Ivon Tan1*, Daniel Sugama Stephanus2*
1Universitas
Ma Chung Malang
121610012@student.machung.ac.id
2Universitas
Ma Chung Malang
daniel.stephanus@machung.ac.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pajak, bonus plan, tunnelling incentive, ukuran
perusahaan, dan good corporate governance
terhadap indikasi transfer pricing. Objek
penelitian yang digunakan adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) pada periode 2015—2017. Teknik analisis yang digunakan
adalah regresi linear berganda dengan alat uji SPSS. Pada penelitian ini hasil
uji Goodness
of Fit menyatakan model regresi dalam penelitian ini
tidak layak. Hasil uji hipotesis dari penelitian ini menunjukkan bahwa
pajak, bonus plan, tunnelling incentive dan good corporate governance tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap indikasi transfer
pricing. Sedangkan ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap
indikasi transfer pricing.
Berdasarkan hasil penelitian ini, meskipun pajak tidak berpengaruh terhadap transfer
pricing akan tetapi masalah pajak dengan praktik transfer pricing tetap perlu diperhatikan oleh perusahaan. Sebab
pajak yang besar dapat menjadi kendala dan memicu terjadinya transfer pricing.
Kata-kata kunci: Pajak, bonus plan, tunnelling incentive, ukuran perusahaan, good corporate governance, dan transfer pricing.
Abstract
This
study aims to examine the effect of taxes, bonus plans, tunneling incentives,
company size, and good corporate governance on indications of transfer pricing.
The object of research used was manufacturing companies listed on the Indonesia
Stock Exchange (IDX) in the 2015-2017 period. The analysis technique used is
multiple linear regression with SPSS test equipment. In this study the results
of the Goodness of Fit test stated the regression model in this study was not
feasible. Hypothesis test results from this study indicate that tax, bonus
plan, tunneling incentive and good corporate governance do not significantly
influence the indication of transfer pricing. While the size of the company
significantly influences the indication of transfer pricing. Based on the
results of this study, although taxes do not affect transfer pricing, the
problem of taxation with the practice of transfer pricing still needs to be
considered by the company. Because large taxes can become obstacles and trigger
transfer pricing.
Keywords: Tax,
bonus plan, tunneling incentive, company size, good corporate governance, and
transfer pricing
PENDAHULUAN
Perusahaan
merupakan tempat suatu kegiatan produksi berlangsung dan tempat berkumpulnya
semua faktor produksi. Sebuah perusahaan yang berjalan dan berkembang akan
menghasilkan suatu profit. Semakin besar perusahaan maka diharapkan profitnya
semakin tinggi. Salah satu cara perusahaan meningkatkan profit adalah dengan
mengembangkan usahanya lebih luas. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan
nasional saat ini berubah menjadi perusahaan-perusahaan multinasional yang
kegiatan usahanya tidak hanya terletak dalam satu negara, melainkan di beberapa
negara. Hal ini dilakukan untuk mengembangkan aktivitas bisnis mereka yang
dinilai memiliki potensi keuntungan yang lebih menjanjikan. Namun, perbedaan
regulasi serta perekonomian antar negara dan keadaan pasar internasional yang
berubah-ubah menuntut perusahaan untuk beradaptasi. Salah satu hal penting juga
yang perlu diperhatikan oleh perusahaan multinasional adalah perbedaan tarif
pajak dari setiap negara. Hal tersebut juga memicu perusahaan multinasional
untuk memperkecil ataupun menghindari pajak. Oleh karena hal itu, mendorong
perusahaan multinasional untuk melakukan transfer
pricing.
Transfer pricing merupakan kebijakan perusahaan dalam menentukan harga
transfer atas transaksi barang, jasa, harta tidak berwujud maupun transaksi
finansial yang menjadi aktivitas perusahaan. Transfer Pricing dapat juga
diartikan sebagai besaran harga yang dibebankan satuan usaha individual pada
perseroan multi satuan usaha atas transaksi yang terjadi di antara mereka
Indikasi
transfer pricing juga dapat
dipengaruhi oleh tunneling incentive.
Tunneling incentive merupakan suatu
perilaku dari pemegang saham mayoritas yang mentransfer aset dan laba
perusahaan demi keuntungan mereka sendiri, namun pemegang saham minoritas ikut
menanggung biaya mereka yang dibebankan (Hartati, 2015). Transfer aset dan profit dapat dilakukan dengan berbagai
cara salah satunya adalah dengan transfer
pricing. Timbulnya tunneling
incentive ini karena adanya masalah keagenan antara pemegang saham
mayoritas dengan pemegang saham minoritas. Hal ini tercipta karena adanya
kepentingan dan tujuan yang berbeda oleh masing-masing pihak. Faktor lain yang
memungkinkan perusahaan melakukan transfer
pricing adalah ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan adalah skala yang
digunakan untuk mengklasifikasikan besar atau kecilnya perusahaan.
Pengklasifikasian besar atau kecilnya perusahaan dapat diukur dengan jumlah total
aset, log size, nilai pasar saham,
dan lain-lain. Perusahaan dikatakan sebagai perusahaan besar apabila jumlah
aset yang dimilikinya juga besar. Demikian pula sebaliknya, perusahaan
dikatakan kecil, apabila total aset yang dimilikinya sedikit
Faktor
lain yang mampu memungkinkan perusahaan dalam mengambil keputusan melakukan transfer pricing adalah good corporate governance. IICG (The Indonesian Institute for Corporate
Governance) mendifinisikan konsep good
corporate governance sebagai serangkaian mekanisme untuk mengarahkan dan
mengendalikan suatu perusahaan agar operasional perusahaan berjalan sesuai
dengan harapan para pemangku kepentingan (stakeholders).
Sistem corporate governance yang baik
akan memberikan perlindungan efektif kepada para pemegang saham dan kreditor
untuk memperoleh kembali atas investasi dengan wajar, tepat, dan seefisien
mungkin, serta memastikan bahwa manajemen bertindak sebaik yang dapat
dilakukannya untuk kepentingan perusahaan (Bukhori, 2012). Perusahaan yang memiliki tata kelola yang baik
akanmempertimbangkan segala kegiatannya terutama untuk kegiatan yang menyimpang
dari aturan. Hal ini dapat dapat memungkinkan good corporate governance dapat menjadi alasan perusahaan melakukan
transfer pricing.
Saraswati
& Sujana (2017) telah menguji tentang pengaruh pajak, bonus plan, dan tunneling
incentive terhadap indikasi melakukan transfer
pricing, yang hasil penelitiannya menyatakan bahwa pajak dan tunneling incentive berpengaruh positif
dan signifikan terhadap transfer pricing.
Penelitian ini menunjukan bahwa suatu perusahaan karena ingin menghindari
pajak, melakukan transaksi mentransfer kekayaannya pada anak perusahaan yang
berada di negara berbeda sehingga membuat laba turun dan akhirnya dapat
menyusutkan pengeluaran pajak.
Hasil
penelitian Saraswati & Sujana (2017) menunjukkan tunneling incentive menunjukkan
pengaruh positif dan signifikan padakeputusan perusahaan dalam melakukan transfer pricing, yang dalam hal ini
suatu perusahaan terdapat pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas
yang memiliki kepentingan berbeda. Pemegang saham mayoritas ingin mendapatkan
laba setinggi mungkin dengan mengorbankan kepentingan saham minoritas. Seperti
pemegang saham mayoritas melakukan transfer aset dan laba tetapi pemegang saham
mayoritas ikut menanggung pembebanaan biayanya padahal transfer tersebut hanya
menguntungkan bagi pemegang saham mayoritas.
Hal ini dapat dilakukan dengan tunneling
incentive dengan melakukan transaksi transfer
pricing untuk meningkatkan keuntungan pribadi pemegang saham minoritas.
Hasil
penelitian Saraswati & Sujana (2017) menunjukkan bonus plan tidak berpengaruh
signifikan terhadap keputusan perusahaan dalam melakukan transfer pricing. Penelitian ini menunjukkan bahwa bonus yang
diterima manajer dari besarnya laba perusahaan tidak memiliki hubungan sama sekali dengan
indikasi perusahaan melakukan transfer
pricing. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sebesar apapun bonus yang diterima
oleh manajer tidak dapat memengaruhi terjadinya indikasi transfer pricing.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Noviastika, Mayoman,
& Karjo (2016) tentang pengaruh pajak, tunneling
incentive, dan good corporate
governance terhadap indikasi melakukan transfer
pricing yang hasil penelitiannya sama seperti penelitian sebelumnya yaitu
pajak dan tunneling incentive berpengaruh
positif dan signifikan terhadap indikasi melakukan transfer pricing. Perbedaan antara penelitian ini dan sebelumnya
adalah dalam penelitian ini terdapat good
corporate governance. Dari penelitian Noviastika, Mayoman, & Karjo
(2016), membuktikan bahwa good corporate
governance berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap indikasi
perusahaan melakukan transfer pricing. Sedangkan hasil
penelitian dari Rosa,
Andini, & Raharjo (2017), membuktikan bahwa good corporate
governance berpengaruh
secara signifikan terhadap indikasi transfer
pricing.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hal apa saja yang
memengaruhi perusahaan dalam melakukan transfer
pricing. Hal ini sangat penting agar dapat mengetahui motif sebenarnya
perusahaan melakukan transfer pricing. Penelitian
yang akan dilakukan oleh penulis merupakan gabungan antara penelitian Saraswati
& Sujana (2017) dan Noviastika, Mayoman, & Karjo (2016).
Pada penelitian ini
akan menggabungkan dua penelitian di atas agar dapat menambah varian variabel
dan juga terdapat satu variabel lagi yaitu variabel ukuran perusahaan.
Perbedaan penelitian peneliti dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah
terletak pada jumlah variabel yang digunakan serta menggunakan periode tahun
penelitian yang lebih terbaru. Objek peneliti yaitu perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Peneliti
menggabungkan dua penelitian tersebut karena mengingat adanya potensi-potensi
dari variabel yang ada dalam penelitian tersebut untuk memicu terjadinya transfer pricing.
LANDASAN TEORI
Teori Agensi
Jensen &
Meckling (1976), pertama kali menjelaskan hubungan antara manajemen perusahaan
(agen) dengan pemegang saham (prinsipal) dalam teori keagenan. Hubungan
keagenan muncul ketika terdapat kontrak antara satu pihak dengan pihak lainnya
untuk melakukan jasa demi kepentingan prinsipal
Penyerahan
kewenangan dari prinsipal kepada agen menimbulkan masalah informasi asimetris
antara prinsipal sebagai pemegang saham dan agen sebagai pengelola
perusahaan.Sifat struktur kepemilikan dari suatu perusahaan dapat memengaruhi
jenis masalah keagenan yang besar kemungkinannya adalah konflik antara pemegang
saham dan manager.Konflik yang timbul karena adanya ketidaksesuaian informasi,
menyebabkan manajer memiliki informasi lebih banyak dibandingkan pemegang
saham. Sementara ketika struktur kepemilikan terkosentrasi, dalam artian satu
pihak memiliki pengendalian atas perusahaan, maka masalah keagenan yang muncul
akan berbeda, yaitu masalah manager dengan pemegang saham berubah menjadi
pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas
Transfer Pricing
Transfer
pricing adalah suatu kebijakan perusahaan dalam
menentukan harga dari transaksi antar anggota divisi dalam sebuah perusahaan
multinasional yang memberi kemudahan bagi perusahaan untuk menyesuaikan harga
internal untuk barang, jasa dan harta tak berwujud yang diperjualbelikan agar
tidak tercipta harga yang berubah-ubah
Peraturan tentang transfer
pricing diatur dalam Pasal 18 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan. Aturan lebih rinci tentang transfer pricing termuat dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor 43
Tahun 2010 yang diubah dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor 32 Tahun 2011 tentang
Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi Antara Wajib
Pajak dengan Pihak yang Memiliki Hubungan Istimewa. MenurutIkatan Akuntan
Indonesia (IAI) dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 7 Tahun
2010, hubungan istimewa adalah pihak yang memiliki peranan dan dapat
memengaruhi pihak lain dalam menentukan suatu keputusan tanpa menghiraukan
suatu harga. Peraturan Dirjen Pajak Nomor 32 Tahun 2011 tentang Penerapan
Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi Antara Wajib Pajak dengan
Pihak yang Memiliki Hubungan Istimewa.
Pajak
Pajak merupakan
retribusi atau kewajiban finansial yang dikenakan kepada wajib pajak, baik
orang pribadi maupun badan.Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang
dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum
Salah satu
alasan perusahaan melakukan transfer
pricing adalah tarif pajak. Biasanya perusahaan menghindari pembayaran
pajak yang sangat tinggi. Perusahaan melaporkan laba lebih rendah pada laporan
keuangannya salah satu cara yang dipraktekkan oleh perusahaan untuk menurunkan
laba adalah transfer pricing.
Perusahaan seharusnya mengunakan prinsip harga wajar untuk mengurangi kewajiban
pajak, tetapi perusahaan lebih banyak menggunakan transfer pricing oleh karena itu konflik agensi antara principle dan agent dapat terjadi. Dari pembahasan di atas, maka hipotesis yang
diajukan adalah sebagai berikut:
H1: Pajak Berpengaruh Positif
Terhadap Transfer Pricing
Bonus Plan
Bonus plan adalah suatu imbalan
atau penghargaan yang diberikan kepada pegawai atas keberhasilan yang telah
dicapai dan sesuai target yang diinginkan perusahaan.bonus plan yang paling sering digunakan perusahaan dalam memberikan
penghargaan kepada direksi atau manajer adalah laba
Semakin tinggi
laba perusahaan secara keseluruhan yang dicapai, maka semakin tinggi apresiasi
yang diberikan oleh pemilik kepada direksi. Oleh sebab itu, praktek transfer
pricing dipilih oleh direksi untuk memaksimalkan laba perusahaan. Hal ini
juga didukung oleh Hartati & Azlina (2014) yang dalam penelitiannya juga
membuktikan bahwa pemilik perusahaan akan mempertimbangkan pencapaian laba
perusahaan yang dicapai secara keseluruhan untuk melakukan penilaian atas
prestasi kerja direksinya sehingga para direksi akan berusaha semaksimal
mungkin menaikkan laba perusahaan secara keseluruhan dengan cara melakukan
praktik transfer pricing. Berdasarkan
penjelasan diatas, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:
H2: Bonus Plan Berpengaruh Positif Terhadap Transfer Pricing
Tunneling Incentive
Tunneling incentive
muncul dalam dua bentuk, yaitu: yang pertama, pemegang saham pengendali dapat
memindahkan sumber daya dari perusahaan ke dirinya sendiri melalui transaksi
antara perusahaan dengan pemilik. Transaksi tersebut dapat dilakukan dengan
penjualan aset, kontrak harga transfer kompensasi eksekutif yang berlebihan,
pemberian pinjaman, dan lainnya.Bentuk kedua adalah pemegang saham pengendali
dapat meningkatkan bagiannya atas perusahaan tanpa memindahkan aset melalui
penerbitan saham dilutif atau transaksi keuangan lainnya yang mengakibatkan
kerugian bagi pemegang saham non-pengendali
Semakin tinggi
hak kendali yang dimiliki pemegang saham pengendali, termasuk pemegang saham
pengendali asing, memungkinkan pemegang saham pengendali untuk memerintahkan
manajemen melakukan transaksi pihak berelasi yang bersifat merugikan pemegang
saham non pengendali dan bertujuan untuk menguntungkan dirinya. Ekspropriasi
yang dilakukan oleh pemegang saham pengendali asing akan menurunkan nilai
perusahaan sehingga merugikan pemegang saham non pengendali. Dapat disimpulkan bahwa para pemilik saham mayoritas akan
melakukan cara-cara yang dapat menghasilkan laba yang tinggi dan mengorbankan
hak-hak pemegang saham minoritas. Salah satu caranya adalah dengan transfer
pricing. Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis yang
diajukan adalah sebagai berikut:
H3: Tunneling Incentive Berpengaruh Positif Terhadap Transfer Pricing
Ukuran
Perusahaan
Dalam skala
usaha terdapat berbagai ukuran perusahaan yang berbeda, dari perusahaan kecil
sampai dengan perusahaan besar perbedaan tersebut tergantung pada investasi yang
ditanamkan. Apapun ukuran perusahaannya tujuan yang ingin dicapai tetap sama
yaitu suatu perusahaan didirikan adalah untuk menghasilkan laba bagi
pemiliknya. Menurut Riyanto (2013), ukuran perusahaan adalah besar kecilnya
perusahaan dilihat dari besarnya nilai equity,
nilai penjualan atau nilai aset.
Menurut Marisa
(2017) dalam penelitiannya ukuran perusahaan
berpengaruh signifikan pada transfer pricing, hal ini dikarenakan
perusahaan yang besar pemiliknya juga cenderung menginginkan profit yang besar
dengan jumlah pajak yang kecil, pemilik perusahaan besar juga pasti memiliki
kemampuan untuk membangun cabang perusahaan baik di dalam negeri maupun di luar
negeri yang tarif pajaknya rendah atau biasa disebut tax heaven country dengan
tujuan untuk membagi labanya agar jumlah pajak yang dibayarkan kecil, atau
bahkan untuk menghindari pembayaran pajak di negaranya. Berdasarkan
penjelasan di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:
H4: Ukuran Perusahaan Berpengaruh
Positif Terhadap Transfer Pricing
Good
Corporate Governance
Good
corporate governance adalah suatu
pengelolaan yang memperhatikan hubungan antara hak-hak dan kewajiban dengan
pemegang saham, pengelola, kreditur, karyawan serta pihak eksternal dan
internal perusahaan, atau suatu pengelolaan yang mengarahkan dan mengendalikan
perusahaan (Putri, 2017). Penerapan corporate governance yang
mempengaruhi adanya pengungkapan transfer pricing adalah kualitas audit,
yang merupakan bagus atau tidaknya suatu pemeriksaan yang dilakukan oleh
auditor (Noviastika,
Mayoman, & Karjo, 2016). Berdasarkan Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP) audit yang dilakukan auditor itu berkualitas,
jika sesuai dengan ketentuan atau standar pengauditan, yang mencakup mutu
profesional, auditor independen, pertimbangan (judgement) yang digunakan
dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan audit. Berdasarkan penjelasan di atas, maka
hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:
H5: Good Corporate Governance Berpengaruh Positif Terhadap Transfer Pricing
Berdasarkan hipotesis diatas, maka model penelitian
disajikan pada Gambar 1
Gambar 1. Rerangka Teoretis
METODE PENELITIAN
Penelitian ini
termasuk dalam penelitian kuantitatif. Menurut Arikunto (2016), menyatakan bahwa penelitian
kuantitatif merupakan penelitian yang dalam prosesnya menggunakan angka-angka
mulai dari pengumpulan data, penafsiran
data, serta penampilan hasilnya. Menurut Sekaran & Bougie (2017),
penelitian kuantitatif adalah metode ilmiah yang datanya berbentuk angka
atau bilangan yang dapat diolah dan di analisis dengan menggunakan perhitungan
matematika atau statistika. Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan
adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI) pada periode 2015--2017. Jumlah perusahaan manufaktur yang ada di BEI
yaitu sebanyak 154 perusahaan.
Dalam
penelitian ini digunakan beberapa variabel untuk membantu dalam memecahkan
masalah penelitian. Variabel tersebut terdiri dari variabel independen dan
variabel dependen. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.
Variabel dependen
dalam penelitian ini adalah transfer
pricing. Transfer Pricing dalam
penelitian ini diukur menggunakan proksi yang sama seperti pada penelitian Marisa (2017), Sari
& Puryandani (2017), dan Refgia (2017) yaitu dengan menggunakan
proksi rasio nilai transaksi pihak berelasi (Related Party Transaction). Transaksi kepada pihak berelasi adalah
salah satu cara perusahaan dalam melakukan transfer
pricing.
2.
Variabel independen
dalam penelitian ini ada lima, yaitu:
a.
Pajak. Variabel pajak
diukur dengan effective tax rate (ETR),
ETR adalah sebuah persentase besaran tarif pajak yang ditanggung oleh
perusahaan.
b.
Bonus
plan. Variabel ini akan diukur dengan rumus
ITRENDLB (Index Trend Laba Bersih)
yaitu berdasarkan persentase pencapaian laba bersih pada tahun t terhadap laba
bersih pada tahun t-1
ITRENDLB =
c.
Tunneling
incentive. Variabel tunneling incentive pada
penelitian ini didasarkan pada besarnya kepemilikan saham asing yang melebihi
20% (dua puluh persen). Pengukuran variabel ini dilakukan dengan menggunakan
skala rasio.
TUN=
d.
Ukuran perusahaan.
Ukuran perusahaan (size) dalam penelitian ini di ukur dengan cara
logaritma natural dari nilai buku total nilai aset perusahaan.
Size=
Ln Total Aset
e.
Good corporate
governance. Good corporate governance
akan diukur dengan kualitas audit dari auditor. Pemilihan kualitas audit
didasarkan pada pertimbangan karena kualitas audit mencakup beberapa unsur yang
ada di dalam good corporate governance yaitu,
keterbukaan, kejujuran, dan akuntabilitas. Pengukuran kualitas audit dalam
penelitian ini menggunakan reputasi auditor. Reputasi auditor diukur
menggunakan variabel dummy dengan
nilai 0 untuk sampel perusahaan yang tidak diaudit oleh The Big Four, dan 1 untuk perusahaan yang diaudit oleh The Big Four. Auditor yang masuk dalam
keempat Kantor Akuntan Publik tersebut dianggap bereputasi baik karena memiliki
jumlah klien terbanyak yang artinya tingginya kepercayaan emiten terhadap jasa
audit keempat Kantor Akuntan Publik tersebut. Kantor Akuntan Publik yang
termasuk dalam The Big Four yaitu, Deloitte Touche Tohmatsu Limited, PricewaterhouseCoopers, Ernst and Young, dan KPMG
Dalam
penelitian ini analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui ada
tidaknya pengaruh variabel independen yaitu pajak, bonus plan, tunneling incentive, ukuran perusahaan, dan good corporate governance. Model
persamaan regresi yang akan diuji adalah sebagai berikut:
Y
= α + β1X1+ β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + e
Keterangan:
α: Konstanta
Y: Transfer Pricing
X1: Pajak
X2: Bonus Plan
X3: Tunneling Incentive
X4: Ukuran
Perusahaan
X5: Good Corporate Governance
e: Error Term, yaitu tingkat kesalahan penduga
dalam penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Data Deskriptif
Pada penelitian ini diperoleh total
perusahaan yang digunakan adalah sebanyak 34 perusahaan, dengan total sampel
sebanyak 102 sampel.
Tabel 1. Hasil Statistik Deskriptif
Variabel |
Mean |
Std. Deviation |
N |
Transfer Pricing |
0,1873 |
0,2946 |
102 |
Pajak |
0,1518 |
0,1287 |
102 |
Bonus Plan |
67,837 |
57,077 |
102 |
Tunneling Incentive |
0,5543 |
0,1897 |
102 |
Ukuran Perusahaan |
284,195 |
16,865 |
102 |
Goodness Of Fit
Uji F adalah pengujian yang dilakukan untuk menguji kelayakan
model penelitian. Berikut adalah hasil uji F dalam penelitian ini.
Tabel
2. Uji F
Model |
Sum of Squares |
df |
Mean Square |
F |
Sig |
Regression |
0,009 |
5 |
0,002 |
2,363 |
0,054 |
Residual |
0,038 |
48 |
0,001 |
||
Total |
0,048 |
53 |
|
|
|
Sebuah model regresi dinyatakan layak apabila
memiliki nilai signifikansi < 0,05. Pada Tabel 12 menunjukkan bahwa model
regresi dalam penelitian ini memiliki nilai sebesar 0,054. Oleh sebab itu,
model regresi dalam penelitian ini dinyatakan tidak layak.
Uji Koefisien
Determinasi (Adj. R2)
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Berikut adalah
hasil uji koefisien determinasi dalam penelitian ini:
Tabel 3. Uji Koefisien
Determinasi
Model |
R |
R Square |
Adjusted R Square |
1 |
0,444 |
0,198 |
0,114 |
Hasil uji koefisien determinasi dalam penelitian ini
menunjukkan nilai Adjusted
R Square sebesar 0,114. Berdasarkan nilai Adjusted R Square diketahui bahwa
variabel-variabel independen, yaitu pajak, bonus
plan, tunneling incentive, ukuran perusahaan, dan good corporate governance hanya mampu menjelaskan transfer pricing sebesar 11,4%.
Sedangkan 88,6% sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam
penelitian ini.
Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan
dengan uji t, dan uji r parsial. Uji t dilakukan untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen. Sedangkan
uji r parsial dilakukan untuk mengukur proporsi atau
persentase variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen
Berikut adalah hasil pengujian hipotesis dalam penelitian ini:
Tabel
4. Uji t
Variabel |
Sig. |
Pajak |
0,656 |
Bonus
Plan |
0,157 |
Tunneling
Incentive |
0,762 |
Ukuran
Perusahaan |
0,006 |
Good
Corporate Governance |
0,523 |
Tabel
15. Uji r Parsial
Variabel |
Standardized Coefficients |
Beta |
|
Pajak |
-0,066 |
Bonus Plan |
-0,192 |
Tunneling Incentive |
0,045 |
Ukuran
Perusahaan |
0,461 |
Good Corporate Governance |
-0,107 |
PEMBAHASAN
Pada penelitian
ini menunjukkan bahwa variabel pajak memiliki nilai sinifikansi 0,656 lebih
besar dari 0,05 yang artinya variabel independen pajak tidak berpengaruh
terhadap indikasi transfer pricing,
maka dapat disimpulkan H01 diterima dan Ha1 ditolak.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rosa, Andini, & Raharjo (2017) dan Marisa (2017). Hasil pajak tidak
berpengaruh terhadap transfer pricing bisa terjadi karena Indonesia bergabung dalam group of twenty (G20) dan europian union (EU) untuk mengatasi
kemungkinan timbulnya kecurangan dengan adanya trasnsfer pricing. Beberapa aksi yang dilakukan G20 salah satunya
adalah mengembangkan peratuan perpajakan internasional dan melakukan perjanjian
pajak serta transfer pricing (Arif,
2018). Hal ini menyebabkan perusahaan semakin sulit melakukan transfer pricing untuk menghindari
pajak.
Pada penelitian
ini menunjukkan bahwa variabel bonus plan
memiliki nilai sinifikansi 0,157 lebih besar dari 0,05 yang artinya variabel
independen bonus plan tidak
berpengaruh terhadap transfer pricing,
maka dapat disimpulkan H01 diterima dan Ha1 ditolak.
Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian dari Saraswati & Sujana (2017), Marisa (2017), dan Rosa, Andini, & Raharjo
(2017) yang hasil penelitiannya menyatakan bahwa bonus plan tidak berpengaruh terhadap indikasi transfer pricing. Bonus plan tidak berpengaruh terhadap indikasi transfer
pricing karena dapat terjadi ketidakkonsistenan perusahaan dalam menaikkan
laba dari tahun ke tahun. Karena apabila hanya demi mendapatkan bonus kemudian
perusahaan melakukan transfer pricing
untuk menaikkan laba perusahaan. Maka transaksi tersebut akan dinilai tidak
etis mengingat terdapat kepentingan yang jauh lebih besar lagi yaitu menjaga
nilai perusahaan dimata masyarakat dan pemerintah dengan menyajikan laporan
keuangan secara aktual agar dapat digunakan untuk pengambilan keputusan yang
lebih penting bagi perusahaan kedepannya (Wafiroh & Hapsari, 2015).
Pada penelitian
ini menunjukkan bahwa variabel tunneling
incentive memiliki nilai sinifikansi 0,762 lebih besar dari 0,05 yang
artinya variabel independen tunneling
incetive tidak berpengaruh terhadap transfer
pricing, maka dapat disimpulkan H01 diterima dan Ha1 ditolak.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rosa, Andini, & Raharjo (2017) yang hasil penelitiannya menyatakan tunneling incentive tidak berpengaruh
terhadap indikasi transfer pricing. Ini artinya bahwa besar atau kecilnya tunneling
incentive pada perusahaan tidak ada pengaruhnya terhadap transfer
pricing perusahaan tersebut. Hasil tersebut mengidentifikasikan bahwa
pemegang saham mayoritas tidak menggunakan hak kendalinya untuk memerintahkan
manajemen dalam melakukan transfer pricing atau bisa juga diartikan
bahwa ada atau tidaknya pemegang saham mayoritas, perusahaan akan tetap
melakukan transfer pricing.
Pada penelitian
ini menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan memiliki nilai sinifikansi
0,006 lebih kecil dari 0,05 yang artinya variabel independen ukuran perusahaan
berpengaruh positif terhadap transfer
pricing, maka dapat disimpulkan H01 ditolak dan Ha1 diterima.
Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap transfer pricing menunjukkan
bahwa perusahaan yang besar pemiliknya akan cenderung menginginkan profit yang
besar dengan pajak yang kecil sehingga pemilik perusahaan yang besar akan
membuat cabang-cabang perusahaan untuk membagi labanya agar jumlah pajaknya
kecil, bahkan pemilik perusahaan besar dapat membangun cabang perusahaan di
negara bertarif pajak rendah untuk melakukan transfer pricing agar
menghindari pajak di negaranya. Selain itu, dengan ukuran perusahaan yang besar
maka akan ada banyak entitas anak perusahaan. Hal ini juga berpengaruh karena
dengan memiliki banyak cabang tentu setiap cabang juga harus diperhatikan
kinerjanya. Salah satu caranya yaitu dengan melakukan transfer pricing.
Pada penelitian
ini menunjukkan bahwa variabel good
corporate governance memiliki nilai sinifikansi 0,523 lebih besar dari 0,05
yang artinya variabel independen good
corporate governance tidak berpengaruh terhadap transfer pricing, maka dapat disimpulkan H01 diterima
dan Ha1 ditolak. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
Noviastika, Mayoman,
& Karjo (2016) yang
hasil penelitiannya menyatakan good
corporate governance tidak berpengaruh terhadap indikasi transfer pricing. Hal ini menunjukkan bahwa tata kelola
perusahaan tidak memengaruhi perusahaan untuk melakukan transfer pricing atau
tidak. Perusahaan tidak mempertimbangkan pengelolaan perusahaan yang baik
sebagai dasar untuk melakukan aktivitas transfer pricing. Dapat
diartikan bahwa semakin berkualitas auditor eksternal suatu perusahaan,
maka cenderung tidak melakukan transfer
pricing terutama untuk kepentingan perpajakan.
SIMPULAN
DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian, dapat
diambil simpulan hipotesis pertama ditolak, sehingga pajak tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap indikasi transfer
pricing. Hipotesis
kedua ditolak, sehingga bonus
plan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap indikasi transfer pricing. Hipotesis ketiga
ditolak, sehingga tunneling
incentive tidak berpengaruh secara signifikan terhadap indikasi transfer pricing. Hipotesis keempat
diterima, sehingga ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap indikasi transfer pricing. Hipotesis kelima
ditolak, sehingga good corporate governance tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap indikasi transfer pricing
Keterbatasan
dan saran
Keterbatasan penelitian yang dihadapi dalam
penelitian ini adalah masih minimnya teori maupun sumber mengenai beberapa
variabel seperti bonus plan dan tunneling incentive selama 5 tahun
terakhir. Walaupun ada teori atau sumbernya sudah tergolong cukup lama karena
itu peneliti hanya memiliki sedikit sumber terbaru untuk variabel tersebut. Hal
ini membuat peneliti kesulitan untuk memperoleh teori secara lengkap sebagai
pendukung dalam penelitian. Peneliti selanjutnya dapat menggunakan variabel dan
alat ukur lain selain variabel dan alat ukur dalam penelitian saat ini yang
mungkin dapat berpengaruh nantinya.
DAFTAR
PUSTAKA
Adriani. (2014). Teori Perpajakan. Jakarta: Salemba
Empat.
Arikunto, S. (2016). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan.
Jakarta: Rineka Cipta.
Bukhori, Iqbal, & Raharja. (2012). Pengaruh Good Corporate Governance Dan Ukuran
Perusahaan Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan. Diponegoro Journal Of
Accounting
Brundy, E. P. (2014). Pengaruh Mekanisme Pengawasan
Terhadap Aktivitas Tunneling. Universitas Atma Jaya .
Direktorat Jenderal Pajak. (2016). Retrieved Maret 2020, from
https://klikpajak.id/blog/tips-pajak/dimensi-transfer-pricing-dan-tujuan/
F, D. N., Mayowan, Y., & Karjo, S. (2016). Pengaruh
Pajak, dan Tunneling Incentive dan Good Corporate Governance Terhadap Indikasi
Melakukan Transfer Pricing Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa
Efek Indonesia (Studi Pada Bursa Efek Indonesia Yang Berkaitan Dengan
Perusahaan Asing). Jurnal Perpajakan.
Guing, & Farahmita. (2011). Manajemen Laba dan Tunneling Melalui Transaksi Pihak
Istimewa di Sekitar Penawaran Saham Perdana. Simposium Nasional.
Hartati, W., Desmiyawati, & Azlina, N. (2014). Analisis
Pengaruh Pajak dan Mekanisme Bonus terhadap Keputusan Transfer Pricing. Simposium Nasional Akuntansi XVII, Mataram,
24-27.
Hartati, W., Desmiyawati, & Julita. (2015). Tax Minization, Tunneling Incentive, Dan
Mekanisme Bonus Terhadap Keputusan Transfer
Pricing SeluruhPerusahaan Yang Listing Di Bursa Efek Indonesia. Simposium
Nasional Akuntansi XVIII. Medan.
Jensen, & Meckling. (1976). The Teory Of The Firm: Managerial Behaviour, Agency Cost, and Ownership
Structure. Journal Of Financial And Economics, 305-360.
Johnson. (2000). Tunneling.
American Economic Review Review Papers and Proceeding, 22-27.
Marisa, R. (2017). Pengaruh Pajak, Bonus Plan, Tunneling
Incentive, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Transfer Pricing. Jurnal Akuntansi .
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2011
tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010
tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi antara
Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa.
(2011).
Putri. (2017). Pengaruh Corporate Governance, Ukuran
Perusahaan, Rasio Hutang, dan Profitabilitas terhadap Tarif Pajak Efektif
(Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2013-2015). JOM Fekon.
Refgia, T. (2017). Pengaruh
Pajak, Mekanisme Bonus, Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Asing, dan Tunneling
Incentive terhadap Transfer Pricing.
Riyanto, B. (2013). Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta:
BPFE .
Rosa, A., & Raharjo, K. (2017). Pengaruh Pajak, Tunneling Insentive, Mekanisme Bonus, Debt Covenant dan Good Corporate Governance (GCG) Terhadap Transaksi Transfer Pricing.
Saraswati, S., & Sujana, K. (2017 ). Pengaruh Pajak,
Mekanisme Bonus, dan Tunneling Incentive
Pada Indikasi Melakukan Transfer Pricing.
Jurnal Akuntansi Universitas Udayana .
Sari, R. C., & Sugiharto. (2014). Tunneling dan
Corporate Governance. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Sari, A. N., & Puryandani, S. (2017). Pengaruh Pajak, Tunneling Incentive, Good Corporate Governance Dan Mekanisme
Bonus Terhadap Transfer Pricing. Journal
Of Economics And Banking.
Sekaran, U., & Bougie, R. (2017). Metode Penelitian
untuk Bisnis. Jakarta Selatan: Salemba Empat .
Sulistiono. (2010). Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Struktur
Modal, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan
Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006--2008. Skripsi.
Suryana, A. B. (2012). Menangkal Kecurangan Transfer
pricing. Retrieved Februari 2020, from http://www.pajak.go.id
Suryatiningsih, N., & Sinegar, S. (2009). Pengaruh Skema
Bonus Direksi Terhadap Aktivitas Manajemen Laba: Studi Empiris Pada BUMN
Periode Tahun 2003--2006. Jurnal Simposium Nasional Akuntansi, 23-26.
Sutedi, A. (2012). Good Corporate Governance. Jakarta:
Sinar Grafika .
Undang-Undang
No. 28 Tahun 2007 Tentang Perpajakan.
Undang–Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang
Pajak Penghasilan.
Wafiroh,
Lailiyul, Novi., Niken, Nindya, Hapsari. (2015). Pengaruh Pajak, Tunneling Incentive, dan Mekanisme Bonus
Terhadap Transfer Pricing. Jurnal Akuntansi El Muhasaba
Tidak ada komentar:
Posting Komentar