Sabtu, 10 Januari 2015

Perijinan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat mudah?

Banyaknya anak putus sekolah dan cukup tingginya tingkat ketaklulusan peserta didik sekolah formal menjadi alasan utama munculnya Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).  Ditingkahi dengan banyaknya sekolah internasional yang membutuhkan ijasah nasional menjadikan PKBM semakin menjamur.  Selain itu, membesarnya fenomena home schooling juga menjadi sasaran darinPKBM utk menyediakan ijasah formal melalui penyetaraan ujian nasional.Tentu saja ada yg dibuka karena keprihatinan akan kesempatan memperoleh pengakuan kelulusan dari jenjang pendidikan bernama ijasah, sebagian lagi berusaha mencari keuntungan secara finansial karena adanya permintaan benda bernama ijasah.
PKBM sebagai lembaga pendidikan informal tetapi bisa menyediakan fasilitas utk mendapatkan ijasah baik untuk tingkat dasar (kejar paket A), menengah pertama (kejar paket B), dan menengah atas (kejar paket C). Semakin banyak dan semakin menjamur saja, sebagai contoh, di kota Surabaya ada 37 PKBM aktif dan masih banyak lagi yg dlm pengajuan ijin. Belum lagi di berbagai kota dan kabupaten yang lain, walau pastinya tidak akan sebanyak Kota Surabaya yang memiliki tingkat permintaan ijasah paling besar se Jawa Timur tentunya.
Menjamurnya PKBM bukan saja karena tingginya permintaan akan ijasah.  Kemudahan mendirikan PKBM menjadi salah satu penyebab banyak berdirinya PKBM.  Seperti yang diberitakan oleh Koran Surya yang terbit Sabtu, 10/01/15, syarat untuk mendirikan PKBM tidaklah sulit dan tidaklah memakan biaya. Bahkan menurut Kabid Pendidikan Non Formal/Informal Dindik Surabaya, keluarnya izin PKBM dapat keluar dalam 1 minggu asal persyaratan sudah lengkap.  Persyaratan dan kemudahan yang sama berlaku untuk seluruh Kota dan Kabupaten se Indonesia karena dijamin oleh Undang-Undang 81/2013.
Sesuai perundang-undangan dan peraturan, syarat-syarat mengajukan izin PKBM adalah sebagai berikut.
1. memiliki dua dari tiga lembaga pendidikan (1) Taman Bacaan Masyarakat (TBM); (2) Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP); dan (3) Kelompok Bermain atau Taman Kanak-Kanak (KB/TK).
2. syarat administrasi berupa (1) fotokopi pemilik dan penyelenggaraan; (2) fotokopi akta pendirian yayasan; (3) fotokopi ijasah tutor; (4) daftar hidup pemilik dan penyelenggaraan; (5) peta lokasi; (6) data warga pelajar by name by address minimal 20 orang peserta didik.
3. kurikulum dan silabus; surat keterangan lingkungan (izin HO) yg berasal dr RT/RW dan Kelurahan serta surat domisili.
4. proposal rangkap 3 (tiga).
persyaratan2 tersebut diserahkan ke UPTD Badan Pengelolaan Sekolah Pemkot atau Pemkab setempat.  Selanjutnya menunggu proses verifikasi lapangan untuk melihat kelayakan sarana dan prasarana serta berbagai penilaian lainnya.  Setelah verifikasi lapangan telah disetujui dan dinyatakan layak, selanjutnya pengelola PKBM mengajukan permohonan ke Dinas Pendidikan Kota atau Kabupaten setempat.

Sepertinya mudah dan tidak berbelit-belit, tetapi bukan perkara mudah untuk mendirikan PKBM. Persyaratan administrasi mungkin bukan perkara sulit walau terkadang cukup berbelit.  Persyaratan peserta didik bukan masalah, karena banyak sanggar yang memilikimpeserta didik lebihbdari 20 orang apalagi kalau berjalan bersama kawan2 pelaku home schooling.  Permasalahan terberat tentu saja kurikulum dan silabus, khususnya kawan2 pengelola sanggar yang terbiasa melakukan pendidikan bebas dan merdeka.  Kurikulum dan silabus bukan sulit didudun tetapi bila menyususn kurikulum dan silabus artinya akan tunduk pada keterikatan dan keseragaman yang selama ini dilawan oleh kawan2 pengelola sanggar.  Benar2 sebuah dilema yang tidak mudah untuk diatas.
PKBM menjadi kesempatan bagi sekolah internasional untuk memperoleh ijasah nasional, tentu bisa menjadi ladang bisnis yang tidak kecil.  PKBM menjadi kesempatan untuk kawan2 yang putus sekolah berkesempatan memperoleh ijasah yang masih jadi tuntutan masyarakat dan untuk bekerja.  PKBM bagi home schooling adalah sarana untuk membuktikan diri bahwa pendidikan di tumah tidak kalah berkualitasnya dengan pendidikan di sekolah juga untuk mendapatkan ijasah bila anaknya akan masuk ke perguruan tinggi.  PKBM bagi kawan2 sanggar adalah kesempatan untuk mengembangkan diri dan ajang pembuktian bahwa pendidikN merdeka ala sanggar tidak kalah baik dan berkualitasnya dengan pendidikan formal sekolah yang diseragamkan dan tekanan jadwal dan tugas.  
Tetapi PKBM juga bisa menjadi kontra produktif, karena tujuan utama home schooling apalagi sanggar adalah pendidikan merdeka yang membebaskan yang tidak berorientasi pada ijasah.  Tanpa ijasah peserta didik dari home schooling dan sanggar belajar atau sekolah merdeka akan menghadapi kesulitan untuk masuk ke perguruan tinggi di Indonesi yang masih menjadikan ijasah sebagai alat bukti kelayakan masuk perguruan tinggi.  Tanpa ijasah peserta didik home schooling dan sanggar bealajar atau sekolah rakyat kesulitan untuk bekerja di sektor formal baik di dunia usaha dan industri apalagi birokrasi, kecuali bekerja secara mandiri atau berusaha secara mandiri tentunya.  Tetapi, mendirikan PKBM dengan tujuan untuk memperoleh ijasah, sanggar atau sekolah rakyat sama dengan mengkhianati tujuan pendirian sanggar belajar dan sekolah rakyat yang ingin menyelenggarakan sekolah yang merdeka dan membebaskan. Dilema yang tiada ujung awal dan akhirnya yang berputar terus saling kait mengait. Dilema hidup di masyarakat yang masih menjadikan ijasah sebagai ajimat sakti untuk menjalani hidup.

Dilema diriku yang bekerja di lembaga pendidikan formal tetapi beraktivitas di lembaga pendidikan informal dan nonformal.  Dilema masih terasa di Minggu Sore mendung, 10 Januari 2015, dari teras rumah sumberjo, Kalisongo, Dau, Kabupaten Malang.


Tidak ada komentar: