BISNIS,
INDUSTRIALISASI, DAN PEMBANGUNAN BUKAN
SEKEDAR MENGERUK KEUNTUNGAN:
Analisis
Triple Bottom Line Pada Kasus
Pembangunan Pabrik Semen di Pegunungan Kendeng
Diskusi Mahasiswa Progresif,
Universitas Ma Chung, 22 Mei 2015
Aktivitas dan pembangunan ekonomi baik
dalam bentuk ekonomi mikro seperti aktivitas bisnis dalam berbagai skala maupun
ekonomi makro dalam bentuk industrialisasi dan kebijakan pembangunan tidak
hanya bertujuan untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya atau kemakmuran
dalam bentuk materi yang sebanyak-banyaknya. Elkinton (1997) mengemukan sebuah
pemikiran bahwa aktivitas ekonomi haruslah memperhatikan 3 (tiga) aspek, yaitu people (manusia), planet (alam atau lingkungan), dan profit (keuntungan).
Aktivitas ekonomi, khususnya industrialisasi yang hanya memperhatikan
aspek profit semata tanpa
mengindahkan aspek people and planet bukanlah
aktivitas ekonomi yang berkesinambungan tetapi merupakan aktivitas eksploitasi
(manusia dan alam) untuk memperoleh keuntungan (sebesar-besarnya) dalam jangka
pendek.
Pembangunan Pabrik Semen di Pegunungan
Kendeng Jawa Tengah, menimbulkan polemic tersendiri. Ancaman kehancuran alam dan potensi
pemcemaran lingkungan akan menganggu keseimbangan alam. Bukan hanya itu, ribuan manusia yang mengantungkan
hidup dari tanah dan air Pegunungan Kendeng akan terancam tergusur bahkan
terusir dari tanah kelahirannya. Sebuah ancaman bagi manusia dan alam yang
kentara di depan mata atas nama pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Mendahulukan kepentingan ekonomi jangka
pendek dengan menghancurkan kemanusiaan dan lestarinya alam. Pegungungan Kendeng dan Anak-Anak Kendeng
laksana menjadi tumbal untuk pembangunan di tempat-tempat lain.
PENGANTAR
Istilah Triple Bottom Line dipopulerkan
oleh John Elkington pada tahun 1997. Melalui bukunya yang berjudul “Cannibals
with Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century Business”,
Elkington mengembangkan konsep Triple Bottom Line dalam istilah economic
prosperity, environmental quality, dan social justice. Perusahaan yang
ingin berkelanjutan haruslah memerhatikan “3P”. Selain mengejar profit,
perusahaan juga harus memperhatikan dan terlibat dalam pemenuhan kesejahteraan
masyarakat (people) dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga
kelestarian lingkungan (planet).
Aspek-aspek yang terdapat dalam Triple
Bottom Line adalah sebagai berikut (Wibisono, 2007).
1. People
Masyarakat di sekitar perusahaan
adalah salah satu stakeholder penting yang harus diperhatikan oleh
perusahaan. Dukungan dari masyarakat sekitar sangat diperlukan bagi keberadaan,
kelangsungan hidup, dan perkembangan perusahaan sehingga perusahaan akan selalu
berupaya untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat.
Operasi perusahaan berpotensi memberikan dampak bagi masyarakat sekitar,
sehingga perusahaan perlu untuk melakukan berbagai kegiatan yang menyentuh
kebutuhan masyarakat. Secara ringkas, jika perusahaan ingin tetap
mempertahankan usahanya, perusahaan juga harus menyertakan tanggung jawab yang
bersifat sosial.
2. Planet
Selain aspek people, perusahaan
juga harus memperhatikan tanggung jawabnya terhadap lingkungan. Karena
keuntungan merupakan inti dari dunia bisnis, kerapkali sebagian besar
perusahaan tidak terlalu memperhatikan hal yang berhubungan dengan lingkungan,
karena tidak ada keuntungan langsung di dalamnya. Dengan melestarikan
lingkungan, perusahaan akan memperoleh keuntungan yang lebih, terutama dari
sisi kenyamanan dan ketersediaan sumber daya yang menjamin kelangsungan hidup
perusahaan.
3. Profit
Profit merupakan
unsur penting dan menjadi tujuan dari setiap kegiatan usaha dan aktvitas ekonomi.
Fokus utama dari seluruh kegiatan dalam perusahaan adalah mengejar profit atau
mendongkrak harga saham setinggi-tingginya, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Profit sendiri adalah tambahan pendapatan yang dapat digunakan
untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Aktivitas yang dapat ditempuh
untuk mendongkrak profit antara lain dengan meningkatkan produktivitas
dan melakukan efisiensi biaya. Hal tersebut akan menyebabkan perusahaan
memiliki keunggulan kompetitif yang dapat memberikan nilai tambah semaksimal
mungkin.
Konsep Tripple Bottom Line (People,
Planet, and Profit) merupakan konsep bisnis dan aktivitas ekonomi yang
berbeda. Konsep yang mengedepankan
kepentingan jangka panjang (going concern
concept) dari aktivitas ekonomi secara makro dan entitas ekonomi secara
mikro. Konsep yang mengedepankan bukan
pada pencarian keuntungan (profit)
yang hanya bersifat jangka pendek, tetapi menjadikan keuntungan (profit) sebagai dampak dari pemberdayaan
masyarakat dan karyawan (people) dan
pelestarian alam (planet).
Pertama, mengedepankan konsep
pemberdayaan masyarakat baik karyawan, konsumen, maupun masyarakat secara umum
menjadikan entitas ekonomi berorientasi untuk mengedukasi dan mengadvokasi
manusia sebagai factor utama menjaga pertumbuhan dan kelanjutan usaha yang
manusiawi. Bila masyarakat teredukasi dengan produk yang berkualitas apalagi
dengan harga terjangkau, dijamin kesetiaan konsumen pada produk dan perusahaan
akan terjaga. Di sisi lain, karyawan
yang teredukasi dengan baik akan menciptakan tenaga kerja yang mumpuni untuk
memproduksi produk yang bermutu sekaligus efisien dalam biaya.
Kedua, entitas ekonomi menjadikan
kelestarian alam sebagai dasar untuk bukan hanya menjaga keberlanjutan bahan
baku dan energy, tetapi benar-benar menjaga lestarinya planet Bumi sebagai
satu-satunya tempat hidup manusia. Bahan
baku dan energy yang lestari akan menjamin kelangsungan usaha entitas ekonomi
dalam jangka panjang sekaligus menjadikan bumi sebagai tempat tinggal yang
nyaman dan asri. Bukan hanya
memperhatikan bahan baku dan energy, tetapi polusi dan sampah yang dihasilkan
oleh perusahaan hendaknya ramah lingkungan dan memiliki dampak yang sangat
kecil bagi lingkungan.
Bila manusia sudah berdaya dan planet
tetap lestari, profit atau keuntungan akan datang dengan sendirinya baik
keuntungan yang dinikmati oleh manajemen sebagai agen pengelola entitas maupun
investor sebagai pemilik entitas ekonomi tersebut. Jadi, keuntungan atau profit bukanlah menjadi
tujuan pertama dan utama, tetapi menjadi dampak dari kinerja perusahaan yang
baik dan bertanggung jawab. Keuntungan
yang akan bersifat jangka panjang dan berkesinambungan (going concern).
MASYARAKAT SAMIN
Masyarakat Samin adalah komunitas yang menganut
ajaran Samin Surosentiko yang mengajarkan Ajaran Sedulur Sikep. Pada awalnya, gerakan Komunitas
Samin atau Sedulur Sikep ini merupakan perlawanan terhadap penjajahan
Belanda. Perlawanan tanpa kekerasan
dengan bentuk menolak membayar pajak, menolak menaati seluruh peraturan
kolonian Belanda, dan hidup dalam ajaran kebersamaan dan kesetaraan. Ajaran Sedulur Sikep berawal dari Samin Surosentiko (nama lahir Raden Kohar)
dari Desa Ploso Kedhiren, Randublatung, Kabupaten Blora, Jawa Tengah pada tahun
1859, dan meninggal saat diasingkan ke
Padang, Sumatera Barat pada tahun 1914.
Ajaran Sedulur Sikep
mulai diajarkan oleh Samin Surosentiko pada tahun 1890 di Desa Klopoduwur,
Kabupaten Blora. Dilaporkan oleh Residen
Rembang, pada tahun 1903 telah dianut oleh 722 orang dan berkembang menjadi
kurang lebih 5.000 orang pada tahun 1907.
Penguasa Kolonial Belanda mulai resah dan dilakukan penangkapan terhadap
penganut Ajaran Sedulur Sikep dan bahkan terhadap Samin Surosentiko sendiri dan
diasingkan di Padang, Sumatera Barat sampai meninggalnya pada tahun 1914. Pada intinya, Ajaran Sedulur Sikep mengajarkan
tentang nilai-nilai kehidupan, ajaran tentang bersikap dan bertingkah laku
dalam kehidupan sehari-hari. Ajaran yang
berkembang dan dianut oleh sedulur-sedulur di seputaran Pengunungan Kendeng,
pegunungan di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, meliputi Lamongan,
Bojonegoro, Cepu, Blora, Kudus, Pati, dan Rembang.
Berbeda dengan Ajaran
Sedulur Sikep, Gerakan Samin yang berakar pada Ajaran Sedulur Sikep lebih
kepada gerakan perlawanan terhadap penjajahan colonial Belanda. Gerakan tanpa kekerasan yang ditunjukkan
dengan Sikap Diam, diam tidak membayar pajak, diam tidak mau bekerja paksa,
diam tidak mengikuti peraturan penguasa.
Gerakan Saminisma tentu sangat berbeda pada saat ini, walau tidak
menentang pemerintah Reupblik Indonesia tetapi sampai hari ini Masyarakat atau
Komunitas Samin tetap menolak berbagai bentuk bantuan pemerintah. Demikian pula berbagai bantuan dari program corporate social responsibility (CSR)
perusahaan-perusahaan minyak di daerah Cepu ditolak oleh Komunitas Samin walau
warga-warga setempat lain menerimanya dengan sukacita.
Demikian pula pada
kondisi terakhir, pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng membangkitkan
semangat perlawanan Komunitas Samin.
Perlawanan yang dikobarkan bukan untuk sekedar melawan, tetapi
perlawanan yang dilakukan untuk menyelamatkan tanah dan air untuk hidup, bukan
saja kehidupan saat ini tetapi juga keberlangsungan hidup anak cucu. Perlawanan dengan semangat lama walau dengan
pendekatan kekinian, perlawanan yang bukan hanya dilakukan sendiri tetapi juga
merangkul jaringan yang lebih luas.
Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) dengan gerakan
Lumbung Pangan dan Omah Kendeng menjadi pusat gerakan perlawanan terhadap
perusakan kawasan kendeng sejak tahun 2009 melawan PT Semen Gresik Tbk., yang
saat ini bersalin musuh menjadi PT Sahabat Mulia Sakti anak perusahaan dari PT
Indocement Tunggal Prakasa Tbk.
PEGUNUNGAN
KARST KENDENG
Dipetik
dari: https://geoenviron.wordpress.com/2011/12/26/geologi-pegunungan-kendeng/
Sumber: Gambar
Sketsa Fisografi Pulau Jawa Bagian Timur (de Genevraye and Samuel, 1972)
Zona Kendeng juga sering disebut
Pegunungan Kendeng dan adapula yang menyebutnya dengan Kendeng Deep, adalah antiklinorium berarah barat-timur. Pada bagian
utara berbatsan dengan Depresi Randublatung, sedangkan bagian selatan bagian
jajaran gunung api (Zona Solo). Zona Kendeng merupakan kelanjutan dari Zona
Pegunungan Serayu Utara yang berkembang di Jawa Tengah. Mandala Kendeng
terbentang mulai dari Salatiga ke timur sampai ke Mojokerto dan menunjam di
bawah alluvial Sungai Brantas, kelanjutan pegunungan ini masih dapat diikuti
hingga di bawah Selat Madura. Menurut Van Bemmelen (1949),
Pegunungan Kendeng dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian barat yang
terletak di antara G.Ungaran dan Solo (utara Ngawi), bagian tengah yang
membentang hinggaJombang dan bagian timur mulai dari timur Jombang hingga Delta
Sungai Brantas dan menerus ke Teluk Madura. Daerah penelitian termasuk dalam
Zona Kendeng bagian barat.
Stratigrafi
Menurut Harsono P. (1983) Stratigrafi
daerah kendeng terbagi menjadi dua cekungan pengendapan, yaitu Cekungan Rembang
(Rembang Bed) yang membentuk
Pegunungan Kapur Utara, dan Cekungan Kendeng (Kendeng Bed) yang membentuk Pegunungan Kendeng. Formasi yang ada di
Kendeng adalah sebagai berikut.
1. Formasi Kerek Formasi ini mempunyai ciri khas berupa perselingan antara
lempung, napal lempungan, napal, batupasir tufaan gampingan dan batupasir
tufaan. Perulangan ini menunjukkan struktur sedimen yang khas yaitu perlapisan
bersusun (graded bedding) yang mencirikan gejala flysch. Berdasarkan fosil
foraminifera planktonik dan bentoniknya, formasi ini terbentuk pada Miosen Awal
– Miosen Akhir ( N10 – N18 ) pada lingkungan shelf. Ketebalan formasi ini bervariasi antara 1000 – 3000 meter.
Di daerah Lokasi Tipe, formasi ini terbagi menjadi 3 anggota (de Genevreye
& Samuel, 1972), dari tua ke muda masing-masing : a. Anggota Banyuurip
Tersusun oleh perselingan antara napal lempungan, napal, lempung dengan
batupasir tuf gampingan dan batupasir tufaan dengan total ketebalan 270 meter.
Pada bagian tengah perselingan ini dijumpai batupasir gampingan dan tufaan
setebal 5 meter, sedangkan bagian atas ditandai oleh adanya perlapisan
kalkarenit pasiran setebal 5 meter dengan sisipan tipis dari tuf halus. Anggota
ini berumur N10 – N15 (Miosen Tengah bagian tengah – atas). b. Anggota Sentul
Tersusun oleh perulangan yang hampir sama dengan Anggota Banyuurip, tetapi
lapisan yang bertufa menjadi lebih tebal. Ketebalan seluruh anggota ini
mencapai 500 meter. Anggota Sentul diperkirakan berumur N16 (Miosen Tengah
bagian bawah). c. Batugamping Kerek Anggota teratas dari Formasi Kerek ini
tersusun oleh perselang-selingan antara batugamping tufan dengan perlapisan
lempung dan tuf. Ketebalan dari anggota ini adalah 150 meter. Umur dari Batugamping
Kerek ini adalah N17 (Miosen Atas bagian tengah).
2. Formasi Kalibeng Formasi
ini terletak selaras di atas Formasi Kerek. Formasi ini terbagi menjadi dua
anggota yaitu Formasi Kalibeng Bawah dan Formasi Kalibeng Atas. Bagian bawah
dari Formasi Kalibeng tersusun oleh napal tak berlapis setebal 600 meter
berwarna putih kekuningan sampai abu-abu kebiruan, kaya akan foraminifera
planktonik. Asosiasi fauna yang ada menunjukkan bahwa Formasi Kalibeng bagian
bawah ini terbentuk pada N17 – N21 (Miosen Akhir – Pliosen). Pada bagian barat
formasi ini oleh de Genevraye & Samuel, 1972 dibagi menjadi Anggota Banyak,
Anggota Cipluk, Anggota Kalibiuk, Anggota Batugamping, dan Anggota Damar. Di
bagian bawah formasi ini terdapat beberapa perlapisan batupasir, yang ke arah
Kendeng bagian barat berkembang menjadi suatu endapan aliran rombakan debris
flow, yang disebut Formasi Banyak (Harsono, 1983, dalam Suryono, dkk., 2002).
Sedangkan ke arah Jawa Timur bagian atas formasi ini berkembang sebagai endapan
vulkanik laut yang menunjukkan struktur turbidit. Fasies tersebut disebut
sebagai Formasi Atasangin, sedangkan bagian atas Formasi Kalibeng ini disebut
sebagai Formasi Sonde yang tersusun mula – mula oleh Anggota Klitik, yaitu
kalkarenit putih kekuningan, lunak, mengandung foraminifera planktonik maupun
foraminifera besar, moluska, koral, alga, bersifat napalan atau pasiran dan
berlapis baik. Bagian atas bersifat breksian dengan fragmen gamping berukuran
kerikil sampai karbonat, kemudian disusul endapan bapal pasiran, semakin ke
atas napalnya bersifat lempungan, bagian teratas ditempati napal lempung
berwarna hijau kebiruan.
3. Formasi Pucangan Di bagian barat dan tengah Zona Kendeng
formasi ini terletak tidak selaras di atas Formasi Sonde. Formasi ini
penyebarannya luas. Di Kendeng Barat batuan ini mempunyai penyebaran dan
tersingkap luas antara Trinil dan Ngawi. Ketebalan berkisar antara 61 – 480 m,
berumur Pliosen Akhir (N21) hingga Plistosen (N22). Di Mandala Kendeng Barat
yaitu di daerah Sangiran, Formasi Pucangan berkembang sebagai fasies vulkanik
dan fasies lempung hitam.
4. Formasi Kabuh Formasi Kabuh terletak selaras di atas Formasi Pucangan.
Formasi ini terdiri dari batupasir dengan material non vulkanik antara lain
kuarsa, berstruktur silangsiur dengan sisipan konglomerat dan tuff, mengandung
fosil Moluska air tawar dan fosil – fosil vertebrata berumur Plistosen Tengah,
merupakan endapan sungai teranyam yang dicirikan oleh intensifnya struktur
silangsiur tipe palung, banyak mengandung fragmen berukuran kerikil. Di bagian bawah
yang berbatasan dengan Formasi Pucangan dijumpai grenzbank. Menurut Van
Bemmelen (1972) di bagian barat Zona Kendeng (daerah Sangiran), formasi ini
diawali lapisan konglomerat gampingan dengan fragmen andesit, batugamping
konkresi, batugamping Globigerina, kuarsa, augit, hornblende, feldspar dan
fosil Globigerina. Kemudian dilanjutkan dengan pembentukan batupasir tuffaan
berstruktur silangsiur dan berlapis mengandung fragmen berukuran kecil yang
berwarna putih sampai cokelat kekuningan.
5. Formasi Notopuro Terletak tidak selaras di atas Formasi
Kabuh. Litologi penyusunnya terdiri dari breksi lahar berseling dengan
batupasir tufaan dan konglomerat vulkanik. Makin ke atas, sisipan batupasir
tufaan makin banyak. Juga terdapat sisipan atau lensa – lensa breksi vulkanik
dengan fragmen kerakal, terdiri dari andesit dan batuapung, yuang merupakan
ciri khas Formasi Notopuro. Formasi ini pada umumnya merupakan endapan lahar
yang terbentuk pada lingkungan darat, berumur Plistosen Akhir dengan ketebalan
mencapai lebih dari 240 meter.
6. Formasi Undak Bengawan Solo Endapan ini terdiri dari konglomerat
polimik dengan fragmen batugamping, napal dan andesit di samping batupasir yang
mengandung fosil-fosil vertebrata, di daerah Brangkal dan Sangiran, endapan
undak tersingkap baik sebagai konglomerat dan batupasir andesit yang agak
terkonsolidasi dan menumpang di atas bidang erosi pad Formasi Kabuh maupun
Notopuro.
Gambar
Stratigrafi Kendeng (Harsono, 1983)
Struktur Geologi
Deformasi pertama pada Zona Kendeng
terjadi pada akhir Pliosen (Plio – Plistosen), deformasi merupakan manifestasi
dari zona konvergen pada konsep tektonik lempeng yang diakibatkan oleh gaya
kompresi berarah relatif utara – selatan dengan tipe formasi berupa ductile
yang pada fase terakhirnya berubah menjadi deformasi brittle berupa pergeseran
blok – blok dasar cekungan Zona Kendeng. Intensitas gaya kompresi semakin besar
ke arah bagian barat Zona Kendeng yang menyebabkan banyak dijumpai lipatan dan
sesar naik dimana banyak zona sesar naik juga merupakan kontak antara formasi
atau anggota formasi.
Deformasi Plio – Plistosen dapat
dibagi menjadi tiga fase/ stadia, yaitu; fase pertama berupa perlipatan yang
mengakibatkan terbentuknya Geantiklin Kendeng yang memiliki arah umum barat –
timur dan menunjam di bagian Kendeng Timur, fase kedua berupa pensesaran yang
dapat dibagi menjadi dua, yaitu pensesaran akibat perlipatan dan pensesaran
akibat telah berubahnya deformasi ductile menjadi deformasi brittle karena
batuan telah melampaui batas kedalaman plastisnya. Kedua sesar tersebut secara
umum merupakan sesar naik bahkan ada yang merupakan sesar sungkup. Fase ketiga
berupa pergeseran blok – blok dasar cekungan Zona Kendeng yang mengakibatkan
terjadinya sesar – sesar geser berarah relatif utara – selatan.
Deformasi kedua terjadi selama kuarter
yang berlangsung secara lambat dan mengakibatkan terbentuknya struktur kubah di
Sangiran. Deformasi ini masih berlangsung hingga saat ini dengan intensitas
yang relatif kecil dengan bukti berupa terbentuknya sedimen termuda di Zona
Kendeng yaitu Endapan Undak.
Gambar Pola Struktur Jawa (Sribudiyani
dkk., 2003)
Secara umum struktur – struktur yang
ada di Zona Kendeng berupa : 1. Lipatan Lipatan yang ada pada daerah Kendeng
sebagian besar berupa lipatan asimetri bahkan beberapa ada yang berupa lipatan
overturned. Lipatan – lipatan di daerah ini ada yang memiliki pola en echelon
fold dan ada yang berupa lipatan – lipatan menunjam. Secara umum lipatan di
daerah Kendeng berarah barat – timur. 2. Sesar Naik Sesar naik ini biasa terjadi
pada lipatan yang banyak dijumpai di Zona Kendeng, dan biasanya merupakan
kontak antar formasi atau anggota formasi. 3. Sesar Geser Sesar geser pada Zona
Kendeng biasanya berarah timur laut- barat daya dan tenggara -barat laut. 4.
Struktur Kubah Struktur Kubah yang ada di Zona Kendeng biasanya terdapat di
daerah Sangiran pada satuan batuan berumur Kuarter. Bukti tersebut menunjukkan
bahwa struktur kubah pada daerah ini dihasilkan oleh deformasi yang kedua,
yaitu pada Kala Plistosen.
Naga Tidur, Penjaha Keseimbangan
Kendeng
Dipetik dari: http://tanahair.kompas.com/read/2013/04/16/16285419/Naga.Tidur..Penjaga.Keseimbangan.Kendeng.
Puluhan
anak bertopeng naga dan barongan bermain di antara batu kapur dan pepohonan
jati di lereng Pegunungan Kendeng Utara, Desa Gandu, Kecamatan Bogorejo, Blora,
Jawa Tengah. Sesekali, wajah topeng mereka berhadapan dan diadu. Yang terdesak
lalu bersembunyi untuk mengatur strategi dan melawan kembali. Tak jarang mereka
menari-nari sambil menggerakkan mulut topeng kayu hingga terdengar
tak-tak-tak.... Itulah salah satu permainan tradisional nagaraja dan barongan
di kawasan itu.
Permainan
itu menunjukkan pertarungan naga atau nagaraja dan singa barong, yang merupakan
mitos masyarakat di lereng Pegunungan Kendeng Utara. Mereka meyakini pegunungan
yang membentang mulai dari Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, hingga Kabupaten
Tuban, Jawa Timur, merupakan nagaraja yang tengah tidur. Sementara hutan-hutan
jati di sekitar pegunungan itu dijaga singa barong, sang raja hutan. Mereka
akan marah jika keseimbangan alamnya terusik.
Pabrik Semen
”Kalau
Pegunungan Kendeng terus diusik, nagaraja akan bangun dan menghakimi mereka yang
merusak tempat tinggal tersebut. Begitu pula jika hutan dijarah habis-habisan,
singa barong akan mengejar penjarahnya. Demikian pesan pelestarian alam yang
dikisahkan turun-temurun. Sayangnya, kisah itu jarang terdengar dan bergaung
lagi,” tutur seniman patung kayu dan batu Pegunungan Kendeng Utara, Punky Adi
Sulistyo (42), di Blora, Selasa (26/2).
Pesan
pelestarian alam itu kini muncul karena Pegunungan Kendeng Utara merupakan
ruang yang menghidupi masyarakat di kawasan pegunungan kapur dan karst, yang menyimpan
potensi alam sangat besar, terutama air. Namun, sebagai ruang hidup masyarakat,
kawasan itu telah terusik menyusul munculnya rencana pembangunan pabrik semen
dan penambangan batu gamping dan kapur berskala besar di kawasan itu.
”Naga
dan singa barong itu sekarang tak lagi berupa mitos dan simbol keseimbangan
lingkungan, tetapi mencerminkan masyarakat Pegunungan Kendeng Utara yang
menjaga keseimbangan alam,” kata aktivis Lembaga Kajian Budaya dan Lingkungan
Pasang Surut Blora, Eko Arifianto.
Potensi
Pegunungan Kendeng Utara itulah yang jadi alasan sebagian besar masyarakat
untuk mempertahankan tanah air sumber hidup mereka sebagai ruang kehidupan
abadi.
Ribuan
tahun lalu
Geolog
Belanda, RW van Bemmelen, dalam The Geology of Indonesia (1949), yang membagi
fisiografi Pulau Jawa, menyatakan, Pegunungan Kendeng Utara merupakan bagian
dari Zona Rembang, yaitu kelompok perbukitan yang terbentuk oleh struktur
lipatan dengan arah sumbu lipatan barat daya-timur laut. Zona Rembang
didominasi endapan laut berumur tersier dan terkenal dengan lapangan minyaknya
yang beroperasi sejak abad ke-20. Di pegunungan itu terdapat kawasan karst
Sukolilo yang membentang di bagian utara Provinsi Jawa Tengah seluas 19.472
hektar, meliputi Kabupaten Blora 45,3 hektar, Kabupaten Grobogan 721 hektar,
dan Kabupaten Pati 11.802 hektar.
Karena
tergolong sebagai pegunungan kapur dan karst, Pegunungan Kendeng Utara
berfungsi sebagai daerah tangkapan, imbuhan, dan kantong air. Di kawasan itu
terdapat goa-goa air, sungai bawah tanah, dan mata air-mata air yang menjadi
sumber hidup masyarakat. Air kemudian dimanfaatkan sebagai bahan baku air
minum, mandi-cuci-kakus, dan pertanian. Warga juga mengalirkan air itu ke
permukiman dengan sistem pemipaan dan mengalirkan ke persawahan dengan sistem
irigasi alam atau mengikuti alur atau jalan-jalan air yang terbentuk secara
alami.
Kompas/P
Raditya Mahendra Yasa
Hamparan
lahan persawahan dengan latar belakang Pegunungan Kendeng di Kabupaten Pati,
Jawa Tengah, Kamis (15/3). Keberadaan Pegunungan karst yang menyimpan sumber
mata air serta kehidupan warga di sekitarnya ini kembali terancam setelah
adanya rencana pembangunan pabrik semen.
Tokoh
Sedulur Sikep Pati atau pengikut ajaran Samin Surosentiko (1859-1914),
Gunretno, mengatakan, kawasan karst Sukolilo menjadi tempat penelitian ahli
geologi dan speleologi. Salah satu lembaga yang meneliti kawasan itu sejak
1994-1996 adalah Acintyacunyata Speleological Club (ASC) Yogyakarta.
Hasilnya,
di Pegunungan Kendeng Utara Grobogan terdapat 49 mulut goa dan 33 mata air
permanen. Tim ASC juga memetakan dua sistem sungai bawah tanah yang memiliki
jaringan hidrologi terpisah, yaitu sistem Urang-Kembang dan Pakel-Ngeposan.
”Di
Pati, ASC bekerja sama dengan masyarakat Sukolilo dan Universitas Pembangunan Nasional
Veteran, Yogyakarta, menjumpai 79 mata air dan 24 mulut goa. Mata air yang
ditemukan adalah mata air karst yang bersifat permanen atau mampu mengalirkan
air sepanjang musim,” kata Gunretno.
Di
antaranya Goa Pancur di Desa Jimbaran, Kecamatan Kajen, Pati, yang bisa
dimanfaatkan sebagai wisata jelajah goa. Goa sepanjang 800 meter itu salah satu
lokasi mengalirnya sungai bawah tanah dengan stalaktit dan stalakmit yang
indah.
Dengan
sumber air tawar yang baik, sejak ribuan tahun lalu, Pegunungan Kendeng Utara
pun jadi tempat tinggal manusia. Waktu itu, kawasan sekitar pegunungan masih
berupa rawa air payau dan laut. Selain potensi air, karst yang awalnya tertutup
hutan juga berfungsi sebagai habitat flora dan fauna.
Dari
pendataan awal Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng di Kecamatan
Tambakromo, Kajen, dan Sukolilo, kawasan ini juga kaya tanaman yang bermanfaat.
Di sana juga tumbuh sejumlah fauna yang menjaga keseimbangan ekosistem alam.
Wajar, dengan potensi seperti itu, masyarakat dengan berbagai cara menentang
gangguan keseimbangan alam Pegunungan Kendeng.
PEMBANGUNAN
PABRIK SEMEN
Kawasan Pegunungan Kendeng yang kaya
akan kapur menjadi daya tarik investasi perusahaan-perusahaan semen di
Indonesia, mulai perusahaan yang berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
sampai perusahaan swasta. Pada tahun
2009, PT Semen Gresik Tbk yang akan membangun pabrik semen di Desa Kedumulo
Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati berhasil dibatalkan oleh sedulur-sedulur yang
tergabung di JMPPK dengan Omah Kendeng-nya.
Tetapi beberapa saat kemudian masuk PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk
melalui perusahaan anaknya PT Sahabat Mulia Sakti, perusahaan semen swasta
berusaha masuk dan membangun pabrik semen yang sedang berlangsung dan mendapat
perlawanan sampai hari ini (Effendi, 2013).
ANALISIS
TRIPLE BOTTOM LINE
REFLEKSI
REFERENSI
Effendi,
M. N., & Wibowo, M. A. 18 Agustus
2013. Merajut Kisah di Sepanjang Kendeng. Suara Merdeka.
Effendi,
M. N. 18 Agustus 2013. Metamorfosis
Lumbung Pangan. Suara Merdeka
Elkington,
J. 1997. Cannibals with Forks: The Triple Bottom Line of 21st Century
Business. Oxford: Capstone Publishing.
Fitri,
N. 2014. Rencana Pembangunan Pabrik Semen, Penambangan Batu Kapur dan Tanah
Liat Oleh PT Indocement di Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah. Direktur
Eksekutif Jawa Tengah.
Hendrastomo,
F. ….. Wong Sikep, Penjaga Eksistensi
Ajaran Samin.
https://geoenviron.wordpress.com/2011/12/26/geologi-pegunungan-kendeng/
Sanyotohadi,
H. 2000. Perjuangan Masyarakat Samin untuk Hak Asasi Manusia dan Demokrasi. Majalah Ilmiah Humaniora PRANATA, Vol
XII No. 1. Hal. 34—44. ISSN 082-0887.
Widi, H. 16 April
2013. Naga Tidur, Penjaga Keseimbangan Kendeng. http://tanahair.kompas.com/read/2013/04/16/16285419/Naga.Tidur..Penjaga.Keseimbangan.Kendeng.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar