JELIKA WISYE TOISUTA & DANIEL SUGAMA STEPHANUS
PERKULIAHAN METODOLOGI
PENELITIAN
PROGRAM STUDI AKUNTANSI - FAKULTAS EKONOMI BISNIS
UNIVERSITAS MA CHUNG - KABUPATEN MALANG
2014
ABSTRAK
Mengingat keterbatasan yang timbul
dari analisis rasio keuangan sebagai
alat pengukur kinerja keuangan perusahaan, maka diusulkan konsep pengukuran kinerja keuangan yang didasarkan pada konsep nilai
tambah (value added based). Dengan value added based
sebagai alat pengukur
kinerja perusahaan, manajemen
dituntut selalu meningkatkan nilai perusahaan. Dengan pengukuran kinerja yang berbasis
pada nilai tambah
(value added)
diharapkan didapat hasil pengukuran kinerja
perusahaan yang realistis
dan mendukung penyajian laporan
keuangan, sehingga para pemakai laporan
keuangan dapat dengan mudah mengambil keputusan baik untuk berinvestasi maupun untuk perencanaan peningkatan kinerja
perusahan. Konsep yang diusulkan adalah Economic Value Added (EVA), Refined Economic Value Added (REVA),
Financial Value Added (FVA), dan Market Value Added (MVA). Fungsi
manajemen keuangan adalah merumuskan
keputusan penting yang diambil perusahaan, antara lain pengambilan keputusan
investasi. Keputusan investasi tersebut
pada penelitian ini diproksi
oleh Investment Opportunity Set (IOS). Kombinasi yang optimal dari keputusan tersebut
akan memaksimumkan profitabilitas dan nilai perusahaan. Penggunaan alat kinerja
perusahaan tersebut dapat menjadi rujukan bagi para investor dalam pilihan penanaman
modal di sebuah perusahaan. Jika penilaian kinerja
menunjukkan hasil yang baik, maka akan berimbas pada keputusan para investor
yang akan membeli
saham dari perusahaan. Hal ini yang menyebabkan keuntungan perusahaan dapat dilihat dari harga saham yang beredar. Dalam penelitian ini digunakan
perhitungan Price Earning Ratio
(PER).
Kata-Kata Kunci: Economic Value
Added (EVA), Refined Economic Value Added (REVA), Financial Value
Added (FVA), dan Market Value Added (MVA), Investment
Opportunity Set (IOS), Price Earning Ratio
(PER).
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Perusahaan yang ada di Indonesia saat ini berkembang dengan cukup baik dan
semakin banyak perusahaan yang membuka diri dengan menjadi
perusahaan yang terbuka demi meningkatkan dan mengembangkan perusahaan itu sendiri. Konsekuensi menjadi perusahaan
yang terbuka adalah perusahaan tersebut menjadi semakin kompetitif
dalam meningkatkan layanan
terhadap konsumen maupun
meningkatkan kualitas
produksi demi memperoleh nilai perusahaan yang berakibat pada peningkatan laba perusahaan.
Perusahaan yang sudah go public memiliki kesempatan untuk memperoleh keuntungan yang berasal dari penanaman modal dari pihak investor. Hubungan
yang terjadi adalah hubungan
timbal balik dengan para investor
yang berharap pula memperoleh keuntungan dari setiap
saham yang dibeli
dari perusahaan maupun
dividen yang diterima sebagai bagi hasil keuntungan perusahaan tersebut.
Banyak faktor yang dapat memengaruhi investor
dalam pemilihan perusahaan sebagai tempat penanaman modal
tersebut. Faktor yang paling sering
memengaruhi yaitu penilaian terhadap
kinerja perusahaan tersebut
yang dilihat dari laporan keuangan perusahaan setiap tahunnya. Setiap laporan dapat digunakan sebagai pengukuran kinerja dari perusahaan tersebut. Pengukuran kinerja adalah penentuan
secara periodik efektifitas operasional organisasi dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Mulyadi, 1998: 419). Dengan adanya pengukuran ini maka perusahaan dapat mengevaluasi kondisi perusahaan saat ini dan kemudian dapat menentukan strategi
perusahaan berikutnya
sehingga akhirnya dapat memenangkan persaingan bisnis. Pengukuran kinerja merupakan suatu hal yang penting
dalam proses perencanaan, pengendalian dan proses transaksional
seperti merger, akuisisi
dan emisi saham. Dengan melalui
pengukuran kinerja keuangan tersebut, perusahaan dapat memilih
strategi dan struktur
keuangannya, menentukan
menutup unit-unit bisnis yang tidak produktif, menetapkan balas jasa (reward) internal dan menentukan harga saham secara wajar (Mirza, 1997 :
68).
Selama ini banyak perusahaan, terutama di Indonesia, menggunakan metodepengukuran tradisional seperti antara lain imbal bagi ekuitas (return of equity/ROE) atau bagi
aset (return on asset/ROA) dan tingkat
kembalian investasi (return on investment/ROI). Metode-metode tersebut
dirasakan masih banyak kelemahannya,
kelemahan utama pengukur
akuntansi tradisional adalah pengukur tersebut
mengabaikan adanya biaya modal,
sehingga sulit untuk mengetahui apakah
suatu perusahaan telah menciptakan nilai tambah atau tidak (Utama,
1997 : 12). Adapun alasannya, sesuai dengan yang dikemukan
oleh Sembel (dalam Secakusuma, 1997 : 8) return
tersebut tidak cocok untuk
tujuan memaksimumkan nilai
perusahaan, karena bersifat
jangka pendek, sering terdistorsi oleh aturan akuntansi yang bervariasi dan belum memperhitungkan biaya modal.
Manajer yang berhasil
mencapai tingkat keuntungan tinggi atau ROI yang
tinggi akan dianggap berhasil dan akan diberi
imbalan/bonus yang memuaskan. Hal ini menyebabkan para manajer hanya akan berusaha
meningkatkan keuntungan dengan cara
apapun sehingga orientasinya pada keuntungan jangka
pendek dan mengabaikan kelangsungan hidup perusahaan.
Mengingat keterbatasan yang timbul
dari analisis rasio keuangan sebagai
alat pengukur kinerja keuangan
perusahaan, maka diusulkan
konsep pengukuran kinerja keuangan yang didasarkan pada konsep nilai tambah (value added based). Dengan value
added based sebagai
alat pengukur kinerja
perusahaan, manajemen dituntut
selalu meningkatkan nilai perusahaan. Dengan pengukuran kinerja
yang berbasis pada nilai
tambah (value added) diharapkan didapat hasil
pengukuran kinerja perusahaan yang realistis dan mendukung penyajian laporan keuangan, sehingga para pemakai
laporan keuangan dapat dengan mudah mengambil keputusan baik untuk berinvestasi maupun untuk perencanaan peningkatan kinerja
perusahan. Konsep yang diusulkan adalah Economic Value Added (EVA), Refined Economic Value Added (REVA), Financial
Value Added (FVA), dan Market Value Added
(MVA).
Selain menggunakan pengukuran kinerja yang didasarkan
pada konsep nilai tambah,
perlunya penggunaan set kesempatan investasi sebagai alat dalam
mengukur kinerja perusahaan. Manajemen
keuangan memiliki tujuan utama untuk memaksimalkan
kesejahteraan pemegang saham (nilai perusahaan). Harga saham yang diperjual- belikan di bursa merupakan indikator nilai
perusahaan bagi perusahaan terbuka yang menerbitkan saham di pasar
modal (Fama, 1978).
Kemakmuran pemegang saham
akan meningkat apabila harga
saham yang dimilikinya meningkat.
Fungsi manajemen keuangan adalah merumuskan keputusan
penting yang diambil perusahaan, antara lain pengambilan keputusan investasi. Keputusan
investasi tersebut pada penelitian ini diproksi oleh Investment Opportunity Set (IOS). Kombinasi yang optimal dari keputusan
tersebut akan memaksimumkan profitabilitas dan nilai perusahaan.
Penggunaan alat kinerja
perusahaan tersebut dapat
menjadi rujukan bagi para
investor dalam pilihan
penanaman modal di sebuah perusahaan. Jika penilaian kinerja menunjukkan hasil yang baik, maka akan berimbas pada keputusan para investor yang akan membeli saham dari perusahaan. Hal ini yang menyebabkan keuntungan
perusahaan dapat dilihat dari harga saham yang beredar.
Dalam penelitian ini digunakan perhitungan Price Earning Ratio
(PER).
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini mengambil judul “Pengaruh Nilai Tambah (EVA, MVA, FVA, REVA) Dan Set Kesempatan
Investasi (IOS) Terhadap Price Earning Ratio (PER) Pada Perusahaan Yang Listing Di Bei Sub Sektor
Perkebunan Periode 2008-2013”
1.2 Rumusan
Masalah
Dari penjelasan mengenai latar belakang penelitian ini maka dapat diambil
rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apakah Nilai Tambah dan Set Kesempatan Investasi
memengaruhi Price Earning
Ratio?
2.
Seberapa besar tingkat
pengaruh/ non pengaruh
Nilai Tambah dan Set
Kesempatan Investasi memengaruhi Price Earning Ratio?
3.
Bagaimana Nilai Tambah dan
Set Kesempatan Investasi dapat
berpengaruh/tidak berpengaruh
terhadap Price Earning Ratio?
1.3 Tujuan
Penelitian
Penelitian ini, sesuai dengan
rumusan masalah bertujuan untuk:
1.
Untuk mengetahui mempengaruhi/tidak memengaruhi nilai tambah yang terdiri dari EVA, MVA, FVA, REVA dan set kesempatan investasi (IOS) terhadap
Price Earning Ratio (PER).
2.
Untuk melihat sejauh
mana pengaruh dari masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen.
3.
Untuk mengetahui bagaimana nilai tambah yang terdiri dari EVA, MVA, FVA,
REVA dan set kesempatan investasi
(IOS) berpengaruh/tidak berpengaruh terhadap Price Earning
Ratio (PER).
1.4 Manfaat
Penelitian
Penulis berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang bersangkutan. Adapun manfaat dari
disusunnya penelitian sebagai berikut:
1.
Bagi Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa dalam mengetahui pengaruh pengaruh
nilai tambah yang terdiri dari EVA, MVA, FVA,
REVA dan set kesempatan investasi
(IOS) terhadap Price Earning Ratio
(PER).
2.
Bagi Universitas
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi media pengetahuan mengenai
kinerja perusahaan go public di Indonesia
3.
Bagi Dosen dan Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi dosen untuk mengetahui pentingnya profesionalisme dan kinerja perusahaan go public Indonesia. Serta untuk masyarakat umum dapat mengetahui dunia pembelajaran tingkat universitas
2.
LANDASAN TEORI
2.1 Investasi
2.1.1 Pengertian Investasi
Pada dasarnya seorang investor
akan memilih investasi
yang menguntungkan,
karena setiap modal yang disetor untuk investasi harus mempunyai tingkat pengembalian
yang tinggi. Tingkat pegembalian investasi yang tinggi dapat menjadi pertimbangan bagi
para investor untuk berinvestasi
disekuritas.
Dalam kerangka dasar penyusunan dan
penyajian laporan keuangan pada “Standar
Akuntansi Keuangan” paragraf 3 (2004:131) yangmenyatakan bahwa:
“Investasi adalah suatu aktiva
yang digunakan perusahaan untuk pertumbuhan
kekayaan (accretion of wealth) melalui distribusi hasil investasi (seperti
bunga, royalty, dividend dan uang muka), untuk aprisiasi
nilai investasi, atau untuk
manfaat lain perusahaan yang berinvestasi seperti manfaat yang diperoleh melalui hubungan perdagangan. ”
Sedangkan, menurut Husnan (2003:3)
menjelaskan pengertian investasi sebagai berikut:
“Investasi merupakan setiap
penggunaan uang dengan maksud untuk memperoleh
penghasilan.”
Berdasarkan pengertian di atas penulis
mengambil kesimpulan, bahwa
investasi
merupakan dana yang dialokasikan baik oleh investor
maupun calon investor
terhadap
suatu perusahaan yang sedang
membutuhkan dana tambahan
atau modal, yang
selanjutnya dari pihak perusahaan akan memberikan timbal
balik terhadap investor
maupun calon investor dengan
pemberian berupa deviden atau keuntungan lainnya.
2.1.2 Tujuan Investasi
Pada dasarnya, tujuan orang melakukan investasi
adalah untuk menghasilkan
sejumlah uang. Tetapi secara
lebih luas tujuan
investasi adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan investor. Kesejahteraan dalam hal ini merupakan kesejahteraan moneter,
yang bisa diukur dengan penjumlahan
pendekatan saat ini pendapatan masa
datang.
Menurut Jogiyanto Hartono (2008:4)
mengemukakan bahwa:
“Ada beberapa alasan mengapa seseorang melakukan
investasi, antara lain :Untuk
mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa datang. Seseorang
yang bijaksana akan berpikir
bagaimana meningkatkan taraf hidupnya dari waktu atau setidaknya berusaha bagaimana mempertahankan tingkat pendapatannya yang ada
sekarang agar tidak berkurang di masa yang akan datang. ”
Berdasarkan definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa investor dan calon
investor pada dasarnya mengharapkan sebuah keuntungan dari sesuatu yang
diinvestasikanya di masa yang akan
datang.
2.1.3 Dasar Keputusan Investasi
Dasar keputusan investasi terdiri
dari tingkat return yang diharapkan, tingkat
resiko, serta hubungan antara return
dan risiko.
Menurut Jogiyanto Hartono (2003 : 6)
mengemukakan bahwa:
“Dasar keputusan investasi terdiri
dari Return dan Resiko. Return merupakan alasan utama orang
berinvestasi yaitu untuk
memperoleh keuntungan. Sudah sewajarnya jika investor mengharapkan return yang setinggi-tingginya dari investasi yang dilakukannya. Tetapi, ada hal penting yang harus selalu dipertimbangkan, yaitu berapa besar risiko yang harus ditanggung dari investasi
tersebut. Umumnya semakin
besar risiko, maka semakin besar pula tingkat return.”
Berdasarkan definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa dasar keputusan
seseorang berinvestasi yaitu mencari keuntungan atau mengharapkan tingkat
pengembalian dari return yang
setinggi-tingginya dan tingkat resiko yang
rendah.
2.1.4 Proses Keputusan Investasi
Di bawah ini terdapat beberapa
pendapat para ahli di bidang
ekonomi yang
menjelaskan tentang proses keputusan
investasi.
Menurut Sharpe, Alexander dan Bailey
(2005:10-13) mengemukakan bahwa:
“Proses investasi menggambarkan bagaimana
investor mengambil keputusan
atas sekuritas mana yang dipilih, seberapa
luasnya dan kapan investasi dilakukan. Proses investasi meliputi lima
langkah:
1.
Penentuan kebijakan investasi, meliputi penentuan tujuan
investor dan banyaknya
kekayaan yang dapat diinvestasikan.
2.
Melakukan analisis sekuritas,
yang meliputi penilaian
terhadap sekuritas secara individual (beberapa sekuritas) yang masuk kedalam
katagori luas aset keuangan yang telah diidentifikasi
sebelumnya.
3.
Membentuk portofolio, melibatkan identifikasi asaet-aset khusus
mana yang akan dijadikan
investasi, juga menentukan besarnya bagian kekayaan
investor yang akan diinvestasikan ke setiap aset tersebut.
4.
Merevisi portofolio, merupakan
pengulangan periodik dari tiga langkah sebelumnya. Yaitu dari waktu kewaktu, investor
mungkin mengubah tujuan investasinya, yang pada gilirannya berarti portofolio yang dipegangnya tidak lagi optimal. Oleh karena
itu, investor membentuk portofolio baru dengan menjual portofolio yang dimilikinya dan membeli portofolio lain yang belum dimiliki.
5.
Mengevaluasi kinerja portofolio, meliputi penentuan kinerja
portofolio secara periodik, tidak
hanya berdasarkan return
yang dihasilkan tetapi
juga risiko yang dihadapi
investor. ”
Sehubungan dengan hal diatas menurut Jogiyanto (2003:8)
mengemukakan bahwa:
“Proses keputusan investasi terdiri
dari : 1. Penentuan tujuan investasi
2.
Penentuan kebijakan investasi 3. Pemilihan
strategi portofolio 4. Pemilihan aset
5.
Pengukuran dan evaluasi kinerja portofolio.”
Berdasarkan definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa proses keputusan
investasi merupakan proses keputusan yang berkesinambungan (on going proses).
Artinya, jika tahap pengukuran dan evaluasi kinerja
telah dilewati dan ternyata hasilnya
kurang baik, maka proses keputusan investasi
harus dimulai dari pertama, demikian
seterusnya sampai dicapai keputusan
investasi yang paling optimal.
2.1.5 Pengertian Pasar Modal
Salah satu sumber dana eksternal yang utama selain
supplier yang memberikan
kredit jangka pendek ataupun jangka panjang dan kredit investasi bank. Oleh karena itu,
pasar modal dapat dijadikan wahana penting diluar perbankan yang menyediakan
fasilitas
untuk memindahkan dana dari lender ke borrower dan menyediakan dana bagi dunia
usaha melalui penjualan instrumen-instrumen keuangan jangka panjang
yang
diperdagangkan di pasar modal.
Menurut Husnan (2004:3)
mendefinisikan bahwa
pasar modal yaitu :
“Pasar modal dapat didefinisikan juga sebagai pasar untuk berbagi
instrumen keuangan (atau sekuritas) jangka panjang yang bisa diperjual
belikan, baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri, baik yang diterbitkan pemerintah, public
aothorities, maupun perusahaan swasta.“
Berdasarkan definisi di atas, disebutkan bahwa
di pasar modal diperdagangkan
berbagai komoditas modal sebagai instrument jangka panjang. Komoditas
modal tersebut
dibagi menjadi dua kelompok
yaitu modal hutang
dan modal sendiri.
Modal sendiri
adalah surat berharga yang bersifat penyertaan atau ekuitas seperti
saham, waran, dan
right. Sedangkan modal
hutang adalah surat
berharga yang bersifat
hutang atau sering
juga disebut sebagai surat berharga pendapatan tetap (fixed income) seperti obligasi dan obligasi konversi.
Lebih luas lagi, Jogiyanto
(2008:3) mendefinisikan tiga istilah yang
berkaitan dengan pasar modal yaitu
pasar, modal, dan pasar modal yaitu
sebagai berikut :
“Pasar adalah suatu situasi
dimana para pelakunya
(penjual dan pembeli)
dapat menegosiasikan pertukaran suatu
komoditas atau kelompok
komoditas. Modal adalah suatu yang digunakan
oleh perusahaan sebagai
sumber dana untuk melaksanakan kegiatan perusahaan. Sedangkan pasar modal merupakan suatu situasi dimana para pemjual dan pembeli dapat
melakukan negosiasi terhadap pertukaran suatu komoditas atau kelompok komoditas
dan komoditas yang dipertukarkan disini adalah modal”.
Sedangkan menurut Rusdin (2008:1)
definisi capital market atau pasar modal
dalam pengertian luas dan pengertian
khusus adalah sebagai berikut:
“Pasar modal merupakan kegiatan
yang berhubungan dengan
penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik
yang berkaitan dengan
efek yang diterbitkannya, serta
lembaga dan profesi
yang berkaitan dengan
efek. Pasar modal bertindak
sebagai penghubung antara investor dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen keuangan jangka panjang
seperti obligasi, saham, dan lainnya.”
Berdasarkan kedua teori di atas,
penulis berpendapat bahwa
pasar modal
layaknya pasar tradisional yang mempertemukan pihak kelebihan dana (pembeli efek)
dengan pihak yang kekurangan dana (penerbit efek) yang terhimpun
dalam wadah jual
beli instrumen pasar modal hingga
terbentuknya permintaan dan
penawaran atas efek.
Sedangkan menurut Undang-Undang Pasar
Modal No.8 tahun 2003, pengertian
pasar modal yang lebih spesifik,
yaitu :
“Kegiatan yang bersangkutan dengan
penawaran umum dan perdagangan
efek, perusahaan publik
yang berkaitan dengan
efek yang diterbitkannya, serta
lembaga dan profesi yang berkaitan
dengan efek”.
Berdasarkan UUPM tersebut, pengertian pasar modal lebih
mengacu pada
kegiatan yang terjadi dipasar modal.
Dimana, pasar modal berkaitan dengan
kegiatan:
1. Penawaran umum dan perdagangan efek. Penawaran umum atau sering
juga
disebut sebagai go publik adalah kegiatan penawaran saham atau efek lainnya
dipasar perdana untuk dijual kepada masyarakat oleh emiten berdasarkan UUPM.
Sedangkan perdagangan efek adalah kegiatan jual beli efek yang terjadi
dipasar sekunder.
2. Perusahan publik
dengan efek yang diterbitkannya. Perusahaan publik adalah
perseroan yang sahamnya telah
dimiliki sekurang-kurangnya 300 pemegang
saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp.3 Milyar. Selain
perusahaan memiliki kriteria tersebut,
maka selama itu juga perusahaan
itu wajib
memenuhi kebutuhan-kebutuhan
dibidang pasar modal yang mengatur perusahaan
publik.
3. Lembaga profesi
yang berkaitan dengan
efek. Lembaga tersebut
diantaranya
akunatan, konsultan hukum, penilai,
dan notaris. Pasar modal telah menetapkan
sangsi atas berbagai pelanggaran dipasar modal bagi pihak-pihak yang terlibat
dalam perdagangan dipasar modal termasuk lembaga-lembaga profesi yang
berkaitan dengan efek tersebut.
Dari berbagai definisi yang telah diuraikan
di atas, maka terdapat
berbagai
karakteristik dari pasar modal,
yaitu:
1.
Sebagai jembatan perdagangan antara dua pihak, yaitu pihak yang
menegluarkan dana (investor/Leender), dan pihak yang membutuhkan dana
(Emiten/borrower).
2.
Komoditas yang diperdagangkan adalah komoditas modal.
3.
Menyediakan sumber pembiayaan
(jangka panajng) bagi dunia usaha sekaligus
memungkinkan alokasi dana secara
optimal.
4.
Pasar yang menggunakan sistem terorganisir dengan
melalui jasa para
komissioner, underwriter dan
pialang.
5.
Alternative investasi yang memberikan potensi keuntungan
2.1.6 Instrumen Keuangan yang di Pasarkan di Pasar Modal
Pada dasarnya, pasar modal merupakan
pasar untuk berbagai instrument keuangan
jangka panjang yang bias diperjualbelikan, baik dalam bentuk
utang maupun modal
sendiri. Bentuk dari instrument keuangan tersebut dinamakan
dengan surat berharga.
Surat berharga atau sering juga disebut
sekuritas merupakan secarik
kertas yang
menunjukan hak pemodal (yaitu pihak yang memiliki kertas tersebut) untuk memperoleh
bagian dari prospek atau kekayaan organisai yang menerbitkan sekuritas tersebut, dan
berbagai kondisi yang memungkinkan
pemodal tersebut menjalankan haknya.
Menurut Jogiyanto (2008:98) mendefnisiskan instrumen pasar modal
adalah sebagai berikut :
“Instrumen pasar modal pada prisipnya adalah
semua surat-surat berharga
(efek) yang umum diperjualbelikan pasar modal diantaranya adalah saham biasa, saham
preferent, obligasi, obligasi konversi, right insue, dan
waran”.
Berdasarkan uraian tersebut di atas,
dapat dijelakan instrument pasar modal
sebagai berikut:
1. Saham Biasa
dianatara surat-surat berharga
yang diperdagangkan dipasar
modal,
saham biasa (Common stock) adalah yang paling
dikenal masyarakat. Diantara
emiten yang menerbitkan surat berharga, saham biasa juga merupakan sekuritas
yang paling banyak digunakan
untuk menarik dana dari masyarakat. Secara
sederhana, saham biasa adalah
bukti tanda kepemilikan atas suatu perusahaan.
Wujud saham adalah selembar
kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas
tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan kertas
tersebut. Devidend
yang diterima dalam pemilikan
saham biasa ini jumlahnya tidak tetap, dan
pemilik saham biasa mempunyai
hak memilih (vote) dalam rapat umum
pemegang saham (RUPS).
2. Saham preferen
merupakan saham yang akan menerima
dividend dalam jumlah
yang tetap. Biasanya pemiliknya tidak mempunyai hak dalam rapat umum
pemegang saham (RUPS).
3. Obligasi adalah
surat berharga atau sertifikat yang berisi kontrak
antara pemberi
pinjaman (dalam hal ini pemodal) dengan
yang diberi pinjaman
(emiten). Jadi
surat obligasi adalah selembar
kertas yang menyatakan bahwa pemilik kertas
tersebut memberikan pinjaman sebagai
kreditor kepada perusahaan yang
menerbitkan surat obligasi.
4. Obligasi Konversi
(convertible Bonds) adalah
obligasi yang dapat dikonversikan
(ditukar) menjadi saham biasa pada
waktu tertentu atau sesudahnya.
5. Right Issue adalah
Alat investasi ini merupakan
produk turunan dari saham. Right
issue merupakan pemberian hak kepada para pemegang saham untuk membeli
saham baru dari perusahaan dengan
harga tertentu dan dalam batas waktu tertentu.
Kebijakan Right issue ini merupakan
upaya emiten untuk menambah saham yang
beredar, guna menambah modal
perusahaan.
6. Waran adalah hak untuk membeli saham biasa pada waktu dan harga yang sudah
ditentukan. Biasanya waran dijual
bersamaan dengan surat berharga lain,
misalnya obligasi atau saham
2.2 Kinerja
Perusahaan
2.2.1 Pengertian Evaluasi Kinerja Perusahaan
Evaluasi kinerja adalah penentuan
pekerjaan yang telah dilakukan dan hasil yang
telah dicapai suatu kegiatan,
proses, atau bagian organisasi (Blocher,
Chen, dan Lin,
1999: 105). Evaluasi kinerja
perusahan merupakan suatu kegiatan yang penting bagi
perusahaan, karena dengan evaluasi
kinerja dapat diketahui sejauh mana perusahaan
berdasarkan kriteria atau ukuran tertentu dapat dipandang berhasil
atau kurang berhasil
dalam menjalankan usahanya. Hasil dari evaluasi
kinerja tersebut dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan dan pedoman guna meningkatkan, memperbaiki, mengubah,
bahkan menghentikan suatu kebijakan
manajemen perusahaan.
Evaluasi kinerja dalam suatu perusahaan dilakukan
oleh pihak-pihak yang memiliki
kepentingan terhadap perusahaan, baik pihak eksternal (pemegang saham, kreditur
dan
pemerintah) maupun pihak internal
(manajemen) perusahaan (Harnanto, 1998 : 4).
Masing-masing pihak yang berkepentingan tersebut memiliki tujuan
dan maksud yang
berbeda–beda mengapa mereka
melakukan evaluasi kinerja perusahaan. Namun demikian
evaluasi kinerja yang mereka lakukan mempunyai
pengertian yang sama, dimana mereka
ingin mendapatkan informasi mengenai
hasil dari kinerja
perusahaan selama periode
waktu tertentu.
Adapun tujuan dari masing-masing pihak dalam melakukan
evaluasi kinerja
perusahaan adalah :
1. Pihak eksternal
a.Pemegang
saham
Tujuan dari para pemegang
saham adalah untuk mengetahui sukses
yang telah
dicapai oleh perusahaan, guna meramalkan kemungkinan yang akan terjadi di masa
yang akan datang. Informasi
ini penting untuk
dipakai sebagai dasar membuat
keputusan apakah ia akan membeli, menjual,
ataupun tetap mempertahankan
saham-sahamnya di perusahaan
b.
Kreditur
Para kreditur ingin mengetahui apakah pinjaman yang diberikan kepada
perusahaan dipergunakan sebagai mana mestinya, sehingga
memungkinkan
perusahaan untuk dapat membayar
kembali hutang beserta bunganya
c.
Pemerintah
Pihak pemerintah ingin mengetahui aspek yang menyangkut perusahaan, seperti
jumlah pajak yang harus dibayar, jumlah tenaga kerja yang diserap
dan data yang
lain guna menyusun rencana
dan program-program pembangunan ekonomi dan
kesejahteraan sosial khususnya.
2.
Pihak internal
Tujuan dari manajemen perusahaan adalah untuk memberikan informasi kepada
pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan, terutama pemegang saham dan
juga untuk dipakai sebagai
dasar dalam pengambilan keputusan yang bersangkutan
dengan perusahaan.
2.2.2 Metode dalam Evaluasi Kinerja
Dalam melakukan evaluasi kinerja
suatu perusahaan diperlukan suatu metode
tertentu. Ada dua macam
metode dalam evaluasi
kinerja perusahaan, yaitu metode
keuangan dan metode non keuangan. Metode
evaluasi kinerja non keuangan antara
lain
meliputi (Kaplan & Atkinson,
1997 : 378) .
1.
Kemampuan perusahaan memuaskan pelanggan
2.
Kemampuan perusahaan menghasilkan produk yang digemari konsumen
3.
Tingkat ketepatan waktu perusahaan untuk menepati jadwal yang telah ditetapkan
4.
Persentase barang rusak selama proses produksi
5.
Pengembangan dan pembinaan karyawan dalam mencapai tujuan perusahaan
Sedangkan evaluasi kinerja suatu perusahaan diukur
dari rasio keuangannya.
Rasio keuangan tersebut meliputi
rasio profitabilitas, rasio aktivitas, rasio
leverage, dan
rasio likuiditas.
2.2.3 Laporan Keuangan
Menurut Harahap (2006), laporan
keuangan adalah laporan
yang
menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu
atau jangka waktu tertentu. Menurut
IAI (2007),
“Laporan keuangan adalah bagian
dari proses pelaporan keuangan. Laporan
keungan yang lengkap biasanya meliputi
neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang disajikan dalam berbagai cara misalnya laporan arus kas, atau laporan
arus dana), catatan
dan laporan lain serta materi penjelasan
yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan.”.
Dari kedua laporan keuangan
dapat disimpulkan sebagai
laporan yang sangat
berperan penting bagi perusahaan
karena laporan keuangan
dapt menunjukkan hasilusaha
suatu perusahaan menurut
karakteristik ekonominya.
2.2.4 Tujuan Laporan Keuangan
Laporan Keuangan memiliki tujuan,
Menurut IAI (2007) sebagai berikut;
a.
Menyediakan informasi yang menyangkut posisi
keuangan, kinerja, serta
perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah
besar pengguna dalam pengambilan
keputusan ekonomi.
b.
Laporan keuangan yang disusun untuk
tujuan ini adalah
memenuhi kebutuhan
bersama dari sebagian besar pengguna. Namun demikian laporan keuangan tidak
menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan oleh pengguna dalam
pengambilan keputusan ekonom, karena secara umum menggambarkan pengaruh
keuangan dari berbagai kejadian di
masa yang lalu (historis), dan tidak diwajibkan
untuk menyediakan informasi non
keuangan.
c.
Laporan keuangan juga telah menunjukkan apa yang telah dilakukan oleh
manajemen (stewardship) atau merupakan
pertanggungjawaban manajemen atas
sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Pemakai yang ingin melakukan
penilaian terhadap apa yang telah dilakukan atau pertanggungjawaban
manajemen, melakukan hal ini agar mereka
dapat membuat keputusan ekonomi.
Keputusan ini mungkin saja mencakup keputusan untuk memanamkan atau
menjual investasi mereka dalam suatu perusahaan atau keputusan untuk
mengangkat kembali atau melakukan
penggantian manajemen.
2.2.5 Jenis-jenis Laporan Keuangan
Menurut Woelfel (1997), laporan
keuangan memiliki jenis-jenis laporan
keuangan, sebagai berikut;
a.
Neraca (Balance Sheet)
Menurut Smith Dan Skousen
(2007) Neraca adalah
merupakan laporan pada
suatu saat tertentu mengenai
sumber daya perusahaan (aktiva), hutangnya
(kewajiban) dan klaim kepemilikan terhadap sumber daya (ekuitas pemilik).
Menurut Smith Dan Skousen
(2007) Neraca memiliki
keterbatasan sendiri,
sebagai berikut; (1) Sumber
daya dan kewajiban
entitas biasanya disajikan
menurut harga perolehan (historical cost)
pada saat terjadinya sehingga
menjadi tidak relevan untuk melakukan evaluasi
kekayaan perusahaan; (2)
Ketidakstabilan nilai mata uang menyebabkan neraca tidak mencerminkan
daya beli konstan. Akibatnya, neraca mencerninkan aktiva,
kewajiban, dan
ekuitas dalam satuan daya beli yang tidak sama. (3) Sulitnya
untuk melakukan
perbandingan antara perusahaan yang satu dengan
perusahaan yang lainnya
karena masing-masing perusahaan tidak mengklasifikasikan dan melaporkan
semua pos yang hampir sama secara seragam. (4) Dalam hal pengukuran, ada
beberapa sumber daya dan kewajiban entitas
tidak dilaporkan ke dalam neraca
(Off
Balance Sheet Items).
b.
Laporan Laba Rugi
Menurut Wild, Subramanyam, dan
Halsey (2007) :
“Laporan laba rugi adalah suatu laporan yang mengukur kinerja keuangan sebuah perusahaan di antara tanggal neraca. Laporan ini merepresentasikan kegiatan
operasional perusahaan. Laporan
laba rugi menyediakan informasi secara menyeluruh mengenai
pendapatan, biaya, laba dan
rugi perusahaan dalam suatu kurun waktu tertentu.”
Sedangkan menurut Short dan Libby (2007) menyatakan arti laporan laba rugi
adalah suatu laporan utama akuntan dalam mengukur kinerja
ekonomi suatu
usaha, yaitu pendapatan dikurangi
dengan biaya-biaya selama periode
akuntansi tertentu.
c.
Laporan Arus Kas
Menurut Helfert (2003) Laporan arus kas adalah laporan yang
memperlihatkan hasil-hasil operasi selama periode
serta perubahan yang
terjadi di dalam neraca.
2.3 Nilai
Tambah
2.3.1 Economic Value Added
(EVA)
Konsep ini merupakan pengukuran
kinerja perusahaan yang mengukur nilai tambah
ekonomis suatu perusahaan yang memperhitungkan biaya modal rata-rata
tertimbang
(Weighted Average Cost of Capital, WACC) atas investasi yang ditanam. Pengukuran
dilakukan dengan menghitung laba operasi setelah
pajak (NOPAT) dikurangi dengan
biaya modal dari nilai buku modal
yang diinvestasikan (economic
book value of equity).
Menurut Wijayanto [2] penilaian EVA
dapat dinyatakan sebagai berikut:
1.
Nilai Positif (+) menunjukan telah terjadi proses
nilai tambah ekonomis
bagi
perusahaan atau ada nilai
ekonomis lebih setelah
perusahaan membayarkan semua
kewajiban pada para penyandang dana baik kreditur
maupun pemegang saham (dalam
book value),
2.
Nilai Nol menunjukan tidak terjadi proses nilai tambah maupun pengurangan
ekonomis karena laba telah
habis digunakan untuk
membayar kewajiban kepada
penyandang dana baik kreditur maupun
pemegang saham (dalam book value),
3.
Nilai Negatif (-) menunjukan tidak terjadi proses nilai tambah
ekonomis bagi
perusahaan atau perusahaan tidak mampu membayarkan kewajiban para penyandang
dana baik kreditur maupun pemegang
saham (dalam book value).
2.3.2 Refined Economic Value
Added (REVA)
Bacidore [1] menyempurnakan konsep EVA sehingga
menghasilkan konsep
Refined Economic Value Added (REVA). Bacidore
menyatakan bahwa “REVA is a more
appropriate performance measure than EVA when considering the shareholders view of
the firm.” Konsep ini dalam perhitungannya memakai komponen seperti
dalam
perhitungan EVA, namun dibedakan
dalam memperlakukan modal. EVA memakai
nilai
buku ekonomis (economic book value) sedangkan
REVA menggunakan nilai pasar badan
usaha (market value of the firm), karena
dianggap lebih mencerminkan kekayaan
pemegang saham daripada nilai buku ekonomis. Dalam REVA, laba operasi setelah pajak
(NOPAT) dikurangi dengan biaya modal
dari nilai pasar modal yang diinvestasikan.
Dalam hal ini, hasil pengukuran
dibaca sebagai berikut:
1.
Nilai Positif (+) menunjukan telah terjadi proses
nilai tambah ekonomis
bagi
perusahaan atau ada nilai
ekonomis lebih setelah
perusahaan membayarkan semua
kewajiban pada para penyandang dana baik kreditur
maupun pemegang saham
di pasar modal,
2.
Nilai Nol menunjukan tidak terjadi proses nilai tambah maupun pengurangan
ekonomis karena laba telah habis digunakan
untuk membayar kewajiban
pada
penyandang dana baik kreditur maupun
pemegang saham di pasar modal,
3.
Nilai Negatif (-) menunjukan tidak terjadi proses nilai tambah
ekonomis bagi
perusahaan atau perusahaan tidak mampu membayarkan kewajiban para penyandang
dana baik kreditur maupun pemegang
saham di pasar modal,
2.3.3 Financial Value Added
(FVA)
FVA
merupakan pengukuran kinerja
perusahaan yang mengukur
nilai tambah
finansial suatu perusahaan yang mempertimbangkan kontribusi fixed assets dalam
menghasilkan keuntungan bersih perusahaan. Secara matematis Rodriquez [4] telah
memformulasikan nilai FVA tersebut
sebagai laba operasi
setelah pajak (NOPAT)
dikurangi dengan selisih Equivalent
Depreciation minus Depreciation.
Hasil Pengukuran diinterpretasikan
sebagai berikut:
1.
Nilai Positif (+) menunjukan manajemen telah berhasil memberikan nilai tambah
finansial bagi perusahaan atau ada nilai finansial lebih manakala keuntungan bersih
perusahaan dan penyusutan mampu
menutupi equivalent depreciation
2.
Nilai Nol yang menunjukan manajemen tidak berhasil memberikan nilai tambah
maupun pengurangan finansial karena
keuntungan bersih perusahaan dan penyusutan
telah habis digunakan untuk membayar
equivalent depreciation
3.
Nilai Negatif (-) menunjukan tidak terjadi proses
nilai tambah finansial bagi
perusahaan atau keuntungan bersih perusahaan dan penyusutan tidak mampu menutupi
equivalent depreciation
2.3.4 Market Value Added
(MVA)
Konsep ini merupakan pengukuran kinerja perusahaan dalam penciptaan
kekayaan bagi penyandang dana, menunjukan selisih antara nilai perusahaan dengan nilai
kapital. Karena dalam nilai perusahaan dan nilai kapital terdapat komponen
hutang yang
sama, maka MVA juga adalah selisih
antara nilai pasar ekuitas (market value equity)
dengan nilai buku ekuitas
(economic book value of equity). Rousana
[3] mendefinisikan
MVA
sebagai ukuran kumulatif
kinerja perusahaan yang memperlihatkan penilaian
pasar
modal pada suatu waktu tertentu dari nilai sekarang
EVA di masa mendatang, sedangkan
menurut Ruky [5] MVA adalah hasil kumulatif dari kinerja perusahaan yang dihasilkan
oleh berbagai investasi yang telah dilakukan
maupun yang diantisipasi akan dilakukan.
MVA
dinyatakan sebagai selisih
antara nilai pasar ekuitas (market value equity) dengan
nilai buku ekuitas (economic book
value of equity).
Interpretasi hasil pengukuran:
1.
Nilai Positif (+) menunjukkan manajemen telah berhasil memberikan nilai tambah
melalui pertumbuhan nilai kapitalisasi pasar atas saham yang diterbitkan atau perusahaan
mampu menjual saham di pasar dengan
harga premium,
2.
Nilai Nol menunjukan manajemen tidak berhasil
memberikan nilai tambah maupun
pengurangan melalui pertumbuhan nilai kapitalisasi pasar atas saham karena harga saham
di pasar (stock price)
sama dengan nilai buku (equity per share)
3.
Nilai Negatif (-) menunjukkan manajemen tidak mampu memberikan nilai tambah
melalui pertumbuhan nilai kapitalisasi pasar atas saham yang diterbitkan atau harga
saham di pasar (stock price)
di bawah nilai buku (equity per share)
2.4 Investment
Opportunity Set (IOS)
Munculnya istilah Investment Opportunity Set (IOS) dikemukakan oleh Myers
(1977) dalam Subekti dan Kusuma (2001)
yang menguraikan pengertian
perusahaan, yaitu sebagai satu kombinasi antara
aktiva riil (assets in place) dan opsi
investasi masa depan. Menurut Gaver dan Gaver (1993), opsi investasi
masa depan tidak
semata-mata hanya ditujukkan dengan
adanya proyek-proyek yang didukung oleh
kegiatan riset dan pengembangan saja, tetapi juga dengan kemampuan
perusahaan yang
lebih dalam mengeksploitasi kesempatan mengambil keuntungan dibandingkan dengan
perusahaan lain yang setara dalam suatu kelompok industrinya. Kemampuan perusahaan
yang lebih tinggi ini bersifat tidak
dapat diobservasi (unobservable).
Subekti dan Kusuma (2001)
dan Tarjo dan Jogiyanto (2003)
mengemukakan bahwa proksi pertumbuhan perusahaan dengan nilai IOS yang telah
digunakan oleh para peneliti
seperti Gaver dan Gaver (1993)
secara umum dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok
berdasarkan faktor-faktor yang digunakan dalam
mengukur nilai-nilai IOS
tersebut. Klasifikasi IOS tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Proksi berdasarkan harga,
proksi ini percaya
pada gagasan bahwa prospek yang
tumbuh dari suatu perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga pasar.
Perusahaan yang
tumbuh akan memunyai nilai pasar yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan aktiva
riilnya (assets in place).
2.
Proksi berdasarkan investasi, proksi ini percaya
pada gagasan bahwa
satu level
kegiatan investasi yang tinggi berkaitan secara posistif pada nilai IOS suatu perusahaan.
Kegiatan investasi ini diharapakan dapat memberikan peluang
investasi di masa
berikutnya yang semakin besar pada
perusahaan yang bersangkutan.
3.
Proksi berdasarkan varian,
proksi ini percaya
pada gagasan bahwa
suatu opsi akan
menjadi lebih bernilai jika menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan
besarnya opsi yang tumbuh, seperti variabilitas return yang mendasari
peningkatan aktiva.
Elluomi dan Gueyie (2001)
dalam penelitian menemukan
bahwa proksi IOS
berkorelasi positif dengan pertumbuhan, sehingga perusahaan yang memiliki nilai
IOS
tinggi juga memiliki peluang
pertumbuhan yang tinggi.
Investasi di masa depan akan
mempengaruhi nilai perusahaan, sehingga
Myers (1977) dalam Ismiyanti dan
Hanafi (2003) mengatakan bahwa nilai perusahaan merupakan gabungan dari aktiva
dengan investasi masa depannya. Kesempatan investasi atau investmentopportunity set
(IOS) yang tinggi
di masa depan membuat perusahaan dikatakan mempunyai tingkat
pertumbuhan yang tinggi.
Tingkat pertumbuhan yang tinggi
di asosiasikan dengan
penurunan dividen
(Rozeff, 1982). Perusahaan dengan
pertumbuhan penjualan yang tinggi diharapkan
memiliki kesempatan investasi yang tinggi. Untuk meningkatkan pertumbuhan penjualan,
perusahaan memerlukan dana yang besar yang dibiayai dari sumber internal.
Penurunan
pembayaran dividen menyebabkan perusahaan memiliki sumber dana internal untuk
keperluan investasi. Masing-masing perusahaan mempunyai IOS yang berbeda-beda
tergantung dari spesifik aktiva yang dimiliki.
Dalam kaitannya dengan kebijakan dividen,
Ismiyanti dan.Hanafi (2003) menyatakan bahwa pengaruh IOS terhadap
kebijakan dividen adalah negatif.
3.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis
Penelitian
Jenis penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif. Cresswell (2003) menyatakan
penelitian kuantitatif adalah metoda-metoda untuk menguji teori-teori tertentu dengan
cara meneliti hubungan antarvariabel. Variabel yang diukur
menggunakan instrument-
instrumen penelitian, sehingga data yang terdiri
dari angka dapat dianalisis berdasarkan
prosedur-prosedur statistik.
3.2 Variabel
Penelitian
Variabel yang digunakan adalah
variabel terikat (dependen) dan variabel bebas
(independen). Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan EVA, MVA, REVA, MVA
dan IOS sebagai variabel independen
dan Price Earning Ratio sebagai variabel dependen.
3.2.1 Economic Value Added (EVA)
Konsep ini merupakan pengukuran
kinerja perusahaan yang mengukur nilai tambah
ekonomis suatu perusahaan yang memperhitungkan biaya modal rata-rata
tertimbang
(Weighted Average Cost of Capital, WACC) atas investasi yang ditanam. Pengukuran
dilakukan dengan menghitung laba operasi setelah
pajak (NOPAT) dikurangi
dengan
biaya modal dari nilai buku modal
yang diinvestasikan (economic
book value of equity).
EVAt = NOPATt - ( CAPITALt x c
)…………………………………(1)
3.2.2 Refined Economic Value
Added (REVA)
Bacidore [1] menyempurnakan konsep EVA sehingga
menghasilkan konsep
Refined Economic Value Added (REVA). Bacidore
menyatakan bahwa “REVA is
a more appropriate performance measure than EVA when considering the shareholders
view of the firm.” Konsep ini dalam perhitungannya memakai komponen seperti
dalam
perhitungan EVA, namun dibedakan
dalam memperlakukan modal. EVA memakai nilai
buku ekonomis (economic book value) sedangkan
REVA menggunakan nilai pasar badan
usaha (market value of the firm), karena
dianggap lebih mencerminkan kekayaan
pemegang saham daripada nilai buku ekonomis. Dalam REVA, laba operasi setelah pajak
(NOPAT) dikurangi dengan biaya modal
dari nilai pasar modal yang diinvestasikan.
REVAt =NOPATt -(MVt-1
xKw)………………………………(2)
3.2.3 Financial Value Added
(FVA)
FVA
merupakan pengukuran kinerja
perusahaan yang mengukur
nilai tambah
finansial suatu perusahaan yang mempertimbangkan kontribusi fixed assets dalam
menghasilkan keuntungan bersih perusahaan. Secara matematis Rodriquez [4] telah
memformulasikan nilai FVA tersebut
sebagai laba operasi
setelah pajak (NOPAT)
dikurangi dengan selisih Equivalent
Depreciation minus Depreciation.
FVAt =NOPATt -(EDt -Dt )
…………………...………………(3)
3.2.4 Market Value Added
(MVA)
Konsep ini merupakan pengukuran kinerja perusahaan dalam penciptaan
kekayaan bagi penyandang dana, menunjukan selisih antara nilai perusahaan dengan nilai
kapital. Karena dalam nilai perusahaan dan nilai kapital terdapat komponen
hutang yang
sama, maka MVA juga adalah selisih
antara nilai pasar ekuitas (market value equity)
dengan nilai buku ekuitas
(economic book value of equity). Rousana
[3] mendefinisikan
MVA
sebagai ukuran kumulatif
kinerja perusahaan yang memperlihatkan penilaian
pasar
modal pada suatu waktu tertentu dari nilai sekarang
EVA di masa mendatang, sedangkan
menurut Ruky [5] MVA adalah hasil kumulatif dari kinerja perusahaan yang dihasilkan
oleh berbagai investasi yang telah dilakukan
maupun yang diantisipasi akan dilakukan.
MVA
dinyatakan sebagai selisih
antara nilai pasar ekuitas (market value equity) dengan
nilai buku ekuitas (economic book
value of equity).
MVAt =(SPt -EpSt
)xOSt…………………………………….(4)
3.2.5 Set Kesempatan Investasi (IOS)
Penelitian Wirjolukito et al. (2003)
mengukur pemanfaatan kesempatan investasi
dapat diukur dengan peningkatan aktiva tetap bersih.
Hal ini sesuai dengan format
laporan arus kas (statement of cash flow) yang mengukur investasi dari aktiva tetap
berwujud dan investasi jangka panjang (Suharli
2005). Hasil penelitian Wirjolukito et al.
(2003) menemukan hubungan parameter
estimasi dan arah variabel peluang
investasi
kepada kebijakan dividen bernilai
positif.
Set
Kesempatan Investasi memiliki
tujuh proksi yang dapat digunakan
sebagai
perhitungan kinerja perusahaan.
Penulis akan menggunakan tujuh proksi yakni:
1. Market-To-Book Assets (MTBA)
!"#$ – !"#$% !"#$%&’ !"#"$ !"#$# ! !"#"$ !"#"$%# ! !"#$" !"#$%$&’# !"#"$) ..(5)
!"#"$ !"#"$%# ! !"#$" !"#$%$&’# !"#"$……………………...………………….(6)
!"#$%"& !"# !"#"$%& !"# !"#$ !"#$#…………..………………………….……….(7)
4.
Plant Property And Equipment Ratio (PPE/V)
29
5. Depreciation Ratio (DEP/V)
!"#$% !"#$%&’ !"#"$ !"#$#…………..……………………….…………………....(8) !"#$% !"#$# !"#$"%&’%& !"# !"#$%&’(’&…..………………….…………..………...(9)
6.
Investment On Sales (IOS)
!"#$%&’&# !"# …..………………………………………….……….…………...(10)
7.
Rasio Investasi/ Net Income (IOE)
!"#$" !"#" !"#$% !"#$%& …………………………………………………..……..(11) dimana CP terdiri dari (nilai pasar saham biasa + nilai buku utang jangka panjang
+
nilai buku persediaan + nilai buku utang lancar)
dan Q terdiri dari nilai buku
aktiva lancar.
3.2.6 Price Earning Ratio (PER)
Rasio PE adalah jauh lebih sensitif
terhadap perubahan tingkat pertumbuhan yang
diharapkan ketika tarif bunga rendah. Ada kemungkinan hubungan
yang antara temuan
dan
reaksi pasar ketika perusahaan mengumumkan pendapatan. Ketika perusahaan
melaporkan laba yang signifikan lebih tinggi dari yang diharapkan
(kejutan positif) atau
lebih rendah dari yang diharapkan (kejutan
negatif), persepsi investor
dapat berubah
secara bersamaan dari tingkat
pertumbuhan yang diharapkan untuk perusahaan. Hal ini
yang akan mengarah ke efek harga. Kita akan mengharapkan reaksi harga yang jauh lebih
besar untuk sebuah kejutan pendapatan baik positif atau negatif pada lingkungan tingkat
bunga rendah dibandingkan tingkat
bunga tinggi. PER menentukan Payout Ratio,
Expected Growth, dan risiko ekuitas. (Damodaran, 2006)
Price/Earning (P/E)
= Harga per Lembar Saham………………………..(12)
Earningper Share
3.3 Penentuan
Sampel dan Populasi
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi merupakan sekumpulan data yang mengidentifikasi sebuah fenomena.
Populasi merupakan keseluruhan unsur-unsur yang memiliki satu atau beberapa
karakteristik yang sama. Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah
perusahaan yang terdaftar pada Bursa
Efek Indonesia Sub Sektor Perkebunan.
3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel dapat diidentifikasikan sebagai
sekumpulan data yang diambil atau
diseleksi dari suatu populasi.
Metode dalam pengumpulan sample
pada penelitian ini adalah dengan
metode
purposive sampling. Metode ini menciptakan kriteria-kriteria tertentu yang digunakan
sebagai metode pengumpulan sample.
Kriteria tersebut adalah:
1 Perusahaan
harus telah melakukan IPO dibawah tahun 2007
2 Perusahaan harus menerbitkan laporan
keuangan yang mencantumkan akun-
akun yang membantu menghitung rasio
untuk variabel.
3 Memiliki
laporan keuangan dari tahun 2008 hingga 2012
4 Tahun
buku pelaporan keuangan adalah 31 Desember.
Berdasarkan kualifikasi di atas maka perusahaan yang dapat dijadikan sampel
dalam penelitian ini berjumlah
6 (dari 15 perusahaan dikurangi
perusahaan yang
melakukan IPO di diatas 2007),
seperti yang ditampilkan dalam Tabel
3.1
Tabel 3.1 Sampel Penelitian
No |
Nama Perusahaan |
Kode |
1 |
PT Astra Agro Lestari Tbk. |
AALI |
2 |
PT. Sampoerna Agro Tbk. |
SGRO |
3 |
PT Perusahaan Perkebunan London
Sumatra Indonesia Tbk. |
LSIP |
4 |
PT Bakrie Sumatera Plantations
Tbk. |
UNSP |
5 |
PT Tunas Baru Lampung Tbk. |
TBLA |
6 |
PT Sinar Mas Agro Resources and
Technology Tbk. |
SMAR |
3.4 Jenis
dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berjenis data. Data sekunder
dapat
diartikan sebagai data peneliti
yang diperoleh secara tidak langsung
oleh Peneliti. Data
sekunder biasanya didapatkan dari publikasi-publikasi dan data dokumenter yang
dipublikasikan maupun tidak
dipublikasikan.
Data yang dibutuhkan oleh Penulis untuk penelitian ini adalah rasio-rasio keuangan
yang bersumber dari perhitungan atas laporan keuangan
tahun 2007- 2012 yang ada di
Pojok Bursa IDX.
3.5 Metoda
Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan
adalah menggunakan metoda studi pustaka.
Dalam metoda studi pustaka
Penulis berusaha memahami
literatur- literatur yang
berkaitan dengan pembahasan dengan
cara melakukan klasifikasi dan pengkategorian
bahan-bahan tertulis yang
berhubungan dengan permasalahan penelitian.
Data dikumpulkan juga melalui jurnal, penelitian terdahulu, literature pustaka yang
berkaitan dan materi-materi yang
bisa didapatkan melalui internet.
3.6 Metoda
Pengolahan Data
3.6.1 Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif menjelaskan bagaimana data dikumpulkan dan diringkas pada
hal-hal yang penting di data tersebut. Kegiatan yang berhubungan dengan statistic
deskriptif seperti menghitung mean, median, modus, mencari
mediasi standar, melihat
kemiringan distribusi data dan
sebagainya (Singgih:2012)
3.6.2 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik
3.6.2.1 Uji Normalitas
Model regresi digunakan untuk
melakukan prediksi terhadap
nilai variabel
independen. Karena sebuah prediksi, tentu saja dapat terjadi kesalahan
(error). Besar
kesalahan adalah selisih antara nilai riil dengan nilai yang diprediksi. Walaupun prediksi
pasti tidak sempurna, namum error yang dihasilkan, yang jumlahnya adalah sebesar
jumlah data, seharusnya mempunyai
distribusi normal atau dapat dianggap
normal. Hal
ini lah yang akan diuji menggunakan
uji normalitas data (Singgih:2012)
Dalam penelitian ini, Penulis
menggunakan SPSS versi 21 untuk
menguji
normalitas. Tepatnya menggunakan 1-Sample
Kolomogrof Smirnof Test. Untuk melihat
normal tidaknya sebuah model regresi , dapat dilihat
dari angka Asymp- Sig pada tabel
Kolmogrof Smirnof. Jika lebih dari 0,05 atau 5% maka model regresi terdistribusi normal
(Singgih: 2012)
3.6.2.2 Uji Multikolinearitas
Uji
Multikolinieritas bertujuan untuk
menguji apakah dalam
model regresi
ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (variabel independen). Model regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi
diantara variabel independen
(Ghozali,
2009). Model regresi yang baik adalah
model dengan semua variabel independennya
tidak berhubungan erat satu sama lain. Tujuan uji multikolinearitas adalah
menguji
apakah pada sebuah model regresi ditemukan
adanya korelasi antar-variabel independen.
Jika terjadi korelasi maka dinamakan
terdapat problem Multikolinearitas
(Singgih:2012)
Sebuah mdoel regresi dikatakan tidak terjangkit Multikolinearitas jika model
regresi tersebut memunyai nilai VIF di sekitar angka 1 dan mempunyai angka tolerance
mendekati 1.
3.6.2.3 Uji Heteroskedastisitas
Tujuan uji asumsi ini adalah ingin mengethaui apakah dalam sebuah model regresi
terjadi ketidaksamaann varians pada residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang
lain. Jika varians residual
dari satu pengamat
ke pengamat yang lain tetap maka disebut
Homoskedastisitas. Jika varians tersebut
berbeda maka disebut
Heteroskedastisitas.
Sebuah model regresi dikatakan
baik jika tidak terjadi Heteroskedastisitas (Singgih:2012).
Dasar paling mudah untuk melihat adanya
Heteroskedastisitas adalah melalui
scatter plot. Jika scatter plot hasil uji tidak berbentuk
pola dan menyebar
maka tidak
terjadi Heteroskedastisitas. Jika scatter plot hasil uji membentuk pola tertentu maka
model regresi terjangkit Heteroskedastisitas. Dasar lain untuk melihatnya adalah dengan
Glejser Test. Uji ini cukup melihat nilai signifikansi pada tabel hasil uji. Jika diatas 0,05
atau 5% maka tidak terjangkit
Heteroskedastisitas.
3.6.2.4 Uji Autokorelasi
Tujuan uji ini adalah
ingin mengetahui apakah
dalam sebuah model regresi linier
ada
korelasi antara kesalahan
pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode
t-1. Jika terjadi korelasi maka dinamakan
ada problem Autokorelasi. Autokorelasi banyak
ditemukan pada data yang bersifat time series. Model regresi
yang baik adalah
model
regresi yang tidak terjangkit
Autokorelasi.
Untuk melihat apakah model regresi tejangkit
autokorelasi atau tidak dengan cara
melihat nilai Durbin-Watson. Secara
umum standar Durbin
Watson adalah sebagai berikut:
a.
Bila angka DW terletak antara
batas atas (DU) dan (4-DU),
maka koefisien
autokrelasi sama dengan nol atau
tidak terjangkit Autokorelasi.
b.
Bila angka DW lebih rendah
daripada batas bawah (DL), koefisien
korelasi
autokrelasi lebih besar daripada
nol, artinya terjangkit autokrelasi
positif.
c.
Bila nilai DW lebih besar dari (4-DL) maka koefisien
autokrelasi lebih kecil
daripada nil, berarti ada
autokrelasi negative.
3.7 Pengujian
Hipotesis
Pada penelitian ini, Penulis
menggunakan uji regresi
berganda untuk menguji
hipotesis. Uji ini pada dasarnya bertujuan
untuk mengetahui apakah dalam sebuah model
regresi ada hubungan linier antara sebuah variabel independen
dengan variabel dependen.
Seharusnya ada hubungan yang bersifar linier
antara kedua variabel
tersebut. Model
persamaa nalaisis regresi dalam
penelitian ini adalah sebagai
beikut:
Y=a+bX1+cX2+dX3+eX4+fX5+c
Keterangan:
Y= Variabel Price Earning Ratio (EPS)
X1=Variabel EVA
X2=Variabel MVA
X3=Variabel REVA
X4=Variabel FVA
X5=Variabel IOS
e = error
DAFTAR PUSTAKA
Fama, E. F. 1978. The Effect of a
Firm’s Investment and Financing Decision on
the Welfare of its Security Holders.
American Economic Review 68: 272-28.
Mulyadi, 1998, Akuntansi Manajemen : Konsep, Manfaat dan Rekayasa, Edisi 2, STIE
YKPN, Yogyakarta
Mirza Teuku., 1997, ‘EVA sebagai Alat Penilai’, dalam Usahawan, No. 04 Tahun XXVI.
Utama, Siddharta, 1997, ‘EVA : Pengukur Penciptaan Nilai Perusahaan’, dalam Usahawan,
No.04, Tahun XXVI.
Imam Subekti dan I.W. Kusuma, (2001), “Asosiasi antara Set Kesempatan Investasi dengan
Kebijakan Pendanaan dan Dividen Perusahaan serta implikasinya pada
Perubahan Harga Saham, Makalah Seminar, Simposium Nasional Akuntansi
IV, Ikatan Akuntansi Indonesia, p. 820-845
Gaver, JJ dan Keneth M Gaver, (1993), “Additional Evidence on The Association Between The
Investment Opportunity Set and Corporate Financing, Dividend and
Compensation Policies, Journal of Accounting and economics, Vol. 1, p.233
Tarjo dan Jogiyanto Hartono, (2003), ”Analisa Free Cash Flow dan Kepemilikan Manajerial
Terhadap Kebijakan Hutang Pada Perusahaan Publik di Indonesia, Makalah
Seminar, Simposium Nasional Akuntansi VI, Ikatan Akuntansi Indonesia,
p.278-29
Elloumi, Fathi dan Jena-Pierre Gueyle (2001), “CEO Compensation, IOS, and The Role of
Corporate Governance,” Corporate Governance, Vol. 1, No.2, p.23-33
Ismiyanti, Fitri dan Mamduh Hanafi, “Strukur Kepemilikan, Risiko, dan Kebijakan Keuangan:
Analisis Persamaan Simultan”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol.19,
No.2, 2004
Rozeff, M., “Beta and Agency Cost as Determinants of Payout Ratio”, Journal of Financial
Research, Fall 1982, 249-259.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar