RENDY LISANGAN & DANIEL SUGAMA STEPHANUS
PERKULIAHAN METODOLOGI
PENELITIAN
PROGRAM STUDI
AKUNTANSI - FAKULTAS
EKONOMI
DAN BISNIS
UNIVERSITAS
MA CHUNG
– KABUPATEN MALANG
2014
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini sistem tata kelola sangat penting dan sangat berguna manfaatnya bagi perusahaan. Hal tersebut disebabkan sistem tata kelola yang baik sangat erat
hubungannya dengan pelayanan terhadap masyarakat. Dalam hal ini yang
dimaksudkan dengan sistem tata kelola adalah Good Corporate Governance
(GCG), karena secara harafiah pemahaman GCG adalah tata kelola yang baik. Lebih jelasnya dapat dikatakan bahwa GCG merupakan sistem tata kelola yang
baik sehubungan dengan pelayanan terhadap masyarakat luas (Sutojo & Aldridge, 2008). Dalam hal ini GCG meliputi cara kerja, aturan, cara pengambilan keputusan dan penerapannya terhadap masyarakat luas. Dalam GCG sendiri, penerapannya berlaku untuk sebuah negara, institusi, atau sebuah perusahaan, baik di dalam negeri maupun
di luar negeri.
Selain itu peran penting penerapan GCG dapat dilihat dari sisi salah satu tujuan
penting di dalam mendirikan sebuah perusahaan yang selain untuk meningkatkan kesejahteraan pemiliknya atau pemegang saham, juga untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham melalui peningkatan nilai perusahaan
(Brigham & Houston, 2001).
Maka dari itu tata kelola
perusahaan juga berhubungan dengan nilai perusahaan, karena apabila tata kelola
perusahaan tersebut baik, otomatis nilai perusahaan
juga akan tinggi.
Menurut Siswanto (2008), Tata kelola perusahaan juga mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat serta tujuan
pengelolaan perusahaan.
Pihak-pihak utama dalam tata kelola perusahaan adalah
pemegang saham, manajemen, dan dewan direksi. Pemangku kepentingan lainnya termasuk karyawan, pemasok, pelanggan, bank dan kreditor lain, regulator, lingkungan, serta masyarakat luas. Fokus utama lain adalah efisiensi ekonomi yang menyatakan bahwa sistem tata kelola perusahaan harus ditujukan untuk mengoptimalisasi hasil ekonomi, dengan penekanan kuat pada kesejahteraan para pemegang saham. Ada pula sisi lain yang merupakan subjek dari tata kelola
perusahaan, seperti sudut pandang pemangku kepentingan, yang menuntut
perhatian dan akuntabilitas lebih terhadap pihak-pihak lain selain
pemegang saham, misalnya karyawan
atau lingkungan.
Menurut Rahmawati (2006)
dalam Putri (2006), prinsip GCG biasanya dijadikan sebagai model untuk membandingkan sebuah
lembaga pemerintahan
atau instansi lain antara yang baik dengan yang kurang baik. Selain itu GCG
seringkali digunakan sebagai acuan untuk memperbaiki kinerja sebuah lembaga pemerintahan tertentu ataupun perusahaan (Tjager & Deny, 2005). Dalam sebuah perusahaan, biasanya model yang dijadikan acuan dalam pembenahan GCG atau
tata kelola perusahaan yang baik diambil dari sistem tata kelola perusahaan-perusahaan lain. Perusahaan tersebut bisa dari dalam negeri maupun dari luar
negeri yang telah memiliki sistem yang telah berjalan dengan baik dan telah memberikan banyak manfaat positif bagi perusahaan, karyawan perusahaan itu
sendiri maupun bagi konsumen.
Perusahaan sendiri merupakan suatu unit kegiatan produksi yang mengelola
sumber-sumber ekonomi untuk menyediakan barang dan jasa bagi masyarakat. Tujuan dari sebuah perusahaan adalah memperoleh keuntungan dan agar dapat
memuaskan kebutuhan pelanggan. Untuk memenuhi kepuasan pelanggan,
produktivititas sangat penting bagi perusahaan untuk dikelola dengan baik.
Menurut Tague (2004), mengatakan bahwa kelambatan pertumbuhan produktivitas disebabkan oleh suatu kegagalan moral organisasi
yang merupakan
cerminan dari bagaimana manajer dan para pekerja memandang organisasi
mereka. Organisasi
yang berbagi tanggung jawab secara terbuka dan jujur
menuntun perusahaan mereka kedalam kualitas produktivitas. Dalam mencapai
kualitas dan produktivitas perusahaan wajib memiliki manajemen perusahaan
yang baik.
Menurut Tjager (2003), penerapan GCG dapat menjadi
salah satu upaya
dalam peningkatan kinerja perusahaan dan nilai perusahaan. GCG merupakan sebuah konsep yang menekankan pentingnya hak pemegang saham untuk
memperoleh informasi dengan benar, akurat, dan tepat waktu. Selain itu,
menunjukan kewajiban perusahaan untuk mengungkapkan semua informasi
kinerja keuangan perusahaan secara akurat,
tepat waktu dan transparan.
Dalam penelitian ini, penulis akan lebih memfokuskan prinsip-prinsip
dari GCG sebagai indikator pengukururan. Disini penulis tertarik untuk lebih detail
untuk membahas mengenai prinsip-prinsip
GCG dikarenakan Corporate
Governance belakangan ini merupakan hal mutlak yang sebaiknya dimiliki oleh
perusahaan. Menurut FCGI (2001), prinsip yang diperlukan dalam konsep Good Corporate Governance yaitu fairness,
disclosure and transparancy, accountability, responsibility, dan independency. Prinsip dasar GCG tersebut biasa disebut juga dengan
TARIF.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka
dalam penelitian ini penulis tertarik
untuk mengambil judul
“PENGARUH PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) TERHADAP PERUSAHAAN DI PT MODERNA TEHNIK
PERKASA.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada
penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Apakah penerapan GCG berpengaruh terhadap kinerja
perusahaan?
2. Aapakah prinsip-prinsip
GCG berpengaruh terhadap indikator penilaian
kinerja perusahaan?
3. Sejauh mana penerapan GCG
di dalam perusahaan?
1.3 Tujuan Masalah
Tujuan yang ingin dicapai dengan mengadakan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk menguji pengaruh GCG
terhadap kinerja perusahaan.
2. Untuk
menguji prinsip-prinsip
GCG terhadap indikator penilaian kinerja perusahaan.
3. Untuk menguji sejauh mana penerapan GCG di dalam
perusahaan.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin diperoleh
dengan mengadakan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagi penulis
Penelitian ini diharapkan mampu
menambah pengetahuan mengenai
pengaruh penerapan
GCG terhadap kinerja perusahaan.
2.
Bagi
PT Moderna Tehnik Perkasa
3.
Penelitian ini dapat digunakan sebagai refrensi untuk
melakukan evaluasi
mengenai kinerja perusahaan
dari penerapan GCG.
3. Bagi pembaca
Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan khususnya yang
ingin melakukan penulisan serupa
yang berkaitan dengan penerapan GCG
terhadap kinerja perusahaan.
2. LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Kinerja
Kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance). Berikut
ini adalah
definisi kinerja menurut para ahli.
1. Menurut Tika (2006), kinerja
adalah hasil-hasil fungsi pekerjaan atau
kegiatan seseorang atau kelompok dalam
suatu organisasi
yang dipengaruhi
oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan
organisasi dalam periode waktu tertentu.
2. Menurut Ribai & Basri
(2005), kinerja adalah kesediaan seseorang atau
kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya
sesuatu dengan
tanggung jawab
dengan
hasil seperti yang diharapkan.
3. Menurut Bambang, Gurino dan Waridin
(2005), kinerja merupakan
perbandingn kerja yang dicapai oleh karyawan dengan standar yang telah ditentukan.
4. Menurut Rivai (2005), kinerja merupakan terjemahan dari kata performance
yang berasal
dari kata to Perform dengan beberapa masukan, yaitu.
a. Melakukan,
menjalankan, dan melaksanakan.
b. Memenuhi atau melaksanakan
kewajiban suatu niat.
c. Melaksanakan atau
menyempurnakan tanggung jawab.
d. Melakukan suatu
yang diharapkan
oleh orang atau mesin.
5. Menurut Irawan (2007), menyatakan bahwa kinerja adalah terjemahan dari
kata performance. Pengertian
performance sebagai output sebagai
pekerja,
sebuah output proses
manajemen, atau ditunjukan buktinya secara konkret
dan dapat
diukur.
6. Menurut Bacal (2005), mengemukakan bahwa kinerja adalah sebuah proses
komunikasi yang berkesinambungan atau berlangsung terus menerus, yang
dilaksanakan berdasarkan kemitraan antara seorang karyawan dengan
penyelia langsungnya.
7. Menurut Mathis & Jackson (2006) menjelaskan bahwa kinerja pada dasarnya
adalah apa yang dilakukan dan tidak dilakukan karyawan
Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa
banyak mereka
memberikan kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk
kuantitas
keluaran, kualitas keluaran,
jangka waktu keluaran, kehadiran di tempat kerja dan
sikap kooperatif.
Menurut Mangkunegara (2006), terdapat aspek-aspek standar pekerjaan, yaitu.
1. Aspek kuantitatif yaitu proses kerja dan kondisi pekerjaan, waktu yang
dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan, jumlah kesalahan
dalam melaksanakan pekerjaan, jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam
bekerja.
2. Aspek kualitatif yaitu ketepatan kerja dan kualitas
pekerjaan, tingkat
kemampuan dalam bekerja, kemampuan menganalisis data atau informasi,
kemampuan atau kegagalan menggunakan mesin atau peralatan dan
kemampuan mengevaluasi.
Menurut Gibson (2003), ada tingkat perangkat varibel yang mempengaruhi
kinerja, yaitu.
1. Variabel individual, terdiri dari kemampuan dan ketrampilan, mental,
dan
fisik, latar belakang (keluarga dan tingkat sosial), penggajian dan demografis
(umur, asal
usul, jenis kelamin).
2. Variabel organisasional terdiri dari sumber daya kepemimpinan, imbalan, dan
struktur desain pekerjaan.
3. Variabel psikologis terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian,belajar, dan motivasi.
Menurut Furtwengler (2002), yang mengemukakan bahwa untuk
meningkatkan kinerja pegawai, maka organisasi perlu melakukan perbaikan
kinerja. Adapun perbaikan kinerja
yang perlu diperhatikan oleh organisasi adalah
faktor kecepatan, kualitas, layanan, dan nilai. Selain itu juga terdapat faktor yang
lainnya yaitu ketrampilan, interpersonal, mental untuk sukses,
terbuka untuk
berubah, kreativitas, trampil berkomunikasi, inisiatif,
serta kemampuan dalam
merencanakan dan mengorganisir kegiatan yang menjadi
tugasnya. Faktor-faktor
tersebut memang tidak langsung berhubungan dengan pekerjaan tetapi memiliki
bobot pengaruh yang sama.
Menurut Umar (2005), menganalisa adanya beberapa variabel yang
berkaitan erat dengan kinerja,
yaitu mutu pekerjaan, kejujuran pegawai, inisiatif,
kehadiran, sikap,
kerjasama, kehandalan, pengetahuan tentang pekerjaan,
tanggung jawab dan pemandaat waktu. Sedangkan menurut Rivai (2005), dalam
menilai kinerja seorang pegawai, maka diperlukan berbagai aspek
penilaian antara
lain pengetahuan tentang pekerja, kepemimpinan inisiatif,
kualitas pekerjaan,
kerjasama, pengembalian keputusan, kreativitas,
dapat diandalan, perencanaan,
komunikasi, inteligasi, pemecahan masalah, pendelegasian,
sikap, usaha,
motivasi, dan organisasi.
Kepuasan kerja tidak semata-mata hanya dilihat
dari kinerja seorang
karyawan. Pentingnya juga untuk melakukan penilaian kinerja.
Tidak hanya untuk
melihat kinerja karyawan tetapi untuk
melihat sistem dari perusahaan tersebut
telah dijalankan dengan benar atau apakah ada kesalahan. Intinya sebagai alat
untuk melakukan evaluasi
perusahaan.
2.1.1 Penilaian Kinerja
Berikut adalah Definisi
penilaian kinerja menurut para
ahli, yaitu.
1. Menurut Mathis & Jacson (2006), penilaian kinerja adalah mengevaluasi
seberapa baik karyawan melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan
dengan seperangkat standard, dan kemudan
mengkomunikasikan informasi
tersebut pada karyawan.
2. Menurut Dessler (2004), menilai
kinerja adalah memperbandingkan kinerja
aktual bawahan dengan standar-standar yang telah ditetapkan.
3. Menurut Megginson (2002), penilaian kinerja adalah suatu proses
yang
digunakan majikan untuk menentukan
apakah seorang pegawai melakukan
pekerjaanya sesuai dengan yang dimaksudkan.
Menurut Schuler & Jacson (1996), menjelaskan bahwa sebuah studi yang
dilakukan akhir-akhir ini mengidentifikasikan ada dua puluh macam tujuan
informasi kinerja
yang berbeda-beda, yang dapat dikelompokan dalam empat
macam kategori, yaitu.
1. Evaluasi yang menekankan perbandingan
antar
orang.
2. Pengembangan yang menekan perubahan – perubahan dalam diri seseorang
dengan berjalannya waktu.
3. Pemeliharaan sistem.
4. Dokumentasi keputusan-keputusan sumber daya manusia
bila terjadi
peningkatan.
Berikut adalah manfaat dari penilaian
kinerja menurut Rivai & Basri (2004),
yaitu.
1. Bagi orang yang dinilai (karyawan) antara lain meningkatkan motivasi,
meningkatkan kepuasan hidup, adanya kejelasan standard
hasil yang
ditetapkan mereka, umpan balik dari kinerja
lalu yang kurang akurat dan
konstruktif dan masih banyak lagi.
2. Bagi penilai (manajer atau penyelia) antara lain kesemptan untuk mengukur
dan mengidentifikasi kecenderungan kinerja karyawan untuk perbaikan
manajemen
selanjutnya, kesempatan
untuk mengembangkan
suatu pandangan
umum tentang
pekerjaan individu
dan departemen yang lengkap, peningkatan
kepuasan
kerja dan masih banyak lagi.
3. Bagi perusahaan antara lain perbaikan seluruh simpul unit-unit yang ada
dalam perusahaan, meningkatkan pandangan secara
luas menyangkut tugas-
tugas yang dilakukan masing-masing karyawan, meningkatkan kualitas
komunikasi, meningkatkan motivasi karyawan secara keseluruhan dan masih
banyak
lagi.
Menurut Bernardin & Russel (1993),
terdapat enam kriteria untuk menilai
kinerja karyawan, yaitu.
1. Quality
Yaitu tingkatan dimana
proses atau penyesuaian
pada cara yang ideal di
dalam melakukan aktifitas atau memenuhi aktifitas yang sesuai
harapan.
2. Quantity
Yaitu jumlah yang dihasilkan diwujudkan melalui nilai mata uang, jumlah
unit, atau jumalah dari
siklus aktifitas yang telah diselesaikan.
3. Timeliness
Yaitu tingakatan dimana aktivitas telah diselesaikan dengan waktu yang lebih
cepat dari yang ditentukan dan memaksimalkan waktu yang ada untuk
aktifitas lain.
4. Cost effectiveness
Yaitu tingkatan dimana penggunaan sumber daya perusahaan berupa
manusia, keuangan, dan teknologi dimaksimalkan untuk mendapatkan hasil
yang tertinggi atau
pengurangan kerugian
dari tiap unit.
5. Need
for supervision
Yaitu tingkatan dimana seorang karyawan dapat melakukan pekerjaannya
tanpa perlu
meminta pertolongan atau bimbingan dari ataasannya.
6. Interpersonal
impact
Yaitu tingkatan dimana seorang karyawan merasa percaya diri, punya
keinginan yang baik, dan
bekerja sama
di antara rekan kerja.
Menurut Dessler (2000), menyatakan bahwa dalam melakukan penilaian
kinerja terhadap kinerja para pegawai, maka harus diperhatikan lima faktor
penilaian kinerja, yaitu.
1. Kualitas pekerjaan yang meliputi
akurasi, ketelitian, penampilan, dan
penerimaan
keluaran.
2. Kuantitas
pekerjaan yang
meliputi volume keluaran
dan kontribusi.
3. Supervisi yang diperlukan meliputi membutuhkan saran arahan atau
perbaikan.
4. Kehadiran yang meliputi regularitas, dapat dipercayai atau diandalkan dan
ketepatan waktu.
5. Konservesi yang meliputi pencegahan, pemborosan, kerusakan,
pemeliharaan
peralatan.
2.2 Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Kinerja
2.2.1 Good Corporate Governance
Berikut ini adalah definisi Good Corporate Governance menurut para ahli, yaitu.
1. Menurut Monks & Minow (....) dalam Darmawati (2005), GCG adalah sebagai
hubungan
partisipasi dalam menentukan
arah dan kinerja.
2. Menurut Sindartha & Cynthia dalam Oktapiyani (2009),
istilah Good
Corporate Governance secara umum dikenal sebagai suatu sistem struktur
yang baik dalam mengelolah perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan
nilai pemegang saham serta mengakomodasi berbagai pihak yang
berkepentingan dengan perusahaan (stakeholders), seperti kreditur, pemasok,
asosiasi bisnis,
konsumen, pekerja, pemerintah, dan
masyarakat
luas.
3. Menurut Kinsey & Co. (2002)
dalam Sayidah (2007),
mengatakan bahwa
para investor cenderung menghindari perusahaan-perusahaan dengan predikat
buruk dalam Corporate Governance.
4. Menurut Hidayah (2008), mengemukakan bahwa Corporate Governance
merupakan sistem dan stuktur yang baik untuk mengkelola perusahaan
dengan tujuan meningkakan nilai pemegang saham serta mengakomudasi
berbagai
pihak yang berkepentingan
dengan
perusahaan (stakeholders).
5. Menurut Milton (2002), menyatakan bahwa GCG dapat melindungi minitory
shareholder dari ekspropiasi oleh manajer. Perbedaan level GCG perusahaan
memiliki pengaruh yang kuat pada kinerja
perusahaan. Secara signifikan
kinerja pasar lebih baik berhubungan dengan struktur kepemilikan dan
kualitas pengungkapan (disclosure) yang lebih baik.
Dari difinisi-difinisi yang diutarakan beberapa ahli dapat disimpulkan
bahwa
GCG sebagai
sistem perusahaan yang mengambil peran untuk mengatur,
mengelola dan mengawasi perusahaan dalam menjalankan kegiatannya. Sehingga
dapat menghasilkan
nilai tambah untuk
stakeholders. Perusahaan pun akan
memiliki citra yang baik
dimata investor.
Selain itu, terdapat dua teori utama yang berkaitan dengan corporate
governance menurut Chinn (2000) & Shaw (2003), yaitu.
1. Stewardship Theory
Teori ini dibangun dengan asumsi filosofis
mengenai sifat manusia yakni
bahwa manusia
pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan
penuh tanggungjwabab, memiliki
integritas dan kejujuran terhadap pihak
lain. Inilah yang tersirat
dalam hubungan fidusia yang dikehendaki para
pemegang saham. Dengan kata lain stewardship theory memandang
manajemen sebagai dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik – baiknya
bagi keperntingan publik maupun stakeholder.
2. Agency
Theory
Keagenan merupakan suatu kontrak antara
principal dengan agent.
Inti dari
hubungan keagenan adalah adanya pemisah antara kepemilikan (principal
atau investor) dan pengendalian (agent atau manajer). kepemilikan diwakili
oleh investor
untuk mengelola kekayaan investor. Investor memunyai
harapan bahwa dengan mendelegasikan wewenang pengelolaan tersebut,
mereka akan memperoleh keuntungan dengan bertambahnya kekayaan dan
kemakmuran investor.
Dengan melaksanakan Corporate Governance, menurut Forum of Corporate
Governance (FCGI), ada beberapa manfaat yang
diperoleh,
antara lain.
1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan
keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional
perusahaan,
serta lebih meningkatkan pelayanan
kepada stakeholder.
2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak
rigid (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan
Corporate Value.
3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
4. Pemegang saham akan puas dengan kinerja
perusahaan karena sekaligus akan
meningkatkan shareholder Value dan
deviden.
2.2.2 Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
Menurut FCGI (2001), terdapat lima prinsip utama yang terpenting
dalam
Corporate Governance yaitu; Transparency (Transparansi),
Accountability
(Akuntabilitas), Responsibility (Pertanggungjawaban), Independency
(Kemandirian), dan Fairness (Keadilan). Prinsip dasar GCG tersebut biasa disebut
dengan istilah TARIF.
1. Transparency (Transparansi)
Untuk menjaga
obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus
menyediakan informasi
yang material dan relevan
yang mudah diakses
dan
dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif
untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang diamanatkan oleh undang-
undang dan peraturan, tetapi juga informasi lain yang dianggap perlu oleh
pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan
lainnya untuk
membentuk keputusan. Keputusan Menteri Negara BUMN tahun 2002
mengartikan
transparansi sebagai keterbukaan dalam melaksanakan proses
pengambilan
keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi
materiil dan relevan mengenai perusahaan.
Jadi dalam prinsip ini, para
pemegang saham haruslah diberi
kesempatan untuk berperan dalam
pengambilan keputusan atas perubahan-perubahan mendasar dalam
perusahaan dan dapat memperoleh informasi yang benar, akurat, dan tepat
waktu mengenai
perusahaan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa prinsip
ini tidak menghendaki berbagai pihak yang berkepentingan menjadi
tersesatkan atau tidak akan membuat kesimpulan atau keputusan yang salah
mengenai
perusahaan.
Dalam praktik, perusahaan seharusnya berkewajiban mengungkapkan
berbagai transaksi
penting yang berkaitan dengan perusahaan, seperti kontrak
kerja yang bernilai tinggi dengan perusahaan lain, risiko-risiko yang dihadapi
dan rencana/kebijakan perusahaan yang akan dijalankan. Selain itu,
perusahaan seharusnya juga berkepentingan untuk menyampaikan kepada
semua pihak terkait informasi mengenai struktur kepemilikan perusahaan
serta perubahan-perubahan yang terjadi. Para pemain pasar modal tentu akan
bereaksi secara negatif bila mereka menilai bahwa tingkat transparansi ini
rendah dan begitu pula sebaliknya. Oleh sebab itu konsep
GCG harus
menjamin pengungkapan yang cukup,
akurat dan tepat waktu terhadap
seluruh kejadian penting yang berhubungan dengan perusahaan, termasuk di
dalamnya mengenai kondisi keuangan, kinerja, struktur
kepemilikan dan
pengaturan
perusahaan.
2. Accountability (Akuntabilitas)
Accountability (Akuntabilitas) dimaksudkan sebagai prinsip yang mengatur
peran dan tanggungjawab jawab manajemen agar dalam mengelola perusahaan
dapat mempertanggungjawabkan pekerjaannya serta mendukung usaha untuk
menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen dan pemegang saham
sebagaimana yang diawasi oleh Dewan Komisaris. Dewan Komisaris dalam hal
ini memberikan pengawasan terhadap manajemen mengenai kinerja dan
pencapaian target return
bagi pemegang saham.
Beberapa karakteristik akuntabilitas yang berkaitan yaitu pemegang saham,
dewan direksi, dewan
komisaris, senior manajemen,
dan stakeholder.
Pemegang Saham memiliki karakteristik
sebagai berikut.
1) Pemegang saham mayoritas yang memiliki kepentingan pengendalian di
dalam perseroan harus menyadari tanggung jawab pada saat menggunakan
pengaruhnya atas manajemen perseroan, baik dengan menggunakan hak
suara ataupun melalui cara lain. Pemegang saham minoritas juga memiliki
tanggung jawab serupa, yaitu mereka tidak boleh menyalahgunakan
hak
mereka menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Dewan Direksi memiliki
karakteristik
sebagai berikut.
a. Anggota dewan bertindak dengan dasar informasi yang lengkap, niat
yang baik, penelitian yang cermat dan lebih mementingkan kepentingan
perusahaan dan pemegang saham.
b. Dewan harus memastikan ketaatan terhadap hukum dan peraturan yang
berlaku
dan kepentingan stakeholder.
c. Dewan harus dapat melaksanakan pertimbangan yang objektif tentang
urusan perusahaan secara independent khususnya
terhadap manajemen.
3) Dewan Komisaris memiliki karakteristik sebagai berikut.
Dewan komisaris bertanggungjawab
dan berwenang mengatasi tindakan
direksi dan memberi nasehat kepada direksi jika dipandang perlu oleh dewan
komisaris. Dewan
komisaris juga harus memantau efektifitas GCG yang
diterapkan perseroan
dan
bilamana diperlukan penyesuaian.
4) Senior Manajemen yang terdiri dari.
a. Akuntan manajemen
b. Audit internal
c. Manajer
d. Stakeholder (pihak
yang
berkepentingan)
3. Responsibility (Pertanggungjawaban)
Responsibility (Pertanggungjawaban) berarti bahwa sebuah perusahaan harus
memenuhi dan mematuhi hukum dan undang-undang yang berlaku.
Termasuk di dalamnya pemeliharaan lingkungan hidup, hak-hak konsumen,
ketenagakerjaan
dan sebagainya. Artinya bahwa perusahaan merupakan
bagian dari sebuah budaya sosial dan masyarakat sehingga sebuah
perusahaan tidak tegak secara terisolasi dari berbagai kepentingan
sosial-
budaya dan politik kelompok-kelompok lain (stakeholder).
Sebuah
perusahaan tidak hanya harus bertanggungjawab terhadap mereka yang
berhubungan langsung dengan perusahan, tetapi mereka juga tidak
berhubugan secara langsung dengannya
(Bakrie, 2000).
Carol (....) dalam Zaim (2000), mengembangkan suatu konsep piramida
tanggung
jawab sosial perusahaan. Piramida
ini terdiri atas empat tanggung jawab
perusahaan, yaitu.
a. Tanggungjawab ekonomis, yaitu sebuah perusahaan haruslah menghasilkan
laba.
b. Tanggungjawab legal, maksudnya dalam mencapai tujuan untuk mencapai
laba sebuah perusahaan harus menaati hukum.
c. Tanggungjawab
etis,
artinya perusahaan berkewajiban menjalankan
hak yang
baik, benar dan
adil.
d. Tanggungjawab
filantropis, yang mensyaratkan perusahaan untuk memberi
kontribusi kepada publik. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas hidup semua.
4. Independency (Kemandirian)
Menurut Iman & Amin (2002), kemandirian adalah sebagai keadaan dimana
perusahaan bebas dari pengaruh ataupun tekanan pihak lain yang tidak sesuai
dengan mekanisme korporasi. Prinsip
ini mengharuskan perusahaan
menggunakan tenaga ahli dalam setiap
divisi atau bagian dalam
perusahaannya sehingga pengelolaan perusahaan dapat dipercaya. Prinsip ini
juga mengharuskan perusahaan memiliki kebijakan internal dalam perusahaan
yang sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku. Prinsip kemandirian
harus dilaksanakan dengan baik agar perusahaan tidak mudah terpengaruh
oleh pihak-pihak dari dalam ataupun
dari luar perusahaan tidak sesuai dengan
peraturan
dan hukum yang berlaku dalam mekanisme korporasi.
5. Fairness (Keadilan)
Keadilan (Fairness) dimaksudkan untuk menjamin
hak-hak pemegang
saham, termasuk pemegang saham minoritas dan para
pemegang saham asing
serta menjamin
terlaksananya komitmen dengan para investor. Hak-hak
pemegang saham
yang harus dilindungi menurut prinsip
GCG menurut
OECD yang dikutip
oleh Frediawan (2008), yang terdiri
dari hak-hak dasar
pemegang saham dan hak untuk berpartisipasi.
1) Hak-hak
dasar
pemegang saham
meliputi hal untuk.
a. Memastikan metode regristasi saham yang dimiliki
b. Memindahtangankan saham-sahamnya
c. Memperoleh
informasi secara teratur dan tepat waktu
d. Berpartisipasi
dan memberikan suara
dalam RUPS
e. Memilih
anggota Komisaris dan Direksi
f. Memperoleh
bagian
dari keuntungan perusahaan
2) Para pemegang saham mempunyai hak untuk berpartisipasi, memperoleh
informasi yang cukup, mengambil keputusan yang berhubungan dengan
perubahan-perubahan fundamental perusahaan seperti perubahan otorisasi
untuk penambahan saham dan transaksi yang luar biasa untuk
memengaruhi hasil
penjualan.
a. Para pemegang saham harus memiliki kesempatan untuk
berpartisipasi
secara efektif dan memberikan suara dalam RUPS serta
harus diberi
informasi tentang aturan-aturan termasuk
prosedur
pemberian suara dalam pelaksanaan rapat-rapat pemegang saham.
b. Struktur
permodalan dan peraturannya memungkinkan
pemegang
saham tertentu
mendapatkan suatu
tingkat pengendalian yang tidak
seimbang dengan kepemilikan
sahamnya harus diungkapkan.
c. Pasar untuk pengendalian perusahaan harus dimungkinkan untuk
berfungsi secara efisien dan transparan.
d. Para pemegang saham, termasuk investor institusi harus
mempertimbangkan biaya dan manfaat pelaksanaan
hak-haknya.
Selain hak-hak dasar diatas, GCG juga memastikan perlakuan yang sama
terhadap semua pemegang saham, termasuk investor
asing dan pemagang
saham minoritas, yaitu.
e. Semua pemegang saham dengan tingkatan investasi yang sama harus
mendapatkan perlakuan yang sama pula.
f. Transaksi orang dalam (insider
trading) dan penyalahgunaan
wewenang untuk kepentingan orang dalam
sendiri harus dilarang.
g. Anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta para menajer harus
mengungkapkan setiap kepentingan yang berbentuk hutang atas
transaksi atau
juga hal-hal yang berpengaruh terhadap perusahaan.
2.3 Penelitian Terdahulu
NO |
Peneliti (tahun penelitian) |
Judul Penelitian |
Hasil Penelitian |
1 |
Pranata
(2007) |
Prinsip Good Corporate Governance
terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur memakai
NPM |
Terdapat pengaruh yang positif
dari kinerja keuangan perusahaan |
2 |
Wardani
(2008) |
Pengaruh Corporate Governance terhadap kinerja
keuangan perusahaan yang diukur
memakai ROE |
Tidak terdapat pengaruh
langsung dari penerapan
corporate governance
terhadap kinerja keuangan perusahaan yang terdaftar pada
BEJ |
3 |
Frediawan (2008) |
Prinsip Good Corporate Governance
terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur memakai
ROI |
Terdapat kinerja keuangan
perusahaan karena GCG ditetapkan dan dijalankan
dengan baik |
2.4 Rerangka Teoritis
Good Corporate
Governance
Transparency
X1
Accountability
X2
Responsibility
X3
Independency
X4
Independency
X5
Kinerja Perusahaan
Y
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Terdapat dua jenis
metode penelitian, yaitu metode penelitian kualitatif dan
metode penelitian kuantitatif. Penelitian
ini menggunakan metode penelitian
kuantitatif. Berikut ini adalah pendapat beberapa ahli mengenai penelitian kuantitatif.
1. Menurut Sugiyono (2006), mengemukakan bahwa penelitian
kuantitatif
adalah penelitian ilmiah yang sistematis
terhadap bagian-bagian dan
fenomena serta hubungan-hubungannya. Tujuan penelitian kuantitatif adalah
mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori-teori dan
hipotesis yang berkaitan dengan
fenomena alam.
2. Menurut Danim (2002), mengemukakan bahwa penelitian
kuantitatif
merupakan studi yang diposisikan sebagai bebas nilai. Dengan kata lain,
penelitian
kuantitatif sangat ketat menerapkan prinsip-prinsip objektivitas.
Objektivitas diperoleh antara lain melalui penggunaan instrumen yang telah
di uji validitas dan reliabilitasnya.
Penelitian ini menggunakan
uji Validitas dan Reliabilitas. Menurut Ghozali
(2005), uji validitas dipergunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu
kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner
mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner
tersebut.
Selanjutnya menurut Sugiyono (2005), jika nilai validitas setiap pertanyaan lebih
besar dari nilai koefisien korelasi (r) 0,30 maka butir pertanyaan dianggap sudah valid.
Menurut Ghozali (2005),
reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu
kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk.
Suatu kuesioner
dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah
konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu; 1) Repeated Measure atau pengukuran ulang; 2) One Shot
atau pengukuran sekali saja.
3.2 Populasi dan Sampel
Menurut Sugiyono (2008), mengemukakakn bahwa populasi adalah wilayah
generasasi terdiri dari atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu. Ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulan. Menurut Sugiyono (2008),
mengemukakan bahwa sampel
adalah sebagaian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut.
Teknik pengambilan
sampel yang digunakan adalah purprosive
sampling. Purprosive sampling adalah penelitian sampel secara tidak acak yang
informasinya dapat diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu yang
disesuaikan dengan tujuan
riset.
Untuk penentuan ukuran sampel
dari suatu populasi,
terdapat bermacam-
macam cara yang ditemukan oleh ahli. Octosesarina (2008), menyatakan bahwa
pecahan sampling 10%-20% sering dianggap sebagai ukuran sampel yang
memadai, namun tidak adanya alasan yang mendasarinya. Sedangkan menurut
Sekaran (2003), untuk menentukan
ukuran sampel, dalam riset multivariat
(termasuk analisis regresi berganda), ukuran sampel sebaiknya beberapa kali lebih
besar dari jumlah variabel dalam
studi. Pada penelitian ini jumlah sampel yang
diambil adalah sebanyak 20
karyawan
pada PT Moderna Tehnik
Perkasa.
3.3 Definisi Operasional Variabel
Menurut Sugiono (2004), variabel penelitian adalah nilai dari obyek atau
kegiatan yang mempunyai variansi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan ditarik
kesimpulannya. Dalam penelitian ini variabel yang diteliti
terdapat 2 macam, yaitu.
1. Variabel terikat (Dependent Variable). Variabel dependen yang digunakan
dalam penelitian
ini.
Kinerja Karyawan (Y1)
Indikator
penilaian kinerja:
I. Kualitas kerja berdasarkan syarat kesesuaian dan kesiapannya
(quality of work).
II. Pengetahuan
tentang pekerjaan (job knowledge).
III. Keaslian gagasan yang muncul dan tindakan untuk menyelesaikan
permasalahan (creativeness).
IV. Kesadaran dan kepercayaan dalam hal kehadiran dan penyelesaian
kerja (dependability).
V. Semangat dalam melaksanakan tugas-tugas baru dalam memperbesar
tanggung jawab
(initiative).
VI. Survey kepuasan pelanggan.
VII. Waktu
respon pelanggan.
VIII. Presentase protes
pelanggan.
IX. Kesempatan untuk mencoba metoda saya sendiri dalam mengerjakan tugas.
2. Variabel bebas (Independent Variable) merupakan variabel yang memengaruhi variabel dependen. Variabel independen yang digunakan
dalam penelitian
ini.
a. Transparency (X1)
Dalam prinsip ini, para pemegang saham haruslah
diberi kesempatan
untuk berperan dalam pengambilan
keputusan atas perubahan-perubahan
mendasar dalam perusahaan dan dapat memperoleh informasi yang
benar,
akurat, dan tepat waktu mengenai perusahaan.
b. Accountability (X2)
prinsip yang mengatur peran dan tanggungjawab
jawab manajemen agar
dalam mengelola perusahaan dapat mempertanggungjawabkan pekerjaannya
serta mendukung
usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan
manajemen dan pemegang saham sebagaimana yang diawasi oleh Dewan Komisaris.
c. Responsibility (X3)
Dalam prinsip ini sebuah perusahaan harus
memenuhi dan mematuhi
hukum dan undang-undang yang berlaku. Termasuk di dalamnya
pemeliharaan lingkungan hidup, hak-hak konsumen, ketenagakerjaan dan
sebagainya. Artinya bahwa perusahaan merupakan bagian dari sebuah
budaya sosial dan masyarakat sehingga sebuah perusahaan
tidak tegak
secara terisolasi
dari berbagai kepentingan sosial-budaya dan politik
kelompok-kelompok lain (stakeholder).
d. Independency (X4)
Prinsip kemandirian harus dilaksanakan dengan baik agar perusahaan
tidak mudah terpengaruh oleh pihak-pihak dari dalam ataupun
dari luar
perusahaan tidak sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku dalam
mekanisme korporasi.
e. Fairness (X5)
Prinsip ini dimaksudkan untuk menjamin hak-hak
pemegang saham,
termasuk
pemegang saham minoritas
dan para pemegang saham asing
serta menjamin
terlaksananya
komitmen dengan
para
investor.
3.4 Data Penelitian
3.4.1 Jenis Data
Data yang digunakan dalam riset ini berupa
data primer dan data sekunder.
Data primer merupakan data riset yang diperoleh secara langsung dari sumber asli
(tidak melalui
perantara). Data primer
diperoleh langsung dari responden yang
menjadi anggota sampel. Pengumpulan menggunakan kuisioner yang memuat
pertanyaan yang menjadi indikator variabel. Sedangkan data sekunder berupa
bukti, catatan, atau laporan historis yang telah tersusun
dalam arsip yang di
publikasikan maupun yang tidak
dipublikasikan.
3.4.2 Teknik
Pengumpulan
Data
Dalam pengumpulan data menggunakan teknik kuesioner. Menurut Hadi
(2006), menyatakan kuisioner adalah
set pernyataan yang sudah disiapkan dan
ditulis sebelumnya oleh peneliti, untuk dimina jawabannya pada responden,
kuisioner tidak selalu
berupa peryanyaan namun juga dapat berupa pernyataan.
Proses menyebarkan dan mengumpulkan kuisioner dilakukan secara langsung
ditempat yang sedang menjadi
objek peneliti.
Peneliti juga melakukan dokumentasi untuk mendapatkan data laporan
perusahaan. Menurut Arikunto
(2006), mengemukakan bahwa dokumentasi
adalah mencari dan mengumpulkan data mngenai hal-hal yang berupa catatan,
transkrip,
buku, surat kabar, majalahm notulen, rapot, agenda dan sebagainya.
Dokumentasi ini digunakan unruk melengkapi data yang berhubungan dengan
objek yang diteliti.
3.5 Teknik Analisis Data
3.5.1 Metoda
Champion
Perhitungan atas kuesioner dilaksanakan dengan menggunakan rumus Dean
Champion, yaitu dengan menjumlahkan jumlah jawaban “YA” kemudian
dilakukan perhitungan dengan cara sebagai
berikut.
Persentase =
Σ Jumlah Kuesioner x Jumlah
Pertanyaan x 100%
Keterangan:
Σ Jawaban YA: seluruh penjumlahan jawaban YA yang di jawab
oleh responden dalam kuesioner.
Σ Jumlah
Kuesioner: seluruh penjumlahan kuesioner yang beredar yang
wajib diisi oleh para responden berdasarkan
kriteria
yang telah
ditentukan sebelumnya.
Jumlah
Pertanyaan: Pertanyaan yang ada dalam
kuesioner berdasarkan
klasifikasinya masing-masing.
Hasil Perhitungan kuesioner sehubungan dengan analisis, dapat
diklafisikasikan secara umum, yaitu.
1. Kriteria penilaian dari hasil kuesioner sehubungan dengan analisis, dapat
diklasifikasikan secara umum, yaitu.
Persentase |
Kriteria |
0% - 25% |
Good Corporate Governance Tidak Terwujud |
26% - 50% |
Good Corporate Governance Kurang Terwujud |
51% - 75% |
Good Corporate Governance Cukup Terwujud |
76% - 100% |
Good Corporate Governance Sangat Terwujud |
DAFTAR PUSTAKA
Aldridge, John. E Siswanto sutojo. 2008. Good Corporate Governance. Jakarta: PT. Damar
Mulia Pustaka.
Amin, W & Imam, S. 2002. Memahami Konsep Corporate
Governance. Havarindo: Jakarta.
Bacal, Robert. 2001. Performance Management.
Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Bernardin, H. John and Russel,
E.A., 1993. Human resource Management,
An Experiential Approach.
Mc. Graw Hill International Edition, Singapore: Mac
Graw
Hill Book Co.
Brigham, E. F and Houston Joel F. 2001. Manajemen Keuangan. Edisi Kedelapan,
Penerbit: Erlangga, Jakarta.
Carter, William K. and Milton F. Usry, 2002, Cost
Accounting, Buku 1, Edisi 13, Alih Bahasa : Krista,
Salemba Empat, Jakarta.
Danim, 2002. Menjadi
Peneliti Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia.
Darmawati, D. 2005. Pengaruh Karakteristik Perusahaan Dan Faktor Regulasi Terhadap Kualitas Implementasi Corporate Governance. Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang.
Dessler, G. 2000.
Human Resources management, 8th ed , prentice hall. inc upper saddle
river new jersey
Dessler, G. 2004.
Manajemen Sumber
Daya Manusia, Edisi 9, Jilid 1, Kelompok
Gramedia, Jakarta.
FCGI. 2001. Corporate Governance:
Tata Kelola Perusahaan. Edisi
Ketiga, Jakarta.
Furtwengler, D. 2002. Penilaian Kinerja: Menguasai Keahlian Yang Anda Perlukan Dalam 10 menit.
Penerbit
Andi. Yogyakarta.
Gibson, J. L.
2003. Struktur Organisasi
dan Manajemen. Jakarta:
Erlangga 5.
Ghozali, I. 2005. Structural
Equation Modeling: Teori, Konsep, dan Aplikasi dengan Program Lisrel
8.54, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang.
Husein, U. 2005. Metode Penelitian. Jakarta:
Salemba Empat.
Irawan,
P. 2007. Penelitian Kualitatif
dan Kuantitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: DIA FISIP I.
Mangkunegara,
A. 2006. Evaluasi Kinerja
Sumber Daya Manusia. Jakarta: Refika Aditama.
Rahmawati, Y. Suparno, dan N. Qomariyah. 2006. Pengaruh Asimetri Informasi terhadap Praktik Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan Publik yang Terdaftar di
Bursa Efek Jakarta. Makalah
SNA IX Padang, 1-28.
Rivai, Veithzal & Ahmad Fawzi Mohd Basri. 2005. Performance Appraisal. Cetakan Pertama, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Robert L. Mathis
& John H. Jackson.
2006. Human Resources Management. Edisi sepuluh, Penerbit Salemba Empat.
Schuler, Randal S. dan Jackson, Susan E. 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia Menghadapi Abad
ke 21, Jilid 2, Edisi Keenam,
Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.
Bandung: Alfabeta.
Tague, Nancy, R. 2005. The Quality Toolbox: Second Edition. Milwauke: American Society Of
Quality
Tika, P. 2006. Budaya Organisasi Dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. PT Bumi Aksara. Jakarta.
Tjager, Nyoman,I. dkk. 2003. Corporate governance, Tantanagan dan Kesempatan Bagi Komunitas Bisnis Indonesia. Jakarta:
Prenhallindo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar