PERKULIAHAN METODOLOGI PENELITIAN
MONICA KURNIAWATI
& DANIEL SUGAMA STEPHANUS
PROGRAM STUDIAKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMI
DAN
BISNIS UNIVERSITAS MACHUNG –
KABUPATEN MALANG 2014
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dalam menghadapi era persaingan bisnis yang pesat seperti sekarang ini,
perusahaan dituntut untuk dapat menempuh langkah-langkah strategik dalam
bersaing pada kondisi apapun. Selain tuntutan akan kemampuan bersaing, perusahaan juga dituntut untuk memiliki keunggulan yang dapat membedakan
perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya. Di samping itu, dengan adanya pemanfaatan teknologi informasi sebagai sarana untuk menciptakan daya saing perusahaan membawa perubahan lingkungan bisnis yang semakin kompetitif. Bahkan banyak perusahaan berupaya merumuskan dan menyempurnakan strategi
bisnis mereka dalam rangka memenangkan persaingan (Mulyadi,
2001). Perkembangan dunia bisnis yang semakin kompetitif menyebabkan perubahan besar dalam hal persaingan, produksi, pemasaran, pengelolaan sumber daya manusia, dan penanganan transaksi
antara perusahaan dengan konsumen dan
perusahaan dengan perusahaan lain (Sampurno, 2010).
Persaingan yang bersifat
global dan tajam menyebabkan terjadinya penurunan laba yang diperoleh perusahaan dalam memasuki persaingan tingkat dunia. Hanya perusahaan yang
mempunyai keunggulan yang mampu memuaskan atau memenuhi kebutuhan
konsumen dan menghasilkan produk yang bermutu serta biaya yang efektif
(Srimindarti, 2004). Perubahan-perubahan tersebut
mendorong perusahaan untuk mempersiapkan diri agar dapat diterima di lingkungan global. Kunci persaingan
dalam pasar global adalah kualitas total yang mencakup penekanan-penekanan pada kualitas produk, kualitas biaya atau harga, kualitas pelayanan, kualitas
penyerahan tepat waktu, dan
kepuasan-kepuasan lain yang
terus berkembang guna
memberikan kepuasan secara terus menerus kepada pelanggan agar tercipta pelanggan yang loyal. Sehingga meningkatnya persaingan bisnis memacu
manajemen untuk lebih memperhatikan sedikitnya dua hal penting yaitu keunggulan dan nilai (Hansen & Mowen, 1999). Dalam hal ini, sikap perusahaan
untuk menghadapi hal tersebut yaitu dengan melakukan perubahan baik secara
struktural maupun sumber daya yang
dimiliki. Salah satu
cara
yang bisa ditempuh oleh perusahaan adalah dengan memperbaiki sumber daya manusia yang
dimilikinya
agar
dapat bertahan
dalam persaingan
jangka panjang (Samuel, 2003).
Di samping melakukan peningkatan kinerja atau sumber daya manusia,
perusahaan juga dituntut untuk meningkatkan kualitas produk dan jasa yang
dihasilkan agar mampu bersaing dalam persaingan global. Dalam meningkatkan kualitas produk dan jasa, perusahaan harus melakukan peningkatan dari segi kualitas, inovasi, kreatifitas, dan produktivitas secara konsisten agar dapat
menghasilkan produk akhir yang bernilai tinggi serta jasa yang pelayanannya
lebih baik sehingga dapat memenuhi kepuasan para pelanggan. Peningkatan kualitas dalam aspek produk dan jasa serta aspek manajemen dapat membawa
organisasi
mampu bertahan
di lingkungan bisnis global (Tjiptono & Diana, 2001).
Menurut Gaspersz (2001),
Indonesia sebagai negara yang sedang
berkembang menuju ke negara industri perlu membangun sistem kualitas modern dan praktik manajemen kualitas terpadu di berbagai bidang kehidupan sebagai sesuatu yang dapat diandalkan
untuk memenangkan
kompetisi
dalam pasar
global. Dalam era teknologi yang maju seperti sekarang ini, tidak satu pun perusahaan
yang tidak terkena dampak globalisasi. Bukan hanya perusahaan besar dan multinasional, tetapi perusahaan kecil juga menghadapi persaingan global (Nasution, 1998 dalam Susanto, 2000).
Munculnya ekonomi global saat ini juga mendorong setiap perusahaan untuk
mengubah cara mereka dalam menjalankan bisnis. Kondisi persaingan yang dihadapi semakin luas, sehingga apabila perusahaan tidak mampu bersaing, maka perusahaan dapat mengalami risiko kebangkrutan. Salah satu cara dalam
memenangkan persaingan global adalah dengan menghasilkan suatu produk atau
jasa dengan kualitas terbaik. Kualitas terbaik akan diperoleh dengan melakukan upaya perbaikan secara terus menerus terhadap kemampuan sumber daya
manusia, proses, dan lingkungan. Dalam hal ini, penerapan total quality management
(TQM) merupakan alat yang sangat tepat agar dapat memperbaiki kemampuan unsur-unsur tersebut secara
berkesinambungan
(Ismunawan, 2010).
Total quality management (TQM) merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang memaksimalkan
daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus terhadap produk
barang atau jasa,
sumber daya manusia, proses dan
lingkungannya, baik yang didorong oleh kekuatan eksternal maupun internal organisasi (Tjiptono & Diana, 2001).
Total quality management (TQM) merupakan suatu sistem yang saat ini mulai diterapkan oleh perusahaan-
perusahaan karena dianggap mampu mendukung
kinerja manajerial. Kinerja manajerial menjadi pusat perhatian dalam sebuah organisasi. Kinerja merupakan suatu keadaan yang harus diketahui dan diinformasikan kepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu organisasi dihubungkan
dengan visi yang diemban suatu organisasi serta mengetahui dampak positif dan
negatif dari suatu kebijakan operasional yang diambil. Kinerja manajerial suatu
perusahaan dianggap baik apabila tujuan perusahaan dapat tercapai berdasarkan
sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya, serta melakukan
perbaikan secara
terus menerus (Wentzel, 2002).
Berdasarkan total
quality management (TQM), tolak ukur keberhasilan usaha
bertumpu pada kepuasan pelanggan atas barang atau jasa yang diterima. Untuk dapat memperoleh dan mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan dalam menghadapi persaingan bebas dan kompetitif, diperlukan suatu komitmen
organisasi yang mengarah kepada kepuasan pelanggan, dalam hal ini mutu
merupakan faktor utama yang mempengaruhi pilihan konsumen untuk berbagai jenis produk dan jasa. Mutu juga merupakan suatu kekuatan yang dapat
menghasilkan keberhasilan
perusahaan (Prawirosentono,
2007).
Dalam praktiknya, total quality management (TQM) sangat berpengaruh
terhadap kinerja manajerial suatu perusahaan. Semakin meningkatnya total quality management (TQM), maka akan berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial karena apabila unsur-unsur total quality
management (TQM)
dilaksanakan dengan baik maka tujuan perusahaan mendapatkan laba akan tercapai sehingga dapat dilihat bahwa kinerja manajerial perusahaan berjalan
dengan
baik (Tjiptono & Diana, 2003).
Beberapa hasil survei menunjukkan bahwa banyak perusahaan mengalami
masalah dalam mengembangkan total quality management (TQM). Dari beberapa
masalah yang diidentifikasi, perubahan budaya organisasi adalah sebagai penghalang utama penerapan total quality
management (TQM), antara lain lemahnya hubungan kerja sama pada tingkat fungsional (Plowman, 1990).
Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Pradiansyah (1998) yang menyatakan bahwa keberhasilan penerapan total quality
management (TQM) akan sangat tergantung pada budaya
organisasi yang
menimbulkan
komitmen dari orang-orang
dalam suatu organisasi. Sehingga penerapan total quality
management (TQM).
akan mengalami masalah apabila tidak didukung
oleh komitmen dari semua
anggota organisasi
untuk berubah.
Dengan demikian, kepemimpinan yang ditunjukkan dalam komitmen
pimpinan puncak yang didukung oleh semua anggota organisasi secara
berkelanjutan akan memberikan dukungan terhadap perubahan penerapan total quality management
(TQM) menuju peruabahan yang lebih baik. Komitmen adalah sebagai perjanjian atau keterikatan untuk melakukan sesuatu yang terbaik
dalam organisasi atau kelompok tertentu (Aranya &
Ferris, 1984).
Berdasarkan uraian di atas, maka Penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”PENGARUH PENERAPAN TOTAL QUALITY MANAGEMENT
(TQM) DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PADA PT MAKMUR JAYA
KHARISMA”.
Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh gambaran yang jelas mengenai pengaruh penerapan total quality management
dan komitmen organisasi terhadap kinerja manajerial.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut.
1. Apakah terdapat pengaruh penerapan total quality management dan komitmen
organisasi
terhadap kinerja
manajerial?
2. Bagaimana pengaruh penerapan total quality
management dan komitmen
organisasi
terhadap kinerja
manajerial?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian adalah
sebagai berikut.
1. Untuk menguji apakah terdapat pengaruh penerapan total
quality management dan komitmen
organisasi terhadap
kinerja manajerial.
2. Untuk menguji pengaruh penerapan total quality management dan komitmen
organisasi
terhadap kinerja
manajerial.
1.4 Manfaat Penelitian
Berikut adalah manfaat penelitian
bagi
beberapa pihak.
1. Bagi
Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan Peneliti tentang informasi mengenai pengaruh penerapan total
quality
management dan komitmen
organisasi
terhadap kinerja
manajerial.
2. Bagi
Perusahaan
Penelitian
ini
diharapkan dapat memberikan
berbagai masukan bagi perusahaan dalam pengaruh penerapan total quality management dan komitmen organisasi terhadap kinerja manajerial sehingga diharapkan perusahaan dapat melakukan
perbaikan terus menerus terhadap produk barang atau jasa, sumber daya
manusia, proses dan lingkungannya dalam mencapai keunggulan kompetitif.
3. Bagi Universitas
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu bahan ajar bagi mahasiswa
mengenai pengaruh penerapan total quality
management dan komitmen
organisasi
terhadap kinerja
manajerial.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi peneliti selanjutnya
serta dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk penelitian yang serupa di
masa
mendatang.
2.
LANDASAN TEORI
2.1 Pengukuran
Kinerja
Kebanyakan dari perusahaan hanya mengukur kinerja perusahaan
berdasarkan kinerja keuangan, yaitu membandingkan kinerja keuangan aktual
dengan kinerja keuangan yang dianggarkan. Namun seharusnya tidak demikian,
karena pengukuran
kinerja pada berbagai aspek sangat penting. Untuk itu
dibutuhkan pengukuran kinerja yang menggabungkan informasi keuangan dan
non keuangan. Pengukuran
kinerja memiliki berbagai macam pengertian yang
dapat diungkapkan
oleh
beberapa ahli.
a. Menurut Mahsun
(2009)
Pengukuran kinerja (performance measurement) adalah suatu proses penilaian
kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan
sebelumnya termasuk informasi dan efisiensi penggunaan sumber daya dalam
menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa (seberapa baik barang
dan jasa diserahkan pada pelanggan dan sampai seberapa jauh pelanggan
dipuaskan), hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan, dan
efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan.
b. Menurut
Yuwono et al.,
(2002)
Pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap
berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang terdapat dalam perusahaan atau
organisasi.
c. Menurut Stout (1993)
Pengukuran kinerja merupakan suatu proses mencatat dan mengukur
pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi melalui hasil
yang ditampilkan berupa produk,
jasa, ataupun
suatu
proses.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pengukuran
kinerja
adalah tindakan pengukuran
atau penilaian kemajuan pekerjaan yang dilakukan
terhadap berbagai aktivitas dalam organisasi untuk mengetahui pencapaian pada
tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Dari pengukuran tersebut,
maka akan diketahui apakah perusahaan dapat mencapai efisiensi dan efektivitas
dari setiap aktivitas yang dilakukan. Pengukuran kinerja penting bagi perusahaan
karena berguna bagi manajer untuk mengevaluasi dan perencanaan masa depan.
Pengukuran kinerja dapat bermanfaat bagi para pengguna apabila hasilnya dapat
memberikan umpan balik yang dapat membantu anggota organisasi dalam usaha
untuk melakukan
perbaikan kinerja lebih lanjut (Horngren
& Foster 1991).
2.1.1 Tujuan
Pengukuran Kinerja
Menurut Robert & Anthony (2001), tujuan dari pengukuran
kinerja adalah
untuk membantu organisasi dalam menerapkan strategi. Tujuan utama dari
pengukuran kinerja adalah mengimplementasikan strategi. Dalam menetapkan
pengukuran kinerja, manajemen memilih ukuran-ukuran
yang mewakili strategi
perusahaan. Ukuran-ukuran
tersebut dilihat sebagai faktor keberhasilan penting
(critical success factors) masa kini dan masa depan. Apabila ukuran tersebut
membaik, maka perusahaan telah berhasil dalam mengimplementasikan
strateginya. Sedangkan menurut Mulyadi (2001), tujuan pokok pengukuran
kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam pencapaian sasaran organisasi
dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar
membuahkan hasil dan tindakan yang diinginkan. Dalam penerapan pengukuran
kinerja terdapat empat konsep dasar yaitu:
1. Menentukan
strategi
Tujuan organisasi
dinyatakan secara
jelas dan strategi harus
dibuat pertama kali
untuk keseluruhan organisasi dan kemudian dikembangkan ke level fungsional di bawahnya.
2. Menentukan
pengukuran
strategi
Pengukuran strategi diperlukan untuk dapat mengimplementasikan strategi ke
seluruh anggota organisasi. Organisasi harus fokus pada beberapa pengukuran
kritikal saja sehingga manajemen tidak terlalu banyak melakukan pengukuran
indikator kinerja
yang tidak
perlu.
3. Mengintegrasikan pengukuran ke dalam sistem manajemen
Pengukuran harus merupakan bagian organisasi baik secara formal maupun
informal, juga merupakan bagian dari budaya perusahaan dan sumber daya
manusia perusahaan.
4. Mengevaluasi pengukuran
hasil secara berkesinambungan
Manajemen harus selalu mengevaluasi pengukuraa kinerja organisasi apakah
masih valid untuk ditetapkan
dari waktu ke waktu.
Pengukuran kinerja membantu manajer dalam mengawasi pelaksanaan
strategi bisnis dengan cara membandingkan hasil aktual dengan sasaran dan
tujuan strategis. Pengukuran kinerja biasanya terdiri atas metoda sistematis dalam
penempatan sasaran dan tujuan serta pelaporan periodik yang menghasilkan
realisasi atas
pencapaian
sasaran dan tujuan.
2.1.2 Manfaat Pengukuran
Kinerja
Menurut Mulyadi (2001),
manfaat pengukuran kinerja yang baik sebagai
berikut.
1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga perusahaan lebih
dekat pada pelanggan dan membuat anggota dalam organisasi terlibat dalam
upaya
memberikan
kepuasan
kepada pelanggan.
2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata
rantai pelanggan dan
pemasok
internal.
3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan biaya dan mendorong
upaya-upaya
pengurangan terhadap
pemborosan tersebut.
4. Membuat suatu tujuan strategis yang masih belum jelas menjadi lebih nyata.
sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi.
5. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan reward atas
perilaku yang diharapkan tersebut.
Menurut Wahyuni (2011), manfaat pengukuran kinerja dilakukan untuk
melakukan penilaian terhadap anggota-anggota yang bekerja di organisasi. Bagi
anggota organisasi, penilaian tersebut
penting karena memberikan umpan balik
mengenai kemampuan, kelebihan, kekurangan, dan potensi yang bermanfaat
untuk menentukan jalur, rencana,
dan pengembangan
karir.
2.2 Kinerja
Manajerial
Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi
organisasi yang terdapat dalam strategic planning suatu organisasi
(Mangkunegara, 2005). Menurut
Donnelly, et al., dalam Sari (2009),
kinerja
merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja manajerial adalah kinerja
individu anggota organisasi dalam kegiatan-kegiatan manajerial. Seseorang yang
memegang posisi manajerial diharapkan mampu menghasilkan suatu kinerja
manajerial. Berbeda dengan kinerja karyawan umumnya yang bersifat konkrit,
kinerja manajerial
adalah
bersifat abstrak dan
kompleks.
Kinerja manajerial memiliki berbagai macam pengertian yang dapat
diungkapkan oleh
beberapa ahli.
a. Menurut Mahoney &
Carroll (....) dalam Sari
(2009)
Kinerja manajerial adalah kinerja para individu anggota organisasi dalam
kegiatan-kegiatan manajerial antara lain perencanaan, investigasi, koordinasi,
supervisi,
pengaturan
staf, negosiasi, dan
representasi.
b. Menurut
Pramesthiningtyas (2011)
Kinerja manajerial adalah seberapa efektif dan efisien manajer telah bekerja
untuk mencapai tujuan organisasi.
c. Menurut Anwar (2010)
Kinerja manajerial merupakan proses perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengendalian terhadap pencapaian kinerja dan di
komunikasikan secara terus menerus oleh pimpinan kepada karyawan, antara
karyawan dengan atasannya langsung.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan kinerja manajerial adalah
manajerial merupakan hasil dari proses aktivitas manajerial yang efektif mulai
dari proses perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, laporan pertanggung
jawaban, pembinaan, dan pengawasan. Kinerja manajerial merupakan salah satu
faktor penting dalam suatu perusahaan karena dengan meningkatnya kinerja
manajerial dapat meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan
(Widarsono, 2007).
Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan dan memenuhi
tanggung jawab sosialnya bergantung pada manajer. Apabila manajer mampu
melakukan tugas-tugasnya dengan baik, maka organisasi akan mampu mencapai
sasaran dan tujuan yang dicapai. Kinerja manajerial merupakan seberapa jauh
manajer melaksanakan fungsi-fungsi manajemen. Menurut Laksana (2008),
kinerja manajerial diukur dengan menggunakan indikator sebagai berikut.
1. Perencanaan
Perencanaan dalam hal ini adalah kemampuan untuk menentukan suatu tujuan,
kebijakan dan tindakan, penjadwalan kerja, penganggaran, merancang
prosedur,
dan pemrograman.
2. Investigasi
Investigasi yaitu kemampuan mengumpulkan dan menyampaikan informasi
untuk catatan, laporan, dan rekening, mengukur hasil, menentukan persediaan,
dan analisis pekerjaan.
3. Pengoordinasian
Pengoordinasian yaitu kemampuan melakukan pertukaran informasi dengan
orang lain di bagian organisasi yang lain untuk menghubungkan dan
menyesuaikan program, memberitahu divisi lain, dan hubungan dengan
manajer lain.
4. Evaluasi
Evaluasi yaitu kemampuan untuk menilai dan mengukur kinerja yang diamati
atau dilaporkan, penilaian pegawai, penilaian catatan hasil, penilaian laporan
keuangan, pemeriksaan produk.
5. Pengawasan
Pengawasan yaitu kemampuan untuk mengarahkan, memimpin dan
membimbin, melatih dan menjelaskan peraturan kerja pada bawahan,
memberikan tugas pekerjaan dan
menangani bawahan.
6. Pengaturan
staf
(staffing)
Pengaturan staf (staffing) yaitu salah satu proses
yang terdiri dari spesifikasi
pekerjaan (job description), pergerakan tenaga, spesifikasi pekerja, seleksi dan
penyusun organisasi untuk mempersiapkan dan melatih karyawan agar
melaksanakan pekerjaan
dengan
baik.
7. Negosiasi
Negosiasi yaitu kemampuan dalam melakukan pembelian, penjualan atau
melakukan kontrak untuk barang dan jasa, menghubungi pemasok, tawar
menawar dengan
penjual, tawar menawar secara kelompok.
8. Perwakilan
(representative)
Perwakilan (representative) yaitu menyampaikan informasi tentang visi, misi,
dan kegiatan-kegiatan organisasi dengan menghadiri pertemuan kelompok
bisnis dan konsultasi
dengan
kantor-kantor lain.
2.3 Total Quality Management (TQM)
Total Quality Management (TQM) merupakan satu
sistem yang
saat ini mulai
diterapkan oleh perusahaan-perusahaan karena dianggap mampu mendukung
kinerja manajerial. Total quality
management
(TQM) memiliki berbagai macam
pengertian yang dapat diungkapkan
oleh beberapa ahli.
a. Menurut Ishikawa dalam
Nasution (2005)
Total quality management (TQM) sebagai perpaduan semua fungsi
manajemen,
semua bagian dari suatu perusahaan dan semua orang yang dibangun
berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas, dan kepuasan pelanggan.
b. Menurut
Purwanto dalam Suharyanto (2005)
Total Quality Management (TQM) pada dasarnya merupakan upaya untuk
menciptakan “a
culture of
continous improvement” di antara para karyawan
dengan menerapkan berbagai teknik pemecahan permasalahan secara
kelompok dengan memusatkan
perhatian pada kepuasan pelanggan.
c. Menurut Tjiptono
(2003)
Total quality management (TQM) merupakan suatu pendekatan dalam
menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing
organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses,
dan lingkungannya.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa total quality
management (TQM) adalah suatu alat yang digunakan oleh manajemen
perusahaan yang melibatkan seluruh anggota organisasi dalam melakukan
perbaikan secara terus-menerus atas produk, pelayanan, lingkungan yang
berhubungan dengan produk perusahaan. Dalam hal ini, penting bagi manajer
untuk memberikan wewenang kepada karyawan untuk berperan aktif dalam
mengambil inisiatif dengan harapan keterlibatan karyawan dapat meningkatkan
proses produksi.
Total quality management
(TQM) lebih memberdayakan atau
lebih menekankan keterlibatan karyawan yang merupakan sumber bernilai bagi
organisasi. Penerapan total
quality management (TQM) yang terencana dan
terarah diharapkan dapat membantu dalam meningkatkan produktivitas dan
kinerja perusahaan.
2.3.1 Pedoman dalam Penerapan Total Quality
Management (TQM)
Agar penerapan total
quality management
(TQM) dapat terlaksana dengan
baik, perusahaan harus memiliki pedoman yang jelas dan terarah dan mengacu
pada efisiensi. Menurut
Oakland (1994) dalam Nursya’bani (2006), atribut
efisiensi tersebut sebagai berikut.
1. Komitmen
Komitmen untuk menyediakan produk
atau layanan yang efisien dan
menguntungkan
harus ditunjukkan
oleh
manajemen dan perusahaan.
2. Konsistensi
Perusahaan harus menyediakan produk dengan kinerja yang konsisten,
misalnya ketepatan waktu, kebersihan ruangan, kesabaran dalam memberikan
pelayanan, dan
lain-lain.
3. Kompetensi
Perusahaan harus menyediakan pekerja dengan kemampuan atau kompetensi
yang unggul untuk melaksanakan tugas-tugas atau pekerjaan yang diberikan,
sehingga mendukung pencapaian
sasaran perusahaan.
4. Hubungan
Perusahaan harus mampu menjalin hubungan baik dengan konsumen karena
tujuan
perusahaan adalah
menyediakan produk
yang sesuai dengan harapan
dan
keinginan konsumen.
5. Komunikasi.
Perusahaan harus mampu menjalin komunikasi yang baik dengan konsumen
agar spesifikasi produk yang diinginkan konsumen dapat dilaksanakan dengan
baik oleh perusahaan.
6. Kredibilitas
Perusahaan harus memperoleh kepercayaan dari konsumen dan harus
memercayai konsumen agar
hubungan komunikasi
akan
terjalin
dengan
baik.
7. Perasaan
Perusahaan harus memiliki rasa simpati terhadap konsumen, terutama
menyangkut kebutuhan dan harapan mereka dan terhadap konsumen
menyangkut
hak pekerja.
8. Kesopanan
Perusahaan melalui para pekerja harus menunjukkan sikap sopan kepada
konsumen,
terutama pekerja yang berhubungan
langsung dengan konsumen.
9. Kerjasama
Perusahaan harus dapat menciptakan kerjasama yang baik, antara pekerja
maupun perusahaan dengan konsumen.
10. Kemampuan.
Perusahaan harus memiliki kemampuan untuk melakukan pengambilan
keputusan dan melakukan tindakan yang berkaitan dengan penyediaan produk atau layanan.
11. Kepercayaan
Perusahaan harus memiliki rasa percaya diri bahwa perusahaan mampu
menyediakan produk atau layanan sesuai kebutuhan dan harapan konsumen.
Rasa percaya diri harus tertanam ke dalam seluruh pekerja.
12. Kritik
Perusahaan harus bersedia menerima kritik dan masukan dari siapapun, baik
dari pekerja maupun dari pihak eksternal, terutama kritik dari
konsumen.
2.3.2 Elemen-elemen
Pengukuran
Total Quality Management (TQM)
Menurut Goetsch dan Davis dalam Nasution (2005) terdapat elemen-elemen
dalam pengukuran total quality
management (TQM)
sebagai berikut.
1. Fokus pada pelanggan
Pada dasarnya, semua usaha manajemen dalam total
quality management
(TQM) diarahkan pada satu tujuan utama yaitu terciptanya kepuasan
pelanggan. Dengan adanya kepuasan pelanggan maka dapat memberikan
beberapa manfaat sebagai berikut (Tjiptono
& Diana, 2003).
a) Hubungan
antara perusahaan
dan para pelanggan menjadi harmonis.
b) Memberikan dasar
yang baik
bagi
pembelian
ulang.
c) Dapat mendorong terciptanya
loyalitas pelanggan.
d) Membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan
bagi perusahaan.
e) Reputasi perusahaan
menjadi baik
di mata pelanggan.
f) Laba yang diperoleh
dapat meningkat.
Oleh karena kepuasan pelanggan merupakan prioritas paling utama dalam
total quality management (TQM), maka dalam suatu perusahaan harus memiliki
fokus pada pelanggan. Fokus pada pelanggan merupakan upaya perusahaan untuk
memproduksi produk sesuai dengan keinginan pelanggan untuk memuaskan
pelanggan (Tjiptono dan Diana, 2003). Agar perusahaan dapat menciptakan
produk yang dapat memuaskan pelanggan maka harus dilakukan observasi
terhadap kebutuhan
pelanggan. Hal ini dilakukan dengan cara melakukan
interaksi
antara karyawan dengan pelanggan. Karakteristik perusahaan-perusahaan yang
sukses dalam membentuk fokus pada pelanggan adalah sebagai berikut (Tjiptono
& Diana,
2003).
a) Visi,
komitmen, dan
suasana.
b) Penjajaran
dengan
pelanggan.
c) Kemauan
untuk mengidentifikasi dan mengatasi permasalahan
pelanggan.
d) Memanfaatkan informasi dari pelanggan.
e) Mendekati
para
pelanggan.
f) Kemampuan, kesanggupan,
dan pemberdayaan
karyawan.
g) Penyempurnaan
produk dan proses secara terus
menerus.
2. Obsesi
terhadap kualitas
Obsesi terhadap kualitas merupakan sikap dan komitmen perusahaan untuk
tetap memberikan kualitas yang terbaik pada setiap produknya yang dilakukan
hanya untuk memenuhi kebutuhan pelanggan baik internal maupun eksternal
(Tjiptono &
Diana, 2003). Terdapat delapan dimensi kualitas yang dapat
digunakan sebagai kerangka perencanaan strategis dan analisis, terutama untuk
produk manufaktur. Dimensi tersebut adalah
sebagai berikut.
a) Kinerja karakteristik
operasi pokok dari produk
inti.
b) Ciri-ciri keistimewaan tambahan, yaitu karakteristik sekunder
atau
pelengkap.
c) Kehandalan, yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal
pakai.
d) Kesesuaian dengan spesifikasi, yaitu sejauh mana skarakteristik desain dan
operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan
sebelumnya.
e) Daya tahan, berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan.
f) Service ability, meliputi kecepatan, kompetensi,
kenyamanan,
mudah
direparasi
dengan penanganan
keluhan yang memuaskan.
g) Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap konsumen.
h) Kualitas yang dipersepsikan, yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung
jawab perusahaan
terhadapnya.
3. Kerjasama tim
Kerjasama tim merupakan implementasi integritas perusahaan dimana setiap
orang dalam setiap departemen pada perusahaan bersama-sama melakukan
tindakan yang dapat mewujudkan tujuan yang ingin dicapai perusahaan
(Tjiptono &
Diana, 2003). Tiap anggota tim harus menyamakan visi dan
misinya dalam mewujudkan tujuan perusahaan secara bersama-sama. Selain
itu, semua anggota harus menataati peraturan tim yang berlaku dan melakukan
pembagian
tanggung jawab
dan wewenang dengan secara adil.
4. Perbaikan sistem secara berkesinambungan
Perbaikan sistem secara berkesinambungan merupakan usaha konstan yang
dilakukan oleh perusahaan untuk mengubah dan membuat sesuatu menjadi
lebih baik terhadap proses produk maupun orang yang melaksanakannya
(Tjiptono & Diana,
2003). Persaingan global dan selalu berubahnya permintaan
pelanggan merupakan alasan perlunya dilakukan perbaikan berkesinambungan.
Untuk mencapai perbaikan berkesinambungan, manajer senior harus secara
aktif mendorong setiap orang untuk mengidentifikasi dan menggunakan
kesempatan perbaikan.
5. Pendidikan
dan pelatihan
Saat ini, masih terdapat perusahaan yang tidak peduli terhadap pentingnya
pendidikan dan pelatihan karyawan. Kondisi seperti ini menyebabkan
perusahaan yang bersangkutan tidak berkembang dan sulit bersaing dengan
perusahaan lainnya, apalagi dalam era persaingan global. Sedangkan dalam
organisasi yang menerapkan total quality management (TQM), pendidikan dan
pelatihan merupakan faktor yang fundamental. Setiap orang diharapkan dan
didorong untuk terus belajar. Dengan belajar, setiap orang dalam perusahaan
dapat meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian profesionalnya.
Meskipun demikian, pendidikan dan pelatihan memiliki tujuan yang sama,
yaitu pembelajaran. Terdapat lima faktor penyebab diperlukannya pendidikan
dan pelatihan menurut
Tjiptono &
Diana (2003), yaitu:
a) Kualitas angkatan
kerja yang ada
Angkatan kerja terdiri dari orang-orang yang berharap untuk memiliki
pekerjaan. Pekerjaan-pekerjaan baru dipenuhi dari angkatan kerja. Oleh karena
itu, kualitas angkatan kerja merupakan hal yang penting. Angkatan kerja yang
berkualitas tinggi adalah kelompok yang memunyai pendidikan dengan baik
dan memiliki keterampilan intelektual dasar seperti membaca, menulis,
berpikir, mendengarkan, berbicara,
dan memecahkan masalah.
b) Persaingan global
Agar perusahaan dapat memenangkan persaingan di dalam pasar global yang
ketat, maka perusahaan harus mampu menghasilkan produk yang lebih baik
dan lebih murah daripada pesaingnya. Untuk itu, diperlukan pendidikan dan
pelatihan untuk menghadapi persaingan agar tetap menjadi yang lebih baik
daripada pesaing lain.
c) Perubahan
yang cepat dan terus
menerus
Perubahan terjadi dengan cepat dan berlangsung terus menerus. Pengetahuan
dan keterampilan yang masih baru saat ini dapat berubah dan sudah tidak
berguna lagi sehingga pendidikan dan pelatihan menjadi faktor yang penting
dalam suatu
perusahaan.
d) Masalah-masalah alih teknologi
Alih teknologi adalah perpindahan atau transfer
teknologi dari satu objek ke
objek yang lain. Ada dua tahap dalam proses alih teknologi. Tahap pertama
adalah komersialisasi teknologi baru yang dikembangkan di laboratorium riset
atau oleh penemu individual. Tahap ini merupakan pengembangan bisnis dan
tidak melibatkan pelatihan. Tahap kedua dari proses tersebut adalah difusi
teknologi yang memerlukan pelatihan. Difusi teknologi adalah proses
pemindahan teknologi yang baru dikomersialkan ke dunia kerjauntuk
meningkatkan produktivitas,
kulitas,
dan daya saing.
e) Perubahan
keadaan demografi
Perubahan keadaan demografi menyebabkan pelatihan menjadi semakin
penting dewasa ini. Oleh karena kerja sama tim merupakan unsur pokok dari
total quality management (TQM), maka pelatihan dibutuhkan untuk melatih
karyawan yang berbeda latar belakangnya agar dapat bekerja bersama secara
harmonis. Untuk mengatasi perbedaan budaya, sosial, dan jenis kelamin
dibutuhkan
pelatihan,
komitmen,
dan perhatian.
6. Keterlibatan dan
pemberdayaan karyawan
Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan proses yang dilakukan
oleh perusahaan untuk mengikutsertakan karyawannya dalam setiap kegiatan
yang dilakukan oleh perusahaan (Tjiptono &
Diana, 2003).
Selain itu,
perusahaan memberikan kebebasan kepada karyawan untuk mengeksplorasi
diri dengan melakukan hal-hal baru yang dapat memperbaiki perusahaan ke
arah yang lebih baik. Tujuan pelibatan dan pemberdayaan adalah untuk
meningkatkan kemampuan organisasi untuk memberikan nilai lebih terhadap
pelanggan (customer value). Dasar pemikiran perlunya keterlibatan dan
pemberdayaan karyawan adalah untuk mengarahkan kreativitas dan inisiatif
dari para karyawan menuju peningkatan daya saing perusahaan yang lebih
baik. Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan akan berarti apabila hal
tersebut merupakan suatu usaha
yang dilakukan untuk membantu organisasi
guna meningkatkan
nilai
yang akan diberikan
kepada pelanggan.
2.4 Komitmen Organisasi
Komitmen adalah sebagai perjanjian atau keterikatan untuk melakukan
sesuatu yang terbaik dalam organisasi atau kelompok tertentu (Aranya & Ferris
1984). Apabila dikaitan dengan pendapat Choi &
Behling (1997) mengenai
komitmen pimpinan puncak, bahwa tanggung jawab melaksanakan total quality
management (TQM) dalam organisasi tergantung pada banyak pihak. Dalam hal
ini, pimpinan puncak tidak bekerja sendiri tetapi harus bekerja sama dengan
bawahannya. Kerja sama harus ditunjukkan melalui keterlibatan pimpinan puncak
dalam melaksanakan tugas pokoknya, dengan mengarahkan dan mendorong
bawahannya menuju berbagai tujuan dalam organisasi termasuk program
pengendalian kualitas. Komitmen organisasi memiliki berbagai macam pengertian
yang dapat diungkapkan
oleh beberapa
ahli.
a. Menurut Koesmono (2004)
Komitmen organisasi mencerminkan bagaimana seorang individu
mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi dan terikat dengan tujuan-tujuannya.
b. Menurut Steers (1988)
Komitmen organisasi menjelaskan kekuatan relatif dari sebuah identifikasi
individu
dengan keterlibatan dalam sebuah organisasi.
c. Menurut Venusita (2006)
Komitmen organisasi didefinisikan sebagai dorongan dari dalam diri individu
untuk melakukan sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi sesuai
dengan tujuan yang ditetapkan dan lebih mengutamakan kepentingan
organisasi.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi
adalah
suatu keadaan yang mana suatu individu
memiliki dorongan atau keinginan
untuk tetap berada di dalam suatu organisasi dan percaya pada nilai-nilai
organisasi. Dalam komitmen organisasi tercakup unsur loyalitas terhadap
organisasi, keterlibatan dalam pekerjaan serta identifikasi terhadap nilai-nilai dan
tujuan organisasi. Bagi individu dengan komitmen organisasi yang tinggi,
pencapaian tujuan organisasi merupakan hal yang diprioritaskan. Individu dengan
komitmen organisasi yang kuat dalam dirinya akan berusaha
keras untuk
mencapai tujuan organisasi serta melakukan yang terbaik demi kepentingan
organisasi. Sebaliknya, individu dengan komitmen organisasi yang rendah akan
mempunyai perhatian yang rendah dalam pencapaian tujuan organisasi dan
cenderung berusaha
memenuhi kepentingan pribadinya (Steers,
1988).
2.4.1 Aspek-aspek Komitmen Organisasi
Menurut Kuntjoro (2002)
dalam Agil (2009) untuk dapat menumbuhkan
komitmen
organisasi, maka terdapat tiga
aspek yang perlu diperhatikan
yaitu:
1. Identifikasi
Identifikasi dalam organisasi yaitu penerimaan tujuan organisasi, yang
penerimaan ini merupakan dasar komitmen organisasi. Untuk menumbuhkan
identifikasi dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi, sehingga
mencakup beberapa tujuan pribadi para anggota atau dengan kata lain
organisasi memasukkan
kebutuhan dan keinginan anggota dalam tujuan
organisasi. Hal ini akan menumbuhkan suasana saling mendukung di antara
para anggota dengan organisasi. Lebih lanjut, dapat membuat anggota dengan
rela menyumbangkan tenaga, waktu, dan pikiran bagi tercapainya tujuan
organisasi.
2. Keterlibatan
Keterlibatan atau partisipasi anggota dalam aktivitas-aktivitas organisasi
penting untuk diperhatikan karena adanya keterlibatan anggota menyebabkan
mereka dapat bekerja sama, baik dengan pimpinan atau rekan kerja.
Keterlibatan yaitu adanya kesediaan untuk berusaha
sungguh-sungguh pada
organisasi. Keterlibatan sesuai peran dan tanggungjawab pekerjaan di
organisasi tersebut. Karyawan yang memiliki komitmen tinggi akan menerima
semua tugas dan
tanggungjawab
pekerjaan yang diberikan
padanya.
3. Loyalitas
Loyalitas yaitu adanya keinginan yang kuat untuk menjaga keanggotaan di
dalam organisasi. Loyalitas terhadap organisasi merupakan evaluasi terhadap
komitmen, serta adanya ikatan emosional dan keterikatan antara organisasi
dengan pegawai. Karyawan dengan komitmen tinggi merasakan adanya
loyalitas dan rasa memiliki terhadap organisasi.
Menurut Allen dan Meyer
(....) dalam Agil (2009) mengemukakan tiga komponen
model komitmen organisasi, yaitu:
1. Affective commitment
Affective commitment merupakan keikatan emosional, identifikasi, dan
keterlibatan dalam suatu organisasi. Anggota menetap dalam suatu organisasi
berdasarkan kesesuaian dengan pemikiran, tujuan, serta nilai organisasi.
Komitmen ini muncul dan berkembang oleh dorongan adanya kenyamanan,
keamanan, dan manfaat lain yang dirasakan dalam suatu organisasi tempat
anggota bekerja.
2. Continuance commitment
Continuance commitment merupakan komitmen anggota yang didasarkan pada
pertimbangan tentang apa yang harus dikorbankan apabila akan meninggalkan
organisasi. Pertimbangan ini didasarkan pada biaya yang akan ditanggung bila
anggota keluar dari organisasi. Anggota memutuskan untuk menetap pada
suatu organisasi karena menganggap sebagai suatu pemenuhan kebutuhan dan
juga ada tidaknya peluang pekerjaan di luar organisasi. Anggota akan
cenderung memiliki daya tahan atau komitmen yang tinggi dalam keanggotaan
apabila
pengorbanan akibat keluar
organisasi
semakin tinggi.
3. Normative commitment
Normative commitment merupakan keyakinan individu tentang tanggungjawab
moral terhadap organisasi. Individu tetap tinggal pada suatu organisasi karena
merasa wajib untuk loyal kepada organisasi tersebut. Sesuatu yang mendorong
anggota untuk
tetap berada dan memberikan sumbangan pada keberadaan suatu
organisasi, baik itu materi maupun non-materi adalah adanya kewajiban moral,
yang mana seseorang akan merasa tidak nyaman dan bersalah jika tidak
melakukan sesuatu.
2.5 Penelitian
Terdahulu
Adapun beberapa penelitian terdahulu yang memiliki topik sama dengan
Penulis.
28
Tabel
1. Penelitian Terdahulu
Nama |
Judul |
Variabel Penelitian |
Metodologi Penelitian |
Hasil |
Hiras (2008) |
Pengaruh Komitmen,
Persepsi dan Penerapan Pilar Dasar Total Quality Management terhadap Kinerja Manajerial (Survei
pada BUMN Manufaktur di Indonesia) |
- Komitmen pimpinan puncak (I) - Persepsi
manajer divisi mengenai
TQM (I) - Penerapan pilar dasar TQM (I) - Kinerja Manajerial
(D) |
- Metoda survei - 28 BUMN manufaktur di Indonesia |
- Secara simultan dan parsial komitmen pimpinan puncak, persepsi manajer divisi mengenai TQM, dan penerapan pilar dasar TQM berpengaruh
terhadap kinerja
manajerial. |
Ari (2013) |
Pengaruh
Penerapan Total Quality Management (TQM), Sistem Pengukuran
Kinerja, dan
Komitmen Organisasi
Terhadap Kinerja Manajerial (Studi Empiris
Pada |
- Total quality management (I) - Sistem Pengukuran
Kinerja (I) - Komitmen organisasi
(I) |
- Metoda kuesioner - 40 manajer
yang bekerja di PT. KERETA
API
INDONESIA (DAOP)
9 JEMBER |
- Penerapan total quality
management, sistem pengukuran
kinerja, dan komitmen organisasi berpengaruh
signifikan terhadap
kinerja manajerial. |
|
PT. KERETA
API INDONESIA (PERSERO)
DAOP 9 JEMBER) |
- Kinerja Manajerial (D) |
|
|
Yenni (2012) |
Pengaruh Penerapan Total Quality Management (TQM)
dan Komitmen Organisasi
terhadap Kinerja Perusahaan
dengan Budaya Organisasi Sebagai
Variabel
Moderasi
(Survei pada Perusahaan Manufaktur di Jawa Barat yang Listing di BEI) |
- Total quality management (I) - Komitmen organisasi
(I) - Kinerja perusahaan (D) |
- Metoda kuesioner - 8 perusahaan manufaktur di
Jawa Barat yang listing pada Bursa
Efek
Indonesia (BEI) |
- Budaya organisasi
sebagai variable
moderasi memberikan pengaruh terhadap hubungan antara penerapan
TQM, komitmen organisasi dan
kinerja perusahaan. |
Perbedaan
penelitian
ini
dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah.
1. Penelitian sebelumnya menggunakan metoda survei dalam metoda
pengumpulan data,
sedangkan penelitian
ini menggunakan
metoda kuisioner.
2. Penelitian ini menggunakan dua variabel independen yaitu total quality
management dan komitmen organisasi, sedangkan dalam penelitian
sebelumnya menggunakan tambahan variabel independen lain seperti persepsi
manajer divisi
mengenai TQM dan sistem pengukuran kinerja.
2.6 Hipotesis
Penelitian
Sugiyono (2010) mengartikan hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian. Karena itu, rumusan masalah penelitian biasanya
disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan karena jawaban yang diberikan baru
didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris
yang diperoleh
melalui pengumpulan data.
2.6.1 Hubungan Total Quality Management dan Kinerja
Manajerial
Perusahaan yang menetapkan total quality
management (TQM) akan
menghasilkan produk yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan,
sehingga tidak ada pengulangan pekerjaan atau pengurangan upah dan
pengurangan pemborosan
yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja
manajerial. Tujuan perusahaan dalam menghasilkan produk berkualitas adalah
tercapainya kepuasan pelanggan yang ditandai dengan berkurangnya keluhan dari
pelanggan sehingga dapat meningkatkan
kinerja manajerial.
Perusahaan yang berfokus
pada perbaikan terus menerus, melibatkan dan
memotivasi karyawan untuk mencapai kualitas output dan fokus pada kepuasan
kebutuhan pelanggan lebih mungkin untuk mengungguli perusahaan-perusahaan
yang tidak memiliki focus ini. Dengan demikian, kita dapat berharap bahwa
sejauh organisasi menerapkan praktik total quality management (TQM), kinerja
perusahaan
harus meningkat (Joire,
2007).
Berdasarkan pemaparan di atas, hipotesis alternatif yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
Ha1: Total
Quality Management (TQM) mempunyai pengaruh yang positif
terhadap kinerja manajerial.
2.6.2 Pengaruh
Komitmen
Pimpinan
Puncak terhadap Kinerja Manajerial
Pimpinan puncak harus menempatkan sumber daya yang memadai guna
menjamin keberhasilan dan kelanjutan penerapan perbaikan organisasi. Imai
(1999) mengungkapkan bahwa dalam setiap kesempatan, manajemen puncak
harus menyampaikan pesannya mengenai komitmen yang
telah diyakini dan harus
menempatkan sumber daya yang memadai guna menjamin keberhasilan dan
kelanjutan
penerapan perbaikan.
Dengan demikian keberhasilan perusahaan mencapai tujuan, maka komitmen
pimpinan puncak yang meningkat harus diikuti kompetensi sumber daya manusia
yang memadai untuk mendorong implementasi sistem COQ pada perusahan
secara berkelanjutan yang berdampak pada peningkatan kepuasan konsumen.
Kepuasan konsumen yang
meningkat maka akan meningkatkan kinerja manajerial
yang semakin baik.
Hasil penelitian Flynn et al., (1995) menunjukkan bahwa total quality
management (TQM) yang didukung oleh pimpinan puncak dapat menciptakan
kondisi dan infrastruktur dan berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap
peningkatan kinerja mutu serta berhubungan erat dengan keunggulan bersaing.
Keunggulan daya saing yang semakin baik akan mendorong kinerja manajer semakin
baik.
Berdasarkan pemaparan di atas, hipotesis alternatif yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
Ha2: Terdapat pengaruh komitmen pimpinan puncak mengenai total
quality
management (TQM) terhadap kinerja manajerial.
2.7 Rerangka
Berpikir
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya,
maka model analisis yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh variabel bebas (independen) yaitu
total quality manajement
(TQM) dan komitmen organisasi terhadap variabel terikat (dependen), yaitu
kinerja manajerial.
Berikut ini merupakan gambar
dari
rerangka berpikir.
Total
Quality Management (X1)
Kinerja Manajerial (Y)
Komitmen
Organisasi (X2)
Gambar 1. Rerangka
Berpikir
3.
METODAPENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Berdasarkan jenis data yang akan diteliti, Peneliti menggunakan jenis
penelitian kuantitatif uji hipotesis (hypotesis
testing). Menurut Creswell (2012)
penelitian kuantitatif merupakan suatu pandangan dunia post-positivis, strategi
penelitian eksperimen, dan metode pre- dan post-test perilaku. Uji hipotesis
digunakan untuk mencari hubungan atau pengaruh antara suatu variabel dengan
variabel lainnya. Dalam penelitian ini, Peneliti menggunakan uji hipotesis
(hypotesis
testing) dikarenakan Peneliti ingin menguji apakah terdapat pengaruh
penerapan total
quality management dan komitmen organisasi terhadap kinerja
manajerial.
3.2 Populasi dan Sampel
Menurut Sabar (2007) dalam Sugiyarbini (2012) populasi adalah keseluruhan
subjek penelitian di mana seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam
wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi atau studi
populasi atau studi sensus. Sedangkan menurut Indriantoro dan Supomo (2002)
dalam Kushasyandita (2010) populasi adalah sekelompok orang, kejadian atau
segala sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu. Menurut Sugiyono (2011)
dalam Sugiyarbini (2012) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas:
obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Menurut
Sugiyono (2011) dalam Sugiyarbini (2012) sampel adalah bagian atau jumlah dan
karakteritik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti
tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya dikarenakan
keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti akan mengambil sampel dari
populasi itu. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul
representative.
Dalam penelitian ini, Peneliti memilih PT Makmur Jaya Kharisma sebagai
objek penelitian karena PT Makmur Jaya Kharisma merupakan perusahaan
manufaktur yang bergerak di bidang industri plastik yang memproduksi karung
plastik, terpal plastik, dan aneka tenun plastik. Sampel dalam penelitian ini adalah
karyawan
tetap yang bekerja di PT Makmur Jaya Kharisma.
3.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer.
Menurut Kushasyandita (2010), data primer merupakan data yang diperoleh
secara langsung dari sumber, tidak melalui perantara media. Dalam penelitian ini,
Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yaitu berupa kuesioner.
Kuesioner merupakan salah satu instrumen pengumpul data dalam penelitian.
Kuesioner ini biasanya berkaitan erat dengan masalah penelitian, atau juga
hipotesis penelitian yang dirumuskan.
Menurut Petrus (2009) terdapat dua jenis pertanyaan dalam kuesioner yaitu
pertanyaan terbuka dan tertutup. Kuesioner dengan pertanyaan jawaban terbuka
adalah pertanyaan yang memberikan kebebasan penuh kepada responden untuk
menjawabnya tanpa adanya alternatif pilihan jawaban dari Peneliti. Sedangkan
kuesioner dengan pertanyaan jawaban tertutup adalah Peneliti menyediakan
semua alternatif jawaban responden dan responden menjawab sesuai dengan
alternatif jawaban yang tersedia.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian
ini
menggunakan
kuesioner dengan jenis pertanyaan
jawaban terbuka di
mana Peneliti memberikan alternatif pilihan jawaban sehingga responden dapat
memberikan jawaban
sesuai
dengan
pilihan yang tersedia.
Dalam memberikan alternatif pilihan jawaban, Peneliti menggunakan metoda
skala Likert. Menurut Natsir (2013), skala Likert adalah
suatu skala psikometrik yang umumnya digunakan dalam penelitian yang
menggunakan kuesioner, dan merupakan skala yang paling banyak digunakan
dalam penelitian berupa survei. Nama skala ini diambil dari nama Rensis Likert,
yang menerbitkan suatu laporan yang menjelaskan penggunaannya. Pada saat
menanggapi pertanyaan dalam skala Likert, responden menentukan tingkat
persetujuan mereka terhadap suatu pernyataan dengan memilih salah satu dari
pilihan
yang tersedia. Skor penilaian yang
digunakan dalam skala Likert yaitu.
a. Nilai jawaban
1: sangat tidak
setuju (STS)
b. Nilai jawaban
2: tidak setuju
(TS)
c. Nilai jawaban
3: netral/cukup
d. Nilai jawaban 4: setuju (S)
e. Nilai jawaban
5: sangat setuju
(SS)
3.4 Definisi Operasional
Variabel
Dalam penelitian ini, akan dibahas variabel independen dan variabel dependen.
1. Variabel independen
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi
variabel lain baik
secara positif maupun negatif (Sekaran, 2006). Variabel independen merupakan
faktor penyebab yang akan mempengaruhi variabel lain. Dalam penelitian ini,
variabel independennya adalah total quality
management (TQM) dan
komitmen
organisasi.
a. Total quality management (TQM)
Total quality management (TQM) diartikan sebagai perpaduan semua fungsi
manajemen, semua bagian dari suatu perusahaan dan semua orang ke dalam
falsafah holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork,
produktivitas, dan kepuasan pelanggan menurut
Ishikawa dalam Nasution
(2005). Variabel total quality management
(TQM) diukur dengan instrumen
yang dikembangkan oleh Goetsh dan Davis (1994) seperti yang digunakan
dalam penelitian Suhartini (2007) dengan 10 item pertanyaaan berupa skala
interval dengan menggunakan skala likert dengan skala rendah (nilai 1)
menunjukan bahwa tingkat penerapan total
quality management (TQM)
rendah, sebaliknya skala tinggi (nilai 5) menunjukan tingkat penerapan total
quality management (TQM) tinggi. Instrumen ini digunakan untuk mengukur
penerapan total
quality management (TQM) dalam perusahaan yang terdiri dari
10 indikator yaitu fokus pelanggan, obsesi terhadap kualitas, pendekatan
ilmiah, komitmen jangka panjang, kerjasama tim, perbaikan secara
berkesinambungan, pendidikan dan pelatihan, kebebasasan terkendali, dan
adanya keterlibatan
dan pemberdayaan karyawan.
b. Komitmen
organisasi
Komitmen organisasi didefinisikan sebagai dorongan dari dalam diri individu
untuk melakukan sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi sesuai
dengan tujuan yang ditetapkan dan lebih mengutamakan kepentingan
organisasi. Komitmen organisaai diukur dengan menggunakan instrumen daftar
pertanyaan yang disusun oleh Mowday et al., (1979). Daftar pertanyaan terdiri
atas 9 pertanyaan dengan skala likert menggunakan rentang nilai 1 (terendah)
dan angka 5 (tertinggi).
Alternatif jawaban degan nilai satu berarti sangat tidak
setuju dan nilai lima berarti sangat setuju dengan pertanayaan yang ada dalam
daftar pertanyaan. Dalam penelitian ini, komitmen organisasi dilihat dari
beberapa hal berikut ini:
a) usaha keras untuk menyukseskan
organisasi
b) kebanggaan berkerja pada organisasi
tersebut
c) kesediaan menerima tugas demi organisasi
d) kesamaan nilai individu dengan
nilai organisasi
e) kebanggan menjadi bagian dari organisasi
f) organisasi
merupakan inspirasi
untuk melaksanaan tugas
g) senang atas pilihan bekerja di organisasi tersebut
h) anggapan bahwa
organisasinya adalah organisasi yang terbaik
i) perhatian
terhadap nasib organisasi.
2. Variabel dependen
Variabel dependen menurut Sugiyono (2010) merupakan variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel independen atau
variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja manajerial.
Kinerja manajerial sebagai variabel dependen mengukur kinerja yang meliputi
delapan indikator berdasarkan penelitianyang dikembangkan Mahoney et al.,
(1963) yang meliputi antara lain, perencanaan, investigasi, pengkoordinasian,
evaluasi, pengawasan, pemilihan staf, negosiasi dan perwakilan. Setiap
responden diminta untuk mengukur kinerjanya sendiri dengan jawaban
pertanyaan disusun menggunakan berupa skala likert dengan rentang nilai 1
sampai 5. Skala rendah (angka 1) mewakili tingkat kinerja yang rendah,
sedangkan
skala tinggi (angka 5)
mewakili tingkat kinerja yang tinggi.
3.5 Model
Penelitian
Model penelitian yang terdapat dalam penelitian ini adalah.
Y = α + β1X1 + β2X2 +
ε....................................................................................…(1)
keterangan:
Y = kinerja manajerial
α = konstanta
β1β2β3β4β5β6β7β8β9β10β11β12β13 = koefisien regresi
X1
= total quality management
X2
= komitmen
organisasi
ε = error
3.6Alat Analisis
Adapun metoda analisis data yang digunakan oleh Peneliti menggunakan
metoda analisis statistik,
sehingga pengujian yang dilakukan sebagai berikut.
1. Uji Kualitas Data
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini harus diuji terlebih dahulu
menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas untuk mengetahui sejauh mana
data tersebut
dapat mendukung
penelitian yang dilakukan serta layak untuk
dapat diteruskan ke penelitian
selanjutnya.
a. Uji Validitas
Uji validitas merupakan suatu uji yang digunakan untuk mengukur tingkat
ke validan dari kuesioner. Menurut Ghozali (2005) dalam Hasanah (2010)
menjelaskan bahwa suatu kuesioner dapat dikatakan valid jika pertanyaan
pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan di ukur
oleh kuesioner tersebut.
Menurut Ghozali (2005) dalam Hasanah (2010) uji validitas dapat
dilakukan dengan menggunakan korelasi antar skor butir pertanyaan
dengan total skor konstruk atau variabel. Kemudian, tentukan hipotesis Ho
yang merupakan skor butir pertanyaan berkorelasi positif dengan total total
skor kontruk dan Ha yang merupakan skor butir pertanyaan tidak
berkorelasi positif dengan total skor kontruk. Setelah menentukan hipotesis
Ho dan Ha, kemudian uji dengan membandingkan r hitung dengan r tabel
(signifikansi 0,05) untuk degree
of freedom (df) = n-2. Suatu kuesioner
dapat dikatakan valid jika r hitung > r tabel.
Rumus yang digunakan untuk menghitung uji validitas diukur dari korelasi
Pearson.
................................(2)
Keterangan:
Xj = skor item ke-j
untuk j = 1,2,.....,k
X = skor total keseluruhan
item
k = banyaknya item
n = jumlah pengamatan
b. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk melihat kehandalan berkaitan dengan
estimasi sejauh mana suatu alat ukur dilihat dari stabilitas atau konsistensi
internal dari informasi, jawaban atau pertanyaan, jika pengukuran atau
pengamatan dilakukan
berulang.
Pengujian reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah One Shot
atau pengukuran sekali saja di mana pengukuran hanya dilakukan sekali
dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain. Teknik yang
digunakan dalam menguji reliabilitas adalah Alpha’s
Cronbach di mana jika
nilai α >
0,60 maka alat ukur dianggap
handal.
Rumus yang digunakan untuk menghitung
uji reliabilitas diukur dengan
Alpha’s Cronbach.
....
Keterangan:
sj2 = varian
skor item ke-j
dengan j =
1,2,...,k
k = banyaknya item
sX2
= varian skor
total keseluruhan item
2. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik
yang digunakan dalam penelitian ini adalah.
a. Uji normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
independen, variabel dependen, atau keduanya mempunyai distribusi yang
normal atau tidak. Model regresi dikatakan baik jika memiliki distribusi data
normal atau mendekati normal. Pengujian normalitas data menggunakan
uji Kolmogorov-Smirnov
one sampel test. Jika probabilitas signifikan > 0,05
maka data berdistribusi normal. Jika residual tidak normal tetapi dekat dengan
nilai kritis (seperti signifikansi yang dihasilkan Kolmogorov Smirnov sebesar
0,049) maka dapat dicoba dengan metoda lain yang mungkin memberikan
justifikasi normal. Tetapi jika jauh dari nilai normal, maka dapat dilakukan
beberapa langkah yaitu melakukan
transformasi data, melakukan
trimming data
outliers atau menambah
data
observasi.
Menurut Ghazali (2005) dalam Hasanah (2010) mengatakan bahwa normalitas
dapat juga dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) ada sumbu
diagonal dari grafik. Jika data (titik) berada di sekitat garis diagonal dan
mengikuti arah
garis maka data dapat dikatakan normal.
b. Uji multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
ditemukan adanya korelasi/hubungan antara variabel bebas (independen).
Menurut Hasanah (2010) model regresi yang baik seharusnya tidak memiliki
korelasi antar variabel independen. Jika variabel-variabel independen memiliki
hubungan maka variabel tersebut
tidak ortogonal. Variabel ortogonal
merupakan nilai korelasi yang dimiliki antar sesama variabel independen sama
dengan nol. Suatu data dapat dikatakan tidak memiliki multikolinearitas jika
nilai VIF (Variance Inflating Factor)/toleransi kurang dari 0,100 dan
sebaliknya.
c. Uji heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi
terdapat ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke
pengamatan lain. Jika varians dari nilai residual dari satu pengamatan ke
pengamatan yang lain tetap, maka disebut dengan Homokedastisitas. Dan jika
varians berbeda dari satu pengamatan ke pengamatan yang lainnya, maka
disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik jika tidak terjadi
Heteroskedastisitas atau dapat dikatakan
bahwa data bersifat
Homokedastisitas.
Pengukuran heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan metoda
scatterplot dengan memplotkan nilai ZPRED (nilai prediksi)
dengan SRESID
(nilai residualnya). Jika pada grafik scatterplot ditemukan adanya titik yang
menyebar di bawah serta di atas sumbu Y, dan tidak memunyai pola yang
teratur dapat dikatakan
bahwa data bersifat homokedastisitas.
3.7 Hipotesis
Statistik
Hipotesis statistik yang dapat dilakukan terhadap penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Ho1: Tidak terdapat pengaruh penerapan total
quality management dan
komitmen
organisasi
terhadap
kinerja manajerial
2. Ha1: Terdapat pengaruh penerapan total quality management dan komitmen
organisasi
terhadap kinerja
manajerial.
3.8 Pengujian
Hipotesis
Pada penelitian ini menggunakan sebelas variabel independen dan satu
variabel dependen. Metoda analisis yang digunakan adalah metoda regresi
berganda dalam menguji hipotesis. Menurut Hasanah (2010) metoda regresi
berganda digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen. Untuk dapat membenarkan uji hipotesis,
maka digunakan uji statistik terhadap output yang dihasilkan dari model regresi
berganda,
uji
statistik
dapat berupa.
a.
Uji Regresi
secara Simultan
(Uji F)
Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh dari variabel independen secara
simultan terhadap variabel dependen. Uji F yang dilakukan dalam alat analisis
SPSS dapat dilhat pada tabel ANOVA.
Menurut Nugroho (2005) dalam Hasanah
(2010) untuk melihat apakah
terdapat
pengaruh yang simutan antara variabel-variabel independen dengan variabel
dependen dilakukan dengan membandingkan p-value
yang terdapat pada
kolom Sig. dengan tingkat signifikansi yang digunakan sebesar 0,05. Jika p-
value yang dihasilkan lebih kecil dari 0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak,
sedangkan jika nilai p-value yang dihasilkan lebih besar dari 0,05 maka Ha
ditolak dan
Ho diterima.
b.
Uji Koefisien
Determinasi
Uji koefisien determinasi (R2) memiliki tujuan untuk mengetahui seberapa
besar kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen.
Menurut Ghazali (2005) dalam Hasanah (2010) jika nilai R2 memiliki nilai
sebesar 1 maka fluktuasi variabel dependen seluruhnya dapat dijelaskan oleh
variabel independen dan tidak ada faktor lain yang menyebabkan fluktuasi
variabel dependen. Jika nilai R2 memiliki nilai berkisar antara 0 sampai 1
menandakan bahwa semakin kuat kemampuan variabel independen dalam
menjelaskan
fluktuasi variabel dependen.
c. Uji Regresi secara Parsial (Uji t)
Uji t dilakukan untuk mengetahui besarnya masing-masing variabel
independen dalam memengaruhi variabel dependen secara individual. Hasil
dari uji t
pada
SPSS dapat dilihat
di tabel Coefficientsa.
Menurut Untuk melihat apakah terdapat pengaruh secara individual antara
variabel-variabel independen dengan variabel dependen dilakukan dengan
membandingkan p-value
yang terdapat pada kolom Sig. dengan tingkat
signifikansi yang digunakan sebesar 0,05. Jika p-value
yang dihasilkan lebih
kecil dari 0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak, sedangkan jika nilai p-value
yang dihasilkan lebih besar dari 0,05 maka Ha ditolak dan Ho diterima
Nugroho
(2005) dalam Hasanah (2010).
DAFTAR PUSTAKA
Agil, C. (2009). Analisis
Pengaruh Kompensasi Terhadap
Kinerja Pegawai Staf Administrasi Kantor Pada PT. Ekalima Graha.
Anwar, W. I. D. (2010). Hubungan Antara
Self-Efficay dengan Kecemasan
Berbicara
di Depan
Umum pada Mahasiswa
Fakultas Psikologi. Medan: Universitas
Sumatera Utara.
Aranya, N &
Ferris, K. R. (1984). A Reexamination of Accountant Organizational-Professional Conflict, The Accounting Review.
59, 1-15.
Choi, T.
Y.,
& Behling, O. C. (1997). Top Managers and TQM Succes: One More
Look
After
All
These Year, Academy of
Management Executive, 2 (1), 37-47.
Creswell, J. W. (2012). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Flynn, Barbara, B.
& Roger, G, Schroeder
& Sakakibara,
S. (1995). The Impact of Quality Management Practices on Performance and Competitive Advantage, Decision
Science, 26 (5), 659-691.
Gaspersz, V. (2001). Total Quality Management. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Goetsch, D. L &
Davis, S. (1994). Introduction to Total Quality, Quality,
Productivity, Competitiveness. New Jersey: Prentice Hall International Inc.
Hansen, D. R., & Mowen, M. (1999). Akuntansi Manajemen. Jakarta: Erlangga.
Hasanah, S. 18 Mei 2010. Pengaruh Penerapan etika, Pengalaman Hidup dan
Skeptisme Profesional Auditor Terhadap Pendeteksian Kecurangan.
Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia.
Hongren, C, T., &
Foster, G. (1991). Cost Accounting:
A Managerial Emphasis.
New Jearsy: Englewood
Clifft.
Imai, M. (1999). Gemba Kaizen: Pendekatan
Akal Sehat, Berbiaya Rendah Pada
Manajemen. Jakarta: PPM.
Ismunawan.
(2010). Penerapan Penilaian Kinerja dan Sistem Pengukuran,
Jurnal
GRADUASI, Vol. 24.
Joire, T. A. (2007). Total Quality Management and Performance, JQRM, 24 (6), 617-627.
Koesmono, T. (2004). Pengaruh Kepribadian terhadap Komitmen Organisasi dan
Perilaku serta Kinerja Karyawan pada Perusahaan Perkayuan di Jawa Timur, Jurnal Manajemen dan Bisnis, 4 (3),
235-247.
Kushasyandita, S. Februari 2012. Pengaruh Pengalaman,
Keahlian, Situasi
Audit, Etika,
dan Gender Terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor
melalui Skeptisma Profesional Auditor. Semarang,
Jawa Tengah, Indonesia.
Laksana, F. (2008). Manajemen Pemasaran. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Mahsun, M.
(2009). Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE.
Mangkunegara, A. P. (2005). Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mowday, R. T., Steers, R. M., & Porter, L.W. (1979). The Measure of
Organizational Commitment, Journal of
Vocational
Behavior, 14: 224-247.
Mulyadi. (2001). Sistem Akuntansi.
Edisi Ketiga. Jakarta: Salemba Empat.
Nasution, M. (2005).
Total Quality Management. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Natsir, F. M. 24 September 2013. Cara Menghitung
Skala Likert. Dipetik
Desember 11, 2013, dari
http://fathirphoto.wordpress.com/2013/09/24/cara-menghitung-skala-likert/
Nursya’bani, P. (2006). Manajemen
Kualitas: Perspektif Global. Yogyakarta:
Ekonisia.
Sampurno. (2010).
Manajemen Stratejik: Menciptakan Keunggulan Bersaing yang Berkelanjutan. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada.
Sari,
D. P. (2009). ANALISIS
PENGARUH CAR,
NPL, PDN, NIM,BOPO,
LDR, DAN SUKU BUNGA SBI TERHADAP ROA (Studi Pada Bank Devisa
di Indonesia Perioda 2003-2007.
Sekaran, U.
(2006). Metodologi Penelitian
untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.
Srimindarti, C. (2004). Balanced Scorecard sebagai Alternatif Untuk Mengukur
Kinerja. Jurnal Forum Ekonomi,
9, 17-21.
Steers, R. M. (1988). Introduction to Organizational Behavior. Scott: Foresman Company.
Sugiyarbini. 13 November 2012. Pengertian Populasi
dan Sampel dalam
Penelitian. Dipetik Desember 11, 2013, dari BLOG'S BIMBINGAN: http://sugithewae.wordpress.com/2012/11/13/pengertian-populasi-dan-sampel-dalam-penelitian/
Sugiyono. (2010).
Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan
Kuantitatif, Kulaitatif dan R & D.
Bandung: CVAlfa Beta.
Suhartini, D. (2007).
Pengaruh Penerapan Total Quality Management terhadap
Kinerja Manajerial dengan Budaya Organisasi sebagai variabel
Moderating pada PT Pertamina Surabaya.
Suharyanto. (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: Media Wacana.
Tjiptono.
(2003). Periklanan Yang
Efektif. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Tjiptono,
F & Diana, A.
(2001). Total Quality Management. Yogyakarta:Andi.
Tjiptono,
F & Diana, A.
(2003). Total Quality Management. Yogyakarta:Andi.
Petrus. 2 Mei 2009. Membuat
Kuesioner. Dipetik Desember 18, 2014, dari Kuesioner Penelitian: http://kuesionerpenelitian.blogspot.com/
Plowman,
B. (1990). Management Behaviour, TQM
Magazine, 2 (4), 217-219.
Pradiansyah A. (1998). Corporate Restructuring: Mempertimbangkan Faktor Manusia, Usahawan, 27, 15-18.
Pramesthiningtyas, A. H. (2011). Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap
Kinerja Manajerial Melalui Komitmen Organisasi Dan Motivasi Sebagai
Variabel Intervening (Studi Kasus Pada 15 Perusahaan Di Kota Semarang). Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.
Prawirosentono,
S. (2007). Kebijakan
Kinerja Karyawan. Yogyakarta: BPFE.
Robert,
N & Anthony, R. H. (2001). Akuntansi Manajemen.
Jakarta: Rineka Cipta.
Stout, L. D. (1993).
Performance Measurement Guide. New Jersey: Prentice-Hall.
Susanto, A. (2000). Sistem Informasi Manajemen Konsep dan
Pengembangannya. Bandung: Linggajaya.
Venusita, L. (2006).
Partisipasi Anggaran dan Keterlibatan Kerja terhadap SenjanganAnggaran dengan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Moderasi. (Studi pada Perusahaan Industri Food and Beverage di Kawasan
Industri SIER). Jurnal.
Universitas Widya Kartika Surabaya.
Wahyuni, S. (2011). ANALISIS BALANCED SCORECARD SEBAGAI ALAT PENGUKURAN KINERJAPADA PT SEMEN BOSOWA.
115.
Widarsono, A. (2007).
Pengaruh Kualitas Informasi
Manajemen Terhadap
Kinerja Manajerial (Survey pada Perusahaan Go-Publik Di Jawa Barat).
Jurnal Akuntansi
FE Unsil,
2 (2), 19 – 99.
Wentzel, K.
(2002). The Influence of
fairness Perceptions
and Goal Commitment on Managers’ Performance in a Budget Setting, Behavioural Research in
Accounting, 14, 247-271.
Yuwono, S, Sony, Edy, & Ichsan, M. (2002).
Petunjuk Praktis Penyusunan Balanced Scorecard Menuju Organisasi Yang Berfokus Pada
Strategi.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar