Jumat, 27 Maret 2020


Penilaian Kinerja Bank: CAMELS versus RGEC

Wardha Maulidiah & Daniel S. Stephanus
Program Studi Akuntansi
Universitas Ma Chung  Malang
2020

ABSTRAK
Penilaian kinerja suatu perusahaan merupakan proses analisis data selain sebagai alat penanggungjawaban, juga diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi. Kinerja bank dan koperasi yang semakin baik, maka tingkat kesehatan bank dan koperasi juga semakin baik dan sebaliknya jika kinerja bank dan koperasi menurun, akan menyebabkan tingkat kesehatan bank dan koperasi juga menurun. Penilaian kinerja bank dan koperasi penting dilakukan untuk mengetahui tingkat kesehatan bank karena menyangkut kepentingan banyak pihak. Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No.6/10/PBI/2004 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum dan Peraturam Bank Indonesia No.9/1/PBI/2007 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP. Metode atau cara penilaian kinerja bank dikenal dengan metode CAMELS (Capital, Asset quality, Management, Earnings, Liquidity, dan Sensitivity to Market Risk) dan menjadi RGEC (risk profile, good corporate governance, earnings, dan capital) sesuai dengan Surat Edaran BI Nomor 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 tentang penilaian tingkat kesehatan bank umum tersebut merupakan petunjuk pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011.

Kata-kata kunci: Kinerja Perbankan, CAMELS, RGEC

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kinerja perusahaan adalah gambaran posisi keuangan perusahaan dan menunjukkan hasil usaha selama periode tertentu, yang diperoleh dengan melakukan analisa laporan keuangan. Penilaian kinerja suatu perusahaan merupakan proses analisis data selain sebagai alat penanggungjawaban, juga diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi. Bagi pemilik perusahaan, penilaian kinerja diperlukan untuk memberikan penilaian apakah investasinya tetap dipertahankan atau tidak. Bagi para kreditor, penilaian kinerja diperlukan untuk memberikan informasi apakah suatu perusahaan memiliki kemampuan membayar tepat waktu. Bagi karyawan, penilaian kinerja perusahaan memberikan informasi mengenai kelangsungan hidup perusahaan.
Kinerja bank dan koperasi yang semakin baik, maka tingkat kesehatan bank dan koperasi juga semakin baik dan sebaliknya jika kinerja bank dan koperasi menurun, akan menyebabkan tingkat kesehatan bank dan koperasi juga menurun. Penilaian kinerja bank dan koperasi penting untuk mengetahui tingkat kesehatan bank karena menyangkut kepentingan banyak pihak. Pengawasan terhadap kinerja bank dan koperasi perlu dilakukan untuk memantau operasional agar tetap sesuai dengan peraturan dan ketetapan yang berlaku. Dalam keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. KEP-100/MBU/2002 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Badan Usaha Milik Negara, kinerja BUMN adalah kondisi kesehatan suatu BUMN untuk tahun buku yang bersangkutan yang meliputi penilaian aspek keuangan, aspek operasional, dan aspek administrasi.
Peraturan Bank Indonesia No. 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, kinerja bank adalah kondisi kesehatan suatu bank umum yang meliputi penilaian terhadap faktor profil risiko (risk profile), faktor good corporate governance (GCG), faktor rentabilitas (earnings), dan faktor permodalan (capital). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia menetapkan bahwa, bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Kesehatan atau kondisi bank merupakan kepentingan semua pihak terkait (pemilik, pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank, BI selaku otoritas pengawasan bank, dan pihak lainnya). Kondisi bank tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen risiko.

LANDASAN TEORI
Kinerja Keuangan
Kinerja perusahaan adalah gambaran posisi keuangan perusahaan dan menunjukkan hasil usaha selama periode tertentu, yang diperoleh dengan melakukan analisa laporan keuangan. Penilaian kinerja suatu perusahaan merupakan proses analisis data selain sebagai alat penanggungjawaban, juga diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi. Penilaian kinerja keuangan ini penting dilakukan karena membantu pihak perusahaan menentukan langkah perusahaan selanjutnya. Dengan adanya penilaian atau evaluasi kinerja, pengelolaan perusahaan menjadi lebih mudah dilakukan karena perusahaan bisa menetapkan tindakan kebijaksanaan perusahaan berdasarkan data yang telah dievaluasi dai kinerja perusahaan. Tujuan dari pengukuran kinerja keuangan perusahaan adalah sebagai berikut.
a.       Mengetahui tingkat likuiditas
Likuiditas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera diselesaikan pada saat ditagih.
b.      Mengetahui tingkat solvabilitas
Solvabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi, baik keuangan jangka pendek maupun jangka panjang.
c.       Mengetahui tingkat rentabilitas
Rentabilitas atau sering disebut dengan profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.
d.      Mengetahui tingkat stabilitas
Stabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melakukan usahanya dengan stabil yang diukur dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar utang-utangnya serta membayar beban bunga atas utang-utangnya tepat pada waktunya.

Dasar Hukum Perbankan
Perkembangan perbankan di Indonesia ditandai dengan banyaknya bank-bank yang bermuculan, maka sangat diperlukan suatu penagwasan terhadap bank-bank tersebut. dalam hal ini Bank Indonesia sebagai Bank Sentral memerlukan suatu kontrol terhadap bank-bank untuk mengetahui bagaimana keadaan keuangan serta kegiatan usaha masing-masing bank. Kebijakan perbankan yang dikeluarkan dan dilaksanakan oleh Bank Indonesia pada dasarnya adalah ditujukan untuk menciptakan dan memelihara kesehatan, baik secara individu maupun perbankan sebagai suatu sistem. Kondisi bank dapat digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk mengevaluasi kinerja bank dalam menerapkan prinsop kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen risiko. Dasar hukum penilaian tingkat kesehatan bank yang dikeluarkan oleh BI yaitu sebagai berikut.
a.       Dasar Hukum I UU No. 10 Tahun 1998, Undang-Undang Perbankan.
b.      Dasar Hukum II UU No. 3 Tahun 2004, Undang-Undang Bank Sentral.

CAMELS
Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No.6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum dan Peraturam Bank Indonesia No.9/1/PBI/2007 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 kepada semua bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional perihal sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum. Metode atau cara penilaian kinerja bank dikenal dengan metode CAMELS yaitu Capital, Asset quality, Management, Earnings, Liquidity, dan Sensitivity to Market Risk. Kriteria sensitivity to market risk merupakan aspek tambahan dari metode penilaian kesehatan bank yang sebelumnya, yaitu CAMEL (modal, aktiva, manajemen, pendapatan dan likuiditas).
CAMEL pertama kali diperkenalkan di Indonesia sejak dikeluarkannya Paket Februari 1991 mengenai sifat-sifat kehati-hatian bank. Paket tersebut dikeluarkan sebagai dampak kebijakan Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto 1988). CAMEL berkembang menjadi CAMELS pertama kali pada tanggal 1 Januari 1997 di Amerika. CAMELS berkembang di Indonesia pada akhir tahuan 1997 sebagai dampak dari krisis ekonomi dan moneter. Tahap awal penilaian tingkat kesehatan suatu bank dilakukan dengan melakukan kuantifikasi atas komponen dari masing-masing faktor yang telah disebut sebelumnya, faktor dan komponen tersebut selanjutnya diberi suatu bobot sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap kesehatan suatu bank. Penilaian faktor dan komponen dilakukan dengan sistem kredit yang dinyatakan dalam nilai kredit antara 0 sampai 100. Hasil penilaian atas dasar bobot dan nilai kredit selanjutnya dikurangi dengan nilai kredit atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang lain yang sanksinya dikaitkan dengan tingkat kesehatan bank.
Tabel 1. Pembobotan Penilaian Kinerja Keuangan
Rasio
Bobot
Peringkat Permodalan
25%
Peringkat Kualitas Aktiva Produktif
50%
Peringkat Rentabilitas
10%
Peringkat Likuiditas
10%
Peringkat Sensitivitas terhadap Risiko Pasar
5%
Sumber: Lampiran Surat Edaran No.9/24/DPBS tahun 2007
Tabel 2. Standar Kesehatan Bank
Nilai
Predikat
81 – 100
Sehat
66 - < 81
Cukup Sehat
51 - < 66
Kurang Sehat
0 - < 51
Tidak Sehat
Sumber: Berdasarkan Skep DIR-BI Nomor 30/2/UPPB/1997
Penilaian tingkat kesehatan bank dimaksudkan untuk menilai keberhasilan perbankan dalam perekonomian Indonesia dan industri perbankan serta dalam menjaga fungsi intermediasi. Penilaian tingkat kesehatan bank berdasarkan ketentuan Bank Indonesia mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMELS yang terdiri sebagai berikut.
a.       Capital (Permodalan)
Modal merupakan faktor penting dalam upaya mengembangkan usaha. Suatu perusahaan perbankan dikatakan sehat apabila memiliki permodalan yang kuat. Dengan modal tersebut bank mampu menjelaskan operasionalnya dan menjamin aset-aset yang bermasalah. Penilaian terhadap aspek modal dititikberatkan pada kecukupan dan komposisi modal, proyeksi modal, kemampuan modal menutup aset bermasalah, serta rencana modal untuk ekspansi usaha. Penilaian terhadap faktor permodalan meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1.      Kecukupan modal
2.      Komposisi modal
3.      Proyeksi (trend ke depan) permodalan
4.      Kemampuan modal dalam mengcover aset bermasalah
5.      Kemampuan bank yang bersangkutan memelihara kebutuhan tambahan modal yang berasal dari laba
6.      Rencana permodalan untuk mendukung pertumbuhan usaha, dan
7.      Akses kepada sumber permodalan dan kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan bank yang bersangkutan.
Tingkat kesehatan bank yang ditinjau dari aspek modal dapat dinilai atau diukur dengan beberapa rasio sebagai berikut.
1.      Capital Adequacy Ratio (CAR)
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah kecukupan modal yang menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengukur, mengawasi, dan mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap besarnya modal bank. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia melalui Surat Edaran No. 14/37/DPNP bahwa bank yang dinyatakan termasuk sebagai bank yang sehat harus memiliki Capital Adequacy Ratio (CAR) minimum sebesar 8%. Rasio ini merepresentasikan kemampuan bank menggunakan modalnya sendiri untuk menutup penurunan aktiva yang disebabkan oleh adanya kerugian-kerugian yang timbul atas penggunaan aktiva tersebut. Rumus untuk menghitung Capital Adequacy Ratio (CAR) sebagai berikut.
CAR = Modal X 100% ...................................................................... (1)
               ATMR
           
2.      Debt to Equity Ratio (DER)
Rasio ini menunjukkan hubungan antara jumlah utang yang diberikan oleh para kreditur dengan jumlah modal sendiri yang diberikan oleh pemilik perusahaan. Debt to equity ratio digunakan sebagai ukuran yang dipakai dalam menganalisis laporan keuangan untuk memperlihatkan besarnya jaminan yang tersedia untuk kreditor. Tingkat risiko perusahaan dapat tercermin dari debt to equity ratio yang menunjukkan seberapa besar modal sendiri yang dimiliki oleh perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban perusahaan. Rumus untuk menghitung Debt to Equity Ratio (DER) sebagai berikut.
DER = Total Utang   X 100% ........................................................... (2)
              Total Ekuitas

3.      Debt to Asset Ratio (DAR)
Rasio ini mengukur seberapa besar aktiva perusahaan yang dibiayai oleh kreditur. Investor tidak hanya berharap laba, namun memperhitungkan tingkat pendapatan yang akan diterima perusahaan. Tingkatan pendapatan perusahaan dapat memengaruhi tinggi rendahnya permintaan akan saham, hal tersebut juga akan memengaruhi nilai perusahaan. Rumus untuk menghitung Debt to Asset Ratio (DAR) sebagai berikut.
DAR = Total Utang   X 100% .......................................................... (3)
              Total Aktiva

4.      Long term Debt to Equity Ratio (LDER)
Rasio ini mengukur besar kecilnya penggunaan utang jangka panjang dibandingkan dengan modal sendiri perusahaan. Tujuannya untukk mengukur beberapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang dengan cara membandingkan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri yang disediakan oleh perusahaan. Rumus untuk menghitung Long term Debt to Equity Ratio (LDER) sebagai berikut.
LDER = Utang Jangka Panjang   X 100% ..................................... (4)
                 Total Ekuitas

5.      Long term Debt to Asset Ratio (LDAR)
Rasio ini membandingkan utang jangka panjang perusahaan dengan total aktiva. Ratio ini menggambarkan berapa proporsi utang jangka panjang yang digunakan perusahaan untuk menunjukkan investasi-investasi aktiva atau aset perusahaan. Rumus untuk menghitung Long term Debt to Asset Ratio (LDAR) sebagai berikut.
LDAR = Utang Jangka Panjang   X 100% ..................................... (5)
                        Total Aset
b.      Asset quality (Kualitas aset)
Aset adalah suatu potensi yang dimiliki oleh individu atau suatu instansi yang memiliki nilai. Aset sangat identik dengan harta kekayaan yang dimiliki oleh individu atau organisasi-organisasi yang harus dijaga dan dipelihara dengan baik. Apabila aset terpelihara dengan baik, maka nilai dari aset tersebut tidak akan mengalami penurunan dan untuk beberapa aset tertentu bisa ditingkatkan. Kualitas aset adalah evaluasi aset untuk mengukur risiko kredit yang terkait dengannya. Penilaian terhadap faktor kualitas aset meliputi penilaian terhadap komponen komponen sebagai berikut.
1.      Kualitas aktiva produktif
2.      Konsentresi eksposur risiko kredit
3.       Perkembangan risiko kredit bermasalah
4.      Kecukupan PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif)
5.      Kecukupan kebijakan dan prosedur
6.      Sistem kaji ulang (review) internal
7.      Sistem dikomentasi dan kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah
Tingkat kesehatan bank yang ditinjau dari aspek kualitas aset dapat dinilai atau diukur dengan beberapa rasio sebagai berikut.
1.      Non Performing Loan (NPL)
NPL (Non Performing Loan) merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Standar kriteria yang ditetapkan Bank Indonesia dalam menjalankan kegiatan operasinya dengan baik jika NPL dibawah 5%. NPL dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah kredit yang bermasalah dibandingkan dengan total kredit. Rumus NPL sesuai dengan (SE BI Nomor 07/10/DPNP tanggal 31 Maret 2005) sebagai berikut.
NPL = Total Kredit Bermasalah X 100% ..................................... (6)
                               Total Kredit

2.      Kualitas Aktiva Produktif (KAP)
Kualitas aktiva produkti (KAP) adalah sebagai nilai tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana yang ditanamkan dalam aktiva produktif berdasarkan kriteria tertentu. Kualitas aktiva produktif dinilai berdasarkan tingkat ketertagihannya, yaitu lancar, dalam perhatian khusus, kredit kurang lancar,kredit diragukan, atau kredit macet. Hal ini untuk memudahkan dalam memahami aktiva produktif dalam pembahasan selanjutnya. Rumus untuk menghitung Kualitas Aktiva Produktif (KAP) sebagai berikut.
KAP = A.P yang diklasifikasikan   X 100% .................................... (7)
                          Total Aktiva Produktif
3.      Return On Risked Asset (RORA)
Kinerja keuangan dari segi aset diukur melalui kualitas aktiva produktifnya. Salah satu rasio yang digunakan adalah Return On Risked Asset (RORA). RORA adalah rasio yang membandingkan antara laba kotor dengan besarnya risked assets yang dimiliki. Nilai RORA yang tinggi mengindikasikan bahwa pendapatan yang diterima besar sehingga laba yang diperoleh juga optimal dan berpengaruh pada kenaikan harga saham. Rumus untuk menghitung Return On Risked Asset (RORA) sebagai berikut.
RORA =       Operating Income     X 100% ...................................... (8)
                           Total Loans + Invesment
c.       Management (Manajemen)
Untuk menilai kualitas manajemen dapat dilihat dari kualitas manusianya dalam menjalankan bank. Kemampuan manusia juga dapat dilihat dari faktor pendidikan dan pengalaman para karyawan didalam mengatasi masalah terjadi. Menilai performance bank dalam faktor manajemen, yaitu dilakukan dengan melakukan kuisioner yang diberikan kepada pihak karywan bank tersebut, tetapi hal tersebut sulit dilaksanakan karena akan terkait dengan rahasia perusahaan. Penilaian terhadap faktor manajemen meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1.      Kualitas manajemen umum dam penerapan manajemen risiko
2.      Keputusan bank atas ketentuan yang berlaku dan komitmen kepada bank Indonesia dan atau pihak lain.
Tingkat kesehatan bank berdasarkan aspek manajemen dapat dinilai atau diukur dengan beberapa rasio sebagai berikut.
1.      Net Profit Margin (NPM)
Net Profit Margin (NPM) menunjukkan perbandingan antara laba bersih dengan penjualan. Rasio ini digunakan untuk menghitung sejauh mana kemampuan bank yang bersangkutan dalam menghasilkan laba bersih ditinjau dari sudut total penjualan.NPM mengaju kepada pendapatan operasional bank yang terutama berasal dari kegiatan pemberian kredit yang dalam prakteknya memiliki berbagai risiko kredit, bunga, kurs, valas, dan lain-lain.semakin tinggi tingkat rasio net profit margin bank yang bersangkutan menunjukkan hasil yang semakin baik. Hal ini berdasarkan pada seluruh kegiatan manajemen suatu bank yang mencakup manajemen umum, manajemen risiko dan kepatuhan bank yang mempengaruhi perolehan laba. Net Profit Margin dihitung dengan membagi Net Income atau laba bersih dengan Operating Income atau laba usaha. Rumus untuk menghitung Net Profit Margin sebagai berkut.
NPM =              Laba Bersih            X 100%  ................................... (9)
                               Pendapatan Operasional

2.      Net Interest Margin (NIM)
Net interest margin (NIM) mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga. Semakin besar rasio ini maka meningkatnya pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Rumus NIM berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tahun 2004 sebagai berikut.
NIM = Pendapatan Bunga Bersih  X 100%  ................................. (10)
                                   Aktiva Produktif

d.      Earnings (Rentabilitas)
Earnings (Rentabilitas) yaitu faktor yang digunakan untuk menilai kemampuan bank dalam memperoleh laba. Manfaat dari faktor ini juga untuk menilai tingkat efisiensi kegiatan usaha dan kemampuan memperoleh laba yang dicapai bank. Bank dikatakan sehat jika bank diukur secara rentabilitas yang terus meningkat sesuai standar yang di tetapkan. Penilaian terhadap faktor rentabilitas meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1.      Pencapaian return on asset (ROA)
2.      Pencapaian return on equity (ROE)
3.      Pencapaian NIM (Net Interest Margin)
4.      Tingkat efisiensi
5.      Perkembangan laba operasional
6.      Diversifiksi pendapatan
7.      Penerapan prinsip akuntansi dan pengakuan pendapatan dan biaya
8.      Prospek laba operasional
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor profitabilitas bank antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1.      Return on Assets (ROA)
Return on Assets (ROA) digunakan untuk mengukur seberapa besar laba bersih yang dapat diperoleh dari seluruh aktiva yang dimiliki perusahaan. Semakin besar ROA, semakin besar pula keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Rumus untuk menghitung ROA sebagai berikut.
ROA = Laba Sebelum Pajak X 100% ............................................ (11)
                        Total Aset

2.      Return on Equity (ROE)
Return on Equity (ROE) digunakan untuk mengukur kinerja manajemen bank dalam mengelola modal yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah pajak. Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Rumus untuk menghitung ROA sebagai berikut.
ROE = Laba Setelah Pajak  X 100% ........................................... (12)
                Equity

3.      Beban Operasi terhadap Pendapatan Operasi (BOPO)
Beban Operasi terhadap Pendapatan Operasi (BOPO) digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya Semakin tinggi rasio ini menunjukkan semakin tidak efisien biaya operasional bank. Bank yang dikategorikan sehat memiliki rasio BOPO maksimal antara 94%--96%. Keberhasilan bank didasarkan pada penilaian kuantitatif terhadap rentabilitas bank dapat diukur dengan menggunakan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Rumus untuk menghitung BOPO sebagai berikut.
BOPO =       Beban Operasional      X 100% ................................. (13)
                               Pendapatan Operasional

4.      Net Interest Margin (NIM)
Net interest margin (NIM) mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga. Semakin besar rasio ini maka meningkatnya pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Rumus NIM berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tahun 2004 sebagai berikut.
NIM = Pendapatan Bunga Bersih  X 100%  ................................. (14)
                                   Aktiva Produktif

e.       Liquidity (Likuiditas)
Bank bisa dikatakan likuid, jika bank mampu membayar semua utangnya, khususnya utang jangka pendek. Utang jangka pendek yang dimaksud yaitu simpanan tabungan, giro, dan deposito. Dikatakan likuid apabila pada saat ditagih bank sanggup membayar. Bank juga harus bisa memenuhi setiap permohonan kredit yang memang layak untuk dibiayai. Penilaian terhadap faktor likuiditas meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1.      Rasio aktiva/pasiva yang likuid
2.      Potensi maturity mismatch
3.      Kondisi loan to deposit ratio (LDR)
4.      Proyeksi cash flow (arus kas)
5.      Konsentresi pendanaan
6.      Kecukupan kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liability management)
7.      Akses kepada sumber pendanaan
8.      Stabilitas pendanaan
Penilaian dalam aspek ini meliputi, rasio kredit terhadap dana yang diterima oleh bank seperti giro, tabungan, deposito dan lain-lain. Tingkat kesehatan bank berdasarkan aspek likuid dapat dinilai atau diukur dengan beberapa rasio sebagai berikut.
1.      Loan to Deposit Ratio (LDR)
Loan to Deposit Ratio (LDR) digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank dengan cara membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Rasio ini untuk mengetahui kemampuan bank dalam membayar kembali kewajiban kepada para nasabah yang telah menanamkan dana dengan kredit-kredit yang telah diberikan kepada para debiturnya.
LDR =         Total Kredit          X 100% ....................................... (15)
           Dana Pihak Ketiga

2.      Loan to Asset Ratio (LAR)
Loan to Asset Ratio (LAR) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi permintaan kredit menggunakan aset total yang dimiliki oleh bank. Semakin besar LAR, tingkat likuiditas bank semakin rendah, karena itu perusahaan memerlukan jumlah aset yang semakin besar untuk membiayai kredit yang diberikan kepada debitur. Kredit yang diberikan pada umumnya memiliki risiko tidak tertagih atau yang biasa disebut dengan kredit macet, sehingga perusahaan harus menyiapkan adanya cadangan kerugian penurunan nilai untuk mengantisipasi risiko kredit macet. Rumus Loan to Asset Ratio (LAR) adalah sebagai berikut.
LAR = Kredit yang diberikan  X 100% ...................................... (16)
              Total Aset

3.      Cash Ratio (CR)
Cash Ratio (CR) sering disebut sebagai rasio likuiditas yaitu ukuran likuiditas yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar utang jangka pendek menggunakan kas dan setara kas. Cash Ratio (CR) ini pada dasarnya merupakan metode penyelesaian laporan dengan cepat, yang digunakan untuk menentukan jumlah dana (kas dan setara kas) yang tersedia guna membayar kewajiban atau liabilitas jangka pendek. Rumus Cash Ratio (CR) adalah sebagai berikut.
CR = Aktiva Likuid X 100% ........................................................ (17)
    Utang Likuid

f.       Sensitivity to Market Risk (Sensitivitas terhadap risiko pasar)
Faktor sensitivitas ini digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat sensitivitas suatu bank terhadap risiko pasar yang terjadi. Risiko tersebut timbul akibat dari pergerakan faktor pasar dan juga pergerakan dari variabel harga pasar dari portofolio yang dimiliki oleh bank. Penilaian sensitivitas terhadap risiko pasar meliputi sebagai berikut.
1.      kemampuan modal bank dalam meng-cover potensi kerugian sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga dan nilai tukar
2.      kecukupan penerapan manajemen risiko pasar
Penilaian terhadap faktor sensitivitas meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1.      Interest Expense Ratio (IER)
Rasio ini merupakan ukuran atas biaya dana yang dikumpulkan oleh bank yang dapat menunjukkan efisiensi bank didalam mengumpulkan sumber-sumber dananya. Interest Expense Ratio (IER) semakin besar rasio akan semakin buruk, jika semakin kecil akan semakin baik. Standar kriteria oleh Bank Indonesia dinila sehat jika rasio beban bunga di bawah 5%. Rumus untuk menghitung Interest Expense Ratio sebagai berikut.
IER =   Interest paid   X 100% ......................................................... (18)
              Total Deposit

2.      Interest Rate Risk Ratio (IRRR)
Interest Rate Risk Ratio (IRRR) menunjukkan kemampuan bank dalam mengcover biaya bunga yang harus dikeluarkan dengan pendapatan bunga yang dihasilkan. Risiko tingkat bunga adalah risiko yang timbul akibat berubahnya tingkat bunga, yang pada gilirannya akan menurunkan nilai pasar, surat-surat berharga, pada saat yang sama bank membutuhkan likuiditas. Rumus yang dapat digunakan untuk menghitung Interest Rate Risk Ratio (IRRR) adalah sebagai berikut.
IRR =     RSA (Rate Sencitive Assets)    X 100% ............................ (19)
               RSL (Rate Sensitive Liabilities)

RGEC
Bank Indonesia menyempurnakan metode penilaian kesehatan dari CAMELS (capital, asset quality, management, earning, liquidity, sensitivity to market risk) menjadi RGEC sesuai dengan Surat Edaran BI Nomor 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 tentang penilaian tingkat kesehatan bank umum tersebut merupakan petunjuk pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011. Peraturan ini efektif digunakan oleh seluruh bank umum sejak 1 Januari 2012. Skala penilaian menggunakan nominal dari 1 sampai 100 yang artinya semakin besar poin tersebut semakin baik kesehatan bank tersebut. Dalam Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011, bank wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan bank dengan menggunakan pendekatan risiko (Risk-based Bank Rating), yaitu melalui RGEC (risk profile, good corporate governance, earnings, dan capital).
a.       Profil risiko (Risk profile)
Risk profile merupakan penilaian kegiatan bank dari tingkat risiko dilakukan melalui faktor profil risiko. Penilaian risiko intern merupakan penilaian atas risiko melekat pada kegiatan bisnis Bank, baik yang dapat dikuantifikasikan maupun yang tidak, yang berpotensi memengaruhi posisi keuangan Bank. Menggunakan tiga indikator, yaitu faktor risiko kredit, risiko pasar, dan risiko likuiditas.
1.      Risiko Kredit
Risiko kredit dengan menggunakan rasio Non Performing Loan (NPL). Non Performing Loan (NPL) merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Standar kriteria yang ditetapkan Bank Indonesia dalam menjalankan kegiatan operasinya dengan baik jika NPL dibawah 5%. NPL dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah kredit yang bermasalah dibandingkan dengan total kredit. Rumus NPL sesuai dengan (SE BI Nomor 07/10/DPNP tanggal 31 Maret 2005) sebagai berikut.
NPL = Total Kredit Bermasalah X 100% ................................... (20)
                               Total Kredit
2.      Risiko Pasar
Risiko pasar menggunakan rasio Interest Rate Risk dan Interest Expense Ratio. Interest Rate Risk Ratio (IRRR) menunjukkan kemampuan bank dalam mengcover biaya bunga yang harus dikeluarkan dengan pendapatan bunga yang dihasilkan. Risiko tingkat bunga adalah risiko yang timbul akibat berubahnya tingkat bunga, yang pada gilirannya akan menurunkan nilai pasar, surat-surat berharga, pada saat yang sama bank membutuhkan likuiditas. Rumus yang dapat digunakan untuk menghitung Interest Rate Risk Ratio (IRRR) adalah sebagai berikut.
IRR =     RSA (Rate Sencitive Assets)    X 100% ............................ (21)
               RSL (Rate Sensitive Liabilities)

Sedangkan Interest Expense Ratio merupakan ukuran atas biaya dana yang dikumpulkan oleh bank yang dapat menunjukkan efisiensi bank didalam mengumpulkan sumber-sumber dananya. Interest Expense Ratio (IER) semakin besar rasio akan semakin buruk, jika semakin kecil akan semakin baik. Standar kriteria oleh Bank Indonesia dinila sehat jika rasio beban bunga di bawah 5%. Rumus untuk menghitung Interest Expense Ratio sebagai berikut.
IER =   Interest paid   X 100% ......................................................... (22)
              Total Deposit

3.      Risiko Likuiditas
Risiko likuiditas menggunakan rasio Loan to Deposito Ratio (LDR), Loan to Asset Ratio (LAR) dan Cash Ratio (CR). Loan to Deposit Ratio (LDR) digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank dengan cara membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Rasio ini untuk mengetahui kemampuan bank dalam membayar kembali kewajiban kepada para nasabah yang telah menanamkan dana dengan kredit-kredit yang telah diberikan kepada para debiturnya.
LDR =         Total Kredit          X 100% ....................................... (23)
           Dana Pihak Ketiga

Loan to Asset Ratio (LAR) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi permintaan kredit menggunakan aset total yang dimiliki oleh bank. Semakin besar LAR, tingkat likuiditas bank semakin rendah, karena itu perusahaan memerlukan jumlah aset yang semakin besar untuk membiayai kredit yang diberikan kepada debitur. Kredit yang diberikan pada umumnya memiliki risiko tidak tertagih atau yang biasa disebut dengan kredit macet, sehingga perusahaan harus menyiapkan adanya cadangan kerugian penurunan nilai untuk mengantisipasi risiko kredit macet. Rumus Loan to Asset Ratio (LAR) adalah sebagai berikut.
LAR = Kredit yang diberikan  X 100% ...................................... (24)
              Total Aset

Cash Ratio (CR) sering disebut sebagai rasio likuiditas yaitu ukuran likuiditas yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar utang jangka pendek menggunakan kas dan setara kas. Cash Ratio (CR) ini pada dasarnya merupakan metode penyelesaian laporan dengan cepat, yang digunakan untuk menentukan jumlah dana (kas dan setara kas) yang tersedia guna membayar kewajiban atau liabilitas jangka pendek. Rumus Cash Ratio (CR) adalah sebagai berikut.
CR = Aktiva Likuid X 100% ........................................................ (25)
    Utang Likuid

b.      Good Corporate Governance (GCG)
Good Corporate Governance (GCG) adalah prinsip baik yang mendasari proses dan pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturan, undang-undang, dan etika usaha. Penilaian tehadap Good Corporate Governance (GCG) dilihat dari penilaian terhadap manajemen bank atas pelaksanaan prinsip-prinsip GCG. GCG mencerminkan bagian Manajemen dari CAMELS yang telah disempurnakan. Bank memperhitungkan dampak GCG perusahaan pada kinerja GCG bank dengan mempertimbangkan signifikan dan materialitas perusahaan anak dan atau signifikasi kelemahan GCG perusahaan anak. Good Corporate Governance (GCG) dibutuhkan dalam rangka meminimalisir kesalahan antar hubungan yang terjalin dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap perusahaan dalam upaya mencapai tujuan perusahaan. Tujuan dan manfaat penerapan prinsip-prinsi Good Corporate Governance (GCG) secara garis besar untuk menjaga going concern perusahaan, meningkatkan efektivitas dan efisiensi kinerja perusahaan, serta memaksimalkan sumber daya yang dimiliki. Prinsip-prinsip utama dari Good Corporate Governance (GCG) yang menjadi indikator, yang telah di rancang oleh The Indonesian Institute of Corporate Governance dan Organization for Economic Cooperation and Development syaitu sebagai berikut.
1.      Transparency (Transparansi)
Prinsip pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparansi atas hal penting bagi kineja perusahaan, kepemilikan, serta pemegang kepentingan. Perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami pemangku kepentingan.
2.      Accountability (Akuntabilitas)
Akuntabilitas menekankan pada pentingnya penciptaan sistem pengawasan yang efektif berdasarkan pembagian kekuasaan antara komisaris, direksi, dan pemegang saham yang meliputi monitoring, evaluasi serta pengendalian terhadap manajemen.
3.      Responsibility (Responsibilitas)
Prinsip ini diwujudkan dengan kesadaran bahwa tanggungjawab merupakan konsekuensi logis dari adanya wewenang, menyadari akan adanya tanggungjawab sosial, menghindari penyalahgunaan wewenang kekuasaan, menjadi profesional, dan menjunjung etika serta memelihara bisnis yang sehat.
4.      Independency (Independen)
Adanya masing-masing organ perusahaan yang tidak saling mendominasi dan tidak dapat dintervensi oleh pihak lain merupakan salah satu bentuk independensi dalam suatu perusahaan.
5.      Fairness (keadilan)
Prinsip perlakuan yang adil bagi seluruh pemegang saham, terutama kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing dari kecurangan dan kesalahan perilaku insider.
c.       Rentabilitas (Earnings)
Earnings (Rentabilitas) yaitu faktor yang digunakan untuk menilai kemampuan bank dalam memperoleh laba. Manfaat dari faktor ini juga untuk menilai tingkat efisiensi kegiatan usaha dan kemampuan memperoleh laba yang dicapai bank. Bank dikatakan sehat jika bank diukur secara rentabilitas yang terus meningkat sesuai standar yang di tetapkan. Penilaian terhadap faktor rentabilitas meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1.      Pencapaian return on asset (ROA)
2.      Pencapaian return on equity (ROE)
3.      Pencapaian NIM (Net Interest Margin)
4.      Tingkat efisiensi
5.      Perkembangan laba operasional
6.      Diversifiksi pendapatan
7.      Penerapan prinsip akuntansi dan pengakuan pendapatan dan biaya
8.      Prospek laba operasional
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor profitabilitas bank antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1.      Return on Assets (ROA)
Return on Assets (ROA) digunakan untuk mengukur seberapa besar laba bersih yang dapat diperoleh dari seluruh aktiva yang dimiliki perusahaan. Semakin besar ROA, semakin besar pula keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Rumus untuk menghitung ROA sebagai berikut.
ROA = Laba Sebelum Pajak X 100% ............................................ (26)
                        Total Aset

2.      Return on Equity (ROE)
Return on Equity (ROE) digunakan untuk mengukur kinerja manajemen bank dalam mengelola modal yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah pajak. Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Rumus untuk menghitung ROA sebagai berikut.
ROE = Laba Setelah Pajak  X 100% ........................................... (27)
                Equity

3.      Beban Operasi terhadap Pendapatan Operasi (BOPO)
Beban Operasi terhadap Pendapatan Operasi (BOPO) digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya Semakin tinggi rasio ini menunjukkan semakin tidak efisien biaya operasional bank. Bank yang dikategorikan sehat memiliki rasio BOPO maksimal antara 94%--96%. Keberhasilan bank didasarkan pada penilaian kuantitatif terhadap rentabilitas bank dapat diukur dengan menggunakan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Rumus untuk menghitung BOPO sebagai berikut.
BOPO =       Beban Operasional      X 100% ................................. (28)
                               Pendapatan Operasional

4.      Net Interest Margin (NIM)
Net interest margin (NIM) mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga. Semakin besar rasio ini maka meningkatnya pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Rumus NIM berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tahun 2004 sebagai berikut.
NIM = Pendapatan Bunga Bersih  X 100%  ................................. (29)
                                   Aktiva Produktif

d.      Permodalan (Capital)
Modal merupakan faktor penting dalam upaya mengembangkan usaha. Suatu perusahaan perbankan dikatakan sehat apabila memiliki permodalan yang kuat. Dengan modal tersebut bank mampu menjelaskan operasionalnya dan menjamin aset-aset yang bermasalah. Penilaian terhadap aspek modal dititikberatkan pada kecukupan dan komposisi modal, proyeksi modal, kemampuan modal menutup aset bermasalah, serta rencana modal untuk ekspansi usaha. Penilaian terhadap faktor permodalan meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1.      Kecukupan modal
2.      Komposisi modal
3.      Proyeksi (trend ke depan) permodalan
4.      Kemampuan modal dalam mengcover aset bermasalah
5.      Kemampuan bank yang bersangkutan memelihara kebutuhan tambahan modal yang berasal dari laba
6.      Rencana permodalan untuk mendukung pertumbuhan usaha, dan
7.      Akses kepada sumber permodalan dan kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan bank yang bersangkutan.
Tingkat kesehatan bank yang ditinjau dari aspek modal dapat dinilai atau diukur dengan beberapa rasio sebagai berikut.
1.      Capital Adequacy Ratio (CAR)
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah kecukupan modal yang menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengukur, mengawasi, dan mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap besarnya modal bank. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia melalui Surat Edaran No. 14/37/DPNP bahwa bank yang dinyatakan termasuk sebagai bank yang sehat harus memiliki Capital Adequacy Ratio (CAR) minimum sebesar 8%. Rasio ini merepresentasikan kemampuan bank menggunakan modalnya sendiri untuk menutup penurunan aktiva yang disebabkan oleh adanya kerugian-kerugian yang timbul atas penggunaan aktiva tersebut. Rumus untuk menghitung Capital Adequacy Ratio (CAR) sebagai berikut.
CAR = Modal X 100% .................................................................... (30)
               ATMR
           
2.      Debt to Equity Ratio (DER)
Rasio ini menunjukkan hubungan antara jumlah utang yang diberikan oleh para kreditur dengan jumlah modal sendiri yang diberikan oleh pemilik perusahaan. Debt to equity ratio digunakan sebagai ukuran yang dipakai dalam menganalisis laporan keuangan untuk memperlihatkan besarnya jaminan yang tersedia untuk kreditor. Tingkat risiko perusahaan dapat tercermin dari debt to equity ratio yang menunjukkan seberapa besar modal sendiri yang dimiliki oleh perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban perusahaan. Rumus untuk menghitung Debt to Equity Ratio (DER) sebagai berikut.
DER = Total Utang   X 100% ......................................................... (31)
              Total Ekuitas

3.      Debt to Asset Ratio (DAR)
Rasio ini mengukur seberapa besar aktiva perusahaan yang dibiayai oleh kreditur. Investor tidak hanya berharap laba, namun memperhitungkan tingkat pendapatan yang akan diterima perusahaan. Tingkatan pendapatan perusahaan dapat memengaruhi tinggi rendahnya permintaan akan saham, hal tersebut juga akan memengaruhi nilai perusahaan. Rumus untuk menghitung Debt to Asset Ratio (DAR) sebagai berikut.
DAR = Total Utang   X 100% ......................................................... (32)
              Total Aktiva

4.      Long term Debt to Equity Ratio (LDER)
Rasio ini mengukur besar kecilnya penggunaan utang jangka panjang dibandingkan dengan modal sendiri perusahaan. Tujuannya untuk mengukur beberapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang dengan cara membandingkan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri yang disediakan oleh perusahaan. Rumus untuk menghitung Long term Debt to Equity Ratio (LDER) sebagai berikut.
LDER = Utang Jangka Panjang   X 100% ................................... (33)
                 Total Ekuitas

5.      Long term Debt to Asset Ratio (LDAR)
Rasio ini membandingkan utang jangka panjang perusahaan dengan total aktiva. Ratio ini menggambarkan berapa proporsi utang jangka panjang yang digunakan perusahaan untuk menunjukkan investasi-investasi aktiva atau aset perusahaan. Rumus untuk menghitung Long term Debt to Asset Ratio (LDAR) sebagai berikut.
LDAR = Utang Jangka Panjang   X 100% ................................... (34)
                        Total Aset

STUDI KASUS
Perbedaan CAMELS dan RGEC
Penyempurnaan penilaian kesehatan bank dilatarbelakangi oleh Perubahan kompleksitas usaha dan profil risiko, penerapan pengawasan secara konsolidasi, serta perubahan pendekatan penilaian kondisi bank yang diterapkan secara internasional memengaruhi pendekatan penilaian tingkat kesehatan bank. Secara substantif memang ada beberapa perubahan faktor-faktor penilaian, namun dari sisi prinsip dan proses perhitungan tingkat kesehatan, PBI Nomor 13/1/PBI/2011 tersebut tidak jauh berbeda dengan PBI Nomor 6/10/PBI/2004. Jika dibandingkan dengan sistem penilaian kesehatan sebelumnya yaitu dengan metoda CAMELS (capital, asset quality, management, earning, liquidity, sensitivity to market risk) sistem yang berakhir pada tahun 2011 ini memang lebih komprehensif, atau bisa diartikan lebih banyak komponen atau rasio-rasio yang dinilainya. Perubahan aktivitas perbankan beberapa tahun terakhir yang membuat para pemilik perbankan harus menerapkan manajemen risiko dan good corporate governance dalam setiap aktivitasnya supaya suatu saat bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dapat dideteksi sejak dini sehingga tidak menimbulkan dampak yang lebih besar. Oleh karena itu, Bank Indonesia menyempurnakan metode penilaian kesehatan dari CAMELS (capital, asset quality, management, earning, liquidity, sensitivity to market risk) menjadi RGEC (Risk Profile, Good Corporate Government, Earning, dan Capital).
Dalam penilaian CAMELS keterkaitan antara faktor-faktor didalamnya belum terhubung sehingga belum memberikan gambaran yang utuh tentang bagaimana bank dikelola. Selain itu, penilaian kesehatan menggunakan metode CAMELS hanya terfokus pada pencapaian laba dan pertumbuhan. Sedangkan parameter penilaian dengan metode RGEC mencakup sisi upside dan downside yaitu sisi update bisnis pencapaian laba dan pertumbuhan serta sisi downside penilaian terhadap risiko yang akan muncul baik sekarang maupun jangka panjang. Penilaian dengan metode RGEC ditentukan dari self assessment setiap bank, sehingga metode RGEC ini menjadi solusi penilaian kesehatan bank yang lebih komprehensif.  
a.       Capital CAMELS vs Capital RGEC
Untuk perhitungan CAR baik untuk CAMELS maupun RGEC menggunakan rumus yang sama. Tetapi yang membedakan adalah terletak pada perhitungan ATMR (aktiva tertimbang menurut risiko pada CAMELS, yang masih menggunakan regulasi Basel I, hanya memperhitungkan ATMR dengan menggunakan risiko kredit dan risiko pasar saja. Sedangkan untuk perhitungan ATMR pada RGEC, dimana regulasi Basel II sudah digunakan, selain menggunakan risiko kredit dan risiko pasar, maka ditambah dengan menggunakan risiko operasional.
b.      Asset Quality + Liquidity + Sensitifity to Market Risk = Risk Profile
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/24/PBI/2011, risk profile yang wajib dinilai terdiri dari risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, risiko likuiditas, risiko hukum, risiko stratejik, risko kepatuhan, dan risiko reputasi. Dalam penilaian CAMELS, jika hasil peringkat suatu bank pada parameter atau indikator pada asset quality, liquidity, dan sensitifity to market risk buruk, maka dapat diprediksi bahwa bank tersebut akan mengalami kebangkrutan. Tetapi dalam penilaian RGEC, jika hasil peringkat suatu bank pada parameter atau indikator pada risk profile buruk, maka bank tersebut belum dapat diprediksi akan mengalami kebangkrutan selama parameter penanganan risiko bank itu sangat baik sehingga dapat mencegah atau meminimalisasi akan terjadinya kebangkrutan.
1.      Kredit Asset Quality vs Kredit Risk Profile
Seperti halnya perbedaan capital seperti penjelasan diatas, maka penilaian kredit pada asset quality dan risk profile pun mengalami perbedaan yang terkait dengan adanya perubahan regulasi juga yaitu adanya revisi PSAK No.50 dan No.55 pada tahun 2006 tentang Instrumen Keuangan. Adanya revisi tersebut mengakibatkan adanya perubahan padanan PPAP menjadi CKPN. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa sebenarnya PPAP sejenis dengan CKPN karena sama-sama merupakan pencadangan pada kredit. Yang membedakan adalah perlakuannya, dimana pencadangan kredit pada PPAP didasarkan pada ketentuan kolektibilitasnya sedangkan untuk pecadangan kredit pada CKPN didasarkan pada data kerugian kredit yang telah terjadi.
2.      Liquidity CAMELS vs Liquidity Risk Profile
Parameter atau indikator yang digunakan untuk memperhitungkan antara liquidity CAMELS dengan liquidity risk profile sebagian besar memiliki persamaan. Yang membedakan adalah bahwa pada parameter liquidity CAMELS terdapat perhitungan rasio LDR (Loan Deposits Ratio) sedangkan pada parameter liquidity risk profile tidak terdapat adanya perhitungan rasio tersebut.
3.      Market Risk CAMELS vs Market Risk Profile
Perbedaan yang signifikan antara market risk CAMELS dengan market risk profile adalah adanya parameter atau indikator strategi dan kebijakan bisnis setiap masing-masing bank pada penilaian pada market risk profile. Sedangkan untuk market risk CAMELS lebih terfokus pada penerapan sistem manajemen risiko pasar.
c.       Management CAMELS vs Good Corporate Governance RGEC
Pada management CAMELS, selain menggunakan parameter atau indikator good corporate governance pada manajemen umum, digunakan pula penerapan sistem manajemen risikonya serta kepatuhan bank terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, dimana pada komponen RGEC, kepatuhan tersebut terdapat dalam penjelasan mengenai risiko kepatuhan pada risk profile.
d.      Earnings CAMELS vs Earnings RGEC
Pada earnings CAMELS, terdapat parameter atau indikator perhitungan BOPO (beban operasional dibagi dengan pendapatan operasional), sedangkan earnings RGEC tidak ada perhitungan BOPO. Sebagai gantinya, pada earnings RGEC terdapat parameter atau indikator beban operasional dibagi dengan total aset dan pendapatan operasional yang juga dibagi dengan total aset.
Metode RGEC dibanding dengan metode CAMELS maka lebih baik metode RGEC karena dilihat dari penggunan komponen-komponen nya jika RGEC sudah menggunakan aspek terbaru seperti pada aspek untuk perhitungan ATMR pada capital metode RGEC sudah menggunakan Basel II, selain menggunakan risiko kredit dan risiko pasar, maka ditambah dengan menggunakan risiko operasional. Sedangkan pada metode CAMELS masih menggunakan Basel I.

REFERENSI
Peraturan Bank Indonesia No.6/10/PBI/2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum
Peraturam Bank Indonesia No.9/1/PBI/2007 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah
Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP.
Surat Edaran BI Nomor 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum
Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011

Tidak ada komentar: