Gubernur Jawa Timur, Pakde Karwo Brengos, berangkat ke Amerika Serikat utk menjual Jawa Timur dengan menggelar karpet merah bg investor dr negeri Paman Sam. Tidak main2, krn yg di datangi scr langsung sebagiannya adl raksaksa spt Freeport, Du Pont, & Cargil.
Freeport, salah satu raksaksa tambang yg menghancur leburkan Papua, ditawari utk membangun pabrik peleburan nikel (smelter) dg jaminan ketersediaan lahan dan pasokan listrik. Walau belum seluruh rakyat jatim terlayani listrik, tuan2 pemodal didahulukan. Ternyata smelter bukan hanya jasa peleburan semata ttp akan dimanfaatkan turunannya alias sampahnya spt sulfat utk pasokan bahan dasar pupuk yg akan digunakan utk menopang industri sawir. Rencana yg manarik, tanah Papua dihancurkan, tanah Jatim dicemari, dan tanah kalimantan, sulawesi, dan sumatera dirusak oleh sawit. Benar2 rencana yg sistematis dan masif penghancuran alam dan kehidupuan atas nama pembangunan ekonomi.
Du Pont sbg penguasa GMO diberi keleluasaan utk menguasai industri pangan di Jatim. Dipersilahkan utk menanam jagung, kedelai, ketela, dan susu yg akan diekspor ke beberapa negara spt vietnam dan myanmar. Ironis sekali, saat Jatim dan Indonesia belum berwasembada, jauh dr ketahanan dan kedaulatan pangan malah lahannya ditanami oleh kuasa modal asil yg menjual hasil panennya ke negara lain. Siapa yg memberi saran? Bukannya memenuhi kebutuhan rakyatnya dg pertanian kearifan lokal tp malah menjual tanahnya pd kuasa asing, untuk ekspor pula. Demikian pula dg Cargill, mendpt fasilitas dan kemudahan utk membangun pabrik pengolahan coklat yg ditujukan utk kebutuhan ekspor. Walau bukan kebutuhan pokok rakyat, ttp mengapa hrs dijual ke kuasa modal asing? Mengapa tidak memfasilitasi dan mempermudah investasi domestik?
Selain memberi kemudahan, Pakde Karwo Brengos jg memberi jaminan (1) kemudahan perizinan, (2) ketersediaan sumberdaya listrik, (3) tenaga kerja produktif, dan (4) ketersediaan lahan sampai 22.000 hektar. Benar2 Jatim dijual habis, diobral murah pd kuasa asing. Benar2 akan dibentangkan karpet merah utk tuan2 pemodal. Rakyat dan alam Jatim? Cukuplah menjadi penonton dan tumbal atas nama pembangunan ekonomi dan industrialiasasi.
Mendapat angin segar, kedatangan "orang2 miskin" yg meminta2 pd kuasa modal, Direktur kerjasama Asia Tenggara dr Departemen Luar Negeri Paman Sam mengambil kesempatan dalam kesempitan. Bukan hanya meminta jaminan sgl kemudahan di tingkat pusat ttp memintanya sampai tingkat daerah. Atas nama pembangunan ekonomi dan industrialisasi, akan mendorong negara2 bagian di AS sana utk menyerbu Jatim. Bahkan melalui USAID akan membantu "harmonisasi" kebijakan pembangunan ekonomi Jatim jangka panjang. Jatim benar2 pasrah utk diintervensi dan diatur utk kepentingan tuan2 kuasa modal dr Paman Sam sana.
Apakah tuan2 kuasa modal Paman Sam membangun ekonomi di Jatim utk membantu menyejaterahkan Jatim? Tentu saja tidak! Dengan pertumbuhan ekonomi Jatim, jumlah penduduk yg besar (38 juta orang) bukan saja sbg tempat investasi yg menarik ttp jg pasar besar utk menggeruk laba sebesar2nya. Ternyata, perang ekonomi yg terjadi adalah perang hegemoni melawan invasi China yg sangat masif, bukan hanya di Jatim tetapi di Indonesia bahkan dunia.
Sekali lagi, Indonesia menjadi ajang perang besar kekuatan dunia. Bila pada pertengahan 60an, perang ideologi antara sosialisma/komunisma melawan kapitalisma yg mengakibatkan genosida berjuta nyawa, pd saat ini perang berganti dg perang ekonomi antara Paman Sam dan China. Akankah terjadi genosida kedua walau dlm bentuk yg lain?
Perang sudah terjadi, Jatim dan Indonesia telah membuka diri utk dijadikan "Padang Kurusetra", pasti ada konsekuensi, mungkin tdk nyawa yg melayang ttp pemiskinan pasti terjadi. Selain itu, rusaknya alam tdk mungkin dielakkan. Keuntungan? Hanya para tuan pemodal yg akan mendapatkannya, kedua2nya untung dan kita pasti buntung bahkan mungkin hancur lebur.
(Sumber: Korang Surya, Teras Jatim, Senin, 08 Desember 2014)
Du Pont sbg penguasa GMO diberi keleluasaan utk menguasai industri pangan di Jatim. Dipersilahkan utk menanam jagung, kedelai, ketela, dan susu yg akan diekspor ke beberapa negara spt vietnam dan myanmar. Ironis sekali, saat Jatim dan Indonesia belum berwasembada, jauh dr ketahanan dan kedaulatan pangan malah lahannya ditanami oleh kuasa modal asil yg menjual hasil panennya ke negara lain. Siapa yg memberi saran? Bukannya memenuhi kebutuhan rakyatnya dg pertanian kearifan lokal tp malah menjual tanahnya pd kuasa asing, untuk ekspor pula. Demikian pula dg Cargill, mendpt fasilitas dan kemudahan utk membangun pabrik pengolahan coklat yg ditujukan utk kebutuhan ekspor. Walau bukan kebutuhan pokok rakyat, ttp mengapa hrs dijual ke kuasa modal asing? Mengapa tidak memfasilitasi dan mempermudah investasi domestik?
Selain memberi kemudahan, Pakde Karwo Brengos jg memberi jaminan (1) kemudahan perizinan, (2) ketersediaan sumberdaya listrik, (3) tenaga kerja produktif, dan (4) ketersediaan lahan sampai 22.000 hektar. Benar2 Jatim dijual habis, diobral murah pd kuasa asing. Benar2 akan dibentangkan karpet merah utk tuan2 pemodal. Rakyat dan alam Jatim? Cukuplah menjadi penonton dan tumbal atas nama pembangunan ekonomi dan industrialiasasi.
Mendapat angin segar, kedatangan "orang2 miskin" yg meminta2 pd kuasa modal, Direktur kerjasama Asia Tenggara dr Departemen Luar Negeri Paman Sam mengambil kesempatan dalam kesempitan. Bukan hanya meminta jaminan sgl kemudahan di tingkat pusat ttp memintanya sampai tingkat daerah. Atas nama pembangunan ekonomi dan industrialisasi, akan mendorong negara2 bagian di AS sana utk menyerbu Jatim. Bahkan melalui USAID akan membantu "harmonisasi" kebijakan pembangunan ekonomi Jatim jangka panjang. Jatim benar2 pasrah utk diintervensi dan diatur utk kepentingan tuan2 kuasa modal dr Paman Sam sana.
Apakah tuan2 kuasa modal Paman Sam membangun ekonomi di Jatim utk membantu menyejaterahkan Jatim? Tentu saja tidak! Dengan pertumbuhan ekonomi Jatim, jumlah penduduk yg besar (38 juta orang) bukan saja sbg tempat investasi yg menarik ttp jg pasar besar utk menggeruk laba sebesar2nya. Ternyata, perang ekonomi yg terjadi adalah perang hegemoni melawan invasi China yg sangat masif, bukan hanya di Jatim tetapi di Indonesia bahkan dunia.
Sekali lagi, Indonesia menjadi ajang perang besar kekuatan dunia. Bila pada pertengahan 60an, perang ideologi antara sosialisma/komunisma melawan kapitalisma yg mengakibatkan genosida berjuta nyawa, pd saat ini perang berganti dg perang ekonomi antara Paman Sam dan China. Akankah terjadi genosida kedua walau dlm bentuk yg lain?
Perang sudah terjadi, Jatim dan Indonesia telah membuka diri utk dijadikan "Padang Kurusetra", pasti ada konsekuensi, mungkin tdk nyawa yg melayang ttp pemiskinan pasti terjadi. Selain itu, rusaknya alam tdk mungkin dielakkan. Keuntungan? Hanya para tuan pemodal yg akan mendapatkannya, kedua2nya untung dan kita pasti buntung bahkan mungkin hancur lebur.
(Sumber: Korang Surya, Teras Jatim, Senin, 08 Desember 2014)
Sumberjo, 10 Desember 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar