Dipetik dan disarikan dari SEMINAR AKUNTANSI FORENSIK &
AUDIT INVESTIGATIF
Himpunan Mahasiswa Program Studi Akuntansi Universitas Ma
Chung.
Balai Pertiwi Universitas Ma Chung. 19 Maret 2016.
Pembicara: (1) Maywan (Otoritas Jasa Keuangan); (2) Dr. M. Achsin (Dosen Akutansi Universitas
Brawijaya); dan Moderator: Daniel S. Stephanus (Dosen Akuntansi Universitas Ma
Chung)
Pengantar
Fraud atau
kecurangan telah mejadi penyakit akut di masyarakat Indonesia saat ini. Manifestasi fraud seperti korupsi yang terjadi di sektor publik (pemerintahan),
penggelapan yang terjadi di sektor privat (swasta) sudah menjadi hal yang jamak
dilakukan oleh para pelaku usaha dan birokrat dari level atas sampai bawah
untuk memperlancar usahanya. Demikian
pula dengan suap, sebagai salah satu bentuk fraud
juga banyak dilakukan oleh masyarakat umum yang ingin urusannya lancar atau
menghindar dari kasus hukum seperti bila melanggar peraturan lau lintas.
Fraud bukan
saja permasalahan hukum semata, fraud yang
nyaris telah menjadi perilaku keseharian, walau belum bisa dikatakan menjadi
budaya, dapat terkait bahkan terkait erat dengan Ilmu Akuntansi. Merebaknya fraud ditimpali dengan berkembangnya sub keilmuan akuntansi yang
bukan semata untuk mengungkap fraud tetapi
juga bisa untuk mencegah fraud terjadi. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif
lahir sebagai anak ilmu akuntansi yang berguna untuk melawan fraud dan anak-anaknya seperti korupsi,
penggelapan, penyalahgunaan aset, pelaporan yang menyesatkan, penyuapan, dan
berbagai tindakan kecurangan lainnya.
Untuk mengetahui lebih jauh lagi mengenai Akuntansi
Forensik dan Audit Investigatif (AFAI) baik secara umum maupun membaca kasus di
sektor perbankan, akan dipaparkan di bawah ini.
Belajar untuk memberi kontribusi mencegah, mengurangi, dan menindak fraud.
Baik fraud di sektor
publik (pemerintahan) maupun sektor privat (swasta).
Akuntansi Forensik
dan Audit Investigatif pada Tindakan Pidana Perbankan
“Fraud can encompass any crime for gain that uses deception as its
principal modus operandus” (Assocition of Certified Fraud Examiners)
“Fraud is an array of irregularities and illegal acts characterized by
intetional deception” (The Insitute
of Internal Auditor).
“Fraud adalah tindakan yang disengaja oleh anggota manajemen
perusahaan, pihak yang berperan dalam governance
perusahaan, karyawan, atau pihak ketiga yang melakukan pembohongan atau
penipuan untuk memperoleh keuntungan dengan cara yang tidak adil atau illegal”
(International Standards of Auditing seksi
240).
Jadi, fraud adalah
manipuasi untuk keuntungan pribadi yang merugikan orang lain. Fraud menurut
ACFE terjadi karena 3 alasan (fraud
triangle) keserakahan (greed),
kesempatan (opportunity), dan kebutuhan
(need). Ada juga yang menyatakan bahwa penyebab fraud adalah kesempatan (opportunity),
tekanan (pressure), dan rasionalisasi
(rasionalization). Sedangkan pelaku farud dapat dibedakan menjadi 2 kelompok,
accidental fraudsters (pelaku fraud isidental) pelaku fraud yang melakukan fraud karena ada kesempatan dan
kebutuhan. Sedangkan pathological farudsters (pelaku fraud patological) yaitu pelaku fraud yang mencari-cari kesempatan untuk
kesenangan dan bersenang-senang.
Gambar 1. Fraud Triangle, Penyebab Terjadinya Fraud (Cressey, 1953)
Gambar 2. Fraud Diamond, Pelaku Fraud (Kranacher, 2010)
Gambar 3. Fraud Tree (ACFE)
Fraud di Perbankan
Fraud atau tindak pidana terkait perbankan adalah sebagai berikut.
“Perbuatan pidana yang menjadikan bank sebagai sarana
(crimes through the bank) dan sasaran
(crimes against the bank)”
“Tindakan penyimpangan atau pembiaran yang disengaja
dilakukan untuk mengelabui, menipu, atau memanipulasi Bank, nasabah, atau pihak
lain, yang terjadi di lingkungan bank dan/atau menggunakan sarana Bank sehingga
mengakibatkan Bank, nasabah, atau pihak lain menderita kerugian dan/atau pelaku
fraud memperoleh keuntungan keuangan
baik secara langsung maupun tidak langsung” (SE BI No.13/28/DPMP tanggal 9
Desember 2011 perihal Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Bank Umum).
Jadi, Fraud perbankan adalah tindakan melanggar ketentuan internal (sistem
operasional prosedur) dan atau perundang-undangan yang belaku demi kepentingan
pribadi atau pihak lain yang berpotensi merugikan bank, nasabah, atau pihak
lain baik secara materil maupun non materiil.
Bisa juga tindakan penyimpangan, pembiaran, mengelabui, menipu, atau
memanipulasi bank, nasabah bank, atau
pihak lain di lingkungan bank dan/atau menggunakan sarana bank yang
megakibatkan kerugian atau pihak lain memperoleh keuntungan keuangan langsung
maupun tidak langsung.
Tindak Pidana di Bidang perbankan
Tindakan Pidana di bidang
perbankan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu (1)tindakan pidana perbankan yang
melanggar Undang-Undang perbankan, dan (2) tindakan pidana di bidang perbankan
yang tidak melanggat Undang-Undang Perbankan.
Tindak pidana perbankan dengan
melanggar UU Perbankan, terdiri dari tindakan-tindakan berikut ini.
1)
Pendanaan
Tindakan pidana perbankan terkait dengan pendanaan seperti: (1) Menghimpun
dana tanpa ijin OJK; (2) Pencatatan dana yang sebenarnya tidak ada setoran; (3)
Tidak dicatat dana yang sebenarnya ada setoran; (4) Penarikan dana dari
rekening nasabah tanpa sepengetahuan nasabah; (5) Pemberian marketing fee atau special rate/bonus/bunga/marjin simpanan kepada pihak tertentu
secara pribadi; dan (6) Pemberian ketengan mengenai nasabah penyimpan dan
simpanan tidak sesuai dengan prosedur bank (rahasia bank).
2)
Kredit atau pembayaran
Tindakan pidadna perbankan terkait dengan kredit atau pembayaran seperti:
(1) Rekayasa pemberian kredit (fiktif, topangan, dan menampung pengeluaran yang
tidak jelas); (2) Mark Up nilai
taksaksi agunan untuk memenuhi kredit maksimum yang diberikan; (3) Pelanggaran
Batas Maksimum Pemberian Kredit dengan cara melakukan pemecahan kredit untuk
beberapa kelompok usaha (pass through
loan, swap loan, dan lainnya); (4) Menerima dana/komisi dari debitur
sehubungan dengan pencairan kredit; (5) Menggunakan potongan biaya provisi dan
administratif untuk kepentingan pribadi; (6) Tidak dilakukannya pencatatan
dalam pembukuan bank atas pembayaran
angsuran atau pelunasan kredit dari debitur; (7) Pemarikan agunan tidak sesuai
ketentuan.
3)
Pemberian Jasa
Tindakan pidana perbankan dalam bentuk pemberian jasa dilakukan dengan
cara seperti: (1) Jual beli valuta asing untuk kepentingan pribadi atau pihak
tertentu; (2) Pemberian bank garansi yang disengaja untuk menguntungkan pihak
tertentu atau merugikan bank.
4)
Operasional Akuntansi
Tindakan pidana perbankan dalam bentuk operasi akuntansi yang dilakukan
dengan cara-cara seperti: (1) Melakukan perubahan parameter bunga atau bagi
hasil sehingga biaya dana meningkat dan dipindahkan ke tabungan oknum; (2) Pembukuan
hasil transaksi valuta asing dengan rate yang
tidak sama dengan yang tertera atau tertulis pada deal slip; dan (3) Window
dressing.
5)
Operasional Lainnya
Tindakan pidana perbankan dalam bentuk operasional lainnya seperti
tindakan-tindakan (1) Pengadaan barang atau jasa lebih mahal dari harga pasar (mark up); (2) Pengambilan uang tunai
dari khazanah bank; (3) Penghilangan atau pemusnahan dokumen bank; (4) Penggelapan
pajak dan pendapatan bank seperti denda, bunga kredit, dan lain sebagainya: (5)
Penyalahgunaan password karena sharing password; dan (6) Penyalahgunaan dana hasil
penerimaan denda atau dana kebajikan pada bank syariah.
Sedangkan tindak pidana di bidang perbankan di luar Undang-Undang
Perbankan merupakan tindakan atau perbuatan yang berhubungan dengan kegiatan
usaha pokok bank. Tindakan-tindakan
seperti perbuatan kriminal yang melanggat KUHP, Undang-Undang Pemberantasan
Tindakan Pidana Korupsi, dan berbagai tindakan lainnya.
Indikasi Tindakan Pidana Bank
Tindakan-tindakan pidana bank dapat terlihat bila ditemukan
indikasi-indikasi seperti tindakan (1) Menghimpun dana tanpa ijin OJK; (2) Mencatat
dana tanpa setoran; (3) Tidak mencatat dana yang disetorkan; (4) Menarik dana
nasabah tanpa ijin nasabah: (5) Marketing
fee atau margin simpanan kepada nasabah tertentu; (6) Membuka rahasia
bank. Rahasia bank hanya bisa dibuka
atas ijin OJK atau untuk peneyelidikan pengadilan atau kepentingan perpajakan;
(7) Rekayasa pemberian kredit; (8) Mark
up nilai realisasi agunan; (9) Pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit
(BMPK); (10) Pelunasan kredit dari hasil pencairan kredit lainnya; (11) Rekayasa
Laporan Keuangan Debitur; (12) Pemberian kredit yang melanggar sikap
kehati-hatian; dan indikasi-indikasi lainnya.
Ruang Lingkup Tindak Pidana Perbankan
Ruang lingkup Tindak Pidana Perbankan (Tipibank) adalah
tindakan pidana di bidang perbankan dan kegiatan usaha pokok perbankan yang
melanggar Undang-Undang Nomer 7/1992 tentang Perbankan yang diubah dengan
Undang-Undang Nomer 10/1998 Pasal 46—50A dan Undang-Undang Nomer 21/2008
tentang Perbankan Syariah Pasal 59—66.
Secara detail Tipibank adalah sebagai berikut. (1) Perizinan
didasarkan pada Pasal 46 Undang-Undang Perbankan dan Pasal 59 Undang-Undang
Perbankan Syariah; (2) Rahasia Bank didasarkan pada Pasal 47—47A Undang-Undang
Perbankan dan Pasal 60--61 Undang-Undang Perbankan Syariah; (3) Pengawasan Bank
didasarkan pada Pasal 48 Undang-Undang Perbankan dan Pasal 62 Undang-Undang
Perbankan Syariah; (4) Kegiatan Usaha Bank didasarkan pada Pasal 49
Undang-Undang Perbankan dan Pasal 63 Undang-Undang Perbankan Syariah; (5) Pihak
Terafiliasi didasarkan pada Pasal 50 Undang-Undang Perbankan dan Pasal 64 Undang-Undang
Perbankan Syariah; (6) Pemegang Saham didasarkan pada Pasal 50A Undang-Undang
Perbankan dan Pasal 65 Undang-Undang Perbankan Syariah; dan (7) Prinsip
Kehati-Hatian didasarkan pada Pasal 66 Undang-Undang Perbankan Syariah.
Pendeteksian, Pencegahan, dan Penanganan Tipibank (Fraud di Perbankan)
Deteksi, pencegahan, dan penanganan Fraud atau Tipibank dilaksanakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
berdasar pada Pasal 7 Undang-Undang Nomor 21/2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan. Terdiri dari
kewenangan-kewenangan untuk pengaturan dan pengawasan menegai (1) kelembagaan;
(2) kesehatan bank; (3) aspek kehatia-hatian; dan (4) pemeriksaan bank.
Kewenangan OJK dalam pengaturan dan pengawasan perbankan
diatur dalam Undang-Undang Nomor 7/1992 yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor
10/1998 tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 21/2008 tentang Perbankan
Syariah. Kewenangan OJK tersebut
meliputi (1) tindakan pemeriksaan terhadap bank. Naik secara berkala ataupun
setiap waktu apabila diperlukan sesuai dengan Pasal 31 Undang-Undang Perbankan.
(2) tindakan pengawasan dengan melakukan pemeriksaan dan mengambil data atau
dokumen dari setiap tempat yang terkait bank. (3) tindakan pengawasan
dengan memeriksa dan mengambil data,
dokumen, dan keterangan dari setiap pihak yang menurut penilaian OJK memiliki
pengaruh terhadap bank. (4) tindakan memerintahkan bank melakukan pemblokiran
rekening tertentu, baik rekening simpanan maupun rekening pembiayaan.
Sedangkan bank memilki kewajiban yang termaktub dalam
Undang-Undang Perbankan maupun Undang-Undang Perbankan Syariah terkait degan
pemeriksaan atau investigasi.
Kewajiban-kewajiban tersebut adalah (1) menyampaikan keterangan dan
penjelasan mengenai usaha dan tatacara seperti yang telah ditetapkan. (2)
Memberi kesempatan pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada, serta
memberi bantuan yang diperlukan untuk memperoleh kebenaran dari segala
keterangan, dokumen, dan penjelasan yang dilaporkan bank.
Deteksi Fraud
Deteksi terhadap Tipibank dan fraud dapat dilakukan oleh OJK dalam bentuk pengawasan (offsite supervision) maupun pemeriksaan
(offsite supervision).
Pengawasan (offsite supervision)
dilakukan bila ada (1) indikasi dari Redflag,
(2) indikasi dari risiko; dan (3) analisis Vertikal dan Horisontal dari
kedua indikasi. Pengawasan secara
berkala dengan melakukan penelitian oleh OJK terhadap laporan bank berdasar
pada (1) analisis vertikal dan horisontal laporan keuangan bank; (2)
rasio-rasio keuangan bank. Penelitian
dan tindak lanjut dapat dilakukan bila ada pengaduan nasabah dan masyarakat.
Pemeriksaan (onsite supervision)
dilakukan dengan melakukan tindakan-tindakan(1) penelitian atau pengecekan
kelengkapan dokumen; (2) ketaatan terhadap sistem dan prosedur; (3) kunjungan
ke nasabah (on the spot); (4)
kelarifikasi dan pengecekan ke instansi terkait; (5) dan berbagai tindakan lain
yang diperlukan.
Indikasi Fraud di
Bank yang paling mencolok adalah (1) ditemukan bukti transaksi fotokopian; (2)
tidak melaksanakan seluruh prosedur; dan (3) terjadi lonjakan pencairan kredit.
Upaya Pencegahan Fraud di Bank
Upaya pencegahan fraud
bukan hanya menjadi tanggungjawab OJK tetapi juga tanggungjawab
manajemen. Tindakan-tindakan pencegahan
yang dapat dilakukan meliputi tindakan-tindakan berikut ini.
1.
Good
Corporate Governance (GCG)
GCG dilakukan oleh manajemen bank dengan tujuan untuk (1) menghadapi risiko
yang semakin kompleks; (2) melindungi kepentingan pemangku kepentingan (stakeholders); (3) meningkatkan
kepatuhan kepada peraturan dan perundang-undangan sert nilai etika yang berlaku
umum pada industri perbankan; dan (4) memperkuat kondisi internal perbankan
nasional. GCG dilakukan oleh manajemen
bank dengan cara-cara seperti (1) pelaksanaan tugas dan tanggungjawab Direksi
dan Dewan Komisaris; (2) pelaksanaan komite-komite, khususnya komite audit dan
fungsi pengendalian internal; (3) penerapan fungsi kepatuhan, independensi dan
konsistensi auditor internal, serta peran auditor eksternal.
2.
Manajemen Risiko
Upaya penerapan manajemen risiko didasarkan pada PBI Nomor 5/8/PBI/2003
tentang Penerapan Manajemen Risiko Bank Umum. Risiko-risiko tersebut khususnya adalah
risiko umum, risiko reputasi, dan risiko kepatuhan. Manajemen risiko dilakukan
dengan tindakan-tindakan (1) pengawasan aktif dari Direksi dan Komisaris; (2)
kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit; (3) kecukupan proses
identifikasi, pengukuran, dan pengendalian risiko, serta sistem informasi
manajemen; dan (4) sistem pengendalian informasi yang menyeluruh.
3.
Know Your
Customer (KYC)
Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dan melakukan tindakan customer due dilligent (CDD) dan enhancing due dilligent(ECDD) dilakukan
untuk mengetahui identita nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah,
melakukan pelaporan bila ada transaksi yang mencurigakan. Tindakan-tindakan tersebut dilakukan untuk
membantu OJK guna melindungi diri sendiri dari ancaman masuknya dana ilegal
dalam sistem keuangan dan mencegah terjadinya prkatik pencucian uang. Hal-Hal wajib dalam Prinsip Mengenal Nasabah
adalah menetapkan kebijakan dan prosesur terkait dengan (1) penerimaan nasabah;
(2) identifikasi nasabah; (3) pemantauan terhadap rekening dan transaksi
nasabah; (4) manajemen risiko yang berkaitan dengan Prinsip Mengenal
Nasabah.
4.
Fit and
Proper Test (FPT)
Tindakan FPT dilakukan bertujuan untuk (1) memastikan industri perbankan
dimiliki oleh orang yang berintergritas tinggi untuk pengembangan bank dan
tidak memanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau grup; (2) memastikan
perbankan dikelola oleh pengurus yang berintegritas tinggi dan kompeten
sehingga tercipta perbankan yang sehat; (3) menyediakan informasi Fit & Proper pemilik, pengurus, dan
pejabat eksekutif guna pengawasan dan pengaturan bank..
5.
Penugasan Compliance
Protector
Dilakukan dengan tindakan-tindakan (1) menetapkan langkah-langkah yang
diperlukan guna memastikan kepatuhan bank terhadap peraturan OJK dan
undang-undang yang berlaku serta komitmen dengan OJK; (2) memantau dan menjaga
agar kegiatan usaha bank tidak menyimpang dari ketentuan yang berlaku; (3)
memantau dan menjaga kepatuhan bank pada komitmen terhadap OJK; (4) menegah
Direksi agar tidakmenyimpang dari ketentuam yang berlaku; dan (5) melaporkan
kepada OJK atas Keputusan Direksi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku.
6.
Internal Audit yang independen
Internal audit harus berperan untuk mencegah fraud, dilakukan dengan tindakan-tindakan sesuai dengan PBI
1/6/PBI/ 1999. Tindakan-tindakan yang
dilakukan seperti (1) analisis dan penilaian seluruh kegiatan bank melalui
pemeriksaan langsung dan pengawasan tidak langsung; (2) mengidentifikasi
kemungkinan perbaikan dan efisiensi; (3) memberikan saran perbaikan dan
informasi yang obyektif atas kegiatan yang diperiksa pada setiap tingkatan
manajemen; (4) melaporkan kepada OJK pelaksanaan audit dan pokok-pokok hasil
audit serta setiap temuan audit yang diperkirakan menganggu kelangsungan usaha
bank.
7.
Pengelolaan sumber daya manusia
Sumberdaya
Manusia sebagai sumberdaya utama bank harus dikeloa dengan baik dan
ditingkatkan kualitasnya dari waktu ke waktu. Pengelolaan SDM dilakukan dengan
tindakan-tindakan (1) peningkatan akuntabilitas, integritas, dan kompetensi SDM
secara berkala; (2) pemberian reward yang
memadai; (3) penegakan hukum dan pemberian sanksi yang tegas dan kongkrit; dan
(4) penerapan sistem rotasi dan mutasi secara berkal.
Penanganan Tindak Pidana Bank
Dilaksanakan oleh Otoritas Jasa Keuangan sesua dengan Pasal
49 Undang-Undang Nomor 21/2011 tentang OJK.
Pejabat penyidik à Penuntutan oleh Jaksa à Peradilan
Kewenangan OJK hanya penyidikan sedangkan penangkapan
bekerja sama degan Kepolisian Republk Indonesia.
Akuntansi Forensik
dan Audit Investigatif untuk Menguungkap Fraud
Fraud (korupsi
dan penggelapan) terjadi karena (1) lack
of governance; dan (2) moralitas pelaku.
Merupakan white
colar crime (Edwin Z.) sebagai indikasi dari penyakit materialisma.
Akuntansi Umum dan Forensik
Jasa Akuntan Publik meliputi (1) Audit Umum (reasonbale assurance) audit ang
menghasilka opini (unqualified opinion,
qualified, adverse, & disclaimer); (2) Review (limited assurance); (3) Audit dengan prosedur yang disepakati (agreed upon procedures) dan tidak
memunculkan simpulan; (4) Audit Investigatif (5W + 2H); (5) Jasa Konsultasi.
Perbedaan tujuan masing-masing jasa-jasa audit adalah
sebagai beikut.
1. Tujuan
Audit atas Laporan Keuangan
Memastikan kewajaran penyajian
laporan keuangan yang dibuat dan disajikan oleh Pimpinan Perusahaan dengan
hasil akhir opini akuntan publik berupa satu dari 4 pilihan opini (unqualified opinion, qualified, adverse,
& disclaimer).
2. Tujuan
Audit Agreed Upon Procedures
Sesuai dengan kesepakatan
pemberi kerja yang dituangkan dalam perintah pelaksanaan prosedur-prosedur
dalam kontrak (perikatan).
3. Tujuan
Audit Investigatif
Untuk mencari dan menemukan
serta mengumpulkan termuan berprinsip pada 5W dan 2 H (what, where, when, who, why, how, and how much).
Audit Investigatif (Audit Bertujuan Khusus)
Merupakan pekerjaan audit yang berhubungan dengan
eksaminasi (litigasi) perkara di pengadilan.
Karenanya argumen berbasis aturan hukum menjadi sebuah keniscayaan. Audit investigatif = akuntansi + Pengauditan
+ Hukum. Sinergi untuk menemukan dan mengumpulkan bukti hukum.
Dilakukan untuk menemukan alat bukti hukum, merupakan
laporan visum (mosaik) yang beyond
reasonable doubt. Prinsip 5W + 2H (What, Where, When, Who, Why, How, and How
Much).
Kejahatan Korupsi melibatkan uang negara (sektor publik),
sedangkan untuk sektor privat (swasta) disebut dengan penggelapan. Unsur kejahatan keuangan terdiri dari: (1)
seseorang (barang siapa), dengan sengaja (witten
en willen); (2) ada perbuatan melawan hukum (onrechmatigdead); (3) ada upaya menguntungkan diri sendiri atau
orang lain atau korporasinya; da (4) terdapat akibat (kausalitas) kerugian bagi
korporai atau negara.
Pelaku
Tindak Pidana (Pasal 55 dan 56 KUHP)
Pelaku à
Penyuruh à
Pembantu à
Ikut serta
Kesaslahan (Scoeld) dan Putusan Hakim
Pasal 1 KUHP menyebutkan bahwa “tidak ada perbuatan yang
dapat dihukum, kecuali berdasarkan ketentuan pidana menurut undadng-undang yang
telah ada terlebih dahulu daripada perbuatannya itu sendiri (geen straft zonder schoeld”). Sedangkan pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa
“hakim tidak boleh menjatuhkan pidana pada seorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya.”
Pembuktian dan Alat Bukti
Audit Investigatif merupakan bagian dari 5 alat bukti
hukum, sesuai dengan Pasal 184 KUHAP terdiri dari: (1) Keterangan ahli (paling
kuat). (2) Surat atau dokumen (kuat). (3) Keterangan saksi (lemah). (4)
Keterangan Terdakwa (paling lemah). (5) Petunjuk (pelengkap).
Pembuktian merupakan suatu ketentuan yang mengatur
alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang dan dipergunakan hakim dalam
membuktikan kesalahan yang didakwakan.
Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan
pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang dalam membuktikan
kesalahan yang didakwakan kepada si terdakwa.
Figur Auditor
1. Think like a thief.
2. Act like a detective.
3. Honest like a messenger of God.
Deteksi Fraud
Penugasan auditor forensik dan
investigatif berdasar permintaan atau aduan atau laporan peristiwa tindak
pidana (5W + 2H).
Tindak pidana korupsi adalah tindakan “Penyimpangan”. Penyimpangan = Seharusnya veersus
Senyatanya. Dibuktikan dengan Report Model Matrix.
Tindak pidana korupsi harus diikuti dengan perhitungan
kerugian negara (ata korporasi untuk penggelapan). Terdiri dari 5 metoda perhitungan dan
merupakan kompetensi Akuntan.
Pelaksanaan Audit Forensik dilakukan untuk memperoleh kejelasan tentang
5W dan 2H:
1.
What, apayang
sedang terjadi?
Menjawab hipotesis:(1) apa
yang terjadi? (2) apa yang dilakukan? (3) apa jenis kejahatan yang dilakukan?
(4) apa yang dapat dijadikan bukti? (5) Dengan apa si pelaku melakukan
kejahatan?
2.
Where,
kapankah kejadian tersebut terjadi?
Menjawab hipotesis: (1) dimana
tempat kejadian perkara (TKP)? (2) Dimana letak keberadaan barang-barang bukti?
(3) dimana pelaku dan saksi-saksi berada saat kejadian berlangsung.
3.
When, dimanakah
kejadian tersebut terjadi?
Menjawab hipotesis: (1) kapan
kejahatan itu dilakukan? (2) kapan kejahatan dilakukan? (3) kapan kejahatan
dilaporkan?
4.
Who, siapa
yang melakukan dan yang terlibat?
Menjawab hipotesis: (1) siapa
yang melaporakan? (2) siapa pelakunya? (3) siapa yang terlibat? (4) siapa yang
dapat menambah keterangan? (5) siapa yang pertama mengetahui?
5.
Why, mengapa
dilakukan?
Menjawab hipotesis: (1)
mengapa perbuatan itu dilakukan (motif)? (2) mengapa si pelaku menggunakan
cara-cara demikian (modus operandi)? (3) mengapa perbuatan itu bisa dilakukan
(kelemahan sistem pengendalian internal (SPI) atau peluang melakukan tindak
pidana)?
6.
How, bagaimana
terjadinya?
Menjawab hipotesis: (1)
bagaimana kejahatan tersebut dilakukan? (2) bagaimana kejahatan itu dadpat
terjadi? (3) bagaimana akibat yang ditimbulkan oleh kejahatan tersebut?
7.
How
Much, berapa kerugian yang diderita?
Menjawab hipotesis: (1) berapa
besar kerugian keuangan yang terjadi? (2) kerugian berkriteria nyata dan pasti
jumlahnya? (3) Kerugian harus bersifat kas karena hukum tidak mengelaborasi
kerugian yang bersifat akrual dan tidak bisa menerima kerugian dalam bentuk
analisis atau potensial.
Penyimpangan (Das Sollen dan Das
Sein)
Penyimpangan terjadi saat kriteria
atau aturan yang seharusnya dilaksanakan tidak sesuai dengan kondisi atau fakta
yang senyatanya terjadi.
Contoh: Report Model Matriks
No.
|
Unsur Tindak Pidana
|
Fakta Perbuatan
|
Bukti yang Mendukung
|
1.
|
Setiap orang
|
Mr. X adalah Pimpinan BUMN
|
1. Keterangan
Mr. X.
2. KTP
atas nama Mr. X.
3. SK
Pengangatan
|
2.
|
Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi
|
Pada tanggal 11 Januari 2016 melakukan pembayaran yang masuk
ke rekening pribadi dengan nomor rekening 1133555777
|
1. Keterangan
Mr. X.
2. Keterangan
saksi.
3. Keterangan
petugas bank.
4. Print out rekening bank.
5. Dan
lain sebagainya.
|
3.
|
Dengan cara melawan hukum
|
Penyimpangan standar
|
1. SOP
BUMN.
2. Keterangan
saksi.
3. Dan
lain sebagainya
|
4.
|
Merugikan keuangan negara atau korporasi
|
Negara rugi 5 Milyar Rupiah
|
1. Keterangan
alhi (auditor).
2. Laporan
kerugian keuangan.
3. Dan
lain sebagainya.
|
Contoh: Model Narative – Pemeriksaan
Akun Piutang
1. Obyek
Audit
Mutasi piutang PT XXX untuk perioda
1 Januari 2011 sampai dengan 30 April 2015
2. Prosedur
Audit
1) Dapatkan
catatan pembelian piutang perioda ...
2) Tentukan
keakurasian matematis mutasi piutang dengan cara ...
3) Dapatkan
dokumen-dokumen piutang ... dan seterusnya ...
3. Hasil
Penerapan Prosedur Audit
1) Kami
telah mendapatkan dokumen piutang ...
2) Hasil
pengujian keakuratan matematis mutasi piutang terdapat ...
3) Terdapat
pemberian Piutang kepada XXX ... tanggal ... yang patut diduga ...
4) Hasil
wawancara dengan petugas ... bernama ... tanggal ... pukul ...
Perhitungan Kerugian Negara dan Korporasi
Salah satu unsur dari tiga unsur dalam Tindakan Pidana Korupsi
(Tipikor) atau penggelapan dalam korporasi adalah eksistensi kerugian keuangan negara
karena korupsi dan korporasi karena penggelapan. Secara normatif (das sollen) meminta Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN)
atau penggelapan yang harus berkriteria “nyata dan pasti jumlahnya”.
Terdapat berbagai ragam norma dalam Perhitungan Kerugian Keuangan
Negara (PKKN), baik dalam hukum perdata, pidana, dan administratif. Terdapat berbagai konsep dalam Perhitungan Kerugian
Keuangan, seperti total loss, adjusted total
loss, economic loss, accounting loss, opportunity loss, riel loss, dan lain
sebagainya.
Contoh kasus ragam metoda Perhitungan
Kerugian Keuangan Negara (PKKN), hasil kajian terhadap 18 putusan atas kasus di
KPK
1. Kerugian
keseluruhan dengan beberapa penyesuaian (adjusted
total loss): 3 kasus.
2. Selisih
antara harga kontrak dengan harga pokok pembelian atau harga pokok produksi: 5 kasus.
3. Selisih
antara harga kontrak dengan harga atau nilai pembanding: 4 kasus.
4. Penerimaan
yang menjadi hak negara tetapi tidak dilaporkan ke kas negara: 2 kasus.
5. Pengeluaran
yang tidak sesuai dengan anggaran, digunakan untuk kepentingan pribadi atau pihak-pihak
tertentu: 1 kasus.
Laporan Perhitungan Negara
1. Perbuatan
si pelaku melawan hukum: Perbuatan yang dilakukan
si pelaku nyata-nyata melanggar aturan hukum
2. Terdapat
kesalahan (schoeld) pada di pelaku: Dapat dibuktikan bahwa si pelaku melakukan tindakan
melanggar hukum.
3. Terjadinya
kerugian keuangan korporasi: Kerugian dapat
dihitung secara nyata dan pasti jumlahnya.
4. Terdapat
hubungan kausalitas antara perbuatan dengan kerugian: Terdapat hubungan atau persesuaian antara perbuatan
si pelaku dan kerugian.
Perhitungan Kerugian Keuangan
Kerugian keuangan adalah berkurangnya keuangan korporasi atau
negara yang disebabkan oleh suatu tindakan melanggar hukum baik sengaja (dolus) atau lalai (culpe) atau pembiaran (by omission).
Besarnya jumlah kerugian diperoleh dengan
melakukan penelitian terhadap kumpulan barang bukti berbentuk data, informasi, laporan,
kesaksian yang kemudian dapat untuk menetapkan besarnya jumlah kerugian dengan membandingkan
antara yang seharusnya (das sollen) dengan
kenyataannya (das sein). Persesuaian antara perbuatan dan peristiwa dapat
diikuti: Peristiwa (fakta dan proses keterjadian)
à Perbuatan (unsur melawan
hukum) à Jumlah
kerugian negara atau korporasi à
Pro Justisia
DISKUSI
1. Apakah Ketaatan dan Prosedur pada Sistem
Informasi sebagai deteksi Fraud.
Red flag sebagai tanda-tanda awal terjadinya fraud terlihat dari luar dan menjadi acuan awal dilakukannya
pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan dari
luar lokasi fraud (offsite). Bila terindikasi kuat terjadi fraud baru dilakukan pemeriksaan di
lokasi terjadinya fraud (onsite).
Contoh: Bila ada kebijakan
tertentu yang terkadang dilewati oleh Bank.
Merupakan indikasi (red flag),
tetapi bisa tidak ditindaklanjuti karena tidak membahayakan Bank dan tidak melanggar
prinsip kehati-hatian bank.
2. Deteksi
di Perbankan tinggi baik di Sistem Pengendalian Internal (SPI) maupun Good Corporate Governance (GCG),
kecepatan mendeteksi sering kali terlambat. Mengapa?
Penangan fraud diperbankan terkesan lambat karena ada banyak
pertimbangan. Sebagai contoh dalam kasus
Melinda Dee, terjadi karena ada faktor kesalahan nasabah dengan memberikan
kepercayaan berlebih pada Malinda Dee (menandatangani cek kosong dalam jumlah
banyak untuk mempermudah transaksi).
Berlangsung lama dan tidak diketahui oleh Manajemen Bank. Pihak Manajemen Bank juga melakukan kesalahan
karena tidak melakukan prosedur konfirmasi pada transaksi yang dilakukan oleh
Melinda Dee untuk klien-klien premium, karena faktor kenyamanan pelanggan yang
diutamakan. Adanya kelemahan sistem yang
dimanfaatkan oleh Melinda Dee selama bertahun-tahun. Setelah menumpuk di belakang baru ketahuan.
Penanganan korupsi masih
bersifat represif (tangkap tangan dan pembuktian hukum) tidak ada efek jera
seperti pemiskinan dan hukuman kurungan dalam jangka panjang. Sehingga, koruptor tidak terlalu takut
dihukum, karena setelah keluar dari kurungan penjara tetap kaya dari hasil
korupsinya, bahkan bertambah kaya karena kekayaan hasil korupsinya telah
berbunga-bunga.
3. Bagaimana
Peran Auditor Internal dalam mendeteksi Fraud?
Auditor hanya
mengeidentifikasi terjadinya fraud melalui
red flag saat melakukan penugasan
audit dan melaporkannya pada Laporan Auditnya.
Tindakan lebih lanjut (Audit Khusus – Investigastif) baru bisa dilakukan
kalau diminta oleh Auditee.
4. Thema
penelitian Akuntansi Forensik dan Investigatif apa yang menarik saat ini?
Semua kasus masih menarik
karena belumbanyak penelitian yang dilakukan.
Selain itu, setiap kasus berbeda satu dengan yang lain. Tetapi, penelitian hanya bisa dilakukan pada
kasus yang secara hukum telah putus.
5. Bila
perusahaan mendapat Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), tetapi kemudian
terbukti terjadi Fraud di perusahaan
tersebut. Apakah ada tuntutan terhadap
Auditor yang mengeluarkan opini?
Bila Opini Audit WTP tetapi
kemudian terindikasi fraud bukan
menjadi tanggung jawab Auditor, asal Auditor telah menjalankan tugas auditnya
sesuai dengan prosedur dan prinsip audit dengan baik (Standar Profesional
Akuntan Publik).
Sebagai contoh, Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) menyatakan bahwa Kementerian Agama (Kemenag) memperoleh Opini
Audit WTP tetapi beberapa saat kemudian diketahui terjadi fraud. BPK menunjukkan
Kertas Kerja Audit yang telah dilakukan, dan semua telah dilakukan sesuai
sebagaimana mestinya. Masalah ada pada
konsep Materialitas dan Teknik Sampling.
Karena, tidak material dan luput dari sampling.
6. Penyebab
fraud:segitiga fraud) + moralitas. Sistem
Pengendalian Internal (SPI) baik tetapi fraud
tetap tinggi. Darimana
penanganannya?
Pertama-tama pasti dari diri
sendiri, kalau setiap orang sadar bahwa korupsi buruk dan telah tertanam sejak
kecil, korupsi pasti dapat diminimalkan.
Kedua, sistem pengendalian secara umum dan dalam setiap entitas berjalan
dengan baik maka pencegahan terjadinya fraud
dapat berjalan dengan baik dan fraud dapat
diminimalkan. Ketiga, tentu saja hukuman
yang memberikan efek jera bagi pelaku fraud
seperti pemiskinan dan hukuman kurungan jangka panjang serta penindakan
hukum yang tegas dan konsisten akan membuat calon-calon koruptor berpfikir
ulang untuk melakukan fraud.
7. Penanganan
dan penindakan terhadap korupsi masih tebang pilih. Bagaimana bisa terjadi?
Masih terjadi tebang pilih dan
pesanan untuk penindakan korupsi dikarenakan faktor politik dan perputaran
kekuasaan. Pemimpin yang tegas terhadap
koruptor akan banyak memiliki musuh, sehingga penanganan korupsi harus
berhati-hati.
Indikasi paling gampang untuk
mengetahui politisi tersebut korup atau anti korupsi, bila dalam kegiatan
politiknya menggunakan politik uang (money
politic) maka dapat dipastikan dia adalah politisi korup. Karena setelah berkuasa pasti akan berusaha
untuk mengembalikan uang yang telah dikeluarkannya, demikian pula pada para
bandar yang mendanainya. Peran aktif
masyarakat untuk memilih ddan mengawasi entah wakil rakyat ataupun pimpinan
daerah yang tidak melakukan politk uang dan yang menggunakan politik uang.
8. Apakah
ada audit untuk praktik bisnis syariah?
Prosedur dan proses audit sama
untuk semua bentuk bisnis, hanya disesuaikan dengan institusi atau entitas yang
akan diaudit. Understanding business client adalah syarat pertama bagi auditor
untuk merencanakan dan melaksanakan proses audit.
Catatan Akhir
Fraud termasuk
korupsi yang ada di dalamnya tidak
bisa dihilangkan, hanya bisa diminimalkan. Fraud tidak
pernah dilakukan sendirian tetapi selalu berkelompok, sehingga kekuatan mental
masing-masing individu untuk menolak fraud
harus kuat. Kuatnya mental untuk
menolak fraud harus ditanamkan sejak
kecil pada setiap individu, pendidikan (keluarga dan formal) menjadi kunci
untuk memperkuat mental anak bangsa.
Korupsi bukan dilakukan karena terpaksa tetapi karena
memang ada niatan terutama bila menemukan struktur yang buruk, substansi yang
rendah, dan perilaku yang menyimpang baik pribadi maupun entitas tempat pelaku
berada, Apalagi bila penegakan hukum
rendah, fraud akan merajalela. Untuk meminimalkan fraud harus ada keinginan politik (political will) dari rezim berkuasa, adanya sistem hukum yang kuat,
dan mentalitas serta perilaku masyarakat yang baik.
1 komentar:
Posting Komentar