Senin, 02 September 2013

Kontradiksi Perhatian... Keberpihakan Rezim Yang Aneh

Rezim yang berkuasa saat ini benar adanya bila di labeli sebagai rezim yang berpihak pada kuasa modal, lazim disebut sebagai rezim antek neolib.  Nampak jelas bagaimana kebijakan ekonomi bukan berpihak pada ekonomi rakyat, ekonomi yang terbukti mampu bertahan dan bahkan menjadi sekoci penyelamat saat krisis ekonomi terjadi. Rezim yang berkuasa saat ini bukan mendukung ekonomi rakyat dengan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi sebagai tulang punggungnya tetapi swlalu berusaha menyelamatkan ekonomi elit dengan selalu mengijeksi bahkan terus menginfus para pemodal dengan kebijakan-kebijakan ekonomi yang mengenakkan.  Kasus terakhir, saat rupiah (IDR) melemah terhadap dollar amerika (USD) bukannya memebri dukungan pada UMKMP tetapi mati-matian mengintervensi pasar guna menyelamatkan pemodal. Serasa UMKMP dijadikan tumbal untuk menjaga keberlangsungan hidup pemodal, para elit kuasa modal yang menggeruk uang rakyat dari pasar modal dan berbagai kemudahan yang diberikan oleh rezim berkuasa.  UMKMP? Dibiarkan bertarung dan diadu untuk mati menjadi pupuk dan kompos atau bahkan menjadi media tumbuh kembang perusahaan besar yang berstatus go public.
Tergambar jelas pada Seksi Ekonomi Koran Kompas yang terbit pada hari Sabtu tanggal 24 Agustus 2013 kemarin.  Tertampang dua artikel yang bertolak belakang.  Satu artikel berjudul UMKM: Benteng Tangguh, artikel yang membahas kekuatan ekonomi rakyat yang berbasis pada UMKMP.  Satu artikel lain yang berjudul Pasokan Valas Ditingkatkan, artikel yang membahas tentang intervensi Bank Indonesia untuk memperkuat nilai tukar IDR guna menyemalatkan perusahaan-perusahaan besar yang dimiliki oleh para pemodal kakap dari kerugian.  Nampak dua artikel ini bukan hanya tidak berhubungan tetapi malah bertolak belakang.  Satu artikel jelas menjelaskan kekuatan dan ketegaran ekonomi rakyat tetapi kurang perhatian dari rezim berkuasa, sedangkan artikel yang lain bercerita tentang retannya perusahaan-perusahaan besar milik penguasa modal kelas kakap Indonesia begitu rapuh dan terus menetek pada rezim penguasa.
Artikel UMKM: Benteng Tangguh yang ditulis oleh C. Anto Saptowalyono menceritakan betapa kuatnya UMKM bertahan pada masa krisis, bahkan menjadi sekoci penyelamat Indonesia dari krisis ekonomi pada tahun 1997--1998. Dituliskan bahwa sesuai data Kementerian Koperasi dan UMKM pada tahun 2010--2011 ada 55,2 juta entitas UMKM dan Koperasi.  Tenaga kerja yang terserap di sektor UMKM sebanyak 101,72 juta orang dengan kontribusi pada Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar IDR4.303,57 trilyun.  Data yang sangat fantastis dan besar kontribusinya pada kehidupan bangsa Indonesia. Pada artikel diceritakan tentang intervensi dari Bank Indonesia untuk menjaga makro ekonomi dan pertumbuhan ekonomi, yang diasosiasikan dengan ekonomi berbasis perusahaan besar milik penguasa modal.  Dijelaskan bagaimana Gubernur Bank Indonesia, Agus D.W. Martowardoyo membuat kebijakan penempatan berjangka (term deposit) yang menyenangkan bagi perbankan, relaksasi ketentuan pembelian valas yang dapat dinikmati oleh para eksportir, menyesuaikan ketentuan transaksi forex swap  bank dengan BI dan pihak terkait untuk membantu transaksi derivatif, merelaksasi ketentuan utang luar negeri dengan menambah pengecualian utang luar negeri yang memberi kenikmatan pada investor saham, dan menerbitkan Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) yang memfsilitasi perbankan melalaui perdagangan instrumen keuangan. Tidak ada satupun kebijakan yang berpihak pada UMKMP, semua kebijakan diarahkan pada pemodal, memberi kemudahan dan kenikmatan pada investor, perbankan, pemodal, dan kuasa-kuasa modal lain. Nampak jelas keberpihakan rezim berkuasa. Sedangkan UMKMP alias ekonomi rakyat bukan hanya dibiarkan bertanding antar pelaku ekonomi rakyat tetapi diadu dengan pemodal besar dan ironisnya mendapat berbagai fasilits dan kenikmatan. Benar-benar rezim pendukung neoliberalisme dan ultra kapitalis.
Kembali pada undang-undang yang mengatur dan membagi alias mensegregasi dan memarjinalkan ekonomi rakyat, Undang-Undang 20/2008 tentang UMKM dan Usaha Besar. Disebutkan, Usaha Mikro adalah usaha dengan omset maksimal IDR300juta dan aset maksimal IDR50juta.  Usaha Kecil adalah usaha dengan Omset IDR300juta--2,5milyar dan aset IDR50jut---500juta. Usaha menengah adalah usaha dengan omset IDR2,5milyar--50milyar dengan aset IDR500juta--10milyar.  Sedangkan Usaha Besar adalah usaha dengan omset diatas IDR50milyar dan aset diatas IDR10milyar.
Jumlah Usaha Mikro di Indonesaia saat ini mencapai 54,56juta unit usaha atau entitas atau 98,82% dari toral unit usaha atau entitas di Indonesia.  Jumlah Usaha Kecil sebanyak 602.195 unit usaha atau 1,09% dari jumlah total unit usaha.  Jumlah usaha menengah hanya sebanyak 44.280 unit usaha atau 0,008%, sedangkan Usaha Besar hanya sebanyak 4.952 unit saja atau 0,01% saja. Anehnya, dari banyaknya unit usaha, ternyata rezim berkuasa hanya memberi fasilitas melimpah hanya para sejumlah kecil saja, hanya 0,01 persen saja.  Tentu saja karena putaran uangnya besar dan menguntungkan bagi kelanggengan berkuasanya rezim yang membutuhkan jumlah dana yang tidak kecil.
Usaha Kecil apalagi Usaha Mikro, dengan segala permasalahannya, mampu terus menggeliat dan bertahan di era krisis.  Sejumlah besar warga negara terlibat, jumlahnuang yang berputar juga tidaklah sedikit, tetapi mengapa tidak terperharikan? Jelas keberpihakan rezim berkuasa pada siapa.  Dengan berbagai permasalahan seperti keterbatasan permodalan dan perbankan, kurangnya penguasaan akan informasi pasar, kekurang konsistenan menjaga mutu produk, pelayanan dan pengiriman atau distribusi, serta tentu saja kompleksitas permasalahan akibat besarnya jumlah pelaku ekonomi rakyat adalah permalahan klasikmUMKMP alias ekonomi rakyat.  Masalah yang kompleks dan berlapis bukan alasan ekonomi rakyat diabaikan, bukan pula pelaku UMKMP dimarjinalkan mengingat bukan semata karena besarnya jumlah rakyat yang terlibat tetapi juga keliatan pelaku ekonomi rakyat bertahan dalam krisis dan bahkan menjadi sekoci penyelamat perekonomian Indonesia.
Terbukti, dari krisis multidimensi pada tahun 1997--1998, krisis ekononmi global pada tahun 2008, dan keguncangan ekonomi saat ini padatahun 2013 ini, ekonomi rakyat bukan saja tetap bertahan dan tetap menggeliat, tetapi mampu menjadi energi penyelamat bukan hanya perekonomian tetapi juga mampu memberi nafas tambahan untuk mencegah permasalahan sosial lebih jauh.  Sayangnya rezim berkuasa selalu dan selalu berpihak pada kuasa modal, kaum pemilik modal besar yang rentan krisis dan selalu menetek bahkan sangat manja degan meminta berbagai kemudahan dan fasilitas yang salah satu  bentuknya adalah penundaan pemberian upah layak, juga keringanan pajak, tetapi meminta fasilitas usaha terus menerus.
Pada kondisi kekinian apalagi menjelang kompetisi memperebutkan tampuk kuasa rezim tahun depan, tahun 2014 mendatang, adakah pemimpin dan rezim yang mengalihkan pandangannya pada ekonomi rakyat, pada pelaku UMKMP dan pada mayoritas rakyat yang berjuang hidup dalam segala keterbtasannya? Ataukah kemarjinalan ekonomi rakyat tetap berlangsung dan bahkan semakin termarjinalkan, semakin terpinggirkan?  Semoga rakyat semakin cerdas untuk memilih di tahun mendatang dan semoga terpilih pemimpin dan rezim yang berpihak pada rakyat, yang menjadikan ekonomi rakyat sebagai panglima pembangunan ekonomi Indonesia, ekonomi yang lestari dan merakyat.....

Malang,02 September 2013
Daniels Stephanus

Tidak ada komentar: