LITHANI TAMARISKA & DANIEL SUGAMA STEPHANUS
PERKULIAHAN
METODOLOGI PENELITIAN
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
– FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG
2014
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pada umumnya semua bentuk usaha memerlukan suatu laporan keuangan
untuk mengetahui kondisi keuangan di dalam usaha tersebut. Laporan keuangan
dibutuhkan tidak hanya untuk memberikan informasi
keuangan tetapi juga untuk
memberikan hasil kinerja yang telah dicapai selama periode tertentu.
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2007), laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi
neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang disajikan dalam
berbagai cara misalnya, laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan
dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan.
Namun laporan keuangan tidak hanya dapat dinilai oleh perusahaan itu
sendiri tetapi juga dibutuhkan seorang Auditor yang bekerja secara independen
untuk menilainya. Peran auditor independen (akuntan publik) dibutuhkan agar penilaian hasil kinerja perusahaan menjadi lebih objektif. Penilaian
tersebut sering dikenal dengan istilah audit / proses audit. Proses audit dilaksanakan oleh akuntan publik berlisensi (terdaftar) yang bekerja pada sebuah Kantor Akuntan Publik. Di
dalam proses audit terdapat tahapan yang harus dilalui oleh akuntan
publik, menurut Arens et al (2008) tahapan yang harus dilalui
yaitu sebagai berikut: (1) Perencanaan dan pencanangan pendekatan audit; (2) Pengujian pengendalian dan
transaksi; (3) Pelaksanaan prosedur analitis dan pengujian terinci atas saldo; (4)
Penyelesaian dan penerbitan laporan audit. Setelah tahapan audit dilaksanakan
maka auditor akan memberikan pendapat (opini) tentang hasil proses audit yang sudah dijalankan. .
Di dalam
persaingan bisnis opini audit juga menjadi
tolak ukur untuk membandingkan setiap
perusahaan khususnya pada lini bisnis yang sama, yang membuat
perusahaan pada umumnya bersaing untuk mendapatkan opini audit
dengan tingkatan yang paling baik. Perusahaan pada umumnya menginginkan
auditor memberikan opini wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangannya.
Jenis
opini diluar itu biasanya kurang diinginkan oleh manajemen klien dan tidak
begitu bermanfaat
bagi
pengguna laporan
keuangan (Willinghamdan Charmichael 1997).
Manajemen perusahaan berusaha menghindari opini wajar dengan pengecualian karena bisa memengaruhi harga pasar saham perusahaan
dan kompensasi yang diperoleh manajer (Chow
dan Rice 1982).
Sejak kasus Enron pada tahun 2002, kurangnya independensi auditor menjadi perhatian di seluruh dunia. Perdebatan tentang kewajiban rotasi Kantor Akuntan Publik (KAP) menjadi bahasan penting karena diyakini dapat
meningkatkan keyakinan akan jasa yang diberikan auditor, serta
meningkatkan kualitas audit
(Arel et al; Lu dan Sivaramakrishnan; Chi; Kwon et al
dalam Wallgren, L.H. & Olofsson, C., 2011). Regulator dan lembaga penting seperti International Federation
of Accountants (IFAC) dan General Accounting Office (GAO) juga telah menyatakan bahwa
hubungan jangka panjang antara KAP dan
klien mereka dapat mengganggu independensi auditor dan objektivitas di dalam proses audit (IFAC, GAO, Uni Eropa dalam Wallgren, L.H.& Olofsson, C.,
2011). Selain itu, hubungan erat antara KAP dan klien juga telah menimbulkan keprihatinan mengingat bahwa hal itu dapat menyebabkan KAP memiliki keinginan untuk menyenangkan perusahaan dan bukan bersikap objektif
kepada pihak ketiga Arel et al (2005).
Sehingga regulasi
untuk rotasi KAP dianggap dapat
mencegah terjadinya fraud. Mautz dan Sharaf (1961) dalam Nasser et al. (2006) juga percaya bahwa hubungan yang panjang bisa menyebabkan auditor memiliki
kecenderungan kehilangan independensinya.Semakin
tinggi keterikatan auditor maka semakin tinggi kemungkinan auditor
membiarkan klien
untuk memilih
metode akuntansi yang ekstrim.
Di Indonesia regulasi untuk
rotasi KAP
diterapkan dengan pergantian kantor akuntan publik dan akuntan
publik yang
bersifat wajib.
Kasus Enron yang berdampak pada regulasi rotasi Kantor Akuntan Publik
(KAP) secara tidak langsung juga turut memengaruhi perkembangan KAP kecil
atau KAP non-Big 4 yang berkembang secara pesat, dan telah menjadi
pertimbangan kuat oleh banyak perusahaan. Namun Kantor
Akuntan Publik (KAP) dengan skala besar (Big
4 accounting firms) sering kali dianggap melakukan audit lebih berkualitas dibandingkan dengan KAP kecil (Non-Big
4 accounting firm). DeAngelo (1981) mengemukakan kualitas audit
sebagai kemungkinan dimana seorang auditor
menemukan tentang kesalahan dan pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. Ia menyatakan bahwa ukuran
Kantor Akuntan Publik (KAP) menjadi proksi atau indikator
utama dalam menilai kualitas audit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
semakin besar ukuran kantor akuntan publik, semakin baik kualitas audit yang akan dihasilkan. Oleh karena
itu, secara tidak langsung kantor akuntan publik Big 4, yang memiliki ukuran
yang besar dianggap memiliki kualitas audit yang lebih baik. Beberapa penelitian
terdahulu juga mengungkapkan kesamaan seperti Lennox (1999), Defond (2002), dan Francis (2004) yang menemukan bahwa ukuran KAP yang lebih besar akan
menghasilkan kualitas
jasa audit yang lebih baik dibanding ukuran KAP yang
lebih kecil karena
memunyai reputasi yang lebih besar untuk dilindungi.
Penelitian terbaru yang dilakukan Francis &
Yu (2009), menemukan
semakin besar ukuran KAP, maka kualitas
audit yang dihasilkan akan semakin
tinggi. Penelitian Choi et al.
(2010) juga menemukan
hasil yang sejalan.
Penelitian tersebut menggunakan ukuran akrual diskresioner untuk kualitas audit dan untuk ukuran KAP menggunakan jumlah klien serta pendapatan audit. Dari hubungan yang positif menandakan bahwa KAP berukuran besar dapat
menghasilkan kualitas audit yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan KAP
kecil. Oleh karena itu, walaupun
terdapat kasus-kasus nyata yang memberikan
gambaran bahwa tidak semua KAP besar dapat secara konsisten
menghasilkan kualitas audit yang tinggi namun penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebagian besar menunjukkan hasil hubungan yang positif antara ukuran KAP dan
kualitas audit.
Francis & Yu (2009) menggunakan total akrual diskresioner untuk ukuran
dari kualitas akrual yang dijadikan proksi dari kualitas audit. Hasil yang diperoleh
dari penelitian tersebut mengindikasikan perusahaan yang diaudit oleh KAP yang
lebih besar memiliki
akrual diskresioner yang lebih kecil. Sehingga, KAP yang
lebih besar dapat dianggap bahwa mempunyai kualitas
audit yang lebih tinggi. Dahlan (2009)
juga menemukan
hubungan negatif antara kualitas
audit dengan
akrual diskresioner. Artinya, semakin besar kualitas audit
akan semakin kecil
akrual diskresionernya. Choi et al. (2010)
juga menunjukkan akrual diskresioner secara signifikan
lebih kecil untuk KAP besar dibanding KAP kecil.
Namun terdapat penelitian yang menemukan hasil yang berbeda, Fajri (2008) yang meneliti menggunakan sampel
perusahaan di Indonesia menemukan pengaruh positif antara ukuran KAP dengan akrual diskresioner. Artinya ukuran
KAP berpengaruh negatif terhadap kualitas audit. Ia menyatakan kemungkinan
penyebabnya adalah karena pengawasan pelaksanaan jasa audit oleh regulator kepada KAP Big Four yang mungkin kurang ketat,
yang timbul akibat
ketergantungan pasar terhadap KAP Big Four. Ketergantungan muncul
karena keunggulan KAP Big Four dibandingkan KAP Non-Big Four dalam hal
kemampuannya memberikan jasa audit yang berkualitas terhadap perusahaan-perusahaan besar. Selain itu faktor rendahnya tingkat kompetisi yang dihadapi KAP Big Four, semakin meningkatkan
kekuatan penawaran
dari KAP Big Four.
Metode studi kasus dirasa paling cocok digunakan sebagai metode
penelitian pada penulisan proposal penelitian ini. Hal ini terkait dengan
banyaknya perusahaan besar yang tidak memilih Big Four sebagai Kantor Akuntan Publik (KAP) yang dipilih serta adanya GAP dalam penelitian
sebelumnya .Berdasarkan pada pertimbangan dan permasalahan yang ada, maka
dala proposal penelitian kualitatif ini, penulis
mengangkat judul: “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMENGARUHI PEMILIHAN KANTOR AKUNTAN PUBLIK (KAP) BIG FOUR”.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari alasan atau kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dalam perusahaan mengambil keputusan untuk tidak bekerjasama dengan
(Kantor Akuntan Publik) KAP Big Four.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah faktor Institusional, budaya organisasi, dan kepercayaan
memengaruhi pemilihan KAP oleh perusahaan besar secara simultan?
2. Apakah faktor Institusional, budaya organisasi, dan kepercayaan
memengaruhi pemilihan KAP oleh perusahaan
besar
secara
parsial?
3. Bagaimana pengaruh yang terjadi apabila tidak memilih Kantor Akuntan Publik Big Four ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui dan menganalisis alasan perusahaan tidak memiilih Kantor
Akuntan Publik Big Four.
2. Mengetahui dan menganalisis motif peerusahaan yang enggan untuk memilih Kantor Akuntan Publik Big Four.
3. Mengetahui dan menganalisis akibat
yang ditimbulkan apabila
perusahaan tidak memilih Kantor Akuntan Publik Big Four.
1.4 Manfaat
Penelitian
Penelitian
ini memiliki beberapa
manfaat:
1. Bagi Perusahaan
Penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran atau evaluasi untuk keputusan yang diambil
oleh perusahaan.
2. Bagi Kantor Akuntan Publik
Bagi KAP Big Four atau KAP Non-Big Four, hasil penelitian diharapkan dapat membantu
penilaian kinerja dan evaluasi kedepan, dan diharapkan penelitian ini dapat membuka prespektif berbeda KAP
dalam melihat realita yang terjadi di dalam perkembangan perusahaan
di Indonesia.
3. Bagi Pengguna Literatur
Pengguna literatur dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai bahan untuk penelitian baru maupun sebagai referensi dalam pengembangkan penelitian yang telah ada.
2.
LANDASAN TEORI
2.1 Teori
Institusional
Pengertian Institusi
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
adalah adat istiadat, kebiasaan, dan aturan-aturan; sesuatu yg dilem-bagakan oleh
undang-undang, adat atau kebiasaan (seperti perkumpulan, paguyuban, organisasi
sosial, dan kebiasaan berhalal-bihalal pada hari Lebaran); gedung tempat
diselenggarakannya kegiatan perkumpulan atau organisasi.
Secara terminologi,
institusional berasal dari kata institusi. Pakar sosiologi di Indonesia mencoba
untuk memberikan padanan
kata institusi ke dalam Bahasa Indonesia (Darono
2011). Sedangkan Deliarnov
(2006) memadankan istilah institusi dengan “kelembagaan”.
Teori institusional mempertanyakan bagaimana hal-hal tersebut dibuat,
berpadu, diadaptasi dalam ruang dan waktu Darono (2012).
Merujuk Gerhad
Linski dalam Sunarto (2004) dan Sverjig (2010) teori institusional dapat
membahas perilaku sosial baik dalam jenjang makro-struktur, meso-struktur,
ataupun mikro-strukur. Scott (2001) berpendapat bahwa institusionalisme adalah
madzab. Scott
(....) dalam Prihatini
(2011) menyatakan bahwa institusi sebagai
instrumen yang di dalamnya terdapat struktur
kognitif, normatif dan regulatif
yang di dalamnya menyediakan stabilitas dan pengertian bagi tindakan-tindakan sosial.
Namun pakar lain mengatakan institusionalisme adalah pendekatan
umum atau cara memahami masalah (March dan Olsen , 2005). Lincoln 1985
berpendapat bahwa institusional
adalah sebuah paradigma (cara pandang melihat
realita). Namun, secara
konseptual institusipun dijelaskan dengan uraian yang
berbeda-beda. Gidden (....)
dalam Scott (2001) mengartikan
institusi sebagai struktur
sosial multidimensi
yang dibangun dari element yang bersifat simbolis , aktivitas
sosial,dan materi
sumber daya
Scott (1995)
memberikan kerangka pikir untuk mempelajari institusi.
Menurut Scott (2001)
ada tiga pilar institusi, yaitu (1) Regulatif,
(2) Normatif, dan (3)
Kognitif. Perbedaan antara ketiga pilar tersebut dilihat dari sisi dasar ketaatan,
mekanisme pengelolaan, logika mengenai perilaku manusia,
indikator mengenai
pilar institusi tersebut.
Institusionalis telah digunakan dalam berbagai riset untuk
menjelaskan fenomena
yang sedang diteliti. Institusi mempunyai beberapa
karakteristik, salah
satunya menurut Gillin dan Gillin (....) dalam Manggolo (2011),
karakteristik sebuah institusi adalah: (1) berupa organisasi
pemikiran ; (2)
memunyai tingkat kekekalan tertentu; (3) mempunyai tujuan yang ingin dicapai;
(4) memunyai perangkat untuk mencapai tujuannya; (5) dalam bentuk
simbol-
simbol; (6) memiliki dokumentasi baik tertulis maupun
tak tertulis. Berdasarkan
karakteristik tersebut maka definisi
yang cukup mewakil yaitu yang disampaikan
oleh Surbakti (2011), institusi adalah pola-pola perilaku yang stabil, bermakna
dan berulang-ulang. Scott (2004)
mengemukakan bahwa teori institusional
memberi perhatian yang mendalam dan sungguh-sungguh pada struktur sosial. Di
dalam teori ini hal yang diperhatikan adalah bagaimana struktur, seperti skema,
aturan, norma dan rutin,
menjadi bentuk yang bersifat otoritatif untuk terjadinya
perilaku sosial. Jadi
teori institusional tidak terlepas
dari peran budaya yang
ada di
institusi tersebut.
2.2 Teori
Budaya Organisasi
Dalam Bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata
Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Menurut Koentjaraningrat
(1998:5) budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan
miliki diri manusia
dengan cara belajar. Menurut Tylor (....), dalam Koentjaraningrat
(2005) mengemukakan pendapatnya tentang budaya, yaitu bahwa: “Culture or
civilization, take in
its wide
technografhic sense, is that complex whole which
includes knowledge, bilief, art, morals, law, custom and
any other capabilities
and habits acquired by men as a member of society”. Jadi budaya atau peradaban
mempunyai pengertian
teknografis yang luas, adalah merupakan suatu
keseluruhan yang kompleks mencakup pengetahuan, keyakinan,
kesenian, moral,
hukum, adat istiadat, dan segala kemampuan dan kebiasaan yang diperoleh
manusia sebagai anggota masyarakat.
Menurut Schein
(1992), budaya organisasi mengacu ke suatu system
makna bersama yang dianut oleh anggota-anggotanya untuk membedakan
organisasi
itu terhadap organisasi lain. Schein (1992) menjelaskan unsur-unsur budaya,
yaitu: ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum,
adat-istiadat,
perilaku/kebiasaan (norma) masyarakat, asumsi dasar, sistem nilai,
pembelajaran/pewarisan, dan masalah adaptasi
eksternal dan integrasi internal.
Selanjutnya Schein (1992), menyatakan bahwa budaya terdiri dari 3
(tiga) lapisan
atau tingkatan, yaitu: (1) Artefacts,
tingkat pertama/atas dimana
kegiatan atau bentuk organisasi
terlihat seperti struktur organisasi maupun proses,
lingkungan fisik organisasi dan produkproduk yang dihasilkan; (2) Espoused
Values, tingkat kedua adalah nilai-nilai yang didukung terdiri dari strategi, tujuan,
dan filosofi organisasi. Tingkat ini mempunyai arti penting dalam kepemimpinan,
nilai-nilai ini harus ditanamkan pada tiap-tiap anggota organisasi; (3) Underlying
Assumption, asumsi yang mendasari, yaitu suatu keyakinan yang dianggap sudah
harus ada dalam diri tiap-tiap anggota mengenai organisasi
yang meliputi aspek
keyakinan,
pemikiran dan keterikatan
perasaan
terhadap organisasi.
Pengertian budaya organisasi menurut Robbins (1998;
248) “suatu sistem
makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi
tersebut dengan organisasi yang lain”.
Lebih lanjut Robbins (1998) menyatakan bahwa
sebuah sistem pemaknaan bersama dibentuk oleh warganya yang sekaligus
menjadi pembeda dengan organisasi lain. Sistem pemaknaan
bersama merupakan
seperangkat karakter kunci dari nilai-nilai organisasi. Robbins
(1998) memberikan
karakteristik budaya organisasi sebagai berikut: Inovation and risk taking,
(Inovasi dan keberanian mengambil risiko); Attention to
detail (Perhatian terhadap
detil); Outcome orientation
(Berorientasi kepada hasil); People orientation
(Berorientasi kepada manusia); Team orientation (Berorientasi tim);
Aggressiveness (Agresifitas); dan Stability (Stabilitas), yaitu kegiatan organisasi
menekankan status quo sebagai kontras
dari pertumbuhan.
Menurut Sarplin
(1995), Budaya organisasi merupakan suatu sistem nilai,
kepercayaan dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi
dengan struktur sistem formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku
organisasi.
Moeljono (2003) menyatakan budaya organisasi
adalah system nilai-
nilai yang diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan,
serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai system perekat,
dan dijadikan acuan perilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan
yang telah ditetapkan. Pendapat lain dikemukakan oleh Luthans (1998), yang
menyatakan budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang
mengarahkan perilaku
anggota
organisasi.
2.3 Teori
Kepercayaan (Trust).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kepercayaan mempunyai
definisi yaitu anggapan atau keyakinan bahwa
sesuatu yg dipercayai itu benar atau
nyata; sesuatu yg dipercayai: bagi mereka hal itu bisa menghilangkan; harapan
dan keyakinan.
Kepercayaan menjadi sangat penting karena dua alasan. Alasan
pertama karena hubungan jangka panjang dan setiap
pihak harus mempunyai
komitmen berdasarkan intergritas dan keandalan. Alasan kedua, pada tahap
konseptual klien
harus mau membuka
informasi yang bersifat rahasia dan
berpengaruh terhadap perencanaan di masa depan Lendra, et. al. (2006).
Henslin (....)
dalam King (2002) memandang trust sebagai harapan dan kepercayaan individu
terhadap reliabilitas orang
lain. Hanks (2002)
menyatakan bahwa kepercayaan
merupakan elemen dasar bagi terciptanya suatu hubungan yang baik.
Ba dan Pavlou (2002) mendefinisikan trust adalah penilaian hubungan
seseorang dengan orang lain yang akan melakukan transaksi tertentu
menurut
harapan orang kepercayaannya dalam suatu lingkungan yang penuh ketidak-
pastian. Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa trust adalah
kepercayaan pihak tertentu
terhadap pihak lain dalam melakukan hubungan
transaksi
berdasarkan suatu keyakinan bahwa orang yang dipercayainya tersebut
akan memenuhi segala kewajibannya dengan baik sesuai yang diharapkan.
Menurut McKnight, Kacmar, dan Choudry (....
)dalam Bachmann
& Zaheer
(2006),
kepercayaan dibangun antara pihak-pihak yang belum
saling mengenal
baik dalam
interaksi maupun proses transkasi.
2.4 Kerangka
Berfikir.
PERUSAHAAN
Pengambilan Keputusan
INSTITUSIONAL
3.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif dengan metoda uji hipotesis (hypothesis testing). Arikunto
(2006)
mengemukakan penelitian kuantitatif adalah pendekatan penelitian
yang banyak
dituntut menguakan angka, mulai
dari pengumpulan data, penafsiran terhadap
data tersebut, serta penampilan
hasilnya. Menurut Uma Sekaran (2003),
Hypotheses Testing didefinisikan sebagai “studies that engage in hypotheses
testing usually explain the nature of certain relationship or establish the
differences among groups or the independence of two or more factors n a
situation”. Berdasarkan definisi
tersebut maka penelitian
ini bertujuan untuk
mencari hubungan dan pengaruh antara
faktor utama dengan faktor-faktor yang
diduga memengaruhinya.
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Menurut Sugiyono (2008), “Populasi adalah wilayah generalisasi terdiri atas
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu.
ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulan”. Berdasarkan pada
pengertian tersebut, populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh perusahaan
terbesar di Indonesia yang dirilis oleh Majalah Fortune yang dikategorikan
sebagai Fortune 100.
3.2.2 Sampel
Menurut Sugiyono (2008) “sampel adalah sebagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut” Sedangkan menurut
Margono
(2010) sampel
adalah sebagai bagian dari populasi,
yang diambil
dengan
menggunakan cara-cara tertentu. Menurut
Sugiyono (2010:), teknik sampling
pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu Probability Sampling dan
Nonprobability Sampling. Teknik pengambilan
sampel dalam penelitian ini adalah
salah satu jenis nonprobability sampling dengan metoda
purposive sampling.
Sugiyono (2010) menyatakan purposive
sampling adalah teknik penentuan sampel
dengan pertimbangan
khusus sehingga layak dijadikan
sampel.
Kriteria penentuan sampel yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah:
1. Perusahaan terbesar
di Indonesia tahun 2014 menurut majalah Fortune.
2. 15 perusahaan yang diaudit
oleh Kantor Akuntan Publik Big Four.
3. 15 perusahaan yang tidak diaudit
oleh Kantor Akuntan Publik Big Four.
3.2.3 Gambaran Obyek Penelitian
Populasi yang digunakan dalam penelitian
ini adalah perusahaan terbesar di
Indonesia menurut majalah Fortune dalam Fortune 100 sejumlah
100 perusahaan.
Dari 100 perusahaan tersebut terdapat 15 perusahaan yang menggunakan jasa
audit Kantor
Akuntan Publik Big
Four dan 15 perusahaan yang tidak
menggunakan Kantor Akuntan Publik Big Four. Total sampel yang menjadi objek
penelitian
ini adalah 30 perusahaan terbesar di Indonesia pada tahun 2014
menurut majalah
Fortune.
3.3 Data Penelitian
3.3.1 Jenis dan Sumber
Data
Jenis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang
merupakan data yang dinyatakan dalam bentuk angka. Dan menggunakan data
primer yaitu sumber data yang diperoleh peneliti secara langsung. Data primer
yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data yang bersumber dari hasil
kuisioner yang diberikan kepada beberapa perusahaan yang dijadikan sampel.
Perusahaan yang digunakan
adalah perusahaan yang menggunakan jasa Kantor
Akuntan Publik Big Four dan yang menggunakan Kantor Akuntan
Publik lain.
3.4 Teknik
Pengumpulan
Data
Teknik pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda
kuisioner. Data primer diperoleh melalui hasil kuisioner yang sudah diisi oleh
perusahaan-perusahaan yang dijadikan sampel oleh peneliti. Tahap pengumpulan
data dimulai dengan melakukan
melakukan studi kepustakaan dengan membaca
buku atau jurnal yang berhubungan dengan penelitian. Tahapan kedua yaitu
penelitian
pokok yaitu menyebar kuisioner untuk mengumpulkan
data yang
dibutuhkan untuk menjawab permasalahan
yang dibahas, serta memperbanyak
sumber-sumber
literature yang menunjang dalam penelitian
ini.
3.5 Variabel
Penelitian
3.5.1 Variabel
Dependen
Variabel dependen adalah variabel utama yang menjadi
factor yang berlaku
dalam investigasi. Di dalam penelitian
ini variabel dependen adalah pengambilan
keputusan.
3.5.2 Variabel
Independen
Variabel independen adalah variabel yang memengaruhi variabel dependen
baik secara positif maupun secara negatif (Sekaran, 2006). Variabel Independen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah indepedensi dan
hasil kualitas audit.
3.6 Metoda
Analisis Data
3.6.1 Analisis Validitas dan Reabilitas
Menurut Aritonang R. (2007) validitas suatu instrumen berkaitan dengan
kemampuan instrument
itu untuk mengukur atu mengungkap karakteristik dari
variabel yang dimaksudkan untuk diukur.
Ghozali (2009) menyatakan bahwa uji
validitas digunakan untuk mengukur sah, atau valid tidaknya suatu kuesioner.
Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur
oleh kuesioner tersebut. Sedangkan
reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator
dari peubah atau konstruk (Ghozali 2009) . Suatu kuesioner dikatakan reliabel
atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau
stabil dari waktu ke waktu.
3.6.2 Uji
Asumsi Klasik
Agar data dapat dianalisis dan memberikan hasil yang representif, yang
berarti tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang berarti terhadap koefisien
regresi pada penelitian ini maka dilakukan uji asumsi klasik dengan menggunakan
program SPSS. Ada empat
macam uji asumsi klasik yaitu, sebagai berikut:
1. Uji Normalitas.
Pengujian normalitas
dilakukan untuk melihat
apakah di dalam regresi
terdapat variabel residual. Terdapat dua macam cara yaitu Normal
P-Plot
dan Kolmogrov Smirnov ( data terdistribus normal apabila angka
menunjukkan <0,05). Hasil dari pengujian dapat menjadi
data yang
terdistribusi normal dan merupakan syarat dilakukannya tes parametrik.,
dan data yang tidak terdistribusi normal sehingga harus menggunakan tes
non parametric.
2. Uji Multikolinearitas
Pengujian ini dilakukan untuk menguji di dalam model regresi apakah
terdapat korelasi antar variabel independen. Jika terdapat atau terjadi
korelasi, maka dapat dikatakan bahwa data terjangkit multikoliniearitas.
Cara mendeteksi multikoliniearitas
adalah dengan melihat koefisien
korelasi antar variabel bebas dimana nilai pearson correlation harus
berada dibawah 70% agar tidak terjangkit multikolinearitas,
melihat nilai
Varian Inflation Factor (VIF) dengan VIF harus bernilai kurang 10 dan
nilai Tolerance harus mendekati angka 1, dimana hal ini menunjukkan
bahwa data tidak terjangkit multikolinearitas.
3. Heteroskedastisitas.
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat perbedaan varians dari
pengamatan ke pengamatan lainnya. Dan jika varians berbeda dari satu
pengamatan ke pengamatan yang lainnya,
maka disebut heteroskedastisitas
(Gujarati, 2003). Cara untuk mendeteksi adalah dengan melihat
nilai di
dalam tabel coefficents
jika nilai signifikansi (Sig) pada tabel coefficients
di atas 0,05 maka tidak
terjangkit heteroskedastisitas.
4. Autokorelasi
Menurut Gujarati,
(2003), untuk memeriksa
adanya autokorelasi, biasanya
dilakukan uji statistik Durbin-Watson (DW).
Untuk melihat apakah data
terjangkit autokorelasi dapat dilihat dengan melakukan persamaan
DU<DW<4-DU.
3.6.3 Regresi Linear Berganda
Menurut Sugiyono, (2010) analisis
regresi linear berganda digunakan
untuk meramalkan hubungan antara variabel dependen dengan variabel
independen.
Model regresi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah.
Y=α + β1X1 + β2X2. Dimana “α” adalah konstanta,
“Y” adalah kinerja auditor,
“X1” adalah pendidikan, dan “X2” adalah pengalaman. Langkah-langkah dalam uji
regresi
linear berganda adalah sebagai berikut.
1. Uji F-Statistik
Uji ini dilakukan
untuk menguji seberapa besar pengaruh seluruh variabel
independen secara simultan terhadap variabel independen. Pada penelitian
ini peneliti menggunakan tingkat signifikansi sebesar 10%. Tingkat
signifikansi pada F tabel
dapat dilihat pada tabel ANOVA. Pengambilan
tingkat signifikansi sebesar 10% didasari karena data berupa hasil
presepsi.
2. Koefisien
Determinasi (R2)
Uji ini dilakukan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam
menerangkan variabel dependen. Nilai R2 menunjukkan tingkat
kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel
dependen amat terbatas. Sedangkan nilai koefisien determinasi dilihat
dalam nilai antara nol
sampai 1.
3. Uji t-statistik
Uji ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh setiap variabel independen
terhadap variabel dependen. Pada penelitian
ini peneliti menggunakan
tingkat signifikansi sebesar 5%. Apabila tingkat signifikansi di bawah
tingkat error yaitu 5% maka variabel independen akan dinilai berpengaruh
secara signifikan terhadap
variabel dependen dan Ho ditolak dan sebaliknya.
4. Uji r parsial
Uji ini dilakukan untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen secara parsial. Semakin besar nilai
r parsial maka semakin besar pengaruh variabel independen terhadap
variabel
dependen secara parsial dan sebaliknya.
3.7 Uji
Hipotesis
Hipotesis peneliti di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut,
H01: Pengaruh indenpedensi dan kualitas audit tidak secara simutan terhadap
pengambilan keputusan
Ha1: Pengaruh indenpedensi dan kualitas audit secara simutan terhadap
pengambilan keputusan
H02.1:
Indenpedensi
tidak berpengaruh positif terhadap pengambilan
keputusan
Ha2.1: Indenpedensi
berpengaruh positif
terhadap pengambilan keputusan
H02.2: Kualitas Audit tidak
berpengaruh
positif terhadap pengambilan
keputusan
Ha2.2: Kualitas Audit berpengaruh positif terhadap pengambilan
keputusan
3.8 Tahapan-Tahapan Penelitian
Terdapat beberapa tahapan yang digunakan peneliti untuk menganalisis data,
tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai
berikut.
1. Merumuskan
hipotesis
2. Mengumpulkan
data berupa hasil Kuisionner
3. Menghitung variabel dependen dan
variabel independen
4. Tabulasi data variabel independen dan variabel dependen dengan SPSS 16 for Windows.
5. Melakukan uji Validitas dan Reabilitas dengan
SPSS
16 for Windows.
6. Memproses
data dengan analisis statistic deskriptif
dan uji asumsi klasik
dengan SPSS
16 for Windows.
7. Memroses
data dengan analisis regresi linear berganda dengan SPSS 16 for Windows.
8. Menentukan
tingkat
signifikansi yaitu
sebesar 10%
9. Menarik
kesimpulan untuk hipotesis 1.
10. Menarik kesimpulan
untuk hipotesis 2
11. Menganalisis hasil data dengan menggunakan SPSS 16 for Windows
dan
mendeskripsikannya.
12. Mengambil kesimpulan dari data yang telah dianalisis dan membuat
ringkasan
serta saran
dari hasil penelitian untuk penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Sutton, S.
G. 1993. “Toward an Understanding of
the
Factors Affecting the
Quality of the Audit Process.”Decision
Sciences”, 24:88-105.
Anwar Prabu
Mangkunegara. 2003. Perencanaan dan Pengembangan Sumber
Daya Manusia. Bandung:
Refika Aditama.
A.A. Anwar Prabu
Mangkunegara. (2009). Manajemen Sumber
Daya Manusia.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sutrisno, Edy.
2011. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Prenada Media Group
Gouzali Saydam. (2005). Manajemen
Sumber daya Manusia: Suatu pendekatan
Mikro. Jakarta:
Djambaran.
Gorda.
2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Denpasar: Widya Kriya
Gematama
Laksmi Indri
Hapsari, (2010), Analisis
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Struktur Modal Perusahaan Manufaktur
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Ni Nyoman
Ristya Prayanti,
& I Ketut Sujana, 2012, Pengaruh Supervisi,
Profesionalisme, Tingkat
Pendidikan, dan Komunikasi dalam Tim pada
Kinerja Auditor
Perwakilan Badan Pengawasan
Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) Provinsi Bali, Universitas Udayana Denpasar.
Suharsimi, Arikunto. (2009).
Manajemen Penelitian. Jakarta:
PT Rineka Cipta
Herliansyah,
Y dan Ilyas, M.
2006. Pengaruh pengalaman
auditor terhadap
penggunaan bukti
tidak relevan dalam
auditor judgment. SNA IX Padang.
Haynes, C. M., J. G. Jenkins and S. R. Nutt. 1998. “The
Relationship between
Client Advocacy and Audit Experience: An Exploratory Analysis”. Auditing:
A Journal of Practice & Theory. Vol.17 (2) Fall
: 88–104.
Gordon B.
Davis, (1997), Sistem Informasi Manajemen,
Jakarta: Gramedia.
Widhiati, Milan.
2005. “Pengaruh Independensi
dan Pengalaman Kerja Internal
Auditor terhadap
Efektivitas Penerapan
Struktur Pengendalian Intern pada
Hotel Berbintang di
Kabupaten
Badung dan Kota Madya Denpasar”.
Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Udayana. Denpasar.
Dharma,
A. (1991),Manajemen Prestasi Kerja, Rajawali, Jakarta
Hasibuan, Malayu
S.P. 2011. Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta :
PT. Bumi Aksara
Arikunto, Suharsimi.
2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :Rineka Cipta.
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan praktik. Jakarta: PT
Rineka Cipta
Sekaran,
Uma (2003), Research Methods For Business: A Skill
Building Aproach, New York-USA:
John
Wiley and Sons, Inc
Arikunto, S. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta :
PT. Bumi Aksara
Sugiyono. (2010).
Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian
Kuantitatif, kualitatif dan R & D.
Bandung:Alfabeta.
Uma Sekaran, 2006, Metodologi Penelitian
untuk Bisnis, Edisi 4, Buku
1, Jakarta:
Salemba Empat.
Dharma,
Kusuma Kelana (2011), Metodologi
Penelitian Keperawatan
: Panduan
Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian,
Jakarta, Trans InfoMedia.
Trisnaningsih. 2004. “Motivasi Sebagai Moderating Variabel
Dalam Hubungan
Antara Komitmen dengan Kepuasan Kerja (Studi Empiris pada Akuntan
Pendidik
di Surabaya)”. Jurnal Manajemen
Akuntansi dan Sistem
Informasi.
Volume 4. Januari 2004. Semarang Program
Sain Akuntansi
Universitas Diponegoro
Aritonang, R. Lerbin,
R. (2007). Teori dan Praktik Riset Pemasaran. Bogor:
Ghalia Indonesia
Ghozali, Imam,
2009. “Aplikasi Analisis Multivariate Dengan
Program SPSS” edisi 3
Gujarati, Damodar N. (2003). Ekonomtrika Dasar .
(Edisi Alih Bahasa
Terjemahan).
Jakarta: Erlangga.
Sumber Internet:
http://www.btfd.co.id/index.html diakses
pada tanggal 21 Desember 2014
http://mtd.co.id/ diakses
pada tanggal 21 Desember
2014
http://www.iapi.or.id/ diakses pada tanggal
21 Desember 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar