ROSALINA MARTEKA SIDARTA & DANIEL SUGAMA STEPHANUS
PERKULIAHAN METEDOLOGI
PENELITIAN
PROGRAM
STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS
MA CHUNG - KABUPATEN
MALANG
2014
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Membaca
merupakan salah satu keterampilan untuk mengenal kata dan memadukan arti kata
dalam kalimat dan struktur bacaan. Kebiasaan membaca ini dapat
dipupuk, dibina, dan dikembangkan dengan cara sering berlatih setiap hari. Belajar merupakan suatu proses membaca yang berkelanjutan
dan terjadi secara terus-menerus untuk memperoleh pengetahuan,
kemampuan berpikir, dan penyesuaian tingkah laku seseorang terhadap
hal-hal baru. Dengan belajar, seseorang dapat menemukan hal-hal yang tidak ia
ketahui dan dapat dimanfaatkan atau diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Motivasi merupakan salah satu bentuk pendorong dalam
kegiatan belajar, dengan adanya motivasi maka seseorang dapat terdorong untuk
belajar, dan sebaliknya dengan kurang adanya motivasi maka akan melemahkan
semangat belajar seseorang. Motivasi merupakan syarat mutlak dalam belajar
karena tanpa motivasi maka proses belajar tidak akan tercapai dengan maksimal.
Di negara berkembang membaca dimanfaatkan untuk memenuhi
tuntutan kurikulum sekolah atau perguruan tinggi. Untuk menunjang pengetahuan
dalam proses belajar telah disediakan berbagai macam buku pengetahuan dalam
kehidupan sehari-hari. Buku merupakan media transformasi dan penyebarluasan
ilmu dapat menembus batas-batas geografis suatu negara, sehingga ilmu
pengetahuan dapat dikomunikasikan dan digunakan dengan cepat di berbagai
belahan dunia. Semakin banyak membaca buku, semakin bertambah wawasan kita
terhadap permasalahan di dunia. Oleh karena itu buku disebut sebagai jendela
dunia.
Di negara-negara maju, masyarakat telah sadar dengan
sendirinya akan pentingnya budaya membaca buku untuk mendapatkan sebuah
informasi. Namun lain halnya di Indonesia, anak Indonesia memiliki
kecenderungan jauh daripada hal itu. Budaya membaca dan menulis terus
tersisihkan oleh banyaknya tawaran teknologi digital dan audio visual yang jauh
lebih menarik. Belum lagi, tuntutan belajar yang dibebankan kepada anak
sehingga membuat mereka merasa malas. Fenomena seperti ini tidak hanya terjadi
di kota-kota besar, tetapi hampir di seluruh tingkatan kemasyarakatan.
Belajar tidak hanya dilihat dari apa yang dibaca,
tetapi belajar juga dapat dilihat dari audio visual. Kebiasaan membaca dan menulis masih belum
berkembang dengan sepenuhnya pada anggota-anggota masyarakat, khususnya bagi
kalangan pelajar. Kecenderungan mendapatkan informasi yang lebih instan dan
juga melalui percakapan (dengan lisan) tampaknya masih lebih kuat daripada
melalui bacaan (dengan tulisan). Kecenderungan ini dapat dilihat dari kenyataan
bahwa minat baca dan kebiasaan membaca di kalangan remaja relatif masih lemah yang menyebabkan banyak orang yang mempunyai kemampuan membaca bagus namun
tidak menerapkan atau dengan kata lain malas untuk membaca.
Dari majalah tempo tahun 2011 disebutkan bahwa
kemampuan membaca dan menghubungkan satu atau banyak informasi, baik yang bertalian
maupun bertentangan, lebih dari 50 persen siswa Indonesia berada pada
level ke-2. Adapun kemampuan menafsirkan dan memadukan informasi skor
hanya 399 atau peringkat ke-56 dari 65 negara. Tingkat kemampuan memadukan atau
menginterpretasikan informasi bahkan lebih parah. Pada tahun 2012 (dari
majalah Tempo 12
Januari 2012) dikabarkan bahwa persentase minat baca remaja Indonesia
hanya sebesar 0,01 persen, artinya dalam 10.000 orang hanya 1 orang saja yang memiliki
minat baca, jadi betapa rendahnya minat baca remaja Indonesia pada tahun
2012.
Di
Indonesia, penelitian dalam bidang membaca belum begitu banyak dilakukan. Oleh
karena itu, teori membaca juga belum banyak dikembangkan. Kebiasaan membaca
pada masyarakat umum juga rendah. Salah satu indikatornya adalah jumlah buku
dan surat kabar yang dikonsumsi oleh masyarakat. Menurut Syafik Umar dalam
harian Pikiran Rakyat (2004), “Idealnya setiap surat kabar dikonsumsi sepuluh
orang, tetapi di Indonesia angkanya 1:45; artinya setiap 45 orang mengkonsumsi
satu surat kabar. Di Filipina angkanya 1:30 dan di Sri Lanka angkanya 1:38 yang
artinya dalam soal membaca, masyarakat kita kalah dibandingkan dengan
masyarakat negara berkembang lainnya seperti Filipina dan bahkan dengan
masyarakat negara belum maju seperti Sri Lanka”. Secara langsung maupun tidak
langsung kebiasaan membaca menjadi salah satu indikator kualitas bangsa. Angka
melek huruf di Indonesia relatif belum tinggi, yaitu 88 persen. Di negara maju seperti Jepang angkanya sudah mencapai 99 persen.
Pada era modern ini, teknologi sudah sangat berkembang
dan dapat diakses melalui internet. Dengan mudahnya akses yang ada maka tidak
hanya orang dewasa saja yang dapat menggunakan, melainkan remaja bahkan anak
kecil pun dapat menggunakan. Semakin canggih teknologi, semakin banyak pula
peminatnya.
Dari detik.com (diakses pada tanggal 5 November 2014) disebutkan bahwa berdasarkan penelitian pengguna smartphone, penggunaan di Indonesia terus meningkat dan berada di
peringkat kelima dalam daftar pengguna
smartphone terbesar di dunia. Dari adanya media online yang ada diharapkan agar prestasi
belajar remaja meningkat, namun ternyata hal ini berbanding terbalik dengan apa
yang diharapkan dimana efek yang didapat bahwa media online adalah tempat tumbuhnya kemalasan dan kesia-siaan
pada remaja. Sekarang anak tingkat sekolah dasar pun sudah mengenal handphone karena sekarang handphone tidak lagi menjadi barang
mewah yang hanya bisa dimiliki kalangan tertentu saja, melainkan sekarang
seringkali anak remaja disibukkan dengan otak-atik ponsel, bermain di jejaring
sosial, game atau fitur-fitur lainnya
yang ada pada gadget mereka
masing-masing.
Dengan
adanya gadget bisa menumbuhkan penyakit yang menghilangkan gairah baca
remaja. Di Indonesia, game online
sudah digemari dan didominasi oleh kelompok umur muda atau remaja, dan
penggunaan game di facebook dan di situs-situs lain secara
terus-menerus dan berlebih adalah sumber kemalasan membaca dan menulis. Remaja
memanfaatkan facebook bukan untuk
membaca atau menulis sesuatu yang bermanfaat, melainkan sibuk pada kolom
komentar dan chat, serta update status juga bukan
tulisan dan untuk sesuatu yang bermanfaat. Akan
tetapi, di satu sisi justru membuka terobosan baru dalam menumbuhkan minat baca
dan menulis pada para remaja.
Kebaikan dari teknologi mewadahi potensi baca
tulis, terlihat dari lahirnya blogger-blogger
muda dari kalangan pelajar baik tingkat Sekolah Menengah hingga pemuda di
Perguruan Tinggi, mulai blog guru
Sekolah Dasar hingga blog dosen
perguruan tinggi, dan masih banyak lagi. Remaja bisa memiliki karakteristik
tumbuh bersama website, blog, dan
media sosial. Mereka juga memiliki kemampuan tinggi dalam mengakses dan
mengakomodasi informasi, serta memiliki kemampuan lebih dalam pengembangan diri
pada teknologi tinggi. Mereka memiliki potensi yang lebih banyak lagi
yang beragam sehingga dapat membuat mereka lebih cerdas dan meningkatkan
prestasi belajar. Remaja bisa mendapatkan manfaat positif dari adanya media
pembelajaran online apabila memiliki
sebuah pemahaman tentang manfaat dan potensi dari teknologi itu
sendiri, serta pengaturan waktu yang baik dalam menggunakannya.
Upaya memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan terus ditingkatkan. Tidak hanya dibutuhkan karyawan kantor atau
pekerja lainnya, sekarang internet juga dibutuhkan dalam pendidikan. Jadi,
tidak hanya dengan membaca buku maka dapat mengolah dan mendapatkan informasi,
internet pun bisa bahkan lebih meluas dari buku. Dari tahun ke tahun, internet
semakin meluas hingga ke berbagai negara. Pencarian
informasi melalui internet pun lebih cepat dan lebih mudah dilakukan. Oleh
karena itu, pelajar dapat menggunakannya kapan dan dimana saja. Dengan akses
internet diharapkan prestasi belajar dapat semakin baik karena informasi yang
disediakan begitu luas. Untuk memperoleh pengetahuan, pelajar memiliki cara
sendiri untuk memperoleh pengetahuan disekolah. Menghadapi jaman yang semakin
berkembang yang merupakan abad teknologi dan informasi, remaja dituntut untuk
memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas, sikap kritis serta kesiapan untuk
bersaing secara kompetitif dalam berbagai aspek kehidupan.
Dengan adanya media pembelajaran yang dapat dengan mudah
didapatkan dan diakses maka akan mempengaruhi dan mendorong minat baca remaja.
Remaja akan memiliki minat baca yang kuat dengan diwujudkannya tindakan untuk
mendapat bahan bacaan dan kemudian membacanya sendiri, sehingga akan disertai
dengan perasaan senang dan perhatian terhadap membaca, dan berusaha memperoleh
informasi yang akurat dan sebanyak-banyaknya. Remaja yang memiliki minat baca
tinggi maka ia akan dapat semakin memahami bacaan dengan baik, sehingga ada
hubungan yang positif antara media pembelajaran mempengaruhi minat baca dengan
minat baca yang mempengaruhi kemampuan memahami bacaan pada remaja.
1.2 Masalah Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menemukan
rumusan masalah yang akan diteliti yaitu:
Apa pengaruh media offline dan online terhadap
minat baca remaja?
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai penulis melalui
penulisan laporan penelitian yang berjudul “Perbandingan Media Pembelajaran Offline dan Online Pada Remaja” yaitu:
Untuk mengetahui perbandingan pengaruh
media online dan offline terhadap minat baca
remaja.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang akan didapatkan
melalui laporan penelitian yang berjudul “Perbandingan Media Pembelajaran Offline dan Online Pada Remaja” yaitu:
Untuk
mengetahui pengaruh perbandingan menggunakan media offline dan online dalam
meningkatkan hasil belajar remaja.
2.
LANDASAN TEORI
2.1 Teori-teori
2.1.1 Media
Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa latin
yaitu jamak dari kata medium yang berarti perantara atau pengantar. Media
adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan (Sadiman,
2002:6). Secara umum media pembelajaran dalam pendidikan disebut media, yaitu
berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk
berpikir, menurut Gagne (dalam Sadiman, 2002:6). Menurut Latuheru (dalam
Hamdani, 2005) media pembelajaran merupakan bahan, alat atau teknik yang
digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar proses interaksi
komunikasi edukasi antara guru dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna
dan berdayaguna.
Belajar
adalah proses aktif dan konstruktif melalui suatu pengalaman dalam memperoleh
informasi. Dalam proses aktif tersebut, media pembelajaran berperan sebagai
salah satu sumber belajar bagi siswa, artinya melalui media peserta didik
memperoleh pesan dan informasi sehingga membentuk pengetahuan baru pada siswa.
Dalam batas tertentu, media dapat menggantikan fungsi guru sebagai sumber
informasi atau pengetahuan bagi peserta didik. Media pembelajaran sebagai
sumber belajar merupakan suatu komponen sistem pembelajaran yang meliputi
pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan lingkungan, yang dapat mempengaruhi
hasil belajar peserta didik (Nurseto 2011). Jadi, media
merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari
pengirim dan penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, minat,
dan perhatian sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi dan bermanfaat
bagi siswa.
Media pembelajaran sebagai alat bantu pembelajaran memiliki
tujuan untuk mempermudah proses pembelajaran di kelas,
meningkatkan efisiensi proses pembelajaran, menjaga relevansi antara materi
pelajaran dengan tujuan belajar, membantu konsentrasi pembelajar dalam proses
pembelajaran. Media pembelajaran merupakan bagian
yang sangat menentukan efektifitas dan efisiensi pencapaian tujuan pembelajaran. Secara keseluruhan menurut,
McKnow (Sihkabuden, 2005:19) media terdiri dari fungsi sebagai berikut:
1. Mengubah titik berat pendidikan formal, yang
artinya dengan media pembelajaran yang sebelumnya abstrak menjadi kongkret,
pembelajaran yang sebelumnya teoritis menjadi fungsional praktis.
2.
Membangkitkan motivasi belajar.
3. Memperjelas
penyajian pesan dan informasi.
4. Memberikan
stimulasi belajar atau keinginan untuk mencari tahu.
Selain
memiliki tujuan, media pembelajaran sebagai alat bantu pembelajaran memiliki
manfaat yaitu memberikan pedoman, dan arah untuk mencapai tujuan, menjelaskan
struktur dan urutan pengajaran dengan baik, memudahkan kembali pengajar
terhadap materi pembelajaran, membantu kecermatan, ketelitian dalam penyajian
dalam pembelajaran serta meningkatkan kualitas pembelajaran. Manfaat media pembelajaran bagi pembelajar yaitu
meningkatkan motivasi dan variasi belajar, memberikan struktur materi dan inti
informasi pelajaran, merangsang pembelajar untuk berpikir dan beranalisis,
menciptakan kondisi dan situasi belajar tanpa tekanan, pelajar dapat memahami
materi pelajaran dengan sistematis yang disajikan pengajar.
Pembelajaran
sendiri adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar yang meliputi guru dan siswa yang saling bertukar
informasi. Pembelajaran sendiri mengandung makna adanya
kegiatan mengajar dan belajar, di mana pihak yang mengajar adalah guru dan yang
belajar adalah siswa yang berorientasi pada kegiatan mengajarkan materi yang
berorientasi pada pengembangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa
sebagai sasaran pembelajaran. Dalam proses pembelajaran akan mencakup berbagai
komponen lainnya, seperti media, kurikulum, dan fasilitas pembelajaran. Di sisi lain
pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan
pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar agar peserta didik dapat belajar dan
menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek
kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta
keterampilan (aspek psikomotor) seorang peserta didik.
Manfaat
media pembelajaran dapat disimpulkan yaitu media pembelajaran dapat mengatasi
keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para peserta didik. Pengalaman tiap
peserta didik berbeda-beda, tergantung dari faktor-faktor yang menentukan
kekayaan pengalaman anak, seperti ketersediaan buku, kesempatan melancong, dan
sebagainya. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Media pembelajaran dapat melampaui
batasan ruang kelas sehingga memungkinkan adanya interaksi langsung antara
peserta didik dengan lingkungannya.
2.1.2 Minat Baca
Kebiasaan dan minat baca, menurut Rajab Bahry adalah
salah satu masalah mendasar dalam kegiatan membaca yang sering diabaikan,
padahal, kebiasaan dan minat membaca merupakan faktor yang sangat menentukan
keberhasilan membaca. Faktor yang menjadi pendorong atas bangkitnya minat baca
ialah ketertarikan, kegemaran dan hobi membaca, dan pendorong tumbuhnya
kebiasaan membaca adalah kemauan dan kemampuan membaca. Berseminya budaya baca
adalah kebiasaan membaca, sedangkan kebiasan membaca terpelihara dengan
tersedianya bahan bacaan yang baik, menarik, memadai, baik jenis jumlah maupun
mutunya. Inilah sebuah formula yang ringkas untuk mengembangkan minat dan
budaya baca.
Minat adalah suatu keinginan atau
kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Minat baca berarti suatu
keinginan atau kecenderungan hati yang tinggi terhadap bahan bacaan atau dengan
kata lain minat baca berarti sebuah dorongan atau motivasi untuk membaca. Minat
baca merupakan salah satu potensi yang dibutuhkan dalam kecakapan membaca,
karena dengan adanya minat baca maka pembaca akan berusaha untuk menggali
informasi yang ada pada sumber bacaan, namun demikian minat baca juga erat
kaitannya dengan ketersediaan informasi yang dibutuhkan. Seseorang akan
berminat membaca apabila bacaan yang tersedia dianggap bermanfaat bagi dirinya.
Ada dua macam minat yang dikenal secara
umum yaitu pertama, minat spontan merupakan minat yang timbul dengan
sendirinya. Disini minat tidak perlu dibangkitkan. Misalnya seorang
anak-laki-laki secara spontan akan lebih berminat terhadap mainan mobil-mobilan
daripada mainan boneka. Kedua, minat yang disengaja di mana minat yang timbul
karena dibangkitkan. Misalnya seorang anak tidak berminat untuk membaca, maka perlu
minatnya dibangkitkan dengan segala cara agar anak tersebut merasa berminat
untuk membaca. Jika minat baca telah ada dan berkembang tanpa diperintah oleh
siapa pun anak akan berusaha dan mencari sendiri bacaan yang diperlukan, anak
akan mengembangkan rasa suka tersebut menjadi kebutuhan.
Secara
umum, terdapat dua faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya minat baca siswa
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang
berasal dari dalam diri siswa, seperti pembawaan, kebiasaan dan ekspresi diri.
Sementara faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar diri
siswa atau faktor lingkungan, baik dari lingkungan keluarga, tentangga maupun
lingkungan sekolah. Faktor eksternal ini mempengaruhi adanya motivasi, kemauan,
dan kecenderungan untuk selalu membaca.
Dalam
rangka menumbuhkan minat membaca sebagai suatu kebiasaan pada siswa, maka
proses terbentuknya kebiasaan membaca memakan waktu yang cukup lama, karena
proses terbentuknya minat baca seseorang selain dipengaruhi oleh faktor-faktor
yang telah disebutkan diatas, juga secara khusus dipengaruhi oleh beberapa
faktor berikut:
1) Faktor sosiologis
Lingkungan
rumah tangga dapat menjadi faktor pendorong dan penghambat timbulnya minat baca
seseorang. Dengan tersedianya beberapa bahan bacaan dan berbagai tulisan dalam
lingkungan rumah tangga akan merangsang daya visual dan motoris anak-anak untuk
sekedar mengenali buku, dan untuk taraf selanjutnya akan tertarik untuk
membacanya. Demikian halnya pada lingkungan sekolah dan suasana lingkungan
sekolah yang kondusif akan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan
akan mendorong timbulnya minat baca siswa. Lingkungan masyarakat juga dapat
mendorong terciptanya siswa gemar membaca, apabila masyarakat tersebut sudah
terbiasa memanfaatkan kesempatan untuk membaca, misalnya pada saat menunggu di
stasiun, bus dan sebagainya. Jika siswa berada pada lingkungan sekelompok
masyarakat yang gemar membaca, maka siswa tersebut juga akan tertarik dan
terbiasa untuk selalu membaca.
2) Faktor psikologis
Siswa
dapat menemukan kebutuhan dasarnya melalui bahan bacaan jika topik, isi, pokok
persoalan, tingkat kesulitan dan penyajiannya sesuai dengan karakter individu
mereka. Berdasarkan faktor psikologis ini, maka setiap siswa memiliki kebutuhan
dan kepentingan individual yang berbeda dengan siswa lain. Perbedaan itu akan
berpengaruhi pilihan dan minat membaca individu, sehingga setiap individu
memiliki bahan bacaan sesuai dengan karakter, minat dan kepentingannya sendiri.
Menurut
Mudjito, kita dapat membedakan motivasi membaca ke dalam dua golongan, yaitu
motivasi internal dan motivasi eksternal. Yang dimaksud dengan motivasi
internal adalah motivasi yang berasal dari dalan diri seseorang. Sedangkan
motivasi eksternal adalah motivasi atau tenaga pendorong yang berasal dari luar
seseorang. Motivasi internal diantaranya adalah:
1.
Adanya kebutuhan. Karena adanya kebutuhan, maka seseorang didorong untuk
membaca. Misalnya seorang anak ingin mengetahui isi cerita dari sebuah buku.
2.
Adanya pengetahuan tentang kemajuannya sendiri. Seseorang mengatahui
hasil-hasil atau prestasinya sendiri dari membaca, maka ia akan terdorong untuk
membaca lebih banyak lagi. Misalnya anak yang telah membaca sebuah buku dan ia
merasa mendapatkan sesuatu dari buku yang dibacanya, maka akan mendorong
baginya untuk membaca lebih banyak lagi.
3.
Adanya aspirasi atau cita-cita. Dari segi remaja, cita-cita akan menjadi lebih
jelas dan tegas, misalnya cita-cita menjadi dokter, pilot, militer, dan
lain-lain.
Sedangkan
untuk motivasi eksternal diantaranya yaitu:
1.
Hadiah. Hadiah adalah alat yang representatif dan bersifat positif. Hadiah
telah menjadi alat motivasi bagi seseorang. Hadiah telah menjadikan seseorang
terdorong untuk melakukan sesuatu lebih giat lagi.
2.
Hukuman. Hukuman dapat juga menjadi alat motivasi mempergiat seseorang untuk
membaca. Seseorang yang mendapat hukuman karena kelalaian tidak mengerjakan
tugas membaca, maka dia akan berusaha untuk memenuhi tugas membaca agar
terhindar bahaya hukuman yang mungkin menimpa lagi.
3.
Persaingan atau kompetisi. Persaingan merupakan dorongan untuk memperoleh
kedudukan atau penghargaan. Kompetisi telah menjadi daya pendorong bagi
seseorang untuk membaca lebih banyak.
Membaca adalah
suatu proses yang dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan
yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis.
Suatu proses yang menuntut agar kelompok kata suatu kesatuan akan terlihat
dalam suatu pandangan sekilas dan makna kata-kata secara individual akan dapat
diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi, pesan yang tersurat dan yang tersirat
tidak akan tertangkap atau dipahami, dan proses membaca itu tidak terlaksana
dengan baik. Adapun
tujuan membaca adalah untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan dari buku
atau bahan-bahan yang tertulis lainnya. Untuk memahami suatu mata pelajaran
tertentu, maka siswa dituntut untuk belajar. Informasi yang mendukung dalam
belajar adalah berupa bahan-bahan yang tertulis yang mengharuskan kegiatan
membaca sehingga apa yang dibutuhkan dapat tercapai.
2.1.3
Media Online dan Offline
Media
online adalah media yang terbit di
dunia maya, istilah dunia maya pertama kali dikenalkan oleh William Gibson
(1984/1994) dalam novelnya yang mengartikan dunia maya yaitu realita yang
terhubung secara global, didukung komputer, berakses komputer, multidimensi, artificial,
atau virtual (Severin dan James W. Tankard, 2005:445). Menurut Zabidina
mengatakan bahwa media dapat diartikan dengan saluran atau alat, sedangkan online istilah bahasa dalam internet
yang artinya sebuah informasi yang dapat diakses dimana saja selama ada
jaringan internet. Seperti yang utarakan oleh Astri Lestari (2004) dan dikutip
oleh Vini Winarti Halim (2006:26) yaitu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
pengertian media adalah semua peralatan yang dipergunakan orang untuk
menyampaikan sesuatu, informasi, gagasan, atau ide kepada orang lain. Sedangkan
pengertian online (dari bahasa
Inggris dan terbentuk dari dua kata yaitu on
dan line) adalah pada jalur atau
garis. Maka dapat disimpulkan bahwa pengertian media online adalah alat untuk menyampaikan informasi atau gagasan atau
ide kepada khalayak melalui jalur atau garis yang dikenal dengan jaringan tanpa
kabel. Dapat disimpulkan bahwa media online
adalah media yang terbit di dunia maya yang tidak terbatas ruang dan waktu,
sehingga dapat diakses oleh siapa saja, kapan saja, dan dimana saja, sejauh ada
jaringan yang menghubungkan orang tersebut dengan internet. Media online ini sendiri memiliki beberapa
manfaat, yaitu antara lain:
Internet
sebagai media komunikasi, merupakan fungsi internet yang paling banyak
digunakan dimana setiap pengguna internet dapat berkomunikasi dengan pengguna
lainnya dari seluruh dunia.
Media
pertukaran data dengan menggunakan email,
newsgroup, ftp, dan www (world wide web) para pengguna internet di seluruh
dunia dapat saling bertukar informasi dengan cepat dan murah.
Media
untuk mencari informasi atau data, perkembangan internet yang pesat, menjadikan
www sebagai salah satu sumber
informasi yang penting dan akurat.
Bisa
digunakan sebagai lahan informasi untuk bidang pendidikan, kebudayaan, dan
lain-lain sehingga manusia tahu apa saja yang ada dan terjadi karena sangat
mudah memperoleh informasi.
Media offline merupakan media cetak
(berupa buku, koran, majalah atau dari media yang lain, akan melatih otak kita
untuk memusatkan pikiran), dimana dengan membaca otak kita diajak untuk
memperhatikan kata demi kata yang ada pada teks tersebut. Kalimat-kalimat yang
menarik akan merangsang saraf otak kita untuk bekerja dan mengamati hal menarik
tersebut. Manfaat membaca melalui media offline
adalah sebagai berikut :
1. Membaca merupakan proses mental secara aktif. Membaca membuat
seseorang menggunakan otak. Ketika membaca, seseorang akan dipaksa untuk
memikirkan banyak hal yang belum diketahui. Dalam proses ini, seseorang akan
menggunakan sel abu-abu otak untuk berpikir dan menjadi semakin pintar.
2.
Membaca akan meningkatkan kosakata. Seseorang dapat belajar
bagaimana mengira suatu makna dari suatu kata (yang belum diketahui) dengan
membaca konteks dari kata-kata lainnya di sebuah kalimat. Buku, terutama yang
menantang, akan menampakkan begitu banyak kata yang mungkin sebaliknya belum
diketahui.
3. Membaca akan meningkatkan konsentrasi dan fokus. Seseorang perlu
untuk bisa fokus terhadap buku yang sedang dibaca untuk waktu yang cukup lama.
Tidak seperti majalah, internet, atau email
yang hanya berisi potongan kecil informasi, buku akan menceritakan keseluruhan
cerita sehingga dibutuhkan konsentrasi untuk membaca.
4.
Membangun kepercayaan diri. Semakin
banyak buku yang dibaca, semakin banyak pengetahuan yang didapatkan. Dengan
bertambahnya pengetahuan, akan semakin membangun kepercayaan diri seseorang,
jadi hal ini merupakan reaksi berantai. Jika seseorang itu adalah seorang
pembaca yang baik dicari orang-orang untuk mencari suatu jawaban, sehingga
perasaan terhadap diri seseorang akan semakin baik.
5. Meningkatkan memori. Membaca, walaupun bukan
sebuah permainan, akan membantu seseorang meregangkan otot memori dengan cara
yang sama. Membaca memerlukan ingatan terhadap detail, fakta, dan gambar pada
suatu literatur, alur, tema, atau karakter cerita.
6. Meningkatkan kreativitas. Membaca tentang
keanekaragaman kehidupan dan membuka diri terhadap ide dan informasi baru, akan
membantu perkembangan sisi kreatif otak, karena otak akan menyerap inovasi ke
dalam proses berpikir.
Menurut
Crow & Crow yang diterjemahkan oleh Z. Kasijan (1994 : 353), mengemukakan
bahwa minat membaca mempunyai hubungan yang kuat dengan dorongan untuk mencapai
kebutuhan seseorang yang sesuai dengan keadaan yang ada pada orang tersebut.
Kondisi inilah yang menyebabkan suatu gejala mengapa seseorang menaruh minat
terhadap obyek tertentu. Pada tinjauan diatas telah dibahas tentang pengertian
minat baca. Minat baca merupakan dorongan untuk mencapai kebutuhan yang
disertai dengan adanya perhatian, konsentrasi serta perasaan senang dan akan
meningkat setelah informasi tentang obyek atau suatu kegiatan diterima
seseorang. Minat baca akan dicapai apabila sarana untuk membaca dapat
terpenuhi. Bila diperhatikan secara jenih, maka perpustakan sesungguhnya
mempunyai hubungan terhadap minat baca siswa sebagai media offline dan internet atau media sosial
lainnya seperti blog dan e-book
sebagai media online.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian
ini didukung dengan adanya penelitian terdahulu dimana penelitian yang berjudul
“Model Pembelajaran untuk Mengembangkan Keterampilan Berfikir” oleh Hilda
Karli, Jurnal Pendidikan Penabur-No.18/Tahun ke 11/Juni 2012 ini memiliki
tujuan supaya guru dapat mengetahui dan menerapkan model pembelajaran yang
dapat melatih siswa untuk mengembangkan keterampilan berfikir. Metode yang
digunakan pada penelitian ini adalah Think
Pair, Share, Fish Bone, Diagram Venn, Positive Minus Interesting, dan Graphic Organizers. Hasil dari
penelitian ini sendiri adalah guru mengkondisikan dan
memotivasi siswa untuk belajar berpikir melalui berbagai mata pelajaran artinya
guru bukan mengajarkan berpikir pada siswa (teaching
of thinking) tetapi melalui pembelajaran siswa diajak untuk berpikir. Penelitian terdahulu yang
kedua adalah “Pengembangan Multimedia Pembelajaran Berbantuan Komputer “ oleh
Husni Idris, Volume 5 Januari-Juni 2008. Tujuan dari penelitian tersebut adalah
mengungkapkan tahapan-tahapan dalam
mengembangkan multimedia pembelajaran yang efektif untuk pembelajaran. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis dengan statistik
deskriptif dengan teknik persentase dan kategorisasi melalui alat pengumpul
data yang berupa kuesioner menggunakan skala Likert, dan hasil pre-test dan
post-test yang dilakukan pada siswa, dihitung nilai rata-ratanya. Hasil dari
penelitian ini menyatakan bahwa Dengan adanya kemajuan
teknologi, lambat laun akan mempengaruhi dunia pendidikan. Produk multimedia
pembelajaran berbantuan komputer hasil pengembangan penelitian terbukti
meningkatkan prestasi belajar siswa. Sedangkan penelitian lainnya adalah
“Membuat Media Pembelajaran yang Menarik” oleh Tejo Nurseto, Jurnal Ekonomi dan
Pendidikan, Volume 8 Nomor 1, April 2011 dimana tujuan dari penelitian ini
adalah mengetahui pentingnya media dalam dunia pendidikan pada jaman sekarang
ini. Metode yang digunakan adalah memisahkan dan mengklasifikasi media dalam
kelompok melalui bentuk penyajian dan cara penyajian untuk mendapat suatu
format klasifikasi. Hasil dari penelitian itu sendiri adalah menyatakan bahwa
media pembelajaran adalah wahana penyalur pesan dan informasi belajar. Media
pembelajaran yang dirancang secara baik akan sangat membantu peserta didik
mencapai tujuan pembelajaran.
2.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang peneliti kemukakan
sebagai landasan pengujian untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ha1: Terdapat banyak remaja
yang lebih memilih belajar menggunakan media offline.
Ha2: Terdapat banyak remaja
yang lebih memilih belajar menggunakan media online.
2.4 Rerangka Teori
Dari
ketiga uraian teori yaitu peranan pada setiap teori sangatlah penting dan
saling berhubungan satu dengan yang lain. Media
pembelajaran, minat baca, dan media online
dan offline memiliki sebuah hubungan
yang erat dalam sebuah proses pembelajaran. Dari uraian yang ada dapat diambil
sebuah kesimpulan bahwa dalam proses belajar itu membutuhkan sebuah media
pembelajaran yang dapat memotivasi dan mendukung seseorang dalam proses
belajar. Dalam proses belajar, seseorang membutuhkan sebuah media belajar yang
mampu membantu seseorang dalam proses belajar.
Tabel 1
3.
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian
ini merupakan penelitian kuantitatif. Bila dilihat dari tujuannya penelitian
ini termasuk penelitian korelasi karena bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara dua variabel atau lebih. Metode kuantitatif mempunyai keunggulan dari
sisi efisiensi. Analisis kuantitatif bekerja menggunakan sampel untuk
memecahkan persoalan yang dihadapi. Selain dari sisi sampel, untuk hal-hal
tertentu metode kuantitatif memberikan penjelasan yang lebih tepat terhadap
fakta yang dihadapi. Bahkan pada penelitian tertentu memang harus menggunakan
metode kuantitatif, alasannya karena metode ini sudah pasti. Apapun latar
belakang bidang studi yang akan dijalankan, dapat menggunakan metode
kuantitatif dengan baik, karena metode kuantitatif telah banyak digunakan
secara luas pada bidang ilmu, seperti ilmu-ilmu teknik, ilmu-ilmu kesehatan,
ilmu-ilmu alam, ilmu-ilmu sosial, ilmu-ilmu pendidikan, dan psikologi.
Menurut Sugiyono (2011), metode
penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi
atau sampel tertentu. Metode kuantitatif menyelidiki pengaruh dan hubungan
antar variabel, menggunakan populasi dan sampel, menggunakan angka sebagai data
lalu dianalisa, dan tingkat hasil yang signifikan melalui metode-metode seperti
statistik.
3.2 Populasi dan Sampel
Penelitian
Populasi
adalah keseluruhan unit dari semua individu yang memiliki karakteristik
tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti. Dalam penelitian ini yang
menjadi populasi adalah siswa SMA di Kota Malang. Sampel adalah sebagian dari
populasi yang ingin diteliti, yang ciri-ciri dan keberadaannya diharapkan mampu
mewakili atau menggambarkan ciri-ciri keberadaan populasi yang sebenarnya.
Jumlah
sampel yang diambil dalam penulisan ini adalah salah satu SMA di Kota Malang.
Penelitian ini menggunakan non probability sampling yaitu teknik Purposive Sampling atau yang disebut
juga Judgmental Sampling. pengambilan
sampel berdasarkan penilaian peneliti mengenai siapa yang pantas (memenuhi
persyaratan) untuk dijadikan sampel. Oleh karena itu agar tidak sangat
subjektif, peneliti harus memiliki latar belakang pengetahuan tertentu mengenai
sampel dimaksud (tentu juga populasinya) agar benar-benar bisa mendapatkan
sampel yang sesuai dengan persyaratan atau tujuan penelitian (data yang
akurat). Syarat-syarat menentukan sampel
pada purposive sampling adalah penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan
cermat, pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri, sifat- sifat, atau
karakteristik tertentu yang merupakan ciri-ciri pokok populasi, dan yang
terakhir adalah subjek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan subjek
yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi.
Alasan penulis menggunakan purposive sampling adalah karena sering banyak batasan yang
menghalangi peneliti mengambil sampel secara random (acak). Sehingga jika
menggunakan random sampling (sampel acak), akan menyulitkan peneliti. Dengan
menggunakan purposive sampling, diharapkan kriteria sampel yang diperoleh
benar-benar sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan.
3.3
Jenis dan Sumber Data
Data primer adalah sumber data
penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui media
perantara). Data primer secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab
pertanyaan penelitian. Dalam penelitian ini tidak menggunakan data primer karena
peneliti melalukan penyebaran kuesioner secara langsung terhadap siswa SMA di
Kota Malang.
3.4 Metoda Analisis Data
Metoda
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linear
sederhana yaitu metode statistik yang berfungsi untuk menguji sejauh mana
hubungan sebab akibat antara variabel faktor penyebab (X) terhadap variabel
akibatnya. Faktor penyebab pada umumnya dilambangkan dengan X atau disebut juga
dengan Predictor sedangkan Variabel
Akibat dilambangkan dengan Y atau disebut juga dengan Response. Regresi Linear Sederhana atau sering disingkat dengan SLR
(Simple Linear Regression) juga merupakan salah satu metode statistik yang
dipergunakan dalam produksi untuk melakukan peramalan ataupun prediksi tentang
karakteristik kualitas maupun kuantitas.
3.4.1 Uji Asumsi Klasik
Untuk mengetahui apakah model regresi
yang dihasilkan merupakan model regresi yang menghasilkan estimator linier
tidak bias terbaik dan memenuhi kaidah BLUE (Best Linear Unbiased
Estimator), maka perlu dilakukan pengujian gejala penyimpangan
asumsi model klasik. Adapun Uji Asumsi Klasik yang harus dipenuhi untuk
mendapatkan model regresi yang baik antara lain adalah:
1. Normalitas
2. Multikolinieritas
3. Heteroskedastisitas
4. Autokorelasi
Dalam penelitian analisis regresi linier
sederhana yang hanya memiliki 1 variabel X, maka uji asumsi multikolinieritas
tidak perlu dilakukan, karena pada dasarnya uji multikolinieritas adalah
menguji ada atau tidaknya hubungan antara variabel independen (X). Jadi apabila
kita hanya menggunakan 1 variabel independen (X), maka ini tidak perlu
melakukan uji multikolinieritas.
Uji Normalitas.
Uji normalitas adalah untuk melihat apakah nilai residual
terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki nilai residual
yang terdistribusi normal. Jadi uji normalitas bukan dilakukan pada
masing-masing variabel tetapi pada nilai residualnya (Residual adalah selisih
antara nilai duga (predicted value) dengan nilai pengamatan sebenarnya apabila
data yang digunakan adalah data sampel).
Uji normalitas dapat dilakukan dengan uji histogram, uji
normal P Plot, uji Chi Square, Skewness dan Kurtosis atau uji Kolmogorov
Smirnov. Tidak ada metode yang paling baik atau paling tepat. Solusi adalah
bahwa pengujian dengan metode grafik sering menimbulkan perbedaan persepsi di
antara beberapa pengamat, sehingga penggunaan uji normalitas dengan uji
statistik bebas dari keragu-raguan, meskipun tidak ada jaminan bahwa pengujian
dengan uji statistik lebih baik dari pada pengujian dengan metode grafik.
Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variansi dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lain. Jika variansi dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain
tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut
heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau
yang tidak terjadi heteroskedastisitas.
Deteksi heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan metode scatter plot
dengan memplotkan nilai ZPRED (nilai prediksi) dengan SRESID (nilai
residualnya). Model yang baik didapatkan jika tidak terdapat pola tertentu pada
grafik, seperti mengumpul di tengah, menyempit kemudian melebar atau sebaliknya
melebar kemudian menyempit. Uji statistik yang dapat digunakan adalah uji
Glejser, uji Park atau uji White.
Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi adalah untuk melihat apakah terjadi
korelasi antara suatu periode t dengan periode sebelumnya (t -1). Secara
sederhana adalah bahwa analisis regresi adalah untuk melihat pengaruh antara
variabel bebas terhadap variabel terikat, jadi tidak boleh ada korelasi antara
observasi dengan data observasi sebelumnya.
Uji autokorelasi hanya dilakukan pada data time series
(runtut waktu) dan tidak perlu dilakukan pada data cross section seperti pada
kuesioner di mana pengukuran semua variabel dilakukan secara serempak pada saat
yang bersamaan. Model regresi pada penelitian di Bursa Efek Indonesia di mana
periodenya lebih dari satu tahun biasanya memerlukan uji autokorelasi.
Model
persamaan Regresi Linear Sederhana adalah seperti berikut ini :
Y
= a + bX
Dimana:
Y=Variabel Response atau Variabel Akibat (Dependent)
X=Variabel Predictor atau Variabel Faktor Penyebab (Independent)
a=konstanta
b = koefisien regresi (kemiringan); besaran Response yang ditimbulkan oleh
Predictor.
Nilai-nilai
a dan b dapat dihitung dengan menggunakan Rumus dibawah ini :
a= (ΣYi)(ΣXi²)- (ΣXi)(ΣXiYi)
n(ΣXi²)
– (ΣXi)²
b= n(ΣXiYi)–(ΣXi)(ΣYi)
n(ΣXi²) – (ΣXi)²
Uji
ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen (X) berpengaruh
secara signifikan terhadap variabel dependen (Y). Signifikan berarti pengaruh
yang terjadi dapat berlaku untuk populasi (dapat digeneralisasikan). Dari hasil
analisis regresi dapat diketahui nilai t hitung. Langkah-langkah pengujian
sebagai berikut:
1. Menentukan Hipotesis
Ho:
Ada pengaruh secara signifikan antara media pembelajaran dengan minat baca.
Ha:
Tidak ada pengaruh secara signifikan antara media pembelajaran dengan minat
baca.
2. Menentukan tingkat signifikansi.
Tingkat
signifikansi menggunakan a = 5% (signifikansi 5% atau
0,05 adalah ukuran standar yang sering digunakan dalam penelitian).
3.
Menentukan t hitung
Berdasarkan
tabel diperoleh t hitung.
4.
Menentukan t tabel.
5.
Kriteria Pengujian.
Ho
diterima jika –t tabel < t hitung < t tabel.
Ho
ditolak jika -thitung < -t tabel atau t hitung > t tabel.
6.
Membandingkan t hitung dengan t
tabel
Nilai
t hitung > t tabel, maka Ho ditolak.
Nilai
t hitung < t tabel, maka Ho diterima.
7. Kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA
Agustia, M. (2009). Peningkatan
Minat Baca. Jurnal Pustaka Sriwijaya, 2.
Arikunto, S.
(2014). Manajemen Penelitian. Bandung: Rineka Cipta.
Majelis.
(2008). Pembinaan Perpustakaan dan Pembudayaan Kebiasaan Membaca. Jurnal
Pustaka Sriwijaya Media Komunikasi antar Putakawan, 3.
Nurseto, T.
(2011). Membuat Media Pembelajaran yang Menarik. Jurnal Ekonomi dan
Pendidikan, 8(1), 19-34.
Rajab, B.
(2007). The Reading Habit and Interest of Blangkejeren Elementary School
Pupils. Jurnal Ilmu-ilmu Sosial Bidang Pendidikan, 5.
Sarwono, J.
(2006). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Sudarman.
(2007). Problem Based Learning: Suatu Model Pembelajaran untuk Mengembangkan
dan Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah. Jurnal Pendidikan Inovatif,
2, 68-73.
Sugiyono.
(2011). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar