Kamis, 16 Oktober 2008

AIR..... AIR..... AIR......

Pada puncak kemarau saat ini, banyak daerah kekurangan air. Bukan saja air untuk pertanian dan aktivitas usaha lainnya, bahkan untuk keperluan mandi, cuci, dan kakus atau malah untuk sekedar memasak dan minumpun menjadi sangatlah susah. Tetapi di beberapa daerah lain di belahan Nusantara ini, air berlimpah banyak karena hujan telah datang. Bukan saja berlimpah tetapi telah berubah menjadi musibah karena menjadi banjir. Di sebagian daerah, setitik air menjadi sangatlah berharga tetapi di beberapa daerah yang lain, air malah menjadi bencana.
Semua ini terjadi bukan karena alam telah murka atau Tuhan sudah bosan dengan kita, manusia yang serakah ini. tetapi semua berawal dari kesalahan dan keserakahan manusia itu sendiri. Manusia menjadi serakah karena tidak dengan cerdas dan cermat mengelolah air, manusia menjadi bodoh karena menebangi hutan dan merubah daerah tangkapan air menjadi bangunan dan berbagai gedung2 megah, manusia menjadi tidak memperdulikan saluran2 air dan menjadikannya tempat penampungan sampah besar, manusia melakukan kejahatan terhadap air. Dan akhirnya, air mencari keadilan dengan caranya sendiri.

Hari air sedunia juga telah dicanangkan, Hari Air telah disepakati akan diperingati setiap tanggal 22 Maret, hasil dari Sidang Umum PBB ke 47 di Rio De Janiero Brasil pada tanggal 22 Maret 1992. Di daerah atau negara yang menyimpan persediaan air terbesar di dunia. World Water Day nama Internasional dari Hari Air Sedunia diperingati dengan menggunakan thema2 tertentu. Pada tahun 2000 berthema Air untuk abad 21, untuk tahun 2001 berthema Air untuk kesehatan, pada tahun 2002 berthema Air untuk pembangunan, pada tahun 2003 berthema Air untuk masa depan, pada tahun 2004 berthema Air dan bencana, pada tahun 2005 berthema Air untuk hidup, pada tahun 2006 berthema Air dan budaya, pada tahun 2007 berthema coping with water scarsity, pada tahun 2008 berthema Air dan sanitasi. Thema selalu berhubungan dengan masalah ketersediaan air bersih dengan masalah laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dan masalah pencemaran.

Pentingnya Air
Ishadi SK menyatakan bahwa air adalah zat cair yang dinamis bergerak dan mengalir melalui siklus hidrologi yang abadi. Kompas, 05 Oktober 2007 mengemukakan 24 juta penduduk Indonesia tidak memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi dan air bersih, tertinggi di ASEAN.

Siklus Hidrologi:
Pertama, penguapan dari laut ke udara adalah 502.800 km3 + daratan 74.200 Km3/tahun.
Kedua, curah hujan dr penguapan jatuh ke laut 458.000 km3 + daratan 119.000 km3/tahun.
Ketiga, Air di daratan 44.800 km3 terbagi menjadi 42.700 km3 mengalir di permukaan tanah dan 2.000 km3 mengalir di bawah tanah, dan semuanya mengalir ke laut.

Masalah yang harus dihadapi saat ini pertumbuhan penduduk, perluasan tempat tinggal, perluasan areal fasilitas publik, kegiatan sehari-hari (mandi, cuci, dan kakus), dan produksi (menanam) bahan pangan. Air merupakan kebutuhan mutlak manusia yang tidak bisa dielakkan, bahkan 2/3 dari tubuh manusia adalah air. Sehingga manusia harus selalu memperhatikan kualitas dan kuantitas air.
Water and Sanitation Collaborative Council (www.WSSC.com) menyatakan bahwa sebanyak 2,6 Milyar penduduk bumi atau 40% dari total penduduk bumi tidak mendapatkan akses ke sanitasi dasar dan air bersih. Hal ini akan berpengaruh pada kesehatan dunia dan secara tidak langsung akan memengaruhi lingkungan, pendidikan, dan ekonomi. Pengaruh terhadap kesehatan dunia adalah keterbatasan asupan air, sanitasi yang buruk, dan higienitas. Merupakan penyebab angka kematian yang cukup tinggi, kurang lebi 1,8 juta manusia mati karena diare (data WHO), mayoritas terjadi di Asia dan 90% korbannya adalah anak2.
Air penting untuk kesehatan karena berfungsi untuk kestabilan tubuh (keringat dan kendali suhu), melancarkan pembuangan (membantu sistem pencernaan di usus besar dan mencegah konstipasi), dan menjaga fungsi ginjal. Setiap manusia membutuhkan 2liter air sehari sebagai pengganti keringat, urine, dan kotoran.

Air Bersih dan Kesehatan
Bukan hanya kuantitas air yang harus dijaga, tetapi juga kualitas air tentunya. Air yang akan dikonsumi haruslah layak konsumsi. Karena tubuh manusia 60--70%nya adalah air. Kebutuhan terbesar manusia pada air adalah saat berolah raga, berada di padang pasir, bekerja dalam ruangan ber AC, dan saat terserang diare. Air bersih memiliki aspek fisik, kimia, dan mikrobiologi bagi manusia. Fisik artinya jernih, tidak berbau, dan tidak berasa. Kimia artinya kadar Ph netral dan kandungan mineral terbatas. Mikrobilogi artinya tidak mengandung mikroba penyebab penyakit seperti salmonela (thypus) dan ecoli (diare).

Di Indonesia, air via PDAM dan PAM berupaya untuk meningkatkan kualitas air melalui proses pengolahan air dgn cara sedimentasi dan filtrasi air spy siap masak. Walau belum secanggih Singapura yang langsung bisa diminum. Kekhawatiran salah masak atau bahkan tidak dimasak sama sekali menyebabkan kecenderungan saat ini masyarakat mengkonsumsi air dalam kemasan. Air dalam kemasan menjadi bisnis yang berkembang pesat untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Bahkan bisnis air dalam kemasan telah berkembang pesat, dari hanya sekedar air mineral, menjadi air minum/mineral berasa, menjadi air minum bervitamin, dan berkembang lagi menjadi bervitamin dan ditambah dengan isotonik.
Masyarakat semakin pandai memilih untuk tidak mengkonsumsi air, memilih yang tidak mengandung pengawet, pewarna, dan gula buatan. Tubuh tidak mampu memproduksi vitasmin sehingga memerlukan pasokan vitamin untuk menunjang daya tahan tubuh sehingga bisnis air minum kemasan bervitamin menjadi bisnis yang sangat menguntungkan.

Sanitasi dan Ancanam Terhadap Kehidupan
Kotoran manusia sama sekali tidak berguna bagi manusia, bahkan menganggu (bau dan jijik) sekaligus sumber penyebaran penyakit. Rasa malu dan jijik merupakan pintu masuk untuk menyosialisasikan masalah sanitasi (jamban dan septic tank).
Sanitasi total adalah bila sebuah rumah telah memiliki jamban yang sehat untuk pembuangan tinja. Selain itu ada kebiasaan dalam keluarga tersebut untuk mencuci tangan dengan sabun, meyimpan air dan makanan dengan aman, dan mengatur limbah air domestic. Dampak kesehatan karena pengelolaan air yang buruk di Indonesia menyebabkan penyakit Diare (423/100 penduduk), Tipus (23/100.000 penduduk), Polio, dan Cacingan.
Intervensi untuk mencegah diare dilakukan dengan cara praktik cuci tangan, meningkatkan sanitasi, dan penyediaan air bersih. Hal yang terpenting dalam kesehatan sanitasi adalah tidak membuang tinja sembarangan, praktik cuci tangan, dan memasak air sebelum minum. Sebagai catatan, air minum di Indonesia 47,5% mengandung E-Coli. Sedangkan kebiasaan mencuci tangan di Indonesia hanya 77% (USAID). Pada masa mendatang, penyadaran pada masyarakat untuk waspada terhadap penyakit dan menjaga kesehatan dengan baik, dengan hidup sehat, perilaku hodup bersih, dan sanitasi memadai perlu dilakukan terus menerus.

Indonesia Merupakan Jamban Terpanjang Di Dunia
Mumbai dan Kalkuta di India terkenal dengan kota terkumuh di dunia (global slum city), sedangkan Indonesia terkanal sebagai jamban terpanjang di dunia. Di Jakarta saha ada kurang lebih 1 juta septic tank dengan 66%nya berjarak kuran dari 10 meter dari sumur. Sedangkan 72,5 juta penduduk Indonesia masih buang air besar di luar rumah (Laporan Pemerintah RI ke MDGs). Bahkan Dep Kesehatan melaporkan lebih dari 100 juta orang Indonesia BAB di luar rumah.
PAda tahun 2000, JUmlah penduduk Indonesia telah mencapai 206,3 juta dengan layanan sanitasi hanya 69% di perkotaan dan 46% di pedesaan. Akses air bersih hanya 60% dari total penduduk Indonesia, 24% dengan system pompa dan 37% dengan system sumur. Laporan dai Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) menyatakan bahwa 70% air tanah di Jakarta terkontaminasi tinja dan bakteri E-Coli.
Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas, 2004) melaporkan bahwa 41% penduduk perkotaan yang terlayani dengan air bersih pipanisasi. 164 PDAM dari 318 PDAM di Indonesia sedang sakit dengan total utang sebesar 5,4 Trilyun. Menurut Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia, penduduk yang terlayani sanitasi di Indonesia hanya 55,43% berbeda dengan Singapura yang sudah 100% terlayani, sedangkan Tahiland 96%, Filipina 84,06%, Malaysia 74,7%, dan Myanmar 64,48%. Jeleknya pelayanan sanitasi di Indonesia terkait dengan jeleknya system pembuangan limbah (sewerage system). Di Jakarta saja hanya 1% penduduk Jakarta yang terlayani system pembuangan limbah yang memadai berbeda dengan Kuala Lumpur yang telah mencapi 80%. Lebih jauh lagi, kalau dikaitkan dengan angka kematian bayi, Indonesia memiliki angka kematian 50 per 1000 kelahiran, kedua tertinggi di ASEAN setelah Kamboja. Secara total 200.000 balita mati pertahun di ASEAN, dan 50%nya adalah bayi-bayi Indonesia.
Kendala belum terlayaninya sanitasi di Indonesia dikarenakan fasilitas air dan sanitasi yang belum memadai (MDGs, 2007). Hal ini dikarenakan oleh sebaran penduduk yang tidak merata, beragamnya wilayah di Indonesia, cakupan pembangunan yang sangat besar, keterbatasan pendanaan, belum menjadikan kualitas sanitasi dan air bersih sebagai prioritas pembangunan, menurunnya kualitas air, meningkatknya kepadatan penduduk, masalah kemiskinan, buruknya manajerial operator air minum, belum adanya kebijakan komprehensif lintas sektoral untuk air dan sanitasi, rendahnya kualitas bangunan septic tank, dan buruknya system pengelolaan limbah.

Pendekatan Holistik
Masyarakat Indonesia masih menganggap membuang kotoran adalah masalah domestic dan pribadi dan diperparah oleh Pemerintah yang belum menjadikan masalah sanitasi sebagai prioritas. Data dari Departemen Kesehatan Indonesia, selama 30 tahun terakhir, dana untuk fasilitas sanitasi hanya 820 juta atau sama dengan Rp200/orang. Menurut MDGs Indonesia mebutuhkan dana sebesar Rp50 Trilyun untuk mencapai MDGs 2015, itupuan hanya bisa mencapai 72,5% penduduk yang terlayani air bersih dan sanitasi.
Bisa dibayangkan kalau dana sanitasi hanya 1:214 dana subsidi BBM pada APBN Indonesia. Hal ini mengambarkan bahwa Pemerintah Indonesia sangat lemah dalam visi sanitasi dan belum melihat kebutuhan sanitasi sebagai investasi tetapi hanya sebagai biaya semata. Data dari WHO menyatakan bahwa investasi $1 pada sanitasi akan menghasilkan manfaat ekonomi sebesar $8. Manfaat ekonomi yang diperoleh adalah seperti peningkatan produktivitas, nerkurangnya angka kasus penyakit dan kematian, mengurangi angka kemiskinan, akses pendidikan dan kesehatan masyarakat, kesetaraan genders, pemulihan lingkungan, dan pengurangan pemukiman kumuh.
Indonesia membutuhkan manajemen sanitasi. Manajemen yang menggunakan pendekatan yang menyuluruh dan terpadu, lintas sektoral, terdesentralisasi, dan berbasis masyarakat. Indonesia pernah melakukan dan berhasil dengan cukup baik pada tahun 1980an. Melalui program PKK (10 program pokok PKK), lomba rumah sehat, dan arisan jamban. Bahkan program tersebut diadopsi oleh India dan sangat berhasil tetapi entah mengapa saat ini hilag begitu saja.

Sanitasi, program ke 10 dari MDGs
Menurut laporan Pemerintah Indonesia, hamper dicapai target penurunan sebesar 50% bagi masyarakat yang tidak memiliki akses ke sanitasi dasar dan air bersih. Sedangkan pipa air bersih pada tahun 1992 yang hanya melayani 14,7% masyarakat, pada tahun 2006 telah mencapai 57,2%. Dapat dipastikan antara 72,5 juta—10o juta masayarakat belum terlayani air bersih. Pemerintah Indonesia lebih suka melihat “setengah gelas telah terisi air ketimbang setengah gelas masih kosong”.
Laporan dari Asian Water Watch 2015, ADB, WHO, UNDP, dan UNESCAP menunjukkan Indonesia sebagai salah satu Negara yang paling lambat untuk mencapai target MDGs. Diprediksi, Indonesia tidak akan mencapai target pada waktunya. MDGs merupakan target minimum bagi kehidupan yang lebih baik. Pemerintah Indonesia sangat puas dan sangat bangga dengan target penurunan 50% pertahun, padahal Vietnam memiliki target penurunan 100%. Jangan pula berharap kita akan mampu bersaing dengan Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Konsekuensi dengan tidak terpenuhinya akses air bersih dan sanitasi adalah kesehatan masyarakat yang buruk, angka kematian bayi yang tinggi, malnutrisi dan pravelensi diare, dan kerugian ekonomi. Indonesia memerlukan pembangunan sanitasi, dari 388 kota dan kabupaten di Indonesia hanya 217 kota dan kabupaten yang terlayani. Ditargetkan pada tahun 2008 ini akan ada69 kota/kabupaten yang terlayani pipa air bersih dan 102 sisanya akan dibangun pada tahun 2009. Dilain pihak rencana Pemerintah Pusat untuk membangun pusat pengolahan limbah terhambat oleh Pemerintah Daerah, sehingga diperlukan koordinasi yang lebih pada lagi.
Masalah sanitasi, masalah bersama tetapi rupa2nya di Indonesia belumlah seperti itu. Semoga semua orang kembali memikirkannya, memecahkan permasalahan ini bersama untuk menjadi Indonesia yang lebih baik.

Tidak ada komentar: