengaruhi pengerjaan audit laporan keuangan. Seorang auditor harus memiliki
ketelitian dalam melakukan proses audit sehingga dapat menyimpulkan pendapat
tentang kewajaran laporan keuangan dari bukti-bukti audit untuk dipaparkan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
2.9.2 Jenis Bukti Audit
Menurut Mulyadi (2002), tipe bukti audit dapat digolongkan
menjadi 2, yaitu:
Tipe data akuntansi
Pengendalian internal
Semakin kuat pengendalian internal, semakin sedikit bukti
audit harus dikumpulkan sebagai dasar pernyataan pendapat auditor, dan
sebaliknya.
Catatan akuntansi
Keandalan catatan akuntansi sebagai bukti audit tergantung
pada pengendalian internal yang diterapkan dalam penyelenggaraan catatan
akuntansi tersebut.
Tipe informasi penguat
Bukti fisik,
Merupakan bukti audit yang diperoleh dengan cara inspeksi
atau perhitungan aset berwujud. Tipe bukti ini umumnya dikumpulkan auditor
untuk memeriksa sediaan dan kas. Bukti dokumenter dibuat dari kertas
bertuliskan huruf atau angka atau simbol lain. Bukti dokumenter dibagi menjadi
3 golongan:
1). Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar yang bebas yang
dikirimkan secara langsung pada auditor.
2). Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar yang bebas yang
disimpan dalam arsip klien.
3.) Bukti dokumenter yang dibuat dan disimpan dalam
organisasi klien.
Perhitungan sebagai bukti
Footing,
yaitu pembuktian ketelitiaan penjumlahan vertikal.
Cross-footing,
yaitu pembuktian ketelitiaan penjumlahan horizontal.
Pembuktian ketelitian perhitungan biaya dperesiasi dengan
menggunakan tarif depresiasi yang digunakan oleh klien.
Pembuktian ketelitian penentuan taksiran kerugian piutang
usaha, laba per saham yang beredar, taksiran pajak perseroan dan lain-lain.
Bukti lisan adalah jawaban lisan yang diperoleh dari
permintaan keterangan.
Perbandingan dan rasio dikumpulkan auditor saat awal proses
audit guna membantu penentuan obyek audit yang memerlukan penyelidikan yang
mendalam dan diperiksa kembali pada akhir proses audit untuk menguatkan
kesimpulan yang dibuat atas dasar bukti-bukti lain.
Bukti dari spesialis.
Beberapa contoh tipe masalah yang kemungkinan menurut
pertimbangan auditor memerlukan pekerjaan spesialis meliputi, namun tidak
terbatas pada hal-hal berikut:
1). Penilaian (misalnya karya seni, obat-obatan khusus).
2). Penentuan karakteristik fisik yang berhubungan dengan
kualitas yang tersedia atau kondisi (misalnya, cadangan mineral atau tumpukan
bahan baku di gudang).
3). Penentuan nilai yang diperoleh dengan menggunakan
teknik atau metoda khusus, misalnya beberapa perhitungan actuarial.
4. Penafsiran persyaratan teknis, peraturan atau
persetujuan (misalnya, pengaruh potensial suatu kontrak atau dokumen hukum
lainnya, atau hak atas properti).
2.9.3 Sifat Bukti Audit
Menurut Konrath (2004), tipe bukti audit antara lain:
Physical
evidence
Physical
evidence terdiri dari segala sesuatu yang bisa dihitung, dipelihara,
diobservasi dan berguna untuk mendukung tujuan eksistensi atau keberadaan.
Evidence obtain
through confirmation
Confirmation
evidence adalah bukti yang diperoleh mengenai eksistensi,
kepemilikan atau penilaian langsung dari pihak ketiga di luar klien.
Documentary
evidence
Documentary
evidence terdiri atas catatan akuntansi dan seluruh dokumen
pendukung transaksi. Bukti ini berkaitan dengan asersi manajemen mengenai completeness dan eksistensi dan
berkaitan dengan audit trill yang
memungkinkan auditor untuk mentrasir dan melakukan vouching atas transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian dari
dokumen ke buku besar dan sebaliknya.
Mathematical
evidence
Mathematical
evidence merupakan perhitungan, perhitungan kembali dan rekonsiliasi
yang dilakukan auditor.
Analytical
evidence
Analytical
evidence adalah bukti yang diperoleh melalui penelaahan analitis
terhadap informasi keuangan klien. Penelaahan analitis ini harus dilakukan pada
waktu membuat perencanaan audit, sebelum melakukan
substantive test dan pada akhir pekerjaan lapangan. Prosedur analitis bisa
dilakukan dalam bentuk:
Trend (Horizontal) Analysis, yaitu membandingkan angka-angka laporan keuangan tahun
berjalan dengan tahun-tahun sebelumnya dan menyelidiki kenaikan/ penurunan
signifikan baik dalam jumlah rupiah maupun presentase.
Common size (Vertical) Analysis
Ratio Analysis,
misalnya menghitung rasio likuiditas, rasio profitabilitas, rasio leverage, dan rasio manajemen aset.
Heasay (oral)
Evidence
Merupakan bukti dalam bentuk jawaban lisan dari klien atas
pertanyaan-pertanyaan auditor.
Sedangkan menurut Arens, Elder, dan Beasley (2008) bukti
audit disebut kompeten jika bukti tersebut dapat dipercaya atau layak
dipercaya. Bukti audit yang kompeten berkaitan dengan prosedur audit yang
dipilih auditor. Tujuh karakteristik bukti audit yang kompeten, antara lain:
Relevansi
Independensi penyedia data/informasi
Keefektifan struktur pengendalian internal
Pengetahuan auditor yang diperoleh sendiri oleh auditor
Kualifikasi orang yang menyediakan informasi
Tingkat obyektifitas bukti audit
Tepat waktu
2.10 Hubungan antara Materialistas, Risiko, dan
Bukti Audit
Hubungan antara materialitas, bukti audit, dan resiko audit
adalah sebagai berikut:
Jika
menginginkan resiko audit
konstan sedangkan tingkat
materialitas dikurangi, maka bukti audit harus ditambah/diperbanyak.
Jika mempertahankan tingkat materialitas konstan dan
mengurangi jumlah bukti audit, maka resiko audit akan meningkat.
Jika
menginginkan resiko audit
berkurang (rendah), maka
ada beberapa alternatif, diantaranya;
Menaikkan tingkat materialitas dan mempertahankan jumlah
bukti audit,
Menambah jumlah bukti
audit dan mempertahankan tingkat materialitas, atau
Meningkatkan
jumlah bukti audit
dan tingkat materialitas
secara bersama-sama.
2.11 Fraud
Setiap entitas usaha apapun jenis, bentuk, skala dan
kegiatan usahanya tidak terlepas dari tindak kecurangan (fraud). Tindakan kecurangan ini akan memberikan kerugian bagi pihak
yang menjadi korban dan membawa keuntungan tersendiri bagi pihak yang
melakukannya. Menurut Association of
Certified Fraud Examines (ACFE) dalam Vanasco (1998) dan Halim (2003),
kecurangan merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mendapatkan
keuntungan dengan menutupi kebenaran, tipu daya, kelicikan atau mengelabuhi dan
cara yang tidak jujur lainnya. AICPA dan IAI tidak membedakan apakah kecurangan
merupakan kesalahan yang mengakibatkan salah saji material atau tidak, tetapi
yang perlu diperhatikan adalah faktor yang mendasari terjadinya kecurangan,
yaitu tindakan yang mendasari salah saji material (misstatement) apabila disengaja.
1)
Fraud
Triangle
Penelitian tentang kecurangan dilakukan pertama kali oleh
Donald Cressey tahun 1950 yang meneliti mengapa kecurangan terjadi. Dari
penelitian tersebut, ditemukan faktor-faktor yang memicu terjadinya kecurangan
yang disebut dengan “Fraud Triangle”.
Penelitian tersebut dilakukan oleh Cressey dengan mewawancarai pelaku
kecurangan yang menjadi tahanan atas tindakan penggelapan. Hasil penelitiaan
tersebut menyimpulkan ada tiga faktor penting yang memicu kecurangan, yaitu: pressure, rationalization (personal
ethics), knowledge and opportunity.
(1) Opportunity (Kesempatan/
Peluang)
Cressey (1950) berpendaapat bahwa ada dua komponen dari
peluang, yaitu:
General
information, merupakan pengetahuan bahwa kedudukan yang mengandung
kepercayaan, dapat dilanggar tanpa konsekuensi. Pengetahuan ini diperoleh
pelaku dari apa yang didengar atau dilihat, seperti pelaku melihat pengalaman
orang lain melakukan fraud dan tidak
ketahuan atau tidak diberi sanksi.
Technical skill (Keahlian/
Keterampilan), merupakan keahlian atau keterampilan yang dimiliki pelaku dan
dibutuhkan untuk melaksanakan kejahatan.
Selain itu, faktor penyebab munculnya kesempatan adalah
lemahnya pengendalian internal yang ada dalam perusahaan. Hal ini dapat memicu
seseorang yang sebelumnya tidak memiliki motif untuk melakukan fraud untuk tergoda melakukan fraud.
(2) Pressure (Tekanan)
Tekanan berarti sesuatu yang terjadi dalam kehidupan
pribadi pelaku yang memberikan motivasi untuk melakukan fraud. Biasanya motivasi tersebut timbul dari adanya masalah
keuangan, ataupun faktor lainnya. Oleh karena itu, tekanan dapat terbagi
menjadi dua jenis yaitu financial
pressure dan non financial pressure
(social pressure).
Financial
Pressure
Masalah keuangan yang dialami pelaku dapat membuatnya
termotivasi untuk mencuri uang atau aset lainnya. Faktor-faktor dari tekanan
keuangan antara lain: keserakahan, gaya hidup mewah, utang yang menumpuk,
masalah kesehatan, kerugian keuangan yang tidak terduga.
Social Pressure
Tekanan yang berasalal dari faktor non-keuangan antara
lain:
Kebiasaan berjudi, minum-minuman keras dapat menciptakan
keinginan keuangan yang besar untuk mendukung kebiasaan-kebiasaan tersebut.
Tekanan dari pekerjaan, misalnya seseorang merasa tertekan
bila kinerjanya tidak diakui dan dinilai tidak adil oleh atasan, merasa gaji
terlalu rendah, merasa tertekan karena ingin mendapatkan promosi jabatan, dan
sebagainya.
(3) Rationalization
(Justifikasi melakukan kecurangan)
Rasionalisasi merupakan komponen kecurangan yang paling
krusial. Rasionalisasi menjadi elemen yang penting dalam terjadinya fraud, dimana pelaku mencari pembenaran
atas tindakannya, misalnya “tidak akan ada orang lain yang terluka, saya berhak
mendapatkan sesuatu yang lebih, dan sebagainya”
2)
Unsur-Unsur Fraud
Kecurangan dianggap terjadi bila memenuhi unsur-unsur
berikut:
Harus terdapat salah saji (misrepresentation)
Dari suatu masa lampau atau sekarang
Fakta bersifat material
Dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan
Harus ada korban
Harus ada yang dirugikan
Tindakan illegal
Klasifikasi Fraud
Berdasarkan Pernyataan Standar Akunting (PSA) No.70
(Paragraf 4 dan 5), ada dua tipe salah saji tentang kecurangan dalam audit atas
laporan keuangan, yaitu:
Salah saji yang timbul dari kecurangan dalam laporan
keuangan, yaitu salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau
pengungkapan dalam laporan keuangan guna mengelabuhi pengguna laporan keuangan.
Kecurangan dalam laporan keuangan menyangkut beberapa tindakan, yaitu:
Manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi
atau dokumen pendukung yang menjadi sumber data untuk menyajikan laporan
keuangan.
Represntasi yang salah atau penghilangan peristiwa,
transaksi, atau informasi yang signifikan dari laporan keuangan.
Penerapan prinsip akuntansi yang salah secara sengaja
berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan.
Salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinta
terhadap aset (disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan), merupakan
tindak kecurangan yang berkaitan dengan pencurian aset perusahaan sehingga
laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum.
Sedangkan menurut ACFE dalam bagan Uniform Occupational Fraud Classification System, fraud dapat terbagi menjadi tiga jenis,
yaitu:
Penyimpangan atas aset
Meliputi penyalahgunaan atau pencurian aset perusahaan atau
pihak lain. Jenis fraud ini paling
mudah dideteksi karena sifatnya tangible
atau dapat diukur/ dihitung.
Penyataan palsu atau salah pernyataan
Merupakan tindakan yang dilakukan pejabat perusahaan atau
instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan perusahaan dengan
merekayasa keuangan dalam penyajian laporan keuangan guna memperoleh keuntungan.
Misalnya dengan melakukan cookie jar
reserves, income smoothing, earning management.
Korupsi
Kecurangan jenis ini sulit dideteksi karena pihak yang
bekerja sama menikmati keuntungan secara bersama, atau kedua belah pihak
sama-sama diuntungkan. Contohnya adalah penyalahgunaan wewenang/ konflik
kepentingan, penyuapan, pemerasan secara ekonomi.
Gejala Adanya Fraud
Fraud yang
dilakuakn manajemen biasanya lebih susah ditemukan dibandingkan dengan yang
dilakukan oleh karyawan. Oleh karena itu, gejala fraud dapat dideteksi dengan cara:
Gejala kecurangan pada manajemen:
Ketidakcocokan di antara manajemen puncak perusahaan
Rendahnya moral dan motivasi karyawan
Kurangnya staf departemen akuntansi pada suatu perusahaan
Tingkat komplain yang tinggi terhadap perusahaan dari pihak
konsumen, pemasok, atau badan otoritas
Kekurangan kas secara tidak teratur dan tidak terantisipasi
Penjualan/ laba menurun sementara utang dan piutang dagang
meningkat
Perusahaan mengambil kredit sampai batas maksimal dalam
jangka waktu yang lama
Terdapat kelebihan persediaan yang signifikan
Gejala kecurangan pada karyawan:
Pembuatan ayat jurnal penyesuaian tanpa otorisasi manajemen
atau tapa perincian/ penjelasan pendukung
Pengeluaran tanpa dokumen pendukung
Pencatatan yang salah/ tidak akurat pada buku jurnal/ besar
Penghancuran, penghilangan, pengrusakan dokumen pendukung
pembayaran
Kekuarangan barang yang diterima
Adanya faktur ganda
Penggantian mutu barang
Kenaikan harga barang yang dibeli (dibuat lebih mahal)
3.
GAMBARAN
UMUM KANTOR AKUNTAN PUBLIK
Profil Kantor
Akuntan Publik
Nama KAP :Kantor Akuntan Publik dan Konsultan
Manajemen “Made, Thomas, dan Dewi”
Alamat : Jalan Dorowati No.8 Malang, Jawa
Timur
No. Telp : (0341) 326913
Nama Pendiri : Prof. Dr. Made Sudarma, SE.,Ak.,MM.,CPA
Tanggal Berdiri : 28 November 1990
Jumlah Karyawan : 40 orang karyawan tetap
9 orang karyawan sebagai auditor senior
18
orang karyawan sebagai auditor junior
Kantor Akuntan
Publik Made Sudarma, Thomas, dan Dewi didirikan pada tanggal 28 November1990
berdasarkan akta No. 544 di hadapan notaris Pramu Haryono, SH. di Malang. Sejak
didirikan hingga saat ini, KAP MTD memberikan jasa assurance dan non assurance
kepada pihak berkepentingan dalam kaitannya dengan pengembangan bisnis, independensi,
dan kesenjangan asimetri informasi. Beberapa jasa yang diberikan adalah jasa
atestasi (general audit, special audit, review, dll) , jasa perpajakan, jasa
penyusunan sistem dan kebijakan akuntansi, dan beberapa jasa lainnya. Visi KAP
MTD adalah menjadi KAP yang terbaik dalam menyediakan jasa akuntan publik dan
memberikan kontribusi kepada publik dan dunia. Misi yang dilakukan adalah
dengan memberikan jasa assurance dan non assurance dengan kompetensi,
profesionalisme, knowledge,
integritas, dan komitemen sebagai akuntan.
Gambaran Umum
Auditor
Nama Auditor : Kurniasari Novi
Hardanti, SE., MSA.,
Jabatan : Auditor
Junior
Lama Bekerja : 1 tahun
Alamat :
Jalan Anggur No. 10 Malang
Riwayat
Pendidikan : S1 Akuntansi
Universitas Brawijaya Malang
S2 Akuntansi Universitas Brawijaya Malang
Riwayat
Pekerjaan : Ketika menempuh S1 di
Universitas Brawijaya, juga menjadi asisten dosen di Universitas Brawijaya
Malang selama 2 tahun. Kemudian melanjutkan studi S2 di Universitas Brawijaya
dan bekerja di KAP MTD Malang.
Alasan menjadi
auditor : Sejak awal kuliah S1
Akuntansi di Universitas Brawijaya telah menyukai audit dan ingin terjun
langsung dalam melakukan praktik audit dengan menjadi auditor.
Alasan bekerja
di KAP MTD : Prof Made Sudarma yang merupakan
pendiri KAP MTD merupakan salah satu dosen akuntansi di Universitas Brawijaya
Malang, dan atas rekomendasi Beliau, narasumber memutuskan untuk bekerja di KAP
MTD.
Suka/ duka
menjadi auditor : Menjadi auditor
merupakan impian narasumber sejak awal, sehingga dalam melaksanakan pekerjaan
pun selalu dengan rasa senang dan tidak menjadi beban. Duka kadang dirasakan
ketika pekerjaan mendekati deadline, sehingga harus bekerja dengan lebih keras.
4.
HASIL WAWANCARA
4.1 Tahapan
Wawancara
Tahapan yang
dilakukan sebelum melakukan wawancara dengan auditor di Kantor Akuntan Publik
adalah:
Perencanaan
Pada tahap ini,
penulis menentukan kantor akuntan publik mana yang akan dikunjungi. Penulis
bersama beberapa teman yang lain terlebih dahulu mencari KAP yang ada di
Malang. Setelah menghubungi beberapa kantor yang auditornya bersedia untuk diwawancarai, akhirnya pilihan
jatuh pada KAP MTD. Selain itu, general
manager KAP MTD, yaitu Pak Audita juga merupakan salah satu dosen luar
biasa yang mengajar di Program Studi Akuntansi Universitas Ma Chung, sehingga
diharapkan dengan terjalinnya relasi maka akan memudahkan dalam proses
wawancara.
Persiapan
Tahap persiapan
dilakukan dengan membuat surat pengantar dari universitas untuk melakukan
wawancara. Kemudian menentukan waktu untuk wawancara.
Pelaksanaan
Wawancara
dilakukan pada hari Jumat, 3 Oktober 2014 pukul 15.00. Narasumber yang
diwawacara adalah Ibu Kurniasari selaku auditor junior di KAP MTD. Proses
wawancara dilakukans selama kurang lebih 60 menit, dengan mengajukan 5
pertanyaan utama.
4.2 Pembahasan
Hasil wawancara
dengan narasumber antara lain:
Audit dilakukan
dengan beberapa tahap. Pertama, melakukan penilaian terhadap risiko audit.
Dalam hal ini adalah dengan melakukan pendekatan dengan klien dan menggali
informasi sebanyak mungkin tentang track
record perusahaan, bagaimana operasi dan aktivitas perusahaan di masa
lampau. Selain itu, auditor juga dapat meminta pendapat dan informasi tentang
klien dari auditor yang melakukan audit tahun-tahun sebelumnya. Dengan menilai
risiko audit, auditor dapat memutuskan untuk menerima atau menolak permintaan
klien untuk melakukan audit. Kedua, melakukan perencanaan audit. Dalam hal ini,
auditor menyusun rencana kerjaa, menyusun tim audit, menetapkan jadwal audit,
dsb. Ketiga, melakukan pengujian. Pengujian terdiri dari pengujian terhadap
sistem pengendalian internal, substantif (tiap-tiap akun), dsb. Keempat adalah
menentukan tingkat materialitas. Bila hasl pengujian terhadap sistem
pengendalian baik, maka untuk nilai substantif material bisa turun. Tahap
terakhir adalah membuat laporan audit dan management
letter. Management letter berisi
saran untuk manajemen perusahaan, misalnya ditemukan oleh auditor ada indikasi
ketidaktepatan isi laporan keuangan, atau ada proses kerja perusahaan yang
tidak tepat. Dengan management letter ini, perusahaan diharapkan dapat
memperbaiki sistem di perusahaan atau laporan keuangan perusahaan.
Materialitas
adalah salah saji akibat adanya kesalahan pada pencatatan atau kesalahan pada
penerapan standar akuntansi yang berlaku. Materialitas sangat penting karena
akan berpengaruh pada opini yang diberikan auditor kepada laporan keuangan
perusahaan. Opini audit merupakan tanggung jawab auditor. Sedangkan tanggung
jawab perusahaan adalah laporan keuangan. Opini audit merupakan alat ukur yang
menunjukkan seberapa baik perusahaan dan manajemen dalam menjalankan
perusahaannya. Hal ini karena laporan keuangan yang telah diaudit dapat
memberikan kepercayaan akan laporan keuangan perusahaan dan dapat digunakan
oleh semua pihak yang berkepentingan.
Faktor-faktor
untuk menentukan materialitas adalah dengan membandingkan akun yang satu dengan
akun yang lain. Selain itu, juga melihat tingkat kepentingan dari akun terebut.
Misalnya pada akun kas, kas merupakan aset yang sangat likuid dan mudah terjadi
penyimpangan, sehingga tingkat materialitasnya lebih kecil bila dibandingkan
dengan akun lain. Selain itu, dalam menentukan maaterialitas, auditor juga
perlu melihat jenis perusahaan yang diaudit. Hal ini karena tingkat
materialitas untuk satu perusahaan dengan perusahaan akan berbeda, karena
masing-masing akun dalam perusahaan tersebut memiliki tingkat penyimpangan yang
berbeda.
Risiko audit merupakan
sesuatu yang tidak dapat dicegah dan terdapat dalam perusahaan sebagai auditee. Risiko audit merupakan risiko
yang terjadi akibat ketidaksengajaan auditor yang tidak memberikan pendapat
secara tepat terhadap laporan keuangan perusahaan yang mengandung salah saji
material. Risiko audit dapat terjadi akibat kurangnya bukti yang pasti, laporan
keuangan yang disajikan belum tentu disajikan secara wajar, sistem pengendalian
internal perusahaan klien yang belum pasti ada.
Risiko audit
terdiri dari 3 jenis yaitu risiko bawaan, risiko kendali, dan risiko deteksi.
Risiko bawaan merupakan risiko yang tidak dapat diantisipasi oleh auditor.
Risiko bawaan merupakan risiko yang disebabkan oleh kesalahan-kesalahan
material di masa yang terus tertanam hingga saat ini. Oleh karena itu, auditor
harus bisa memastikan apakah laporan keuangan klien telah disajikan secara
wajar karena dengan adanya kepastian bahwa laporan keuangan klien telah
disajikan secara wajar, maka auditor akan dapat meminimalisasi risiko audit.
Auditor juga harus menemukan bukti yang pasti dan mengetahui bagaimana sistem
pengendalian internal perusahaan dan pelaksanaannya, sehingga risiko audit
dapat diminimalisasi.
Cara untuk
mengendalikan risiko audit adalah dengan audit investigasi. Caranya adalah
dengan melihat pengalaman perusahaan di masa lalu, bagaimana operasi dan
aktivitasnya. Biasanya untuk menyikapi risiko juga dilengkapi dengan adjustment dari auditor.
Materialitas
dan risiko audit saling berhubungan. Hal ini karena materialitas merupakan
ukuraan besaran dan tinggi rendahnya salah saji material, sedangkan risiko
audit merupakan ukuran ketidakpastian dari salah saji material. Risiko audit
juga dapat menjadi penentu dari tingkat materialitas. Kemudian, ada tiga
kemungkinan hubungan antara materialitas dan risiko audit, yaitu:
Bila auditor
memberikan risiko audit yang konstan dan mengurangi tingkat materialitas,
auditor harus mengumpulkan bukti audit yang diperlukan.
Bila auditor
memberikan tingkat materialitas yang konstan, risiko audit yang diberikan akan
meningkat, sehingga bukti audit yang dikumpulkan auditor berkurang.
Bila auditor
memberikan tingkat risiko audit yang rendah, tingkat materialitas yang
diberikan harus meningkat, dan jumlah bukti audit yang dikumpulkan harus
bertambah.
Human error merupakan kesalahan yang dilakukan manusia atau salah
saji yang jumlahnya tidak materiil. Biasanya human error disebabkan karena kesalahan dalam memasukkan data,
kesalahan pencatatan, kesalahan dalam pengklasifikasian akun, atau misalnya
kurangnya pemahaman dalam mengaudit karena kurangnya pelatihan dari pihak
internal perusahaan, Kesalahan-kesalahan dalam human error ini dapat ditolerensi auditor pada batasan-batasan
tertentu. Sedangkan untuk fraud
adalah kesalahan yang di dalamnya terdapat unsur kesengajaan dengan berbagai
alasan tertentu. Klien dengan sengaja demi keuntungan pribadi melakukan
penggelapan dana atau memanipulasi berbagai bentuk aset dan kewajiban serta
dengan penghilangan bukti-bukti yang ada.
Tanggung jawab
dari auditor adalah dalam memberikan opini audit pada laporan keuanga. Standar
dan peraturan yang berlaku dalam proses audit dibandingkan dengan laporan
keuangan perusahaan, dan selajutnya diungkapkan dalam opini audit. Karena
tanggung jawab auditor adalah opini audit, maka dalam menyusun opini audit,
auditor harus hati-hati dan tidak boleh sembarangan. Selain itu, setelah
laporan audit dan management letter dibuat
oleh kantor akuntan publik dan diberikan kepada klien, selanjutnya adalah
kebebasan klien untuk menindaklanjuti hasil yang tertera dalam laporan audit
tersebut, apakah akan memperbaiki atau membiarkan sesuai dengan hasil audit dan
saran dari auditor.
Beberapa
pengalaman narasumber selama melakukan audit dan menemukan kasus fraud . Pertama adalah kasus yang
dilakukan oleh karyawan suatu bank. Karyawan tersebut tidak menyetorkan uang
nasabah secara keseluruhan. Misalnya, nasabah menyetor uang 10 juta, karyawan
tersebut membuat dua slip setoran yang satu berisi setoran 8 juta, dan yang
satunya 10 juta untuk nasabah. Uang yang disetorkan adalah 8 juta, sedangkan
sisa 2 juta diambil karyawannya. Karyawan tersebut juga bekerja sama dengan
pihak akuntansi di bank tersebut. Tindakan tersebut ternyata telah dilakukan
sejak tahun 2007, dan baru diketahui manajemen pada pertengahan tahun 2013. Hal
ini karena karyawan dan pihak akuntansi membuat dua laporan keuangan yang
berbeda. Yang asli disimpan, dan yang palsu ditunjukan ketika proses audit.
Kemudian, manajemen meminta bantuan auditor untuk menyelidiki, dan kerugian
yang dialami bank adalah sekitar 3 milyar. Kedua adalah kasus pada yayasan
suatu koperasi. Dalam kasus ini, ketua yayasan koperasi mengambil uang untuk
kepentingan pribadi. Kasus ini terungkap ketika dilakukan audit dan pengecekan
terhadap sisi kredit berupa bunga yang diberikan dan pendapatan dari bunga ternyata
hasilnya tidak sebanding.
5.
PENUTUP
Beberapa
kesimpulan yang dapat diambil antara lain sebagai berikut:
Laporan
keuangan dikatakan mengalami salah saji material bila laporan dalam laporan
tersebut terdapat salah saji yang memberikan dampak signifikan baik secara
individual maupun kelompok. Salah saji dapat terjadi karena kekeliruan atau
kecurangan. Hal ini akan menyebabkan laporan keuangan tidak disajikan secara
wajar dalam semua hal sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia.
Auditor dalam
melakukan audit terhadap laporan keuangan tidak dapat memberikan jaminan bahwa
laporan keuangan auditan adalah akurat. Sehingga, audit hanya memberikan
beberapa keyakinan (assurance)
sebagai berikut (Mulyadi, 2002):
Auditor bisa
memberikan keyakinan bahwa jumlah-jumlah yang tertera dalam lapora keuangan dan
pengungkapannya telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan dikompilasi.
Auditor bisa
memberikan keyakinan bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit yang kompeten
sebagai dasar untuk memberikan opini atas laporan keuangan auditan.
Auditor bisa
memberikan keyakinan dalam bentuk pendapat (atau informasi dalam hal terdapat
perkecualian) bahwa laporan keuangan telah disajikan secara wajar secara
keseluruhan dan tidak ada salah saji material akibat kekeliruan dan
ketidakberesan.
Selain itu,
auditor juga akan menyadari adanya risiko-risiko audit, sehingga auditor akan
menangani dengan pantas. Beberapa risiko audit susah diukur dan pelu penanganan
secara hati-hati dan seksama. Risiko-risiko audit tersebut antara lain (SA
Seksi 312, 2001):
Risiko
pengendalian
Risiko
pengendalian merupakan suatu risiko di mana salah saji material dapat terjadi
dalam suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh
pengendalian internal entitas. Risiko ini merupakan fungsi efektifitas desain
dan operasi pengendalian internal entitas.
Risiko bawaan
Risiko bawaan
adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah
saji material, dengana asumsi tidak ada pengendalian yang terkait. Risiko salah
saji demikian adalah lebih besar pada saldo akun atau golongan transaksi
tertentu dibandingkan dengan yang lain.
Risiko deteksi
Risiko deteksi
adalah risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang ada
dalam suatu asersi. Risiko deteksi merupakan fungsi efektifitas prosedur audit
dan penerapannya oleh auditor.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes,
Sukrisno. 2004. Auditing. Edisi
ketiga, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Agoes, Sukrisno
dan Estralita Trisnawati. 2006. Praktikum
Audit. Jakarta.
Salemba Empat,
Alvin A. Arens,
Randal J. Elder, Mark S. Beasley. 2008. Auditing
dan Pelayanan Verifikasi: Pendekatan Terpadu, alih bahasa oleh Tim Dejakarta,
edisi keduabelas. Jakarta. Indeks.
Arens, A.A.
2008. Auditing Pendekatan Terpadu.
Jakarta. Salemba Empat.
Arens, A.
Loebbecke, J.K. 2003. Auditing Pendekatan Terpadu buku satu. Edisi
Indonesia.
Terjemahan Jusuf, AmirA. Jakarta. Salemba Empat.
Dewan Standar
Profesional Akuntan Publik Ikatan Akuntan Indonesia. 2001. Standar Profesional Akuntan Publik Per 1 Januari 2001. Jakarta.
Salemba Empat.
Mulyadi. 2002. Auditing. Buku Dua, Edisi Ke Enam. Jakarta.
Salemba Empat.
Sunarto. 2003. Auditing, Panduan. Yogyakarta.
Materialitas
dan risiko audit
http://www.scribd.com/doc/119479977/Tugas-Makalah-Materialitas-dan-Resiko-Audit
Munawir. 1999. Materialitas dalam Pelaksanaan Audit
http://www.russellbedford.co.id/downloads/resources/f6f45_PSA%20No.%2025%20Materialitas%20dlm%20Pelaksanaan%20Audit%20_SA%20Seksi%20312_.pdf
(diakses 19 September 2014)
Konrath, L.L.
2004. Materialitas, Bukti, dan Risiko
Audit
http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/34250164/Unpublished_Work__Materialitas__Bukti_Audit____Resiko_Auditlibre.pdf?AWSAccessKeyId=AKIAJ56TQJRTWSMTNPEA&Expires=1410623039&Signature=%2BehlgsYNgOxea%2BrLGHbQxE4iQy8%3D
(diakses 19 September 2014)
Hendro dan Aida. 2006. Materialitas dan Risiko Audit.
http://www.mdp.ac.id/materi/2012-2013-1/AD301/122218/AD301-122218-882-7.pdf
(diakses 19 September 2014)
Febryanti. 2012. Materialitas, Bukti dan Risiko Audit.
http://thesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00446-AK%20Bab2001.doc
(diakses 19 September
2014)
LAMPIRAN
Dokumentasi Hasil
Kunjungan ke KAP MTD
Daftar Pertanyaan Wawancara
Gambaran umum kantor
akuntan publik
Gambaran umum
narasumber
Apa saja
tahap-tahap dalam melakukan audit?
Apa itu
materialitas? Bagaimana cara menentukan materialitas?
Apa itu risiko
audit?
Apa itu human error dan fraud? Apa beda dari keduanya?
Adakah
pengalaman-pengalaman menarik selama melakukan audit?