VONNY SANTOSO & DANIEL SUGAMA STEPHANUS
PERKULIAHAN METODA PENELITIAN
PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG 2014
ABSTRAK
Penelitian ini menganalisis pengaruh variabel independen yaitu Intellectual
Capital (VACA, VAHU, STVA) dan variabel kontrol yaitu Investment Opportunity
Set (IOS) (MKKTBKAS, MKTBKEQ, PER, CAPBVA) terhadap
kinerja perusahaan yang diproksikan Return on
Equity (ROE)
perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sampel penelitian ini
adalah 7 perusahaan yang tergolong dalam perusahaan investment selama perioda
tahun
2009 hingga tahun 2013. Teknik yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Penelitian ini menggunakan variabel dependen kinerja perusahaan (ROE) dan variabel independen adalah Intellectual Capital
yang diukur dengan menggunakan VAICTM yaitu (VACA, VAHU, STVA) serta menggunakan variabel kontrol Investment Opportunity Set (IOS) yang terdiri dari (MKKTBKAS,
MKTBKEQ, PER, CAPBVA).
Kata-kata
kunci: intellectual
capital, investment opportunity set,
kinerja perusahaan
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Globalisasi menuntun perusahaan untuk melakukan pembaharuan dengan
cara
berfikir global dan bertindak secara lokal, inovasi teknologi yang makin mempercepat melakukan berbagai aktifitas dengan segala keterbatasan dan kelebihannya menjadikan persaingan di dunia bisnis semakin kompetitif. Hal ini membuat perusahaan-perusahaan mengubah strategi bisnisnya yang bedasarkan
tenaga kerja menjadi bisnis yang bedasarkan pengetahuan. Seiring dengan
perubahan ini, kemakmuran suatu perusahaan akan bergantung pada suatu
penciptaan transformasi dan kapitalisasi
dari pengetahuan
itu sendiri (Sawarjuwono, 2003).
Perkembangan berbagai perusahaan yang dikendalikan oleh informasi dan
pengetahuan, membawa sebuah peningkatan perhatian pada modal intelektual atau intellectual
capital (IC). Intellectual
capital merupakan salah satu
pendekatan yang digunakan dalam penilaian dan pengukuran aset tak berwujud yang telah menjadi fokus perhatian dalam berbagai bidang, baik manajemen,
teknologi informasi, sosiologi, maupun akuntansi (Petty dan Guthrie, 2000 dalam
Ulum, Ghozali dan Chariri, 2008). Pada perusahaan yang sudah menerapkan
manajemen bedasarkan pengetahuan, modal seperti sumber daya alam, sumber daya keuangan dan aktiva fisik lainnya menjadi kurang penting dibandingkan
dengan modal yang bedasarkan pengetahuan dan inovasi teknologi. Ini
disebabkan dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kita dapat menggunakan modal lainnya secara efisien dan ekonomis yang pada nantinya
akan
meningkatkan kinerja perusahaan.
Menurut Abidin (2000), Intellectual capital masih belum dikenal secara luas
di Indonesia. Ini disebabkan, perusahaan-perusahaan di Indonesia lebih memilih
menggunakan modal konvensional dalam membangun bisnisnya sehingga produk yang dihasilkannya masih miskin kandungan teknologi. Di Indonesia sendiri jika
diamati banyak merek terkenal yang tidak memproduksi sendiri produk
yang dijualnya. Perusahaan-perusahaan tersebut pada dasarnya menjual merek, ini disebabkan karena masih sedikitnya perhatian perusahaan terhadap Intellectual
capital dengan ketiga komponennya yaitu human capital, struktural capital, dan
custormer capital.
Di Indonesia, Intellectual
capital mulai berkembang setelah munculnya PSAK No.19 tentang aktiva tidak berwujud. Menurut PSAK No. 19, aktiva tidak berwujud adalah aktiva non-moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak
memunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan
barang atau
jasa, disewakan kepada pihak lainnya,
atau
untuk tujuan administratif (IAI,
2002).
Sampai saat ini pengukuran Intellectual capital
sendiri masih terus
berkembang sehingga belum adanya standar khusus bagi pengukuran
ini. Pulic (1998;
1999) tidak mengukur secara langsung Intellectual capital perusahaan,
tetapi menawarkan suatu ukuran untuk menilai efisiensi dari nilai tambah yang
merupakan hasil dari kemampuan intelektual perusahaan (Value
Added Intellectual Coefficient
– VAIC™). Tujuan utama dalam ekonomi yang berbasis pengetahuan adalah untuk menciptakan nilai tambah (value added). Sedangkan
untuk dapat menciptakan value
added dibutuhkan ukuran yang tepat tentang
physical capital (yaitu dana-dana keuangan) dan intellectual potential (direpresentasikan oleh karyawan dengan segala potensi dan kemapuan yang melekat pada mereka). VAIC™ menunjukkan bagaimana sumber daya perusahaan, yaitu physical capital
(VACA – value added capital employed), human capital (VAHU – value
added human capital), dan structural capital
(STVA –
structural
capital value added) telah secara efisiensi dimanfaatkan oleh
perusahaan.
Di Indonesia, penelitian tentang hubungan antara intellectual
capital dan
kinerja perusahaan juga pernah dilakukan. Dengan menggunakan metode VAICTM, Ulum (2008) melakukan penelitian untuk tiga aspek pengaruh, antara lain pengaruh antara intellectual capital dengan kinerja perusahaan, pengaruh antara intellectual capital dengan kinerja keuangan perusahaan di masa yang
akan
datang serta pengaruh tingkat pertumbuhan intellectual
dengan kinerja keuangan perusahaan di masa yang akan datang. Hasil dari penelitian ini adalah intellectual
capital tidak berpengaruh dengan kinerja keuangan perusahaan sekarang dan
masa yang akan datang, akan tetapi tingkat pertumbuhan intellectual capital
tidak berpengaruh dengan kinerja keuangan
perusahaan di masa yang akan datang.
Kuryanto dan Syafruddin (2008) juga melakukan penelitian
tentang pengaruh
intellectual capital terhadap kinerja perusahaaan yang diproksikan dengan ROE, EPS dan ASR dengan populasi penelitian perusahaan yang terdaftar pada papan utama Bursa Efek Indonesia. Setelah dilakukan pengujian intellectual capital terhadap kinerja keuangan perusahaan pada 73 perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia, ditarik simpulan bahwa tidak ada pengaruh positif antara Intellectual
Capital sebuah perusahaan dengan kinerjanya. Baik terhadap kinerja
keuangan tahun tersebut maupun
kinerja keuangan
perusahaan masa depan.
Penelitian ini merupakan replica dari penelitian yang dilakukan oleh
Kuryanto dan Syafruddin (2008). Adapun perbedaan dengan penelitian terdahulu adalah data penelitian ini didapat dari perusahaan Investment yang
telah go-public dan listed di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2009 sampai tahun 2013.
Selain itu, di dalam penelitian ini juga ditambahkan adanya variabel kontrol yaitu Investment Opportunity Set (IOS) yang berguna untuk memperkuat variabel independen yang ada juga selain itu variabel kontrol ini menggambarkan suatu kinerja perusahaan investment
yang besamya tergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen di masa yang akan datang, yang pada
saat ini merupakan pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan menghasilkan
return yang lebih besar.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penelitian ini akan
mengambil judul “ANALISIS PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL (IC)
DENGAN VARIABEL KONTROL INVESTMENT OPPORTUNITY
SET (IOS)
TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN INVESTMENT YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
TAHUN 2009-2013”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat
dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut.
1. Apakah terdapat pengaruh Intellectual Capital yang terdiri dari Value
Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU),
Structural Capital Value Added (STVA) dan variabel kontrol Investment Opportunity Set (IOS) secara simultan terhadap kinerja perusahaan yang
diproksikan dengan Return on Equity (ROE) perusahaan Investment yang
terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI)
tahun 2009 hingga tahun 2013?
2. Apakah terdapat pengaruh Intellectual Capital yang terdiri dari Value
Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital
(VAHU), Structural
Capital Value Added (STVA) dan variabel kontrol Investment Opportunity
Set (IOS) secara parsial terhadap kinerja perusahaan yang diproksikan dengan Return on
Equity (ROE) perusahaan Investment yang
terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) tahun
2009 hingga tahun 2013?
1.3 Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini dilakukan
dengan
tujuan sebagai berikut.
1. Untuk menganalisis pengaruh Intellectual Capital
yang terdiri dari Value
Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital
(VAHU), Structural
Capital Value Added (STVA) dan variabel kontrol Investment Opportunity Set (IOS) secara simultan terhadap kinerja perusahaan yang
diproksikan dengan Return on Equity (ROE) perusahaan Investment yang
terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) tahun
2009 hingga tahun 2013.
2. Untuk menganalisis pengaruh Intellectual Capital yang terdiri dari Value
Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital
(VAHU), Structural
Capital Value Added (STVA) dan variabel kontrol Investment Opportunity Set (IOS) secara parsial terhadap kinerja perusahaan yang diproksikan dengan Return on
Equity (ROE) perusahaan Investment yang
terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) tahun
2009 hingga tahun 2013.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang ada di dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Bagi
peneliti
Peneliti dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan
tentang pengaruh Intellectual Capital yang terdiri dari Value
Added Capital
Employed (VACA), Value
Added Human
Capital (VAHU), Structural Capital Value
Added (STVA) dan variabel kontrol Investment Opportunity Set (IOS) terhadap kinerja perusahaan yang diproksikan dengan Return on Equity (ROE) perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI)
tahun 2009 hingga tahun 2013.
2. Bagi
perusahaan
Dapat memberikan masukan bagi manajemen perusahaan dalam
meningkatkan kinerja perusahaannya, khususnya dengan mengelola
intellectual capital
yang dimiliki agar dapat bersaing secara global.
3. Bagi universitas
Diharapkan dapat menambah literatur mengenai intellectual
capital di
Indonesia dalam menambah pengetahuan dan wawasan mengenai pengaruh dari kepemilikan aset intellectual
capital terhadap kinerja
perusahaan investment yang terdaftar di BEI pada tahun 2009 hingga tahun 2013.
4. Bagi
peneliti selanjutnya
Peneliti selanjutnya dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai bahan
referensi dan informasi bagi peneliti selanjutnya yang ingin menganalisis variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kinerja
perusahaan.
2.
LANDASAN TEORI
2.1 Stakeholder Theory
Teori Stakeholder menurut Freeman dan Reed (1983) dalam Ulum (2009)
adalah sebagai berikut. “Any indentifible group or individual who can affect the
achievement of an organization’s objectives, or is affected by the achievement of
an organization’s
objectives”.
Jadi, teori Stakeholder merupakan sekelompok
orang atau individu yang
diidentifikasikan dapat mempengaruhi kegiatan perusahaan ataupun dapat
dipengaruhi oleh kegiatan perusahaan (Ulum, 2009). Sedangkan, Duran dan
Davor (2004) berpendapat bahwa pemegang saham, para pekerja, para supplier,
bank, para customer, pemerintah dan komunitas memegang peran penting dalam
organisasi (berperan sebagai stakeholder), untuk itu perusahaan harus
memperhitungkan
semua kepentingan dan
nilai-nilai dari para stakeholder nya.
Ulum (2009) mengatakan bahwa manajemen sebuah organisasi diharapkan
melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh para stakeholder
mereka dan
kemudian melaporkan kembali aktivitas-aktivitas tersebut kepada stakeholder.
Tujuan utama dari teori stakeholder adalah untuk membantu manajemen
perusahaan dalam meningkatkan penciptaan nilai sebagai dampak dari aktivitas-
aktivitas yang mereka lakukan dan meminimalkan kerugian yang mungkin
muncul bagi stakeholder
mereka. Tujuan
yang
lebih luas dari teori stakeholder ini
adalah untuk membantu manajer dalam meningkatkan nilai dampak kegiatan
operasi perusahaan
dan
meminimalkan kerugian-kerugian
bagi stakeholder.
Teori stakeholder dapat diuji dengan menggunakan content analysis atas
laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan merupakan cara yang paling
efisien bagi organisasi untuk berkomunikasi dengan stakeholder. Content analysis
atas pengungkapan intellectual
capital dapat digunakan untuk
menentukan
apakah
komunikasi terhadap stakeholder benar-benar dilakukan (Ghuthire et al,. dalam
Ulum,
2009).
Hubungan teori stakeholder
dengan nilai tambah intellectual
capital harus
dipandang dari dua bidang yaitu bidang etika dan bidang manejerial (Deegan
dalam Ulum, 2009). Bidang etika menyatakan bahwa seluruh stakeholder
memiliki hak untuk diperlakukan secara adil oleh organisasi, dan manager harus
mengelola secara maksimal organisasi untuk penciptaan nilai perusahaan. Hal ini
dapat meningkatkan nilai tambah (value added) bagi perusahaan atau disebut juga
dengan VAIC yang kemudian akan mendorong
kinerja perusahaan. Sedangkan,
bidang managerial menjelaskan bahwa para stakeholder harus mengendalikan
sumber daya organisasi jika ingin meningkatkan kesejahteraan mereka.
Kesejahteraan ini diwujudkan dengan meningkatnya return yang dihasilkan
perusahaan. Bidang manajerial dari teori stakeholder juga berpendapat bahwa
kekuatan stakeholder untuk
memengaruhi manajemen
korporasi harus dipandang
sebagai fungsi dari tingkat pengendalian stakeholder
atas sumber daya yang
dibutuhkan
organisasi
(Watts
dan Zimmerman,
1986).
2.2 Resource-based Theory
Resource-Based Theory (RBT) telah muncul sebagai kerangka kerja baru
yang menjanjikan untuk menganalisis sumber dan keberlanjutan keunggulan
kompetitif (Barney, 1991; Dierickx dan Cool, 1989; Peteraf, 1993 dalam Smith et
al., 1996). Astuti dan Sabeni (2005) menjelaskan tentang Resource-Based
Theory
yang dipelopori oleh Penrose (1959),
mengemukakan bahwa sumberdaya
perusahaan adalah heterogen, tidak homogen, jasa produktif yang tersedia berasal
dari sumberdaya perusahaan yang memberikan karakter unik bagi tiap - tiap
perusahaan. Keuntungan diatas rata-rata berasal dari sumberdaya yang
dikendalikan oleh perusahaan yang tidak hanya digabung untuk memberikan
produk bernilai, tetapi sulit bagi perusahaan lain untuk meniru atau
memperolehnya (Wernerfelt, 1984; Barney, 1986 dalam Galabova dan Abonen,
2011).
Resource Based Theory (RBT) membahas mengenai sumberdaya yang
dimiliki perusahaan, dan bagaimana perusahaan dapat mengembangkan
keunggulan kompetitif dari sumberdaya yang dimilikinya. Cheng et al., (2010)
menjelaskan bahwa dalam teori RBT ini, untuk mengembangkan keunggulan
kompetitif, perusahaan harus memiliki sumberdaya dan kemampuan yang
superior dan melebihi para kompetitornya. Banyak perushaaan yang mampu
membeli perangkat teknologi
canggih,
akan
tetapi
tidak semua perusahaan mampu
mengoperasikan teknologi tersebut. Sehingga diperlukan kompetensi manusia
yang mampu memanfaatkan teknologi tersebut
dengan maksimal, sehingga
memberikan manfaat besar untuk perusahaan. Dengan demikian , bukan
perangkat teknologinya yang merupakan sumber daya yang mampu membawa
keunggulan kompetitif, tetapi kompetensi manusia (Human
capital) tersebutlah
yang merupakan sumber daya yang unggul sehingga dapat menciptakan
keunggulan kompetitif.
Pearce dan Robinson (2008) mengungkapkan bahwa sumberdaya perusahaan
terdapat tiga jenis, yaitu sebagai berikut.
a.Aset Berwujud (Tangible Assets)
Merupakan sarana fisik dan keuangan yang digunakan suatu perusahaan
untuk menyediakan nilai bagi pelanggan. Aset ini mencangkup fasilitas
produksi, bahan baku,
sumberdaya keuangan, real estate serta
komputer.
b. Aset Tidak Berwujud (Intangible Assets)
Merupakan sumberdaya seperti merk, reputasi perusahaan, moral
organisasi, pemahaman teknik, paten dan merk dagang, serta akumulasi
pengalaman dalam suatu organisasi. Meskipun bukanlah aset yang dapat
disentuh atau dilihat, aset-aset ini seringkali penting dalam penciptaan
keunggulan kompetitif.
c. Kapabilitas
Organisasi (Organizational Capability)
Kapabilitas organisasi bukan merupakan input khusus seperti aset
berwujud maupun aset yang tidak berwujud, melainkan keahlian, kapabilitas
dan cara untuk menggabungkan aset, tenaga kerja serta proses. Kapabilitas
ini digunakan perusahaan
untuk mengubah input menjadi output.
Barney (1991)
dalam Aji (2011), mendefinisikan sumber daya perusahaan
sebagai semua aset, kemampuan, proses organisasional, informasi dan
pengetahuan yang dikendalikan oleh perusahaan yang menyebabkan perusahaan
mampu untuk mengimplementasikan berbagai strategi untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas perusahaan. Resource-based theory
adalah suatu
pemikiran yang berkembang dalam teori manajemen strategi dan keunggulan
kompetitif perusahaan yang meyakini bahwa perusahaan akan mencapai
keunggulan apabila memiliki sumber daya yang unggul. Sumber daya yang
unggul adalah sumber daya yang langka serta susah untuk ditiru pesaing. Dengan
sumber daya yang nggul tersebut, perusahaan mampu membuat strategi dan bias
melaksanakannya, sehingga perusahaan tersebut memiliki keunggulan kompetitif
atau bersaing dengan perusahaan lain.
Dari penjelasan di atas, Intellectual
Capital memenuhi kriteria sebagai
sumber daya yang unggul yang mampu menciptakan keunggulan kompetitif yang
menciptakan nilai bagi perusahaan. Nilai perusahaan tersebut berupa timbulnya
kinerja yang lebih baik
di dalam perusahaan.
2.3 Intellectual Capital
Intellectual Capital pertama kali dikemukakan oleh Tom Stewart, pada Juni
1991 dalam Ulum (2009). Stewart mendefinisikan Intellectual
Capital (IC) adalah
sebagai berikut.
“Intellectual
Capital is the sum of everything
everybody in a company knows that gives it a competitive edge. Intellectual capital is intangible and intellectual matrial-knowledge, information, intellectual property, experience-that
can put
to use to create wealth. It is collective brainpower.”
Beberapa definisi lain mengenai intellectual capital
yang kemudian
menjadi standar
pendefinisian adalah sebagai berikut.
Brooking (1996) menjelaskan bahwa intellectual capital adalah “Intellectual
capitalis the term given to the combined intangible assets of market, intellectual
property, human-centred and infrastructure which enable the company to function”.
Sveiby (1998) menjelaskan
intellectual capital merupakan “the invisible
intanggible part of the balance sheet can be classified as a familly of three,
indifidual competence, internal structural, and external structure”. Sedangkan
menurut Williams (2001)
mendifinisikan intellectual
capital sebagai proses
penciptaan nilai melalui pengetahuan dan informasi yang diaplikasikan pada pekerjaan.
Edvinson dan Sullivan (1997) yang dikutip dari Cheng et al., (2010)
mengasumsikan definisi yang lebih luas yaitu intellectual capital sebagai
pengetahuan yang dapat diubah menjadi nilai. Brehman dan Connell (dalam
Cheng et al., 2010) mempertimbangkan definisi yang lebih dangkal tentang
intangible assets yaitu yang tidak termasuk sumberdaya manusia, kesetiaan
pelanggan, atau reputasi perusahaan. Ulum (2009) kemudian mendefinisikan
intellectual capital secara umum sebagai perbedaan antara nilai pasar perusahaan
dengan nilai buku
dari
aset
perusahaan
tersebut
atau dari financial capitalnya.
Walaupun definisi mengenai intellectual capital belum jelas, namun Roos et
al., (dalam Ulum, 2009) mencoba untuk memisahkan intellectual
capital menjadi
3 komponen utama,
yaitu human capital, structural
capital serta customer capital.
Hal ini juga didukung oleh Bontis (2000) yang mengungkapkan bahwa
human capital sebagi representatif dari kemampuan pengetahuan individu suatu
organisasi yang diwakili oleh karyawannya. Secara umum, human capital
menghasilkan inovasi melalui penemuan produk dan penyediaan jasa yang baru
atau meningkatkan proses
bisnis perusahaan yang telah ada. Structural capital
adalah pengetahuan yang dimiliki oleh perusahaan dalam bentuk teknologi,
penemuan baru,
data,
publikasi dan prosedur internal. Sedangkan costumer capital
adalah pengetahuan yang melekat dalam jalur pemasaran dan hubungan pelanggan
dalam mengembangkan suatu organisasi melalui jalannya suatu bisnis. Edvinson
dari Skandia AFS, Hubert St. Onge dari CIBC, Charles Amstrong CEO dari
Amstrong Word Industry dan Gordon Petrash dari The Dow Chemical Company
dalam Widiyaningrum (2004) membagi komponen dari Intellectual
Capital
menjadi Human Capital, Structural Capital dan Customer
Capital.
1. Human Capital
Human Capital merupakan aktiva tak berwujud yang dimiliki perusahaan
dalam bentuk kemampuan intelektual, kreativitas dan inovasi-inovasi yang
dimiliki oleh karyawannya. Pada industry yang berbasis pada pengetahuan,
human capital merupakan faktor utama karena sumber daya ini merupakan cost
yang dominan dalam proses produksi perusahaan. Sehingga, kita bisa katakan bila
seluruh pegawai dalam perusahaan tersebut keluar maka perusahaan tersebut tidak
lagi mempunyai nilai. Sumber daya manusia inilah yang nantinya akan
mendukung terciptanya modal struktural dan modal konsumen yang merupakan
inti dari intellectual capital.
2. Structural Capital
Meliputi kemampuan perusahaan untuk menjangkau pasar atau hardware,
software dan lain-lain yang mendukung perusahaan (Bontis, 2000)
dengan kata
lain merupakan sarana prasarana pendukung kinerja karyawan. Modal structural
merupakan penghubung human capital
menjadi intellectual
capital. Maksudnya,
meskipun karyawan memiliki intelektual yang tinggi
namun, kalau tidak
didukung
oleh sarana yang memadai untuk mengaplikasikan inovasi mereka, maka
kemampuan
tersebut tidak
akan
menghasilkan modal intellectual.
3. Customer Capital
Costumer capital terdiri dari pengetahuan dari rangkaian pasar, pelanggan,
supplier, hubungan baik antara pemerintah dan industri atau hubungan baik
dengan pihak luar (Bontis, 2000).
Perusahaan harus mampu menciptakan barang
dan jasa yang berbeda dan memiliki nilai lebih di mata konsumen. Customer
capital juga meliputi kemampuan untuk mengidentifikasi pasar yang ingin dibidik
dan memosisikan perusahaan dalam pasar. Hal ini dapat tercipta melalui
pengetahuan karyawan yang diproses dengan modal structural yang akhirnya
menghasilkan hubungan yang baik
dengan
pihak
luar.
Capital employed menunjukkan hubungan harmonis yang dimiliki
perushaaan dengan mitranya, baik yang berasal dari pemasok yang andal dan
berkualitas, pelanggan yang loyal dan merasa puas dengan pelayanan perusahaan
yang bersangkutan, serta hubungan perusahaan dengan pemerintah maupun
dengan masyarakat sekitas (Belkaoui, 2003).
2.4 Value Added Intellectual
Coefficent (VAICTM)
Metoda Value Added Intellectual
Coefficient
(VAICTM) dikembangkan oleh
Pulic pada tahun 1998 yang didesain untuk menyajikan informasi tentang value
creation efficiency dari aset berwujud
(tangible asset) dan aset tidak berwujud
(intangible asset) yang dimiliki perusahaan. VAICTM merupakan instrumen untuk
mengukur kinerja intellectual capital perusahaan. Pendekatan ini relatif mudah
dan sangat mungkin untuk dilakukan, karena dikonstruksi
dari akun-akun dalam
laporan keuangan perusahaan (neraca, laba rugi). Model ini dimulai dengan
kemampuan perusahaan untuk meciptakan value
added. Value added adalah
indikator paling obyektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan
kemampuan
perusahaan dalam penciptaan nilai (Pulic,
1998).
Value added dihitung sebagai selisih antara output
dan input. Output
merepresentasikan revenue
dan mencakup seluruh produk dan jasa yang dijual di
pasar, sedangkan input
mencakup seluruh beban yang digunakan dalam
memeroleh revenue. Hal penting dalam model ini adalah bahwa beban karyawan
(labour
expenses)
tidak termasuk dalam input. Karena peran aktifnya dalam
proses value
creation, intellectual potential (yang direprsentasikan dengan labor
expenses) tidak dihitung sebagai biaya (cost) dan tidak masuk dalam komponen
input. Karena itu, aspek kunci dalam model Pulic (1998)
adalah memperlakukan
tenaga kerja sebagai entitas penciptaan nilai (value creating entity). Value added
dipengaruhi oleh efisiensi dari human
capital dan structural
capital. Hubungan
lainnya dari value added adalah capital employed.
Komponen utama dari VAICTM yang dikembangkan Pulic (1998)
dapat
dilihat dari sumber daya perusahaan, yaitu physical capital (VACA – Value
Added Capital Employed), human capital
(VAHU – Value
Added Human
Capital), dan structural capital (STVA – Structural
Capital Value
Added).
Value Added Capital Employed (VACA) mencerminkan book value dari net
assets perusahaan (Chen, et al., 2005). VACA adalah perbandingan antara value
added dengan modal fisik yang bekerja (capital employed). Rasio ini adalah
sebuah indikator untuk value
added yang dibuat oleh satu unit modal fisik. Pulic
(1998) mengasumsikan, jika satu unit capital
employed dapat menghasilkan
return yang lebih besar pada suatu perusahaan, maka perusahaan tersebut
mampu
memanfaatkan capital employes dengan
lebih
baik. Pemanfaatan capital employed
dengan lebih baik merupakan bagian dari intellectual capital perusahaan. Ketika
membandingkan lebih dari sebuah kelompok perusahaan untuk memanfaatkan
physical capital dengan lebih
baik
(Kuryanto &
Syafruddin, 2008).
Value Added Human Capital (VAHU) mencerminkan total value added
terhadap total salary and wage cost
perusahaan. Stewart (2000) menjelaskan
bahwa human capital
adalah kemampuan karyawan untuk menciptakan produk
yang dapat menjaring konsumen, sehingga konsumen tidak akan berpaling pada
pesaing. Human capital
mempresentasikan kemampuan perusahaan dalam
mengelola sumber daya manusia dan
menganggap manusia atau
karyawan
sebagai
asset strategic perusahaan karena pengetahuan yang mereka miliki. VAHU adalah
seberapa besar value added dibentuk oleh pengeluaran pekerja dalam rupiah.
Hubungan antara value
added dan human
capital mengindikasikan adanya
kemampuan human capital
di dalam membuat nilai pada sebuah perusahaan.
Ketika VAHU dibandingkan lebih dari sebuah kelompok perusahaan, VAHU
menjadi sebuah indikator kualitas sumber daya manusia perusahaan
menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan value added dari
setiap rupiah yang dikeluarkan kepada human capital
(Kuryanto & Syafruddin, 2008).
Value Added Structural Capital (STVA) menunjukkan kontribusi structural
capital dalam proses penciptaan nilai. STVA mengukur jumlah structural
capital
yang dibutuhkan untuk dapat menghasilkan value added dan merupakan suatu
indikasi seberapa sukses structural capital di dalam proses
penciptaan nilai
(Kuryanto & Syafruddin, 2008). Dalam model Pulic (1998), structural capital
diperoleh dari value added dikurangi dengan human capital, yang hal ini telah
diverifikasi melalui penelitian empiris pada sektor industri
tradisional (Pulic
dalam Ulum, 2009).
Model-model pengukuran
yang dikembangkan untuk mengukur modal
intelektual, masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan sehingga untuk
memilih model yang
paling tepat untuk
digunakan
merupakan tindakan yang tidak
tepat karena pengukuran tersebut hanyalah
sebuah alat yang dapat diterapkan pada
situasi dan kondisi perusahaan dengan spesifikasi tertentu (Tjiptohadi dan
Agustine, 2003).
VAICTM digunakan karena dianggap sebagai indikator yang cocok untuk
mengukur IC di riset empiris. Beberapa alasan utama yang mendukung
penggunaan VAIC™ diantaranya yaitu pertama VAIC™ menyediakan dasar
ukuran yang standar dan konsisten, angka-angka keuangan yang standar yang
umumnya tersedia dari laporan keuangan perusahaan (Pulic dan Bornemann,
1999), sehingga memungkinkan lebih efektif melakukan analisis komparatif.
Kedua, semua data yang digunakan dalam perhitungan VAICTM didasarkan pada
informasi yang telah diaudit, sehingga perhitungan dapat dianggap obyektif dan
dapat diverifikasi
(Pulic, 1998, 2000).
2.5 Variabel Kontrol
2.5.1 Investment Opportunity
Set (IOS)
Istilah Investment Opportunity Set (IOS) pertama kali dikemukakan oleh
Myers (1976) dalam Utami (2007).
Menurut Myers (1976) dalam Utami (2007)
IOS merupakan keputusan investasi dalam bentuk kombinasi aktiva yang dimiliki
(assets in place) dan pilihan pertumbuhan pada masa yang akan datang dengan
Net Present Value (NPV) positif. Menurut Kallapur dan Trombley (2001) dalam
Utami (2007) pertumbuhan merupakan kemampuan perusahaan untuk
meningkatkan size-nya, sementara IOS merupakan opsi untuk berinvestasi pada
suatu proyek yang memiliki net present value
positif. Menurut kedua penelitian
tersebut, IOS juga dapat meningkatkan size perusahaan, sedangkan tidak semua
growth opportunities mampu menghasilkan net present value positif. Menurut
Gaver dan Gaver (1993), IOS merupakan nilai perusahaan yang besamya
tergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen di masa
yang akan datang, yang pada saat ini merupakan pilihan-pilihan investasi yang
diharapkan akan menghasilkan return
yang lebih besar.
Investment Opportunity Set ( IOS) menurut Myers (1977) adalah nilai dari suatu
perusahaan sebagai sebuah kombinasi asset in place dengan investment option
pada masa depan. Smith dan Wrath (1992) menyatakan sejalan degan pendapat
tersebut komponen dari nilai perusahaan merupakan sebuah hasil dari pilihan-
pilihan investasi untuk digunakan pada masa yang akan datang dan merupakan
proksi dari IOS itu sendiri.
Komponen nilai perusahaan yang merupakan hasil dari pilihan-pilihan untuk
melakukan investasi di masa yang akan datang merupakan set kesempatan
investasi Myers (1976) dalam Utami (2007) IOS menunjukan opsi pertumbuhan
bagi perusahaan. Nilai opsi pertumbuhan tersebut
tergantung pada discretionary
expenditure dari manajer (Myers, 1976 dalam Utami, 2007).
Opsi pertumbuhan
tersebut bisa berupa investasi tradisional atau discretionary expenditure yang
diperlukan untuk kesuksesan perusahaan seperti penelitian dan pengembangan
teknologi baru
(Jones
dan Sharma, 2001 dalam Utami,
2007).
Proksi IOS yang dipilih dalam penelitian ini adalah proksi IOS yang
digunakan oleh Smith &
Watts (1992), Gaver & Gaver (1992),
Kallapur &
Trombley (1999) yang merupakan proksi IOS paling valid sebagai proksi
pertumbuhan. Proksi IOS tersebut adalah Market to Book
Value of Asset
(MV/BVA), Market to Book Value of
Equity (MV/BVE), Earning Per
Share/Price Ratio, dan Capital Expenditure to
Book Value
of Asset (CA/BVA).
2.5.1.1 Market to Book Value
of Asset (MV/BVA)
Smith & Watts (1992) menjelaskan bahwa proksi ini digunakan untuk
mengukur prospek pertumbuhan perusahaan berdasarkan banyaknya aset yang
digunakan dalam menjalankan suatu usaha. Proksi juga ini digunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam penilaian kondisi perusahaan. Indikasi mengenai
adanya pertumbuhan perusahaan merupakan salah satu informasi yang penting
yang dapat digunakan oleh para investor sebagai bahan pertimbangan untuk
memperoleh return maupun abnormal
return. Gaver & Gaver (1993) juga
menemukan bahwa semakin
tinggi rasio nilai pasar aset terhadap nilai buku,
maka
akan semakin tinggi
pula
nilai IOS.
2.5.1.2 Market to Book Value
of Equity (MV/BVE)
Gaver & Gaver (1993) mengungkapkan, rasio ini dapat diperoleh dengan
mengalikan jumlah lembar saham beredar dengan harga penutupan saham
terhadap total ekuitas. Proksi ini menggambarkan permodalan suatu perusahaan,
sehingga bagi para investor yang akan melakukan pembelian saham perusahaan,
penilaian terhadap kemampuan perusahaan dalam mendapatkan dan mengelola
modal merupakan suatu hal yang penting. Rasio market value to book of equity
(MV/BVE) merupakan
proksi berdasarkan
harga.
2.5.1.3 Earning Per Share/Price Ratio
Rasio earning per share/
price ratio atau rasio laba per lembar saham
terhadap harga pasar saham merupakan ukuran IOS untuk menggambarkan
seberapa besar earning power yang dimiliki perusahaan (Gaver & Gaver, 1993).
Semakin besar tingkat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan
maka semakin
menarik
investasi
pada
perusahaan tersebut.
2.5.1.4 Capital Expenditure to Book Value of
Asset (CA/BVA)
Rasio ini digunakan untuk melihat besarnya aliran tambahan modal saham
perusahaan, dimana dengan tambahan modal saham, perusahaan dapat
memanfaatkan untuk tambahan investasi aset produktifnya, sehingga berpotensi
sebagai perusahaan bertumbuh (Gaver & Gaver, 1993). Rasio ini tidak termasuk
dalam proksi IOS pertumbuhan melainkan proksi IOS investasi. Para investor
dapat melihat seberapa besar aliran modal tambahan suatu perusahaan dengan
membagi capital pengeluaran (expenditure) dengan total aset. Semakin besar
aliran tambahan modal saham, maka semakin
besar kemampuan perusahaan
untuk
memanfaatkan sebagai tambahan investasi dan hal ini akan membuat perusahaan
memiliki kesempatan untuk
dapat
bertumbuh.
2.6 Kinerja Perusahaan
Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok
orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara
legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika Prawirosentono, 1997 (dalam Wahdikorin, 2010).
Sedangkan menurut Horne
(dalam Yogidanarinto, 2011) kinerja adalah hasil pencapaian dalam periode tertentu. Untuk menghasilkan kinerja yang baik perlu dilakukan usaha – usaha yang positif untuk mencapainya. Demikian pula pada suatu perusahaan, apabila
perusahaan melakukan aktivitas bisnisnya dengan baik maka akan memperoleh kinerja perusahaan
yang baik.
Penilaian kinerja perusahaan yang menggunakan balance score card dilihat dari empat perspektif yaitu perspekti keuangan, perspektif pertumbuhan dan pembelajaran, perspektif proses internal dan perspektif pelanggan. Sedangkan
Horne dan Wachowicz, 2005 (dalam Rahardian, 2011) menyatakan kinerja
keuangan suatu perusahaan dapat dilihat dan dibandingkan melalui analisis
laporan keuangan yang berguna bagi pengambilan keputusan. Kinerja keuangan dapat tercerminkan dari analisis
rasio-rasio keuangan
suatu perusahaan. Kinerja keuangan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat
mengukur keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan dalam menghasilkan laba (Sucipto, 2003). Pengukuran kinerja digunakan perusahaan untuk melakukan perbaikan atas kegiatan operasionalnya agar dapat bersaing dengan perusahaan
lain. Analisis kinerja keuangan merupakan proses pengajian secara kritis terhadap
review data, menghitung, mengukur, menginterpretasi, dan memberi solusi
terhadap keuangan perusahaan pada suatu perioda tertentu. Kinerja keuangan
dapat dinilai dengan beberapa alat analisis.
Berdasarkan teknisknya, analisis keuangan dapat dibedakan menjadi delapan
macam (Jumingan,
2006) yaitu sebagai berikut.
1. Analisis perbandingan Laporan Keuangan, merupakan teknik analisis
dengan cara membandingkan laporan keuangan dua perioda atau lebih dengan menunjukkan perubahan, baik dalam jumlah (absolut) maupun
dalam persentase
(relatif).
2. Analisis tren (tendensi posisi), merupakan teknik analisis untuk
mengetahui tendensi keadaan keuangan apakah menunjukkan kenaikan
atau penurunan.
3. Analisis presentase per komponen (common
size), merupakan teknik
analisis untuk mengetahui persentase investasi pada masing-masing aktiva terhadap
keseluruhan
atau aktiva
total maupun
utang.
4. Analisis sumber dan penggunaan modal kerja, merupakan teknik analisis untuk mengetahui besarnya sumber dan penggunaan modal kerja melalui
dua perioda waktu
yang dibandingkan
5. Analisis sumber dan penggunaan kas, merupakan teknik analisis untuk
mengetahui kondisi kas disertai sebab terjadinya perubahan kas pada suatu
perioda waktu tertentu.
6. Analisis rasio keuangan, merupakan teknik analisis keuangan untuk
mengetahui hubungan di antara pos tertentu dalam neraca maupun laporan
laba
rugi baik secara individu
maupun
secara simultan.
7. Analisis perubahan laba kotor, merupakan teknik analisis untuk
mengetahui posisi laba dan sebab-sebab terjadinya perubahan
laba.
8. Analisis break even, merupakan teknik analisis untuk mengetahui tingkat
penjualan
yang harus dicapai agar perusahaan
tidak
mengalami kerugian.
Kinerja keuangan perusahaan dapat dilihat dalam laporan keuangan dan diukur dengan alat ukur dalam bentuk rasio keuangan berupa rasio profitabilitas.
Menurut Susilowati (2011), kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam kegiatan operasionalnya merupakan fokus utama dalam penilaian prestasi perusahaan (analisis fundamental perusahaan), karena laba perusahaan selain
merupakan indikator kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban bagi para
penyandang dananya juga merupakan elemen dalam penciptaan nilai perusahaan yang menunjukkan prospek
perusahaan di masa yang akan datang. Dalam penelitian ini Profitabilitas diukur
dengan
rasio Return on Equity (ROE)
Return On Equity (ROE) Menurut Brigham dan Housten (2001:91), ROE adalah rasio laba bersih terhadap ekuitas saham biasa, mengukur tingkat
pengembalian atas investasi pemegang saham. Adapun pengertian ROE menurut
Syamsuddin (2003: 64) adalah suatu pengukuran dari penghasilan (income) yang
tersedia bagi para pemilik perusahaan atas modal yang mereka investasikan di
dalam perusahaan. ROE secara jelas mengukur keuntungan perusahaan bagi pemiliki saham biasa. Dimana bunga dan dividen dimasukkan ke dalam anlisis
laba
yang didapat oleh suatu perusahaan dimana disalurkan ke pemiliki modal.
Sehingga dengan semakin tinggi return atau penghasilan yang diperoleh akan semakin baik pula kedudukan pemilik perusahaan. Rasio ini memperlihatkan
kemampuan untuk menghasilkan laba atas investasi bedasarkan nilai buku para
pemegang
saham, dan seringkali digunakan dalam membandingkan dua atau lebih perusahaan dalam sebuah industri
yang sama. ROE yang tinggi mengindikasikan
enerimaan perusahaan atas peluang investasi yang baik dan manajemen biaya
yang efektif.
2.7 Penelitian Terdahulu
Hasil dari beberapa
penelitian
terdahulu adalah
sebagai berikut.
1. Ulum (2008)
meneliti tentang pengaruh intellectual capital
terhadap kinerja perusahaan dengan populasi penelitiannya adalah perusahaan perbankan
yang beroperasi di Indonesia
sampai dengan 2006. Penelitian Ulum memberkan
hasil bahwa berdasarkan hasil pengujian PLS diketahui bahwa secara statistik
terbukti terdapat pengaruh intellectual capital terhadap kinerja keuangan perusahaan selama tiga tahun pengamatan 2004-2006, serta terhadap kinerja keuangan
masa depan baik untuk
perioda 2004-2005
maupun 2005-2006.
2. Kuryanto & Syafruddin (2008) meneliti tentang pengaruh intellectual
capital terhadap kinerja perusahaaan yang diproksikan dengan ROE, EPS dan
ASR
dengan populasi penelitian perusahaan yang terdaftar pada papan utama
Bursa Efek Indonesia. Setelah dilakukan pengujian intellectual
capital terhadap kinerja keuangan perusahaan pada 73 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, ditarik simpulan bahwa tidak ada pengaruh positif antara Intellectual Capital sebuah perusahaan dengan kinerjanya. Baik terhadap kinerja keuangan tahun
tersebut maupun
kinerja keuangan perusahaan
masa depan.
3. Bontis et.
al. (2000) meneliti
hubungan IC dengan
kinerja perusahaan
yang dilakukan di Malaysia. Bontis menggunakan sampel mahasiswa MBA
parttime sebanyak 107 mahasiswa, 60% responden bekerja di industri jasa dan 40%
di industri non-jasa. Penelitian ini menggunakan instrumen questionnaire
sedangkan analisis
menggunakan Partial Least
Square (PLS).
4. Fajarini & Firmansyah (2012) meneliti tentang pengaruh Intellectual capital
terhadap kinerja perusahaan studi empiris pada perusahaan LQ 45.
Analisis rasio yang digunakan dalam menilai kinerja keruangan perusahaan
adalah
DER, NPM, TAT,
ROE, ROA, dan PBV. Simpulan dari penelitian tersebut
secara statistic terbukti terdapat pengaruh signifikan antara intellectual capital
terhadap kinerja keuangan perusahaan LQ 45 di Indonesia. Intellectual Capital diuji terhadap kinerja
keuangan perusahaan
dengan jarak satu tahun.
5. Rambe (2012)
meneliti tentang pengaruh Intellectual Capital
terhadap kinerja keuangan perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Intelectual Capital memiliki pengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diwakili pengaruh ROA dan ROE.
Sedangkan, GR tidak dipengaruhi secara signfikan oleh Intellectual Capital.
6. Artinah (2011)
meneliti tentang pengaruh Intellectual
Capital terhadap profitabilitas studi empiris pada perusahaan perbankan. Dengan menggunakan
metoda analisis regresi berganda, diperoleh hasil bahwa secara parsial Intellectual
Capital dan Capital
Employed Efficiency berpengaruh signifikan terhadap
profitabilitas (ROE), sedangkan Human Capital Efficiency dan Structural Capital Efficiency
tidak berpengaruh
terhadap ROE.
7. Lili & Didik (2012) meneliti pengaruh Intellectual Capital
terhadap nilai
pasar perusahaan dan kinerja keuangan perusahaan. Dengan metoda analisis regresi berganda hasil penelitian menunjukkan bahwa Intellectual Capital (VAICTM) memiliki pengaruh positif terhadap nilai pasar (MtBV) dan kinerja
keuangan yang diproksikan oleh ROE dan ROA. VACA dan STVA berpengaruh positif terhadap nilai pasar (MtBV) dan kinerja keuangan yang diproksikan oleh
ROE
dan ROA sedangkan VAHU tidak berpengaruh terhadap MtBV dan kinerja
keuangan yang diproksikan oleh ROA dan GR tetapi berpengaruh negatif
terhadap ROE.
2.8 Rerangka Pikir
Perusahaan akan mampu bersaing dan memperoleh keuntungan yang maksimal apabila mampu menggunakan berbagai sumber daya yang dimilikinya dengan baik. Dengan hasil maksimal yang didapat dari penggunaan berbagai
sumberdaya perusahaan akan memperlihatkan bagaimana suatu kinerja
perusahaan telah dilakukan dengan baik. Intellectual capital
merupakan sumberdaya yang terukur untuk peningkatan competitive advantages, karena dengan Intellectual
capital perusahaan akan mampu menggunakan sumber daya
perusahaan secara efisiensi, ekonomis dan efektif, oleh karena itu intellectual capital
akan memberikan kontribusi
terhadap kinerja keuangan perusahaan
(Harrison dan Sullivan, 2000, dalam Ulum, Ghozali dan Chariri, 2008). Human capital, structural capital
dan customer
capital sebagai konstruk utama pembentuk intellectual capital memiliki peran secara bersama dalam
meningkatkan kinerja perusahaan. Sumber daya manusia (human capital) yang dimiliki oleh suatu perusahaan tidak akan bisa berkerja secara optimal tanpa
didukung oleh sistem perusahaan (structural capital) yang baik, begitu pula sumber daya perusahaan yang berkualitas dan sistem perusahaan yang baik akan
lebih sempurna apabila didukung oleh hubungan pelanggan (customer capital)
yang kuat, dengan demikian ketiga hal ini apabila digunakan dengan maksimal akan membawa
dampak pada peningkatan kinerja perusahaan yang lebih
baik.
Firer dan Williams (2003), telah membuktikan bahwa intellectual
capital memunyai pengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan dengan
menggunakan VAIC™ yang diformulasikan oleh Pulic (1998;1999) sebagai ukuran kemampuan intelektual perusahaan (corporate
intellectual ability) dan
juga adanya hubungan yang kuat antara evisiensi value added dengan komponen utama sumber daya perusahaan dan keuntungan perusahaan. Oleh karena itu,
makin baik penggunaan intellectual capital sebuah perusahaan maka makin baik
pula kinerja yang akan
diperlihatkan oleh perusahaan
tersebut.
Dari uraian tersebut dan juga penelitian lanjutan yang ingin dikembangkan
dalam penelitian ini dengan menambahkan variabel kontol, maka dapat disusun rerangka pikir dalam penelitian ini yang dapat digambarkan dalam bagan seperti
berikut.
Variabel Independen
Intellectual
Capital:
1. VACA 2.
VAHU 3. STVA
Variabel Kontrol Investment
Opportunity Set (IOS):
1. MV/BVA 2. MV/BE
3. Earning per
share/Price ratio
4. CA/BVA
Variabel Dependen
Kinerja Perusahaan :
Return on Equity
(ROE)
2.9 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan sebuah taksiran atau referensi yang dirumuskan serta
diterima untuk sementara yang dapat menerangkan fakta-fakta yang diamati
(Good dan Scates, 1954). Atau dengan kata lain hipotesis merupakan jawaban
sementara dari masalah
penelitian yang harus
diuji kebenarannya.
Berdasarkan penjelasan yang ada, hipotesis yang diajukan dalam penelitian
adalah sebagai berikut.
H1: Terdapat pengaruh antara variabel independen Intellectual Capital
(VAICTM) yang terdiri dari Value
Added Capital
Employed
(VACA),
Value Added Human Capital (VAHU), Structural
Capital Value Added
(STVA) secara simultan terhadap kinerja perusahaan yaitu Return on
Equity (ROE) sebagai variabel dependen.
H2: Secara parsial terdapat pengaruh sebagai berikut.
H2.1 :Value Added Capital Employed (VACA) berpengaruh positif terhadap
Return on Equity (ROE) pada perusahaan Investment yang terdaftar pada
bursa efek Indonesia dari tahun
2009-2013
H2.2 :Value Added Human Capital (VAHU) berpengaruh positif terhadap
Return on Equity (ROE) pada perusahaan Investment yang terdaftar pada
bursa efek Indonesia dari tahun
2009-2013
H2.3 :Structural Capital Value Added (STVA) berpengaruh positif terhadap
Return on Equity (ROE) pada perusahaan Investment yang terdaftar pada
bursa efek Indonesia dari tahun 2009-2013
3.
METODA PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan metoda untuk menguji teori-teori
tertentu dengan cara meneliti hubungan antar variabel. Variabel-variabel ini
biasanya diukur dengan instrumen-instrumen penelitian, sehingga data yang
terdiri dari angka-angka dapat dianalisis berdasarkan prosedur-prosedur statistik.
Tujuan penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-
model matematis, teori-teori dan / atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena
alam. Proses pengukuran
adalah bagian yang sentral dalam penelitian kuantitatif
karena hal ini memberikan hubungan antara pengamatan empiris dan ekspresi
matematis dari hubungan–hubungan kuantitatif. Laporan akhir untuk penelitian
ini pada umumnya memiliki struktur yang ketat dan konsisten mulai dari
pendahuluan, tinjauan pustaka, landasan teori, metoda penelitian, hasil penelitian,
dan pembahasan (Creswell, 2008). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pendekatan dengan uji hipotesis, yang bertujuan untuk menjelaskan
sifat-sifat dari suatu hubungan sebab akibat dan memahami hubungan yang ada di
antara berbagai variabel
(Sugiyono,
2010).
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas obyek atau subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan dari populasi tersebut
(Sugiyono, 2010).
Populasi adalah keseluruhan pengamatan yang menjadi
perhatian kita baik yang jumlahnya tak terhingga maupun jumlahnya yang
berhingga. Di dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh
perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa
Efek
Indonesia.
3.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karekteristik yang dimiliki
oleh
populasi yang telah dipilih (Sugiyono, 2010). Sampel yang diambil harus dapat
merepresentasikan populasi
yang ada.
Teknik pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010). Beberapa pertimbangan sebagai sampel
yang ditentukan oleh
peneliti di dalam penelitian
ini
adalah sebagai berikut.
1. Perusahaan tersebut merupakan perusahaan Investment yang terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2009-2013.
2. Perusahaan tersebut menyajikan laporan keuangan secara lengkap dari tahun
2009-2013.
3. Laporan keuangan
dilaporakan dengan denominasi
mata uang Rupiah.
3.2.3 Gambaran
Obyek Penelitian
Sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan
Investment yang terdaftar di dalam Bursa Efek Indonesia
(BEI) pada tahun 2009
sampai dengan 2013 yang berjumlah 7 perusahaan. Dari 7 perusahaan Investment
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 sampai dengan 2013,
semua perusahaan memenuhi kriteria atau pertimbangan yang ditentukan oleh
peneliti di dalam penelitian. Jadi, total perusahaan yang digunakan di dalam
penelitian ini adalah sebanyak 7 perusahaan Investment yang terdaftar dalam
Bursa Efek
Indonesia pada tahun
2009 sampai dengan
2013.
Berikut ini merupakan daftar dari 7 perusahaan Investment yang terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2009 hingga tahun 2013.
Tabel 1. Daftar Sampel
Perusahaan
No |
Kode Saham Perusahaan |
Nama Perusahaan |
1 |
ALKA |
Alakasa
Industrindo Tbk |
2 |
BNBR |
Bakrie &
Brothers Tbk |
3 |
BHIT |
Bhakti Investama Tbk |
4 |
BMTR |
Global Mediacom Tbk |
5 |
MLPL |
Multipolar Tbk |
6 |
POOL |
Pool Advista Indonesia Tbk |
7 |
PLAS |
Polaris Investama Tbk |
Sumber: www.idx.com
3.3 Data Penelitian
3.3.1 Jenis
dan
Sumber Data
Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis data kuantitatif yang
merupakan data yang dinyatakan dalam angka. Data kuantitatif merupakan data
yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan (Sugiyono, 2010).
Sumber data adalah subyek darimana data diperoleh (Indrianto & Supomo, 2002).
Sumber data di dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah
sumber
data
yang diperoleh peneliti secara tidak langsung.
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang
bersumber dari laporan keuangan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI). Laporan keuangan perusahaan yang digunakan adalah laporan
keuangan perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada
tahun 2009 hingga tahun 2013. Data tersebut diperoleh dengan cara mengunduh
data (download) laporan keuangan perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia pada tahun 2009 hingga tahun 2013. Selain itu data yang
digunakan dalam penelitian ini juga berasal dari berbagai literatur seperti
penelitian lain, penelitian terdahulu, serta sumber-sumber lain yang berhubungan
dengan masalah
yang akan dibahas.
3.3.2 Teknik Pengumpulan
Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metoda dokumentasi, atau disebut
juga metoda arsip yang memuat tentang
kejadian di masa lalu (Indrianto & Supomo, 2002). Data sekunder pada penelitian
ini diperoleh melalui Bursa Efek Indonesia (BEI) yang berupa laporan keuangan
perusahaan dalam bentuk neraca, laporan laba rugi, dan catatan atas laporan
keuangan. Tahap-tahap pengumpulan data dimulai dengan melakukan penelitian
pendahuluan, yaitu melakukan studi kepustakaan dengan membaca buku yang
berhubungan dengan penelitian. Pada tahap ini peneliti melakukan pengkajian
data yang dibutuhkan yaitu mengenai jenis data yang dibutuhkan, dan gambaran
cara mengolah data. Tahapan selanjutnya yaitu penelitian pokok yang dilakukan
untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan yang
dibahas, serta memperbanyak sumber-sumber literature yang menunjang dalam penelitian ini.
3.4 Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan di dalam penelitian ini adalah variabel dependen
dan variabel independen.
3.4.1 Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel utama yang menjadi faktor yang berlaku
dalam investigasi. Variabel dependen di dalam penelitian ini adalah kinerja
perusahaan yang diproksikan dengan return
on equity (ROE). Formulasi
perhitungan kinerja perusahaan
adalah
sebagai berikut.
Return on Equity (ROE) mengukur pengembalian saham kepada para
pemegang saham biasa perusahaan dan biasanya menjadi bahan pertimbangan dan
indikator keuangan yang penting bagi investor (Chen et al., 2005). Rumus yang
digunakan untuk
mengukur
ROE adalah sebagai berikut.
ROE = Laba bersih
/ ekuitas pemegang saham………………….(5)
3.4.2 Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel yang memengaruhi
variabel dependen
baik secara positif maupun secara negatif (Sekaran, 2006). Variabel Independen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah intellectual capital
yang diukur
dengan Value Added Intellectual Coefficient
(VAICTM) yang diukur berdasarkan
value added yang diciptakan oleh komponen intellectual
capital yang terdiri dari
value added of capital employee (VACA), value added of
human capital
(VAHU), dan structural
capital value added (STVA). Formulasi dan tahapan
perhitungan VAICTM adalah
sebagai berikut
(Ulum, 2009).
3.4.2.1 Value
Added (VA)
Tahap pertama dalam menghitung VAICTM yaitu dengan menghitung value
added (VA). Value added adalah indikator paling objektif untuk menilai
keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan
nilai (value creation). VA dihitung sebagai selisih antara output
dan input. Output
(OUT)
merepresentasikan revenue
dan mencakup seluruh produk dan jasa yang
dijual dipasar, sedangkan input (IN) mencakup seluruh beban yang digunakan
dalam memperoleh revenue. Hal penting dalam model ini adalah bahwa beban
karyawan (labour expenses) tidak termasuk dalam IN. Karena itu, aspek kunci
dalam model Pulic adalah memperlakukan tenaga kerja sebagai entitas penciptaan
nilai (value creating
entity) (Ulum,
2009).
VA =
OUTPUT – INPUT……………………………….(6)
Keterangan:
Output : total penjualan
dan pendapatan lain
Input : beban (beban bunga dan beban operasional) dan biaya lain-lain (selain
beban
karyawan)
Value added : selisih
antara output dan input
3.4.2.2 Value Added of
Capital Employee (VACA)
Tahap yang kedua yaitu dengan menghitung VACA yang merupakan
perbandingan value
added (VA) dengan capital
employed
(CE). VACA adalah
indikator untuk VA yang diciptakan oleh satu unit dari physical capital. Rasio ini
menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap unit dari CE terhadap value
added organisasi (Ulum, 2009).
VACA = VA/CE………………………………(7)
Keterangan:
VACA : Value Added Capital Employed
VA : Value added
CE : Capital Employed : dana yang tersedia (ekuitas,
laba
bersih)
3.4.2.3 Value Added of Human Capital (VAHU)
Tahap ketiga yaitu dengan menghitung Value
Added Human
Capital
(VAHU). VAHU adalah perbandingan antara value added (VA) dengan human
capital (HC). VAHU menunjukkan berapa banyak kontribusi yang dibuat oleh
setiap rupiah yang diinvestasikan dalam tenaga kerja untuk menghasilkan nilai
lebih
bagi
perusahaan.
VAHU = VA/HC………………………………...(8)
Keterangan:
VAHU : Value Added Human Capital
VA : Value Added
HC : Human Capital (beban
karyawan
terdiri dari gaji dan tunjangan)
3.4.2.4 Structural Capital Value
Added (STVA)
Tahap keempat yaitu menghitung STVA yang merupakan rasio SC terhadap
VA. Rasio ini mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1
rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan SC dalam
penciptaan nilai (Ulum,
2009).
STVA = SC/VA………………………………….(9)
Keterangan:
STVA : Structural
Capital Value Added
SC : Structural Capital (VA – HC)
VA : Value Added
3.4.3 Variabel Kontrol (IOS)
Variabel kontrol dalam penelitian ini merupakan variabel tambahan yang
dberikan oleh peneliti. Variabel kontrol ini berguna untuk membedakan penelitian
ini terhadap penelitian-penelitian yang sudah ada dan telah diteliti sebelumnya.
Variabel kontrol disini juga berfungsi untuk memperkuat variabel independen
dalam penelitian.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan variabel Investment Opportunity
Set (IOS) yang terdiri dari beberapa macam rasio seperti yang telah dijelaskan
dalam bab sebelumnya.
3.5 Metoda Analisis Data
3.5.1 Analisis Data Deskriptif
Statistik deskriptif adalah menganalisis data dengan cara mendeskripsikan
data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Statistik deskriptif
digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik lokasi penelitian responden yang
diteliti oleh peneliti. Data yang dikumpulkan kemudian diolah, dan dimasukkan
dalam tabulasi
yang kemudian dideskriptifkan.
3.5.2 Uji
Asumsi Klasik
Agar data dapat dianalisis dan memberikan hasil yang representif, yang
berarti tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang berarti terhadap
koefisien regresi pada penelitian ini maka dilakukan uji asumsi klasik dengan
menggunakan program SPSS. Adapun pengujian asumsi klasik meliputi uji
normalitas, uji multikolinieritas,
uji heterokedastisitas dan
uji
autokorelasi.
3.5.2.1 Uji Normalitas
Pengujian normalitas adalah pengujian tentang kenormalan distribusi data.
Uji ini merupakan pengujian yang
paling banyak dilakukan untuk analisis statistik
parametrik. Karena data yang berdistribusi normal merupakan syarat
dilakukannya tes parametrik. Sedangkan untuk data yang tidak mempunyai
distribusi normal,
maka analisisnya menggunakan tes
non-parametrik.
Data yang mempunyai distribusi yang normal berarti mempunyai sebaran
yang normal pula. Dengan profit data semacam ini maka data tersebut dianggap
bisa mewakili populasi. Normal disini dalam arti mempunyai distribusi data
normal. Normal atau tidaknya berdasarkan patokan distribusi normal dari data
dengan mean dan standar deviasi yang sama. Jadi, uji normalitas pada dasarnya
melakukan perbandingan antara data yang kita miliki dengan data terdistribusi
normal yang memiliki mean
dan standar deviasi yang sama dengan
data kita.
Cara yang digunakan untuk mendeteksi apakah residual terdistribusi normal
atau tidak adalah dengan desain grafik. Jika data menyebar di sekitar garis
diagonal, atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka
model regresi memenuhi asumsi normalitas. Selain itu, dapat digunakan uji
statistik Kolmogrov-Smirnov (K-S), bila nilai signifikasi pada tabel Kolmogrov-
Smirnov <0,05 maka data
terdistribusi normal (Ghozali, 2009).
3.5.2.2 Uji Multikolinearitas
Tujuan digunakannya uji multikolinearitas adalah
untuk menguji apakah pada
model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika terdapat
atau terjadi korelasi, maka data diindikasi terjadi multikolinearitas. Model regresi
yang baik adalah tidak terjadi multikolinearitas di antara variabel independen
(Ghozali, 2009).
Pengujian multikolinearitas dilakukan dnegan melihat nilai
tolerance dan variance inflation factor (VIF). Nilai cut
off yang umum dipakai
untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance mendekati 1
atau sama
dengan
nilai VIF<10.
Beberapa cara yang dapat dilakukan jika terjadi multikolinearitas adalah
sebagai berikut (Ghozali,
2009).
a. Menambah
data
penelitian.
b. Mengeluarkan variabel independen yang memiliki korelasi paling tinggi dari
model regresi.
c. Menggabungkan data cross section
dan time
series (pooling data).
3.5.2.3 Uji Heteroskedastisitas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi atau
terdapat ketidaksamaan varians dari rersidual dari satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika varians dari nilai residual dari satu pengamatan ke
pengamatan yang lain tetap, maka disebut dengan homokedastisitas. Dan jika
varians berbeda dari satu pengamatan ke pengamatan yang lainnya, maka disebut
heteroskedastisitas (Gujarati, 2003). Model regresi yang baik adalah yang
homokedastisitas
atau tidak terjadi heterokedastisitas.
Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan Uji Glejser. Jika
variabel indpenden signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen,
maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas. Apabila probabilitas sigifikansinya
di atas kepercayaan 5%, dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung
adanya heteroskedastisitas (Ghozali,
2006).
3.5.2.4 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear
ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi,
maka dinamakan
ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan
sepanjang waktu
berkaitan satu sama lainnya.
(Ghozali, 2006).
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi, maka dapat dilakukan uji
statistik Durbin-Watson (DW). Nilai statistik hitung dibandingkan dengan nilai
teoritisnya, dan kriteria pengambilan kesimpulannya sebagai berikut (Gujarati, 2003).
1. Jika DW < dL maka terdapat
autokorelasi positif
2. Jika DW > 4
– dL, maka terdapat autokorelasi. negatif
3. Jika dU
< DW < 4 – dU,
maka
tidak terdapat autokorelasi.
4. Jika dL ≤ DW ≤ dU atau 4 – dU ≤ DW ≤ 4 – dL, uji Durbin Watson tidak
menghasilkan kesimpulan
yang pasti
Selain itu untuk menditeksi ada atau tidaknya autokorelasi juga dapat dilihat
melalui cara sebagai berikut (Santoso, 2010).
1. Angka DW dibawah -2 : terjangkit autokorelasi positif.
2. Angka DW diantara -2 sampai +2 : tidak
terjangkit autokorelasi.
3. Angka Dw diatas +2 : terjangkit autokorelasi
negatif.
3.5.3 Regresi
Linear Berganda
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linear
berganda. Analisis regresi linear berganda digunakan untuk meramalkan
hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen (Sugiyono,
2010). Model
regresi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
Y =α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5+ β6X6+ β7X7+ e
Keterangan :
α : konstanta
Y: Kinerja Perusahaan (ROE)
X1: Value Added of Capital
Employee (VACA)
X2: Value Added of Human Capital (VAHU)
X3: Structural Capital Value Added (STVA)
X4: Market to Book
Value of Asset (MV/BVA)
X5: Market to Book
Value of Equity (MV/BVE)
X6: Earning Per Share/Price
Ratio
X7: Capital Expenditure to
Book Value
of Asset (CA/BVA)
3.5.3.1 Uji F-statistik
Uji F digunakan untuk melihat apakah variabel-variabel independen yang
ada
berpengaruh secara bersama-sama terhadap variabel independen (Ghozali, 2009).
Uji ini digunakan untuk menguji seberapa besar pengaruh dari seluruh variabel
independen secara
simultan
atau
bersama-sama terhadap variabel independen.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan tingkat signifikansi sebesar 5%.
Tingkat signifikansi pada F tabel dapat dilihat pada tabel ANOVA. Dasar
pengambilan
dari
signifikansi
adalah sebagari berikut (Sugiyono,
2010).
1. Apabila probabilitas
signifikansi ≥ 0,05, maka Ho
diterima dan Ha ditolak.
2. Apabila probabilitas
signifikansi ≤ 0,05, maka Ho
ditolak
dan Ha diterima.
3.5.3.2 Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variabel dependen. Nilai koefisien determinasi antara
nol dan 1. Nilai R2 berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam
menjelaskan variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti
variabel independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan dalam
memrediksi
variabel
dependen (Ghozali,
2011).
3.5.3.3 Uji T-statistik
Uji t-statistik digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen. Pada penelitian ini peneliti menggunakan
tingkat signifikansi sebesar 5%. Apabila tingkat signifikansi di bawah tingkat
error yaitu 5% maka variabel independen akan dinilai berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel dependen dan Ho ditolak. Dan sebaliknya apabila
tingkat signifikansi di atas tingkat error yaitu 5% maka variabel independen akan
dinilai tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen dan Ho
diterima. Nilai t dan signifikansinya dapat dilihat pada tabel coefficient
(Ghozali, 2011).
3.5.3.4 Uji r
Parsial
Uji r parsial digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen secara parsial. Semakin besar nilai r
parsial maka semakin besar pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen secara parsial. Sebaliknya jika nilai r parsial semakin kecil maka
semakin kecil pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara
parsial. Besarnya nilai r parsial dapat dilhat pada nilai beta standardized
coefficient pada tabel coefficient
dengan menggunakan program SPSS (Ghozali, 2011).
3.6 Uji Hipotesis
Hipotesis di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
H01: Tidak terdapat pengaruh antara variabel independen Intellectual
Capital (VAICTM) yang
terdiri dari Value
Added Capital Employed
(VACA), Value
Added Human Capital (VAHU), Structural
Capital Value Added (STVA) secara simultan terhadap kinerja
perusahaan yaitu Return on Equity
(ROE) sebagai variabel
dependen pada perusahaan Investment
yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
Ha1: Terdapat pengaruh antara variabel independen Intellectual Capital
(VAICTM) yang terdiri dari Value Added Capital Employed
(VACA), Value
Added Human Capital (VAHU), Structural
Capital Value Added (STVA) secara simultan terhadap kinerja
perusahaan yaitu Return
on Equity (ROE) sebagai variabel
dependen pada perusahaan Investment
yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
H02.1: Value Added Capital Employed (VACA) tidak berpengaruh positif
terhadap Return on Equity (ROE) perusahaan Investment yang
tedaftar
di Bursa Efek Indonesia.
Ha2.1: Value Added Capital Employed (VACA) berpengaruh positif
terhadap Return on Equity (ROE) perusahaan Investment yang
tedaftar di Bursa
Efek
Indonesia.
H02.2: Value Added of Human Capital (VAHU) tidak berpengaruh positif
terhadap Return on Equity (ROE) perusahaan Investment yang
tedaftar
di Bursa Efek Indonesia.
Ha2.2: Value Added of Human Capital (VAHU) berpengaruh positif
terhadap Return on Equity (ROE) perusahaan Investment yang
tedaftar di Bursa
Efek
Indonesia.
H02.3: Structural Capital Value Added (STVA) tidak berpengaruh positif
terhadap Return on Equity (ROE) perusahaan Investment yang
tedaftar
di Bursa Efek Indonesia.
Ha2.3: Structural Capital Value Added (STVA) berpengaruh positif
terhadap Return on Equity (ROE) perusahaan Investment yang
tedaftar di Bursa Efek
Indonesia.
3.7 Tahapan-tahapan Penelitian
Terdapat beberapa tahapan yang digunakan peneliti untuk menganalisis data,
Tahapan-tahapan
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Merumuskan masalah
2. Merumuskan hipotesis
3. Penyusunan model
4. Mengumpulkan data berupa laporan keuangan perusahaan Investment
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 hingga tahun 2013.
Sampel dalam penelitian ini adalah yang memenuhi kriteria purposive sampling.
5. Menghitung variabel dependen dan variabel independen sesuai dengan
rumus yang telah ada.
6. Tabulasi data variabel independen dan variabel dependen menggunakan
SPSS 20 for Windows.
7. Memroses data dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan uji
asumsi klasik (uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas,
dan uji autokorelasi) dengan menggunakan
SPSS 20 for Windows.
8. Memroses data dengan analisis regresi linear berganda dengan bantuan
SPSS 20 for Windows.
9. Menentukan tingkat signifikansi yaitu sebesar
5%
10. Menarik kesimpulan
untuk hipotesis 1
Untuk pengujian hipotesis 1, pengujian yang digunakan adalah uji F dan
uji koefisien determinasi (R2). Uji F akan menghasilkan tingkat
signifikansi dari hasil pengolahan data. Apabila tingkat signifikansi pada
uji F lebih besar dari tingkat signifikansi yang diterapkan, maka Ho1
ditolak atau varibel independen berpengaruh secara signifikan terhadap
variabel dependen secara simultan. Uji koefisien determinasi (R2) untuk
melihat persentase pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen secara simultan.
11. Menarik kesimpulan
untuk hipotesis 2
Untuk pengujian hipotesis
2, pengujian yang digunakan
adalah
uji
t dan uji
r parsial. Uji t akan menghasilkan tingkat signifikansi dari hasil
pengolahan data. Apabila tingkat signifikansi pada uji t lebih besar dari
tingkat signifikansi yang diterapkan, maka Ho1 ditolak atau varibel
independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen
secara parsial. Uji r parsial untuk melihat persentase pengaruh variabel
independen terhadap
variabel dependen
secara parsial.
12. Menganalisis hasil data dengan menggunakan SPSS 20 for Windows. Pada
tahap ini data yang telah diolah dan dianalisis akan dideskripsikan ke
dalam kata-kata dan selanjutnya hasil penelitian akan dibandingkan
dengan teori dan penelitian
terdahulu sebelum diambil kesimpulan.
13. Mengambil kesimpulan dari data yang telah dianalisis dan membuat
ringkasan serta saran dari hasil penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Partiwi Dwi. 2005. “Hubungan Intellectual Capital dan Business Performance.”
Jurnal
MAKSI. Vol 5, 34-58.
Belkaoui, Ahmed Riahi. 2003. Intellectual Capital and Firm Performance of US
Multinational Firms: a Study of The Resource-Based and Stakeholder
Views. Journal
of Intellectual Capital. Vol.4 No.2.pp.215-226.
Bontis, N W.C.C. Keow, S. Richardson. 2000. “Intellectual capital and business
performance in
Malaysian
industries”. Journal of Intellectual
Capital. Vol. 1 No. 1.
pp. 85-100.
Bornemann, M., A. Knapp, U. Schneider, and K.I. Sixl. 1999. “Holistic measurement of intellectual
capital“. Paper presented at the International
Symposium Measuring and Reporting Intellectual Capital: Experiences, Issues and Prospects.
June.
Amsterdam.
Brennan, N dan Brenda Connell. 2000. “Intellectual Capital: Current Issues and
Policy Implications.” Journal of Intellectual Capital. Vol 1, No. 3, pp. 206-240.
Bringham dan Houston (2001),
Manajemen
Keuangan, Terjemahan, Jakarta:
Erlangga.
Chen, J.,
Zhu, Z. and Xie, H.Y.
2004. “Measuring intellectual capital: a
new
model and empirical study”, Journal of Intellectual
Capital, Vol. 5 No. 1, pp. 195-212.
Chen, et al. 2005. An empirical investigation of the relationship between
intellectual capital and firm’s market value and financial performance. Journal of Intellectual Capital.
Vol 6, Issue 2.
Daud, Rulfah dan Amri, Abrar. 2008. Pengaruh Intellectual Capital dan Corporate Social Responsibility Terhadap Kinerja Perusahaan (Studi
Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia). Jurnal Telaah
dan Riset
Akuntansi. Vol. 1. No. 2. Juli 2008
Duran, Manuel Balza & Davor Radojicic. 2004. Corporate Social Responsibility
and Non-Governmental Organizations. Thesis University of Winconsin. Swedish.
Firer S., and Williams M. 2003. Intellectual Capital and Traditional Measures of
Corporate Performance “. Journal of Intellectual Capital. Vol. 4 No. 3.
Firer, Steven. dan S. Mitchell Williams. 2000. “Firm
Ownership Structure
and
Intellectual Capital Disclosures”.
Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate
dengan Program SPSS. Edisi
Keempat.
Universitas Diponegoro.
Semarang.
Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS
19. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Gujarati,
Damodar. 2003. Ekonometrika
Dasar. Edisi Keenam. Erlangga.
Jakarta.
Harahap, Sofyan S. 2005. Teori
Akuntansi. Edisi 8. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Ikatan Akuntan Indonesia (2002).
Pernyataan
Standar Akuntansi
Keuangan No. 19. Salemba Empat. Jakarta
Kuryanto, Benny. 2008. Pengaruh Intellectual Capital terhadap Kinerja Perusahaan. Universitas Diponegoro Semarang.
SNA XI Pontianak
Kuryanto, B dan Syafruddin, M. (2008). Pengaruh Modal Intelektual terhadap
Kinerja Keuangan Perusahaan.
Simposium
Nasional Akuntansi
XI. Pontianak, 1-30.
Pramudita, Gema. 2012. Pengaruh
Intellectual Capital Terhadap Nilai Pasar dan
Kinerja Keuangan Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) Tahun 2008-201). Skripsi (Tidak Dipublikasikan), Program Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Pujiati, Diyah. dan Erman Widanar. 2009. “Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Nilai Perusahaan: Keputusan Keuangan Sebagai Variabel
Intervening”. Jurnal
Ekonomi Bisnis & Akuntansi Ventura, Vol. 12, No. 1, hal.
71-86.
Pulic, A. 1998. “Measuring
the Performance of
Intellectual Potential in Knowledge Economy”. Paper presented at the 2nd McMaster Word Congress on Measuring and Managing Intellectual Capital by
the
Austrian Team for Intellectual
Potential.
Rahardian, Ariawan Aji. 2011. Analisis
Pengaruh
Intellectual Capital
Terhadap Kinerja Perusahaan: Suatu Analisis
Dengan Pendekatan
Partial Least Squares. Skripsi
(Tidak Dipublikasikan), Program Sarjana Universitas
Diponegoro Semarang.
Sawarjuwono, Tjiptohadi dan A. P. Kadir. 2003. “Intellectual Capital: Perlakuan,
Pengukuran dan Pelaporan (Sebuah Library Research).” Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol 5, No. 1, hal. 31-51.
Sekaran, Uma. 2006 . Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Jilid 2. Edisi 4.
Salemba Empat. Jakarta.
Sugiyono. 2010.
Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif
dan R&D. Alfabeta.
Bandung.
Suhardjanto,
D., dan M. Wardhani, 2010,
Praktik Intellectual Capital Disclosure
Perusahaan yang Terdaftar
di Bursa Efek Indonesia, Jurnal Akuntansi dan
Auditing Indonesia,
Vol.14, No.1.
Stewart, T.A. (2002). Intellectual
Capital (Modal Intelektual):
Kekayaan Baru
Organisasi. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo
Tan, H.P., D. Plowman,
P. Hancock.
2007. “Intellectual Capital and Fnancial Returns
of Companies. Journal of Intellectual
Capital.
Vol. 8 No. 1. pp. 76-95.
Ulum, I. (2008). Intellectual Capital Performance Sektor Perbankan di Indonesia.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan,
Vol. 10 No. 2, hal. 77-84.
Ulum, I. (2009). Intellectual Capital:
Konsep dan Kajian
Empiris. Yogyakarta:
Graha Ilmu
Ulum, Ihyaul, I. Ghozali dan A. Chariri, (2008).“ Intellectual Capital Dan Kinerja
Keuangan Perusahaan; Suatu Analisis Dengan Pendekatan Partial Least Squares”. Simposium
Nasional Akuntansi XI: Pontianak, 23-25 Juli 2008.
Wibowo, Eko. 2012. "Analisis
Value Added
Sebagai Indikator Intellectual Capital dan Konsekuensinya Terhadap Kinerja
Perbankan".
Skripsi Tidak Dipublikasikan.
Fakultas
Ekonomika dan Bisnis
Jurusan Akuntansi,
Universitas Diponegoro,
Semarang.
Williams, M. 2001.
“Is intellectual capital performance and disclosure practices related?”.
Journal of Intellectual
Capital,
Vol. 2 No. 3. pp 192-203.
Zulmiati, Rizqi. 2012. Pengaruh Intellectual
Capital Terhadap Kinerja Perusahaan (Studi pada Perusahaan Costumer Good Industry yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia
Tahun 2005-2010). Skripsi
(Tidak Dipublikasikan), Program Sarjana Universitas Diponegoro
Semarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar