Selasa, 07 Oktober 2008

Perlindungan Satwa dari Sudut Pandang Agama-Agama

Pada tanggal 13 September 2008, ProFauna Wildlife Education Center menyelenggarakan diskusi 3 bulanan dan sekalian Buka Puasa Bersama. Senyampang dengan Bulan Ramadhan maka thema diskusi kali ini adalah PERLINDUNGAN SATWA DARI SUDUT PANDANG AGAMA-AGAMA.
Tinjauan agama dilakukan dari sudut pandang Agama Kristen oleh Bpk. Jahja Filemon (Yayasan Altruis), Agama Buddha oleh Bhikku Pannavato (Selorejo, Blitar) dan dari Agama Islam oleh K.H. Drs., M. Nafi (Ponpes Al-Hikam) yang tentu saja diantarkan oleh Rozeq Nurhawid selaku Chairman dan Founder ProFauna Indonesia.

Pelestarian Satwa Liar dan Animal Welfare, Ekologi-Sosial-Agama-Moral (Rozeq Nurwahid - ProFauna Indonesia)
Secara ekologi dan biologi setiap makhluk (juga satwa) memiliki 2 fungsi, fungsi bagi alam (ekstrinsik) dan fungsi bagi dirinya sendiri (intrinsik). Fungsi intrinsik satwa sebagai dirinya ditandai dengan setiap makhluk hidup memiliki rasa (feeling) baik rasa sakit dan dapat terserang penyakit. Sedangkan nilai ekstrinsik satwa dikarenakan semua makhluk hidup saling berpengaruh dan memengaruhi alam, sebagai contoh adalah rantai makanan dan jaring makanan. Sehingga bila terjadi masalah pada satwa, itu akan menjadi masalah bagi manusia, bila rantai dan jaring makanan terganggu maka kehidupan manusiapun akan terganggu. Seharusnyalah manusia memiliki rasa kasih terhadap satwa dan alam yang merupakan wujud dari kasih pada dirinya sendiri. Apalagi bagi masayarakat agraris, maka ketergantungan pada hutan dan satwa sangatlah tinggi.

Tinjuan Agama Kristen (Yayasan Altruis)
Mengaca dari berita Kompas 13092008, mengenai orang utan yang terkepung oleh perkebunan kelapa sawit di Langkat - Sumut. BKSDA setempat lebih memilih untuk memindahkan orang utan ketimbang melindungi habitatnya, kekalahan ekologis dibanding ekonomis.
Alam memang diciptakan untuk manusia (Kitab Kejadian), tetapi manusia diciptakan paling akhir, sehingga itu menunjukkan gambaran mengenai ketergantungan manusia terhadap alam dan seluruh makhluk yanga ada. Manusia hanya diperkenankan untuk mengelolahnya tetapi bukan untuk mengeksploitasinya.
Manusia sebagai rupa dan gambar Allah seharusnya, sehingga seharusnya manusia memiliki sifat Allah, yaitu Altruis (lawan dari egois) selalu memikirkan kepentingan orang lain dan alam.

Tinjauan Agama Buddha (Bhikku Pannvato)
Keseimbangan alam mendasari pola pikir untuk peduli pada alam dan satwa, dengan tujuan untuk menjaga perdaiaman. Merupakan keharusan dalam ajaran Buddha. Tidak pantas bagi murid Buddha memegang senjata untuk menyiksa dan membunuh binatang, memanfaatkan binatang dengan arif dan bijaksana, memperlakukan binatang dengan kasih sayang dan sesuai dengan sifat alaminya.
Agama Buddha tidak melarang umat makan daging binatang, tetapi dengan syarat tidak menyembelih sendiri, tidak menuyuruh orang lain untuk menyembelih, dan tidak mengetahui kalau penyembelihan itu dilakukan untuk dirinya sendiri. Larangan makanan daging adalah daging manusia dan daging hewan2 yang berdarah panas (buas) karena akan mengakibatkan kebuasan pada perilaku manusia yang memakannya. Yang terpenting adalah tidak mengorbankan binatang untuk kesenangan diri sendiri.
Konsep reinkarnasi menyatakan bahwa bisa saja binatang yang disiksa atau dibantai tersebut ada hubungan dengan diri kita di masa lalu. Kejahatan tidak akan berhenti bila dibalas dengan kejahatan pula. Kejahatan hanya berhenti bila dibalas dengan kebajikan.
Agama Buddha tidak memperkenankan membunuh makhluk hidup tanpa alasan atau dengan alasan untuk kesenangan manusia semata.

Tinjauan Agama Islam (Drs. K.H. M. Nafi)
Di Indonesia belum ada kesadaran mengenai Animal Welfare, demikian dalam memahami dan menjalankan ajaran kitab suci dengan baik dan benar secara harmonis dan holistik. Sehingga jaminan bagi makhluk hidup untuk hidup sesuai dengan tujuan penciptaan belum tercapai.
Kerusakan alam yang terjadi saat ini dikarenakan kebodohan dan kesombongan manusia semata. Padahal perintah Alquran menyatakan dengan jelas untuk menjaga harmonitas alam dan harmonitas sosial. "Sayangilah penduduk bumi, niscaya akan disayangi oleh seluruh bumi."
Manusia menjadi perusak alam karena manusia telah kehilangan fungsinya sebagai pengelolah alam, karena tindakan serakah (mubazir) dan tindakan dosa.

Hasil Diskusi
Tidak ada perbedaan perlakuan antara satwa liar dan satwa peliharaan menurut agama apapun. Pembedaan satwa liar dan satwa domestik karena definisi modern yang berdasarkan ilmu hukum dan ilmu ekologi.
Mitologi dalam agama dapat dipergunakan sebagai ajaran untuk mengajarkan mengenai kearifan hidup.
Makhluk hidup adalah ciptaan Tuhan, sehingga harus diperlakukan secara holistik.

Renungan
Walau seluruh agama tidak ada yang menyetujui mengenai perusakan alam dan eksployasi satwa tetapi manusia selalu punya alasan dan kilah untuk membenarkan kelakuannya.
Walau akibat kerusakan alam dan nyaris punahnya spesies terntentu yang berpengaruh pada kehidupan normal manusia, tetapi manusia selalu punya cara untuk mengatasinya, walau tidak semakin baik tetapi malah semakin buruk akibatnya.
Walau kiamat sudah dekat, kiamat yang diciptakan oleh manusia itu sendiri, manusia selalu punya jalan untuk menghindarinya, walau jalan itu menuju kiamat yang lebih dahsyat lagi.
Walau Tuhan menghukum bumi dan manusia, manusia tetap akan membangkang dan menenatang Tuhan dengan kebodohan dan kesombongannya.
Apakah kita mau menjadi manusia2 sombong dan bodoh yang melawan Tuhan dengan merusak alam dan makhluk hidupnya?

Tidak ada komentar: