Rabu, 18 Maret 2020

Temu Jaringan EJEF (TJE) 2020


Temu Jaringan EJEF (TJE) 2020
Hari 1, 17 Januari 2020
Pembukaan
1.       Tari Selamat Datang: Budaya Bambu Sumber Mujur.
2.       Indonesia Rata.
3.       Doa Pembukaan.
4.       Laporan Ketua Panitia (Aan Malang Travelista).
5.       Sambutan Kepala Desa Sumber Mujur (Bp. Syafi’i)
6.       Sambutan Bupati Lumajang (Cak Thoriq)
7.       Pemukulan Kentongan
Laporan Ketua Panitia:
Pertemuan Jaringan ketiga sekaligus merayakan Ulang Tahun EJEF yang ke 10.  Bukan hanya sekadar bertemu tetapi saling belajat antar pelaku ekowisata.  Juga ada pembelajaran dari beberapa pemateri yang berasal dari berbagai latar belakang:  (1) Prof. Dr. Lukman (Guu Besar Universitas Brawijaya dan Pembina EJEF), (2) Trisno (Pembina EJEF), (3) Ary S. S. (Ketua Indecon), (4) Pietra Widiadi (DIAL Fondation), (5) Julianti Siregar (KSDAE – KLHK), dan Thoriq (Bupati Lumajang).  Kerjasama dan kerjabersama multi pihak dengan prinsip pentahelix (A: Akademisi – B: Birokrasi – C: Komunitas – D: Lembaga Non Pemerintah – E: Pengusaha) dan berkelanjutan (sustainable).
Berjalan dengan baik berkat dukungan Pemerintah Desa Sumber Mujur dan Pemerintah Kabupaten Lumajang.  Peserta terdiri dari 122 orang dari berbagai komunitas baik pengelolah destinasi, pemandu pariwisata, pemerintah, pengamat, akademisi, lembaga non pemerintah, dan berbagai komunitas lain.  Peserta Temu Jaringan bukan hanya datang dari Jawa Timur saja tetapi juga ada peserta dari Bangka Belitung, Banten, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur, dan DKI Jakarta.
Kegiatan dalam pertemuan ini:
1.       Hari pertama: Diskusi Panel dengan tema arah pengembangan pariwisata, tata kelola, dan berbagai isu terkini lainnya yang akan disampaikan oleh para Pemateri atau Narasumber.  Dilanjutakan dengan perkenalan antar komunitas sebagai bagian dari jaringan EJEF.  Disertai dengan penyerahan Penghargaan untuk mengenang salah satu tokoh ekowisata di Jawa Timur sekaligus Penggagas Wisata Alam Hutan Bambu Sumber Mujur, Bapak Heri Gunawan.
2.       Hari kedua: berbagi pengalaman dan kisah sukses (best practices) dari beberapa pelaku ekowisata dan informasi tentang peluang baru dalam pengelolaan kawasan dari berbagai organisasi dan asosiasi pengelolah minat khusus.
3.       Hari ketiga: menikmati keindahan matahari terbit dari Gunung Sawur, belajar tentang informasi erupsi gunung, menikmati desa, dan makan pagi di Bengkel Bambu dan bedeng pembibitan milik Pokdarwis Sabuk Semeru.


Sambutan Kepala Desa Sumber Mujur
Telah menjadi Kepada Desa selama 21 tahun, sejak tahun 1998.  Menjadikan Hutan Bambu sebagai ikon pariwisata.  Dilakukan dengan membentuk Pokdadwis Sabuj Semeru sejak 2,5 tahun yang lalu.  Langkah awal dilakukan dengan melakukan pembenahan fasilitas.  Selanjutnya, banyak mendapat masukan dari Pak Tris selaku Pembina EJEF.  Produk yang dihasilkan bukan hanya kerindangan hutan bambu tetapi juga mata air dengan debit 800 m3/detik serta produk kerajinan dari bambu seperti gelas dan mangkok dari bambu serta beras organik dengan merek Lereng Semeru.  Prestasi yang telah didapatkan adalah Kalpataru atas nama Almarhum Pak Heri Gunawan.  Piagam Penghargaan dari Bupati Lumajang untuk Pak Heri Gunawan dan Pak Bagong sebagai Perintis Hutan Bambu.  Serta kesempatan untuk studi banding ke China pada 27 Januari 2020 nanti dari Bupati Lumajang.    
Sambutan Bupati Lumajang
Ada souvenir berupa kaos bertuliskan “Lumajang Eksotik” sebagai wujud kerja sama dengan Bank Jatim.  Kabupaten Lumajang akan terus membangun potensi daerahnya, khususnya pariwisata dan pertanian.  Lumajang tidak memiliki potensi industri dan perdagangan tetapi Lumajang sangat besar potensi pertanian dan paririsatanya.  
Tumpak Sewu yang disebut juga sebagai Niagara di Indonesia.  Memiliki pemandangan air terjun yang sangat cantik, walau secara kewilayan air terjunnya berada di Kabupaten Malang (Coban Sewu).  Tiap akhir pekan dikungjungi 1.100—1.200 wisatawan.
Gunung Semeru dengan Desa Ranu Pani (2.700 mdpl) yang dijuliki sebagai desa tertinggi di Indonesia.  Keseharian hidup dengan Budaya Tengger yang masih terjaga keasliannya sampai hari ini.  Memiliki potensi alam Ranu Pani dan Ranu Regulo, akan di benahi dan ditambahi dengan camping ground yang diperuntukkan bagi wisatawan minat khusus.  Sedangkan untuk seluruh TNBTS, Kabupaten Lumajang mendapatkan 17 titik Zona Pemanfaatan.
Hutan Bambu Desa Sumber Mujur akan terus dikembangkan sehingga menjadi destinasi unggulan.  Demikian pula dengan Kebun Teh Kertowono.  Nantinya, satu destinasi dengan destinasi lain dihubungkan sehingga terjadi interkoneksi antar destinasi wisata dan antar wilayah di Kabupaten Lumajang.
Akan dilakukan pemetaan kawasan seputar Semeru secara komprehensif sehingga dapat diketahui potensi alam dan sosial di Kabupaten Lumajang.  Saat ini telah diperintahkan kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup untuk melakukan penghutanan kembali .  Telah dipersiapkan 9.000 bibit Cemara Gunung untuk menghutankan kembali Jalur Semeru melalui Lumajang.
Telah pula mendapat persetujuan dari Presiden melalui Perpres 80/2-18 berupa Jalan Tol Probolinggo – Lumajang untuk mempermudah akses ekonomi, juga wisatawan.  Telah pula akan ada pembangunan Hotel Bintang 3+.
Priotitas pembangunan ekonomi selain sektor pertanian juga menyasar sektor UMKM.  Pertanian organik di Kecamatan Jatiroto telah mencapi luasan kurang lebih 50 hektar dan akan dikembangkan untuk mencapai 100 hektar.  Selain itu, pengembangan produk-produk olahan hasil pertanian akan dibantu oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lumajang.  Saat ini, petani dan produsen produk olahan hasil pertanian diminta berfokus pada produksi saja, sedangkan pengemasan dan pemasaran akan ditangani oleh Pemerintah Daerah melalui Dinas Perdagangan.
Produk Beras Organik dari Desa Sumber Mujur masih dijual terlalu murah, karena masalah pengemasan dan pemasaran yang belum bagus.  Oleh Pemerintah Daearh akan diintervensi untuk pengemasan dan pemasaran.  Sehingga, petani hanya perlu berfokus pada sisi produksi saja, sedangkan pasca panen baik mulai dari pengemasan sampai pemasaran akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lumajang.  Sehingga, diharapkan terjadi sinergitas yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pembukaan: Pemukulan Kentongan oleh Bupati Lumajang

Diskusi Panel  
Moderator: Agus Wiyono (Koordinator EJEF)
Pemateri/Narasumber:
1.       Cak Thoriq (Bupati Lumajang)
2.       Ary S. Suhandi (Koordinator INDECON)
3.       Pietra Widiadi (DIAL Foundation)
4.       Trisno (Pembina EJEF)
5.       Julianty Siregar (KSDAE – KLHK)
6.       Prof. Dr. Lukman (Pembina EJEF)
Potensi Pariwisata di Lumajang (Cak Thoriq)
Moderator: Lumajang Eksotik merupakan branding baru. Fokus pengembangan Lumakang adalah destinasi wisata dan pertanian, bukan industri dan perdagangan.  Bagaimana mengembangkan pertanian dan pariwisata?
Potensi pariwisata dan pertanian besar di Kabupaten Lumajang.  Contoh: Air Terjun Tumpak Sewu.  Setelah menikmati pemandangan di Tumpak Sewu apa yang akan dilakukan wisatwan?  Salah satu yang bisa ditawarkan adalah aktivitas keseharian seperti tandur pari.  Budaya kehidupan keseharian petani bisa dijadikan atraksi pariwisata.
Telah disiapkan anggran untuk pengembangan pariwisata sebesar 100 milyar rupiah.  Salah satunya adalah pendanaan untuk revitalisasi Ranu Pani.
Pengembangan kawasan Ranu Pani dikerjasamakan dengan Kementerian Desa  untuk pembangunan infra struktur.  Sedangkan penggerukan Ranu Pani dikerjasamakan dengan Kementerian BUMN.  Penggerukan Ranu Pani harus dilakukan untuk mengembalikan Ranu Pani menjadi 8 hektar dan kedalaman 25 meter.  Saat ini luas Ranu Pani menyusut hanya menyisakan 4 hektar saja.  Dibantu oleh Bank BRI yang akan menyediakan dana sebersar 7,5 milyar rupiah.  Juga dilakukan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
Masalah kemacetan di Kecamatan Klakah dan Ranuyoso hanya bisa diatasi dengan pelebaran jalan.  Tetapi, pada Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrengbang) Provinsi  diajukan pembangunan Jalan Tol.  Ternyata disetujui oleh Presiden dan sudah dikeluarkan Perpres untuk pembangunan Jalan Tol Probolinggo – Lumajang dengan anggran sebesar 4,7 trilyun.  Salah satu masalah, yaitu konektivitas dapat segera diatasi.
Isu Strategis: Kesiapan Pemerintah Daerah dan Sumber Daya Manusia untuk  Pariwisata Berjelanjutan (Sustainable Tourism) (Ary S. Suhandi – INDECON dan Wakil Ketua ASEAN Ecotourism Forum)
Moderator: Apa yang dimaksud dengan pariwisata berkelanlutan? Bagaimana kesiapan SDM untuk menanggapi isu pariwisata berkelanjutan?
INDECON berdiri sejak tahun 1995 (saat ini berumur 25 tahun).  Hasil dengan pendapat dengan Bupati Lumajang menghasilkan kesepakatan bahwa Temu Jaringan Indecon (TJI) 2020 yang akan diselenggarakan pada Bulan September 2020 akan diselenggarakan di Kabupaten Lumajang, tepatnya di Kawasan TNBTS.
Saat ini, kunjugan wisatawan terbanyak ke Indonesa adalah dari China.  Dengan destinasi favorit adalah Bali dan Manado.  Sehingga, kesiapan pemandu bekemampuan Bahasa Tionghoa menjadi keharusan.
Ekowisata bukan hanya berorientasi pada uang dan jumlah kunjungan saja.  Tetapi juga harus memperhitungkan mengenai daya dukung lingkungan dan dampak dari aktivitas pariwisata.
Aktivitas pariwisata di Gunung Bromo (TNBTS) sudah terlalu padat, sehingga pengembangan pariwisata di Kabupaten Lumajang perlu memikirkan alternatif lain.  Tetapi, hasil pemikiran dari Pemerintah Kabupaten Lumajang cukup cerdas karena akan mengembangkan pariwisata berbasis alam dan pertanian.
Ekowisata harus menerapkan prinsip keseimbangan atara ekonomi dan ekologi.  Sehingga, bukan saha pembangunan ekonomi tetapi juga pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.  Ekowisata harus bisa memberikan nilai tambah pada masyarakat dan alam.  Sudah direncanakan dan dikerjakan oleh Pemerintah Kabupaten Lumajang.  Pengembangan nilai tambah produk pariwisata melalui home stay, kuliner, dan sinergitas dengan indutri pariwisata (transportasi, jasam dan lain-lain) harus semakin ditingkatkan.
Hutan Bambu Sumber Mujur bisa naik kelas dan menjadi destinasi senilai USD 5.000 atau sekitar 75 juta rupiah.  Caranya dengan dilakukan zonasi dan pengayaan aktivitas lain seperti galeri lukis dan fotografi.
Isu strategis yang harus diperhatikan adalah sistem tata kelola.  Harus melakukan perubahan paradigma (midset) dari para pelaku dan pemangku kepentingan pariwisata: 
1)      Pariwisata harus berbasis komunitas (community based tourism).
2)      Pariwisata berbasis konservasi alam.
3)      Peningkatan kapasitas interpertasi. 
Kemampuan untuk berkata cukup dan memberikan kembali ke alam dan mengelolanya secara bijak adalah kunci dari pariwisata berkelanjutan.  Pariwisata berkelanjutan merupakan sinergi antara ekowisata + wisata alam + berbasis masyarakat.
Mengelolah Wisata Desa yang Ideal (Pietra Widiadi – DIAL Foundation)
Moderator: Prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan adalah: (1) segementasi calon wisatawan; (2) peningkatan kualias layanan; (3) keseimbangan antara ekonomi dan ekologi; 4) tripple bottom line (people and planet before profit) + manajemen.  Bagaimana menghadapi latah wisata? Karena desa dipaksa untuk memiliki destinasi wisata. Bagaimana membangun wisata desa yang ideal?
Tahun 2000, Hutan Bambu Desa Sumber Mujur berhasil mendapatkan Kalpataru.  Aktivitas konservasi pastinya telah dilakukan 10 atau bahkan 20 tahun sebelumnya.  Sehingga, Desa Sumber Mujur pada saat ini bisa dikatakan sebagai Desa Lestari.  Bagaimana bila tereksplotasi?  Pasti biaya rehabilitasinya akan lebih besar ketimbang biaya akibat kerusakannya.  Sehingga, untuk menjaga kelestatiannya harus ada alokasi biaya perawatan atau biaya konservasi.
Dengan menggunakan pendekatan Pendekatan Penghidupan Lestari (PPL) atau Sustainable Livelihood Approach (SLA) dapat dilakukan perencanaan untuk menjaga desa tetap lestari.  Sebagai contoh: Desa Uluwatu dalam setahun memperoleh Pendapatan Asli Desa (PAD) sebesar 34 milyar rupiah.  Bagaimana mereka menjaga kelestarian penghidupannya?  Dengan menerapkan batasan atau berkata cukup untuk melakukan rehabilitasi.
PPL atau SLA merupakan pendekatan untuk merubah potensi menjadi aset melalui penyusunan rencana strategis, untuk desa menggunakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) sebagai alat perencanaan.  Dengan menggunakan pendekaan analisis 5 modal/aset (analisis pengagonal) sebagai dasar penyusunan perencanaan.  Potensi adalah segala sesuatu yang ada di depan mata, belum kita miliki dan belum bisa kita kelola tetapi berpotensi atau kemungkinan bisa kita miliki dan kelola.  Sedangkan Aset adalah segala sesuau yang sudah kita miliki dan bisa kita kelola untuk memberikan nilai manfaat.
5 aset/modal à  standar praktik à ekonomi hijau & biru à sejahtera
Aktor atau pemangku kepentingan dalam PPL terdiri dari Pemerintah (Sektor Publik) + Masyarakat Sipil yang Terogranisir + Pelaku Usaha (Sektor Usaha).  Sedangkan prinsip yang dianut adalah 1) Partisipatif atau Berperan Akfit; 2) Tata Kelola yang Baik (good governance) yang terdiri dari: (1) keterbukaan (transparansi), (2) bertanggung jawab (responsibilias), (3) bertanggung gugat (akuntabilistas), dan lain-lainnya.
Desa bersifat otonomi, berhak untuk mengatur dan mengelola dirinya sendiri.  Hak otonomi desa dijamin oleh Undang-Undang Nomor 6/2014 tentang Undang-Undang Desa serta Pemendagri 114/2014 yang telah diganti dengan Permendagri  20/2018 tentang Pedoman Pembangunan Desa.  Aset Desa dipergunakan untuk menyusun profil desa dan perencanaan pembangunan di desa.


Pembelajaran Baik dari Wisata Desa: Tata Kelola (Good Governance) Destinasi Wisata Desa yang Baik (Trisno – Penasehat EJEF)
Moderator: Ada banyak desa yang berhasil membangun dengan pariwisata.  Walau banyak pula yang gagal dalam membangun desa melalui pariwisata.  Kunci keberhasilannya adalah tata keloa (good governance).  Apa itu tata kelola? Bagaimana menerapkannya supaya berhasil?
TNBTS merupakan deliniasi dari 10 Destinasi Prioritas Nasional sebagai Bali Baru.  Besaran anggaran pariwisata naik 6 kali lipat dengan target kunjungan wisatawan manca negara sebanyak 20 juta orang.  Di Indonesia, kawasan atau destinasi dikelompokkan menjadi 50 Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) yang terbagi menjadi 88 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) dan terbagi lagi menjadi 222 Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional (KPPN).
Strategi Pengembangan Destinasi Wisata:
Perwilayahan
Atraksi Wisata
Aksestabilitas
Amenitas
Masyarakat
Investasi







Portofolio produk pariwisata







Alam
Budaya
Buatan






Outcome & Impact (Hasil & Dampak)
1.       Jumlah Wisatawan
2.       Jumlah Devisa
3.       Jumlah Pengeluaran
4.       Pendapatan Domestik Bruto

Kebijakan dan Masyarakat:
Prinsip tata kelola: Satu destinasi sattu manajemen (one destination one management).
Pemangku kepentinga: Pendekatan 5 pemangku (pentahelix approah).
Invetasi:
1)      Mampu menggerakkan potensi ekonomi masyarakat, khususnya sektor UMKM.
2)      Singergitas antar pemangku kepentingan.
3)      Tata kelola kelembangaan yang baik.
Tata Kelola: Komunikasi dan Kerjasama Multipihak (Julianti Siregar – PSDAE KLHK)
Moderator: Tata kelola yang baik harus berdasar komunikasi dan kerjasama multipihak.  Apa yang harus dikerjakan bagi pelaku ekowisata di dalam kawasan konersvasi?
Pariwisata Berbasis Masyarakat (Community Based Tourism - CBT) di zona pemanfaatan wajib mendukung dan terlibat aktif dalam aktivitas konservasi.  Aktivitas Konservasi: perlindungan + pengawetan + pemanfaatan.  Harus memberi manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar, khususnya komunitas yang tinggal di dalam Taman Nasional.  Baik Desa Penyanggah maupun Desa Enclave.
Apalagi Ekowisata Berbasis Masyarakat (Community Based Ecotourism - CBET) termasuk wisaata minat khusus.  Harus lebih memperhatikan pelayanan dan edukasi yang bisa diberikan oleh masyarakat desa sendiri.  Sehingga, pemberdayaan masyarakat berdasar potensi desa setempat wajib dilakukan.  Seain itu, CBET harus menjamin kelestarian alam sehingga memberi dampak pada perlindungan dan pengawetan keanekaragaman hayati.
Konsep dan Prinsip CBT dan CBET (Prof. Dr. Lukman – Pembina EJEF)
Moderator: CBT dan CBET harus berpegang pada nilai dan konsep “manusia dan alam sebelum keuntungan”, berarti pemberdayaan pada masyarakat adalah salah satu kuncinya.  Bagaimana pemberdayaan dilakukan? Bagaimana proses pendampingan dikerjakan?
Ekologi dan pariwisata sebagai aktivitas ekonomi dapat dilakukan sejalan dan seiring.  Pinsip-prinsip dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals SDGs) yang menjadi pegangan pelaksanaan pembangunan seluruh dunia untuk tahun 2015—2050 menjadi rerangka dasar.  Prinsip Pembangunan yang mengedepankan (1) pemberdayaan masyarakat, (2) kelestarian alam, dan (3) kesejahteraan ekonomi (triple bottom line) menjadi dasar utama. Tujuan akhir yang ingin didapat adalah melakukan pemberdayaan masyarakat dan mencegah kerusakan alam sebagai sumber peghidupan.
Peran akademisi adalah melakukan edukasi mengenai pemahaman yang benar tentang ekologi dan ekosistem.  Karena ketidak seimbangan ekosistem akan berakibat pada terancamnya kelestarian alam dan keberlanjutan penghidupan.
Sebagai contoh: Hutan Bambu Sumber Mujur.  Mengapa tidak diperkaya keaneka ragaman jenisnya? Padahal di Indonesia ada 158 jenis, khusus di Jawa ada kurang lebih 50 jenis, sedangkan di Hutan Bambu Sumber Mujur hanya ada 18 jenis bambu saja.  Kawasan rehabilitasi sebaiknya dilakukan pengayaan jenis tanaman.  Khusus untuk kawasan konservasi sebaiknya tidak dilakukan intoduksi.
Harus juga dikehui siklus hidup keaneka ragaman hayatu setempat untuk menjaga keberlanjutan dan kelestariannya.  Khusus untuk bambu ada masa berbunga dengan siklus 20—50 tahun sekali yang berakibat pada kematian serentak bambu dalam satu rimbunan.  Dikenal dengan istilah blosoom.  Sebagai langkah pencegahan harus dilakukan peremajaan dan pengayaan.  Belajar untuk menjaga kelestarian ekosistem bisa dilakukan dengan pada akademisi sebagai sumber referensi.
Simpulan Moderator
Interpertasi adalah kunci untuk melakukan edukasi pada wisatawan dan memberi nilai tambah pada atraksi pariwisata.  Ekowisata adalah bisnis, sehingga harus ada pertimbangan ekonomi.  Tetapi, ekonomi bukan tujuan awal.  Karena tujuan awalnya adalah melestarikan alam dan permberdayaan masyarakat yang terpenting.  Manfaat ekonomi adalah bonus.



Sesi Berbagi Antar Komunitas dan Jaringan EJEF
Ice Breaking: Duduk senang, berjalan senang. Mencari teman baru.
Moderator: Suparno
1.       Kampung Blekok – Situbondo (Pak Kholid)
Potensi wisata: Burung Blekok, Mangrive, dan Produksi Souvenir untuk Bali, Blitar, dan lain-lainnya.
2.       Bojonegoro (Bu .....)
1)      BUMDes Jambu Kristal
2)      Kampung Bengawan Pokdarwis Desa Padang.  Ingin belajar untuk menjadi Desa Wisata.
3.       Ngadas (Pak Timbul)
Desa Adat Ngadas (Dei Adas).  Desa Tengger di Kabupaten Malang.
Potensi wisata: Adat Pertanian di ketinggian lereng gunung,  Budaya cara berpakaian seperti udheng, toleransi tinggi.  Kunjungan mencapai 270 group (minimal 10 orang) wisatawan manca negara pertahun.  Ada kontrak kerja dengan Adventure Tour dari Kanada.
4.       Pantai Serang – Blitar (Mas Dwi Handoko)
Kurang lebih 40 km ke arah selatan dari Kota Blitar.  Kawasan Wisata dikelola oleh Pokdarwis Wisata Pantai. Prodik Wisata: Wisata alam yang terdiri dari Wisata Pantai dan Konvervasi Penyu (3 spesies) dan teringegrasi dengan adat dan budaya. Dikuatkan dengan Festival: Serang Culture sebagi kegiatan tahunan, tahun ini merupakan kegiatan tahun kelima.  Fasilitas: terminal untuk bis wisata besar. Prestasi: Penghargaan dari Jawapos Award untuk wilayah Blitar Raya.
5.       Desa Wisata Beras Organik Bondowoso (Pak Baidowi)
Produk wisata: proses pertanian organik dari pola tanam sampai pasca panen.  Produk beras telah tersertifikasi dan bahkan ISO.  Terdiri dari 6 pokja, setiap pokja hanya melayani 10 orang sehingga maksimum tamu adalah 60 orang saja.
6.       Toyo Aji Bojonegoro (Mas Joko)
Terletak di Desa Wedi, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro dengan luas kawasan kelola 5 hektar.  Produk wisata: pemberdayaan pada masyarakat.  
7.       CMC3W dan Pesisir Selatan (Pak Saptoyo)
Produk wisata: Konservasi bakau atau mangrove dan wisata yang bertanggung jawab.
8.       Tour & Travel Java Gate Away (mBak Dwi)
Mengorganisir wisatawan untuk berwisata di Jawa dan Bali.
9.       Tour Guide Surabaya (mBak Yoni)
10.   Kelompok Kebersihan Lingkungan (KKL)  Ranu Pani (Cak Da’im)
Desa wisata walau hanya dilewati pendaki Semeru.  Tidak punya data pengunjung karena ada di Resort dan TNBTS.  Aktivitas sehari-hari menjadi petani dan menjaga kebersihan lingkungan melalui KKL serta menjadi porter pendaki.  Ingin mengembangkan wisata Ranu Pani yang dikelola oleh masyarakat Ranu Pani sendiri.
11.   Kota Batu (Mas Anwar Doank)
1)      Petani Perkotaan (urban farming) dan Jelajah Kampung (Anwar Doank).
2)      Taman Kelinci di Kawasan Paralayang.
3)      Pemandu Lokal (local guide) (Sri Wahyuni).
4)      Ekonomi Kreatif (Ekraf) dan art spece.
5)      Amazing Bumiaji.
6)      Petik Jambu Kristal.
7)      Sengkutung Bumiaji (9 Desa di Kecamatan Bumiaji).
8)      Batik Ecoprint.
9)      Kampung Wisata Kungkuk (Paket Edukasi UMKM).
12.   Prodi Ilmu Kelautan UB (Ester & Dicky)
Ingin mengembangkan ekowisata bahari.  Membantu di BSTC dan CMC3W untuk konservasi mangrove dan penyu.  Bersama kawan dari Unair mengembagkang school of environment untuk edukasi lingkungan ke anak-anak dan ibu-ibu.
13.   Sidoajo Urban Conservation
1)      Mas B.C. Nusantara
Beraktivitas di Sidoarjo dengan melakukan konservasi di Sungai Buduran.
2)      Mas Agung (Klub Indonesia Hijau Chapter 3 - KIH03)
3)      Joung Java Tour Organizaer
Berkegiatan di Banyuwangi untuk melakukan konservasi dan wisata.
4)      Wisata Air
Tubing dan Rafting telah beroperasi selama 3 tahun dengan 2 tahun awal melakukan pemberdayaan pada masyarakat.  Mengutamakan merawat semangat ketimbang memperoleh profit. Saat ini telah memiliki 15 porahu.
5)      Kader Konsernasi (Mas Boy)
Mengenalkan edukasi konservasi pada anak-anak.
14.   Lumajang
1)      Visit Lumanang.com (Cak Dana)
Media online di Lumajang sebagai media partner untuk aktivitas budaya dan wisata di Lumajang serta memberikan jasa branding.
2)      Bumdes Banjar Baru (Cak Miko).
3)      Asidewi Indonesia Lumajang.
4)      Lumajang Awesome (offroad travel ).
5)      Lutfi Peternak Kambing dan olahan susu Kambing (7 jenis) dari Senduro.
6)      Pokdarwis Sabuk Semeru Hutan Bambu Sumber Mujur. Berdiri sejak Maret 2017. Luas hutan Desa 9 hektar untuk pelestarian mata air. Ditanami 18 jenis bambu dari 63 jenis yang ada di Jawa Timur dan kurang lebih 1.250 jenis di Indonesia.  Debit air 800 liter perdetik sebagian besar untuk mengairi pertanian.  Dikelola dengan prinsip tripple bottom line.
7)      Sekretaris Desa Sumber Mujur sekaligus Sekretaris Pokdarwis.  Total luas Hutan Bambu adalah 14 hektar, air berPh 8.0, dimanfaatkan untuk pertanian 4 desa di bawah Desa Sumber Mujur.  Selain pariwisata juga memproduksi kerajinan berbahan dasar dari bambu yang didapatkan dari warga di luar kawasan konservasi.
8)      Bengkel Bambu (Joko Triono).  Di bawah Pokdarwis yang berfungsi untuk pemberdayaan masyarakat.  Saat ini beranggotakan 69 orang.  Juga melakukan aktivitas pembibitan bambu yang memperkerjakan 12 orang, bertujuan untuk menghijaukan Indonesia dengan bambu.
9)      Gifari (Tempursari).  Mengupayakan konservasi pesisir, TPI Karang Menjangan yang terkena abrasi.  Mantan Ketua Kelompok Pecinta Alam Junggring Salaka UM Malang.
15.   Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI) (Yusak & Mat)
16.   Asosiasi Penelusur Ngarai Indonesia (Fahad)
17.   Kabupaten Bangka Tengah - Provinsi Bangka Belitung (Bang Wira)
Mendapat inspirasi dan undangan dari Pak Saptoyo CMC3W.  Potensi wisata: gunung, pesisir, dan bekas galian tambang.  Bekas galian tambang menjadi tempat pembelajaran kerusakan alam karena manusia tetapi dapat diubah menjadi destinasi wisata juga.
18.   Gunung Arjuno
1)      Forum Komunikasi Pokdarwis Pasuruan: Mengelola wisata alam dan budaya.
2)      Komunitas Cempaka: mengelola edukasi dan konservasi penyelamatan mata air di Prigen.
3)      Yayasan Stapa Center: mengelola 5 desa untuk pengembangan wisata.
19.   Bajulmati Sea Turtle Society (BSTC)
Potensi: konservasi penyu di Desa Gajah Reko dan Tumpak Rejo.  Pendaratan penyu di bulan 3—8 sedangkan penetasan di bulan 5—10.
20.   Badan Sertifikasi Profesi Nasional (BNSP)
21.   Banyu Anjlok Lenggoksono (Mas Mukhlis Bawole)
Pokdarwis Wedi Awu mengelola Banyu Anjlok dan selancar, sebagai pionir selancar di Malang Raya.
22.   Trenggalek (Heru Dwi Susabto)
1)      Anggota Ikatan Alumni Pariwisata Unair dan pengelola Trip Nusa Tour Organizer. Datang untuk belajar ekowisata di EJEF.
2)      Bahrul (GP Ansor ) dan Mujianto (Banser). Aktivitas: fasillitator outbond dan pengelola wisata panjat tebing di Tebing Sepikul dan Tebing Linggo dibawah binaan PC Ansir Trenggalek.  Potensi: Wisata Duren Sari, petik durian masak pohon sepuasnya.
23.   Petik Madu Pasuruan (Bu Anna)
Bekerja di PUPUK dan pernah melakukan pendampingan di Gresi dan saat ini sedang melakukan pendamingan pengelolaan sampah plastik dan konservasi sungai dengan bambu di Kabupaten Badung.
24.   Ecolodge Situbondo (Bunda Rosa)
Aktif di ekowisata sejak 1999 dan mengelola lodge dekat TN Baluran.  Potensi: tamu dari Eropa.
25.   Tanoker Jember (Pak Supo)
Mengelola wisata berbasis permainan anak, yaitu egrang.  Paket wisata Petualangan Kacong –Genduk dan Kolam Lumpur di Ledok Ombo – Jember.
26.   Kreol Javanindo Tour Organizer
Agen travel dan tour organizzer di Malang untuk wisata minat khusus.
27.   Konservasi Mangrove Sampang (Cak Aditya)
Potensi: konservasi mangrove.  Mendapat inspirasi dari Pak Saptoyo CMC3W dan sekaligus ingin belajar tentang ekowisata.

Hari Kedua – Sabtu, 18 Januari 2020
Berbagi Pembelajaran Baik (Lesson Learn): Belajar dari Destinasi Pesisir
Moderator: Eko Agus
Pak Saptoyo (CMC3W – Malang Selatan)
Mengelola kawasan seluas 117 hektar di Desa Tambakrejo.  71 hektar sudah tertanami mangrove dan 10 hektar hutan.  Berdiri sejak 2012 dan memulai aktivtas pariwisata sejak 2014.
Visi: Hidup sejahtera di alam yang lestari.  Prinsip: Kelestarian alam, kesejahteraan masyarakat, dan manfaat ekonomi.  Manajemen organisasi telah tertata dengan kelengkapan legal formal dan aktivitas pengorganisasian.  Bahkan sejak 2018 diajukan sebagai Perhutanan Sosial.
Mekanisme dan alur tamu (visitor management) ditata dengan SOP yang ketat.  Tamu wajib reservasi. Ada batasan kuota kunjungan khusus untuk Kawasan Pantai 3 Warna: 100 orang per 2 jam dan harus didampingi oleh pemandu lokal (safety).  Ada paket tracking VIP.  Sedangkan manajemen kawasan memperhatikan daya dukung lingkungan (carrying capacity).  Juga memberlakuken Etika Pengungjung (code of conduct)  seperti tata tertib pengunjung dan manajemen sampah (zero waste).
Komunikasi dan reservasi hanya menggunakan telfon, WA, dan media sosial.  Belum menggunakan reservasi daring (online reservation) karena alasan kemudahan dan kecepatan untuk reservasi.
Menerapkan prinsip-prinsip Pendekatan Penghidupan Lestari dengan cara pesisiran: (1) Aku sopo? (analisis atau profil diri - PRA); (2) Duweku opo? (analisis potensi dan aset); (3) Isoku nglakoni opo? (perencanaan dan terukur); (4) Aku kudu opo? (analisis masalah dan akar masalah serta menandingkan antara kondisi ideal dan realita); (5) Aku diewangi sopo? (peran pemangku kepentingan).   Mencari solusi bersama.
Pak Kholid (Kampung Blekok – Situbondo)
Berawal dari masalah penanganan sampah.  Kemudian, bekerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Situbondo.
Saat ini, kurang lebih ada 18.000 individu Burung Blekok yang tinggal dan berkembang biak di Desa.  Bahkan ada perawatan untuk anakan Blekok yang jatuh karena angin.
Produk wisata: 1) Atraksi Burung Blekok, 2) Konservasi Mangrove, 3) handy craft  dengan pasar destinasi wisata lain seperti Bali dan Blitar.
Pengoganisasian dilakukan strategi pendekatan kekeluargaan. Dengan prinsip kerja Sapta Pesona.  Hasil yang didapatkan: 1) peningkatan jumlah pengunjung (750—1.000) wisatawan domestik setiap akhir pekan dan 2) peningkatkan pendapatan dan ekonomi masyakarat.  Pemberdayaan kontektual dilakukan oleh EJEF.
Diskusi
1.       Hanif (Sidoarjo)
Untuk Kampung Blekok: ada masalah dengan parkir bis yang mahal.
1)      Berapa lama untuk melakukan penyadaran?
2)      Berapa jumlah personil untuk melakukan aktivitas konservasi dan wisata?
3)      Apa wujud partisipasi masyarakat?

2.       Gifari (Tempursari – Lumajang)
Untuk CMC3W:
Bagaimana cara untuk mengetahui kemampuan dan potensi diri sendiri?
Untuk Kampung Blekok:
Bagaimana proses memperoleh dukungan dari Pemerintah Daerah?
3.       Pak Timbul (Ndagas – Malang)
Untuk CMC3W:
1)      Bagaimana mengatasi konflik dengan Pemerintah Desa?
2)      Bagaimana mengatasi konflik saat aktivitas konservasi sudah memberikan hasil?

4.       Catur (Sidoarjo)
Untuk CMC3W:
Alokasi PS seluas 12 juta hektar tetapi sampai hari ini baru terealiasi 2 juta hektar saja.
1)      Bagaimana perbandingan kondisi antara masa PHBM dengan PS?

5.       Zaenal (Masyarakat Konservasi Lamongan)
Untuk Kampung Blekok:
Pakdarwis baru terbentuk sejak 3 bulan yang lalu.
1)      Bagaimana pengembangan wisata bisa dilakukan?
2)      Bagaimana hubungannya dengan BUMDesa?

6.       Kusroni (Pandeglang – Banten)
Untuk CMC3W:
1)      Bagaimana intergrasi dengan obyek lain? Perlukah peraturan lain?
2)      Bagaimana Draf MoU dengan Desa, Pemerintah Kabupaten, dan Kementerian (KLHK)?
3)      Bagaimana kesepakatan dengan jasa-jasa pendukung lain? Apakah perlu diatur dalam MoU?

Tanggapan
Kampung Blekok:
1.       Miskomunikasi antara takmir masjid dengan pihak-pihak yang iri dan ingin mengambil kesempata telah dapat diselesaikan dengan baik.  Mengambil cara-cara kekeluargaan dan pendekatan personal. Mengambil keputusan untuk mundur sebagai Ketua Takmir untuk mencegah konflik kepentingan dan hanya bertahan sebagai Ketua Pokdarwis.  Menerapkan pelayanan prima bagi pada anggota Pokdarwis untuk melayani wisatawan.
2.       Pemberdayaan masyarakat dilakukan hanya dalam waktu 1 tahun saja.  Melakukan pendekatan pada masyarakat sesuai dengan kelompok dan kepentingannya.  Pengohalan sampah dilakukan dengan cara di daur ulang.  Pada awalnya diawaki oleh 5 orang pendahulu dengan dampingan dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Situbondo.
3.       Memperoleh Dukungan dari Desa dan Dinas Lingkungan Hidup.  Bantuan berupa sarana dan prasarana dari Pemerintah Kabupaten dan Tanah Desa dari Pemerintah Desa.  Pembagian Pendapatan: Desa 20%, Pemkab 45%, dan Pokdarwis 35% dari tiket.  Sedangkan atraksi dan cindera mata langsung dinikmati oleh Pemandu, dan Produsen.
4.       Jalinan kerjasama dengan Pemerintah Desa – Pemerintah Kabupaten – Kementerian.  Pengenaan tiket baru 1 tahun berjalan.  Telah mendapat penghargaan sebagi kawasan wisata terbaik se-Jawa Timur.  Kunci sukses adalah edukasi dan pemberdayaan.  Pendapatan untuk Desa sekaligus menjadi pemasukan untuk BUMDesa yang memperoleh 20% dari tiket wisata.  Dialokasikan 50% untuk pembangunan dan 50% untuk tunjangan Aparat Desa. 

CMC3W:
1.       Menilai potensi diri membutuhkan kepercayaan diri.  Harus percaya diri dahulu baru kemudian bisa menilai dirinya sendiri.  Setia menjalani proses sebaik-baiknya.  Terus belajar dan belajar terus.  Bermodalkan data dan fakta untuk melakukan pendataan dan pemetaan.
2.       Membangun kerjasama kelembagaan antar pemangku kepentingan, khususnya untuk Perhutanan Sosial. Berdasar Undang-Undang 39/2017 dab Perdes 5/2013 yang diganti dengan Perdes 3/2015 serta Perda 1/2018 tentang Pokmaswas Konservasi Perairan.  Bagi hasil sesuai dengan peraturan dan perundangan: Desa mendapat seluruh Pendapatan dari Parkir R4 dan 2% dari tiket, Perhutani 10% sesuai dengan SK Perhutanan Sosial, Pemda Malang 20%, CMC3W 60%.  Tetapi, pendapatan terbesar diperoleh dari atraksi dan produk wisata lainnya.
3.       Masalah yang masih dihadapi adalah homestay dan fasillitas BLU, sedang mendorong BLU untuk ditingkatkan menjadi Hotel.
4.       Produk Hukum untuk PS: Permen 83/2016 tidak mengacu pada tegakkan, tidak berkaitan dengan Perhutani, sulit diterapkan di Jawa sehingga harus menggunakan mekanisme Perjanjian Kerja Sama (PKS). IPHPS mengacu pada Permen 39/2017 yang berdasarkan tegakkan, data pengelolaan kawasan, SK Desa, masuk ke Dirjen PSKL.
5.       MoU dengan Perhutani hanya menerima 10%, walau pengampu kepentingan tetapi mendapat bagian karena prinsip kerja.  Dikuatkan dengan Perdes.  Sedangkan MoU untuk masing-masing kelompok komunitas jasa tidak perlu dilakukan, karena masing-masing komunitas akan mengatut dirinya sendiri, dengan syarat harus memenuhi standar pelayanan bagi wisatawan.
Komentar Panelis
Moderator: Agus Wiyono
Manajemen Pariwisata: 1) Bebasis Pemerintah, 2) Berbasis Swata, 3) Berbasis Masyarakat, 4) Campuran (kerjasama antar pihak).
Prinsip yang harus dikedepankan adalah: triple bottom line + manajemen.  Pelayanan dan Amenitas harus naik kelas.  Menyusun rencana strategi harus berbasis data dan pemetaan.
Panelis: Ary S. Suhadi (Indecon)
Tentang standarisasi, CMC3W telah menerapkan prinsip wisata berkelanjutan.  Tiket hanya pendapat receh, prinsip didahulukan, pendapatan akan mengalir dengan sendirinya.   Contoh sukses adalah Langgeran, dinobatkan sebagai destinasi terbaik se-ASEAN.
Pariwisata berhubungan erat dengan pembangunan infrastruktur.  Perlu sibergitas antara Pemerintah, Masyarakat, Praktisi, Invertor, dan Akademisi (pentahelix).
Prinsip Pariwisata Berkelanjutan:
1.       Manajemen Berkelanjutan
1)      Improvisasi produk terus menerus.
2)      Kualitas tamu yang terus bertumbuh.
3)      Fasilitas yang semakin baik.
Tonggak utama adalah sumber daya manusia.  Proses membangun sumber daya manusia secar terus menerus.  Selama ini pembentukan Pokdarwis sering kali hanya asal pilih, tanpa pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman yang memadai.  Selain itu, sistem tata kelola harus dibangun sejak awal.
2.       Analisis Biaya dan Manfaat (Cost & Benefit Analysis)
Berhitung antara biaya atau sumber daya yang dikeluarkan dengan manfaat yang diterima.  Pariwisata harus tetap menjaga penghidupan yang lestari, karena aktivitas pariwisata memikiki dampak negatif (eksternalitas) kalau tidak dikelola dengan baik.
3.       Naik Kelas
1)      Harus dilakukan uji pasar.  Untuk mencegah pembusukan fasilitas dan meningkatkan kemampuan interpretasi produk wisata (desa). 
2)      Ada proses pembelajaran dan belajar antar generasi sebagai transfer ilmu.
3)      Membangun suasana (ambiance).
4)      Proses naik kelas sebaiknya bertahap tetapi konsisten.
5)      Tamu adalah guru yang terbaik.
Permenpar 14/2016 menegaskan tentang wisata berkelanjutan di Indonesia.  Konservasi dan inovasi menjadi kata kunci, menemukan ide dan inspirasi adalah cara untuk mewujudkannya.  Inovasi harus berbasis nilai tambah dan kearifan lokal.
Meningkatkan kualitas hidup adalah tujuan utama, wisata adalah bonusnya.  Contoh kasus: Pantai Pangandaran.  Mengandalan pariwisata masal (mass tourism).  Menghadapi masalah sampah dari sachet-an.  Pendampingan selama 7 tahun, dengan pendekatan intervensi pasar (pada wisatawan).  Wisatawan adalah guru yang paling baik, karena memberikan masukan yang paling efektif.  Dilakukan pemilahan sampah yang kemudian malah menjadi atraksi wisata.  Selain itu mencari pembanding (benchmark) dan membangun mitra dengan multipihak.
Moderator:
Prinsip ATM (Amati – Tiru – Modifikasi).  Belajar bukan hanya yang baik-baik saja tetapi juga yang buruk, untuk belajar mencegah dan menanggulanginya (mitigasi dan adaptasi).  Selain itu, merupakan bentuk apresiasi dan merapikan ulang pembelajaran.
Berbagi Pembelajaran Baik (Lesson Learn): Belajar dari Destinasi Gunung dan Desa
Moderator: Aan Malang Travelista
Pak Timbul (Desa Wisata Ngadas – Kabupaten Malang)
Ngadas merupakan desa enclave di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).  Bermasalah karena lahan pertanian terbatas.  Tetapi memiliki ritual adat dan budaya, Suku Tengger.  Suku Tengger merupakan suku yang mewarisi adat dan budaya asli dari peninggalan Mojopahit.  Saat ini menjadi produk wisata andalan di Desa Wisata Ngadas (Dewi Adas).
Menerapkan prinsip-prinsip Sapta Pesona yang sudah pula menjadi nilai asli dan asali warga Ngadas.  Salah satunya adalah penggelolaan sampah yang dikerjakan oleh Karang Taruna. Budaya: 1) bahasa, 2) cara berpakaian, 3) tata krama, 4) penanggalan.
Produk wisata: 1) village tour : rumah adat à danyang à makam mBah Sidek (buja krawang Desa Ngadas setelah melihat sumber air dan rumput adas dan menamakan Ngadas Rejo) à Pura à Wihara. 2) Sharing Budaya, 3) Telusur jejak leluhur untuk melestarikan pesan-pesan leluhur (catatan: Pietra ata Pitara = Roh Leluhur)
Catatan Moderator:
1.       Permasalahan tiket di Pos Trisula.
2.       Ada kerjasama dengan tour operator dari Kanada selama 3 tahun terakhir sehingga mendapat tamu dari seluruh dunia dengan kuota lebih dari 1.000 tamu pertahun.   
Pak Baidowi (Desa Wisata Padi Organik di Desa Lombok Kulon– Bondowoso)
Telah melewati proses panjang dan melelahkan, khususnya dengan uji laboratorium.  Akhirnya, bukan hanya sertisikasi dan ISO untuk proses dan padi organiknya tetapi juga menemukan tanda-tanda alam: 1) kehadiran kupu-kupu dan capung berarti kondisi padi bagus dan 2) kehadiran burung seriti sebagai pertanda buruk karena berarti hadirnya hama tanaman.
Telah berjalan kurang lebih 10 tahun dengan prestasi memperoleh sertifikasi dan ISO, walau harus menghadapi audit persemester.  Produk wisata hanya menjual paket proses padi organik dari hulu ke hilir.  Saat ini sedang mengembangkan mina padi dan pelestarian adat istiadat agraris serta kerajinan sebagai cindera mata dam perikanan organik (ikan bersisik yang aktif di siang hari dan ikan tidak bersisik yang aktif di malam hari (nocturnal).
Terdiri dai 6 kelompok kerja (pokja) yang masing-masing hanya melayani 10 tamu (maksimal 60 tamu) perpaket dengan fasilitas home stay & guest house serta 35 sepeda gunung sebagai alat transportasi.   Tidak ada tiket dan hanya menjual paket sehingga kemampuan interpertasi dan penerjemah menjadi sangat penting.  Saat ini penguasaan bahasa asing: Bahasa Inggris, Perancis, dan Tionghoa).
Motto: menjadikan lawan menjadi kawan.
Agus Wibowo (Wisata Alam Hutan Bambu Sumber Mujur – Lumajang)
Hutan bambu seluas 14 hektar dengan sumber mata air yang mengeluarkan 800 liter perdetik dan mengairu 3 kecamatan di sepanjang sungainya.  Melakukan aktivitas konservasi ekologi dan ekosistem yang membawa dampak ekonomi.  Berusaha merupa potensi menjadi aset.
Berdasar Perbup 79/2014 mengenai 1 desa 1 destinasi wisata maka dibentuklah Pokdarwis Sabuk Semeru.  Bekerja dengan merubah kerentanan menjadi potensi dan kemudian menjadikannya sebahai aset.  Sedang pengelolaan berbasis sinergitas multipihak, khususnya dengan pemerintah desa dan kabupaten serta dengan dunia usaha melalui CSR.
Aktivitas Pokdarwis diawali dengan pemetaan SDM dan kawasan dengan berprinsip gupuh, suguh, lan lungguh.  Aktivitas konservasi sudah dilakukan sejak lama, tetapi untuk Pokdarwis memulai kerja sejak tahun 2016 dan dengan dukungan Pemerintah Desa dan kucuran Dana Desa dipersiapkan sebagai destinasi wisata. 
Giat awal konservasi ada sejak 2000—2010 yang dilakukan oleh KSPA dibawa pimmpinan Almarhum Bapak Heri Gunawan.  Sedangkan Pokdarwis yang berawal dari 52 orang anggota bekerja sejak tahun 2016. Kemudian dikomersialkan sebagau destinasi wisata sejak Maret 2017.  Saat ini, pengunjung mencapai 2.000 – 3.000 wisatawan perakhir pekan.
Perencanaan (master plan) disusun berbasis potensi.  Ke depan tidak hanya mengantungkan pendapatan dari tiket saja tetapi berkembang ke paket.  Saat ini sedang dirintis paket beras organik dan kopi, selain pembibitan bambu, kerajinan bambu dan beberapa produk yang telah ada.
Diskusi:
1.       Mas Hanif (Sidoarjo)
Untuk Pak Timbul:
1)      Sumber tentang asal-usul Suku Tengger beragam, menggunakan referensi yang mana?
2)      Bunga Terompet (Kecubung) dan Cemara Gunung ada dengan sendirinya atau ditanam?
Untuk Pak Baidowi:
1)      Bagaimana mengembangkan desa alami bukan buatan artifisial?
2)      Berapa lama wisatatan tinggal dan bagaimana penataan homestay?
Untuk Mas Agus Wibowo:
1)      Bambu adalah kelurga rerumputan, bagaimana edukasi dari berbagai jenis yang ada dan kegunaannya untuk para wisatawan?

2.       Lutfi (Pasuruan)
1)      Bagaimana intergrasi desa wisata ekologis dengan Pemerintah Desa?
2)      Bagaimana caranya menjalin kerjasama dengan tour agent internasional?
3)      Bagaimana dengan adat tertentu yang tidak bisa dipublikasikan?

3.       Yayak ()
1)      Darimana referensi untuk adat dan budaya diperoleh?
2)      Bagaiman proses menghilangkan hama padi?
3)      Bagaimana dengan monitoring dan evaluasi untuk target membuat paket wisata?
4)      Bagaimana mensinergikan antara Pokdarwis dan Pemerintah Desa?
Tanggapan:
1.       Pak Timbul (Dewi Adas)
Sejarah diperoleh dari merujuk cerita-cerita yang turun termurun diceritakan (pitutur).  Sampai saat ini masih percaya sebagai keturunan Majapahit terakhir.  Orang-orang tua memilih tetap tinggal di lingkar Semeru karena sudah hafal isi ajaran-ajaran asli.  Sedangkan anak-anak muda diperintahkan untuk terus berjalan ke Banyuwangi (Blambangan) dan lanjut ke Bali dengan membawa gulungan kitab-kitab ajaran nenek moyang.
Tengger adalah nenek moyang orang-orang Bali.  Di lingkar Semeru sudah ditinggali oleh Suku Tengger yang berasal dari Majapahit jauh sebelum tersingkir.  Semeru disebut sebagai Tanah Mantra atau Tanah Hila-Hila
Budaya yang disampaikan pada tamu adalah budaya asli tanpa dikurangi dan ditambahi.  Sedangkan prosesi adat tetap sesuai dengan tanggal yang telah ditetapkan oleh para tokoh adat.  Bila memang jadwal berbatengan dengan jadwal kegiatan rituan, berarti bonus untuk wisatannya.
Kerjasama dengan tout operator internasional karena fasilitasi dan bantuan dari Indecon dan EJEF.   Tetapi, persiapan menjadi Desa Wisata berbasis Adat dan Budaya sebagai daya tarik atraksi wisata sudah dilakukan jauh-jauh hari.
2.       Pak Baidowi (Bondowoso)
Saat ini ada 15 home stay dengan paker live in kurang lebih 7 hari. Ada 4 Pemandu dengan kemampuan 3 bahasa (Inggris, Perancis, dan Tionghoa).
Bunga juga menjadi pupuk dan pestisida alami.
3.       Agus Wibowo (Sumber Mujur)
Bambu apus adalah penyimpan bambu yang baik dan rebungnya tidak bisa dimakan sehingga paling baik untuk konservasi.
Sudah dilakukan pendataan dan identifikasi ilmiah sehingga pengayaan jenis bambu bisa dilakukan dengan baik.
Edukasi pembibitan, pemeliharaan, panen, dan pemanfaatan bambu dilakukan pada anak-anak usia PAUD, SD, dan SMP di sekitar Desa Sumber Mujur.  Ada media edukasi untuk wisatawan, walau belum lengkap. Akan dijadikan paket edukasi sebagai salah satu atraksi pariwisata.
Proses integrasi dengan Pemerintah Desa sangat baik.  Pokdarwis adalah pengelola pariwisata yang asetnya dimmiliki oleh Desa.  Pengawasan dan evaluasi untuk sektor pariwisata menjadi tanggung jawab Pokdarwis, sedangkan sektor-sektor lain dikelola oleh kelompok-kelompok lain tetapi bersinergi.  Diarahkan menuju Desa Wisata.
Tanggapan dari Panelis (Pietra Widiadi – DIAL Foundation)
Kesuksesan atau kesejahteraan tidak akan tercapai kalau kerusakan terus terjadi.  Selain itu, dalam komunitas (desa) tidak ada kesuksesan milik pribadi.  Kesuksesan adalah milik bersama.
Proses menuju kesuksesan atau kesejahrteraan:
1.       Analisis Potensi.
2.       Penilaian terhadap aset.
3.       Terukur dan terhitung dengan Analisis Pentagonal
4.       Menandingkan antara kondisi ideal dengan realita:
1)      Modal alam: seluruh sumber daya alam.
2)      Modal sosial: budaya atau norma atau makna.
3)      Modal manusia: keahlian, pengetahuan, kualitas manusia.
4)      Modal dana atau finansial: bukan sekadar uang.
5)      Modal fisik: sarana (hardware) dan prasarana (software).
5.       Menyusun Rencana Strategi berdasar Analisis Pentagonal:
Pengorganisasian: seseorang atau sekelompok orang yang melakukan proses atau kerja-kerja untuk menggerakkan orang lain.
Kegagalan seringkali terjadi karena rencana strategis dikerjakan sendiri.  Keberhasilan hanya bisa dicapai dengan bantuan orang lain atau sinergi atau gotong royong.  Pengorganisasian sosial mengaruskan adanya organisator sebagai pemicu dan panggerak.
Pembangunan adalah proses merubah potensi menjadi aset dengan menutup kesenjangan (gap) menuju ideal.  Pengorganisasian merupakan proses awal dari pembangunan.
6.       Anallisis Pendekatan Penghidupan Lestari (SLA)
Akan dilakukan pelatihan PPA/SLA untuk Angkatan Ketiga Seri 1—5 pada tanggal 17—23 Februari 2020 dan Angkatan Kedua Seri 4—5 pada tanggal 20—23 Februari 2020.

Berbagi Pembelajaran Baik (Lesson Learn):  Belajar tentang Potensi Wisata Minat Khusus (Extreme Sport)
Moderator: Agus Wiyono
Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI)
Salah satu aktivitas minat khusus yang sedang booming pada saat ini.  Tetapi, bukan sekadar kegiatan mendaku gunung saja.  Ada risiko yang harus diperhitungkan untuk dimitigasi dan diantisipasi.
APGI menyusun standar keselamatan, kelayakan, dan kenyamanan pendakian seperti menyusun SOP dan tahapan-tahapan pendakian.  Tetapi perlu penyamaan persepsi, karena setiap gunung berbeda risikonya dan kebutuhannya satu dengan yang lain.
Cakupan geografis: disebut gunung bila ketinggian lebih dari 600 mdpl. Dengan beberapa macam bentuk, salah satunya adalah yang lancip (strato).  Disebut pegunungan bila ada beberapa puncak.
Nilai etika yang dipegang adalah: 1) prinsip konservasi alam, 2) penghormatan pada budaya lokal, dan 3) menghargai masyarakat setempat.
Sebagai asosiasi APGI telah dilengkapi dengan syarat-syarat kelembagaan seperti visi, misi, standar kompetensi, standar keamanan, dan lain sebagainya.  Tujuan didirikannya APGI adalah: 1) keamanan dan keselamatan, 2) interpertasi, 3) pengalaman, dan 4) interaksi dengan alam dan budaya.  SOP yang telah disusun, antara lain: 1) perencanaan, 2) saat pendakian, 3) pasca pendakian.
Strategi sebelum dam selama pendakian: disiplin dan menjaga kebugaran.  Tentu saja selain itu harus memastikan daftar kebutuhan pribadi (peralatan, makanan, dan minuman).  Selan itu harus mampu mengantisipasi perubahan cuaca dan mencegah kecelakaan.
Tugas utama Pemandu Gunung adalah memastikan klien selamat sampai di rumah dengan selamat.  Karena berkerja secara profesional dengan memastikan keamanan, keselamatan, dan kenyamanan klien.  Dengan syarat kompetensi: sikap (attitudei), keahlian (skilli), & pengetahuan (knowledge).
Berdiri sejak 1996 dan melaksanakan Musyawarah Nasional pertama pada Maret 2016.  Saat ini telah mendapat pengakuan dari Badan Nasional Settifikasi Profesi (BNSP) dan Kementerian.  Dengan anggota kurang  lebih 1.000 anggota.
Sedangkan pemangku kepentinganya terdiri dari Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, Masyarakat lokal, dan Lembaga Swadaya Masyarakat.
Catatan Moderator:
Peran APGI sangat penting karena mengangkat citra pendakian gunung.  Selain itu, menanamkan arti penting dari pendakian yaitu persahabatan.  Ada asosiasi dan ada sertifikasinya.
Asosiasi Penelusur Ngarai Indonesia (APNI) (Fahad)
Aktivitas di ngarai dengan merayap, menyelam, dan berbagai aktivitas lain.
Masih jarang di Indonesia, padahal potensi besar dan peluang usaha yang menguntungkan.  Rata-rata harga paket 1,2 juta perorang untuk wisatawan domestik dan 1,5 juta perorang untuk wisatawan manca negara.  Invetasi cukup mahal untuk peratan dan keselamatan.
Catatan moderator:
Memanfaatkan alam tanpa harus merusak bahkan memberikan nilai tambah. Ada asosiasi tetapi belum ada sertifikasi.
Komunitas Pengelola Via Ferrata (Eko Agus)
Artinya: Jalur besi (Italia).  Salah satu strategi perang saat perang dunia kedua dari tentara Italia menghadapi sekutu.  Di Indonesia pertama kali ada di Kabupaten Purwakarta – Jawa Barat, sedangkan yang saat ini dikelola di Bukit Sepikul – Desa Watu Agung, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek – Jawa Timur adalah yang kedua.
Belum ada sertifikasi, sehingga standar keselamatan menggunakan standar keselamatan kerja (K3) ketinggian.  Selain menjadi potensi pariwisata baru, efektif untuk menggusir penambang liar Galian C dari loksi kelola.
Sedang dikembangkan di Kabupaten Tegal – Jawa Tengah.  Dengan kelebihan berjalan di atas tebing dan dikolela oleh BUMDes setempat. 
Salah satu manfaatnya adalah menghilangkan phobia ketinggian.  Harga paket sebesar 225.000 perorang dengan standar 1 pemandu maksimal memandu 5 orang.  Dengan lama waktu tempu rata-rata 2 jam.
Catatan Moderator:
Mengombinasikan beberapa keahlian antara panjat tebing dan pendakian.  Belum ada asosiasi, apalagi sertifikasi.
Lembaga Sertifikasi Profesi Pariwisata Nasional (LSP Parnas)
Berdiri sejak tahun 2010 daengan memperoleh lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).  Bertujuan untuk memenuhi  kebutuhan sertifikasi profesi yang relatih tinggi.  Telah bekerja sama dengan EJEF sejaj tahun 2012.
Diskusi
1.       Pak Timbut (Ngadas)
Adakah sertifikasi untuk sopir?
2.       Ari (WWF Lanscape Mahakam)
Di Sungai Mahakam (Kalimantan Timur) akan diselenggarakan pertemuan penggelola pariwisata sepanjang aliran Sungai Mahakam.  Bahkan akan dibentuk Jaringan Ekowisata Kalimantan Timur.
Bagaimana menghadapi wisata masal (mass tourism) dan menggantinya dengan ekowisata?
Bagaimana merubah potensi wisata menjadi produk wisata? 

Standar Destinasi: Menilai Potensi dan Capaian Diri Sendiri (Self Assessment) (Fajar)
Aalat ukur potensi dan capaian pariwisata yang dikembangkan oleh Prof. Lukman Hakim Guru Besar UB yang juga adalah Pembina EJEF.
Kepentingannga adalah klasifikasi desitinasi: 1) Rintisah, 2) Berkembang, 3) Maju, 4) Mandiri.  Selain untuk mengukur capaian destinasinya sendiri (monev), juga sebagai alat perencanaan intervensi yang dapat dilakukan oleh jaringan (EJEF) atau pihak-pihak lain sebagai alat Rencana Tindak Lanjut (RTL).


Beberapa hal yang dinilai:
1.       Kelembagaan.
2.       Keberlanjutan.
3.       Atraksi.
4.       Aksestabilitas.
5.       Fasilitas.
Catatan: Standar Ekowisata jauh lebih detail dan jaub lebih rumit ketimbang standar pariwisata.

Hari Ketiga, Minggu 19 Januari 2020
Evaluasi
Moderator: Masukan untuk Pokdarwis Sabuk Semeru, Wisata Alam Hutan Bambu Desa Sumber Mujur
1.       Wira (Bangka Tengah – Bangka Belitung)
Penjelasan mengenai kegempaan dilayani oleh Pak Siswanto sebagai petugas seorang diri, perlu diberikan bekal pengetahuan pada para pemandu untuk menguasai informasi tersebut.  Sehingga wisatawan juga memperoleh informasi dan pengetahuan mengenai pemutakhiran informasi erupsi gunung berapi aktif.
Peliang untuk membuat paket perjalanan wisata dari Hutan Bambu Sumber Mujur dan perjalanan ke Gunung Sawur dan Gunung Wayang.  Serta eksplotasi lebih lagi produk-produk dari bambu seperti tumbler dari bambu serta interaksi wisatawan untuk membuat souvenir-nya sendiri .  Manaikkan kelas destinasi dan cindera mata.
2.       Mukhlis (Lenggoksono – Malang Selatan)
Paket Jelajah Desa dengan menghidupkan kembali alat transportasi Cikar atau Dokar serta aktivitas membajak sawah dengan kerbau.  Sehingga, perjanan (tracking) lebih jauh lagi.
3.       Sri Wahuni (Kota Batu)
Pemandangan bagus, khususnya efek matahari terbit (sun rise) tetapi waktu perlu diperjangan dengan bangun lebih pagi.  Atraksi bisa ditambah dengan Aktivitas Angon Bebek.
4.       Supo (Tanoker – Jember)
Bambu yang ditanam dan dibibitkan mencapai 18 jenis, tetapi masih perlu pengayaan jenis bambu yang dibibit, khususnya bambu yang langka.  Untuk rombongan yang naik ke Gunung Sawur dan menerima penjelasan dari Petugas perlu ada pembatasan atau kuota.  Maksimal cukup 2 rombongan saja dan ditambah interepreter dari Pokdarwis Sabuk Gunung.
Atraksi ditambah dengan Paket Edukasi Pembibitan Bambu. Serta memperkaya produk kerajinan olahan bambu.
5.       Yoni (Surabaya)
Membawa alat sapit sampah dari Bali, ternyata bisa diproduksi di Sumber Mujur dengan setengah harga saja.  Bisa menjadi produk baru sekaligus alat untuk melakukan bebersih sampah di lokasi.
6.       Da’im (Ranu Pani – Lumajang)
Atraksi ditambah dengan memperkaya informasi mengenai Gunung Semeru dan erupsinya.  Selain itu juga diperkaya dengan pengamatan burung serta ketersediaan alatnya (binocular dan monocular).  Pemandu lokal untuk pengamatan burung harus ada, memiliki bekal informasi yang memadai tentang keanekaragaman hayati setempat.
Simpulan Moderator
Wisata berkelanjutan adalah aktivitas wisata yang tahu untuk berkata cukup demi menjamin keberlanjutan penghiduan dan kelestarian alam.
Masukan
1.       Pak Baidowi (Bondowoso)
Hasil analisis kondisi destinasi yang diolah oleh Mas Fajar sebaiknya dikembalikan ke masing-masing pengelola destinasi.
2.       Wira (Bangka Tengah – Babel)
Ada banyak kesempatan untuk belajar.  Penting bagi peserta untuk ikut berkontibusi dalam kegiatan, seperti ikut mencuci piring sendiri bukan sekadar menyerahkannya pada panitia lokal.  Sehingga, terbangun relasi yang akrab antar peserta dan dengan panitia lokal.  Selain itu, acara diperkaya dengan lokakaya (workshop) untuk berbagi kemampuan teknis.
3.       Agus Wiyono (Koordinator EJEF)
EJEF berdiri untuk berbagi kepentingan bersama dalam pengembangan ekoiwsata dan pariwisata di Jawa Timur.  Keanggotaan bersifat terbuka dan tanpa syarat, tidak dibatasi oleh latar belakang profesi (mutipihak dan pentahelix).  Tujuan utama EJEF adalah:
1)      Membantu menyusun Rencana Strategis destinasi.
2)      Membantu pengembangan kapasitas dan potensi.
3)      Penguatan kelembagaan berbasis CBT.
4)      Kepemimpinan.
5)      Pengembangan produk.
6)      Pengembangan pasar.
7)      Menjalin kerjasama multipihak dengan:  pengelola destinasi, pemerintah, industri pariwisata, asosiasi profesi, akademisi, dan lain-lainnya.
Struktur organisasi: Pendiri Agus Wiyono dan Agus Sugiarto, dengan basecamp di Jalan Sunan Muria II/5 Kota Malang.

Penutupan
Agus Wiyono (Koordinator EJEF)
Setelah TJE 2020 sekalian dengan ulang tahun EJEF yang ke 10, tahun ini akan berlangsung Temu Jaringan Indecon (TJI) 2020 yang sekaligus berbarengan dengan ulang tahun Indecon yang ke 25.  Telah disepakati, lokasi pelaksanaan TJI 2020 akan dilaksanakan di Kabupaten Lumajang.  Sebagai bentuk apresiasi pada Bupati dan Pemkab Lumajang yang serius memperhatikan pengembangan pariwisata berbasis komunitas.
Trisno Sudigdo (Pembina EJEF)
TJE 2020 terlaksana dengan persiapan yang hanya 2 minggu, tetapi berjalan dengan baik dan sukses.  Hasil audiensi dengan Bupati Lumajang, EJEF ditunjuk sebagai Pendamping Pengembangan Pariwisata se Kabupaten Lumajang.
Keunikan EJEF adalah karena EJEF dimiliki dan dikelola dari, oleh, dan untuk EJEFers sendiri.  Komunikasi dan kemauan berbagi antar EJEFers untuk pengembangan ekowisata di Jawa Timur untuk menjadikan Jawa Timur sebagai barometer ekowisata di Indonesia.  Dengan berpegang pada prinsip peningkatan kesejahteraan masyawakat, menjaga kelestarian alam melalui pariwisata di Jawa Timur.
Pak Syafi’i (Kepala Desa Sumber Mujur)
Terima kasih telajh berbagi informasi, pengetahuan, dan pengalaman tentang produk-produk pariwisata. Sekaligus mempromosikan Wisata Alam Hutan Bambu Sumber Mujur, Desa Sumber Mujur, Kecamatan Candi Puro, Kabupaten Lumajang.
Akan terus belajar untuk pengembangan pariwisata desa sehingga cita-cita menjadi Desa Wisata akan terwujud. Khususnya akan belajar (1) Padi Organik ke Pak Baidowi di Bondowoso dan (2) Sapi Perah dan Olahan Susu.  Akan segera melakukan studi banding dan belajar bersama.  Jangan tinggalkan dan terus rangkul Pemerintah Desa dan Pemerintah Daerah untuk pengembangan pariwisata demi kesejahteraan masyarakat.   
Sampai bertemu lagi di agenda-agenda EJEF yang lain dan sampai berjumpa di Temu Jaringan EJEF selanjutnya...!!!

Tidak ada komentar: