Jumat, 26 Desember 2014

Refleksi Akhir Tahun 2: Rakyat melawan Nafsu Serakah Pemodal dan Tirani Penguasa


Selama tahun 2014 terdenagr di sana sini kabar berita ttg eksploitasi alam oleh para pemodal.  Terdengan pula perlawanan dr rakyat yg tdk mau alam, tanah dan air, tempat hidup dihancurkan oleh rakusnya kuasa modal. Di Sumatera, ekspansi dr sawit telah menggusur habitat hidup gajah dan harimau, dan terdenagr pula di beberapa tempat rakyat menolak ekspansi sawit tersebut.  Di Kalimantan, akibat meluasnya sawit dan pertambangan bukan hanya menggusur ruang hidup orangutan ttp jg masyarakat adat, tentu saja timbul penolakan dan perlawanan rakyat. Di Sulawesi, ekspansi sawit dilawan dg keras dan bahkan salah seorang pejuang perempuan disana dikriminalisasi dan dipenjarakan, walau akhirnya beroleh grasi.  Di Papua, berita ttg rakusnya freeport yg merusak bumi Papua dan tentu saja perlawanan rakyat yg masih terjadi sampai saat ini.  Di Jawapuntidak luput dr ekaploitasi pemodal, kasus lapindo yg meruapakan ekses dr ekploitasi alam belum juga tuntas sampai hari ini.  Belum lagi muncul perlawanan rakyat di seputar Gunung Kendeng menolak pembangunan pabrik semen yg akan menghancurkan kawasan kapir kendeng.  Bahkan di Bali, lait akan diurug demi invetasi kawasan wisata eksklusif yg lagi2 memantik perlawanan rakyat Bali.  Belumlagi eksploitasi2 kecil yg merusak alam dan menggusur rakyat di beberapa tempat di seantero nusantara.  Dengan tidak mengecilkan arti perjuangan kawan2, kita coba akan berefleksi ttg perlawanan kawan2 menolak eksploitasi alam oleh pemodal.  Baik pemodal privat maupun perusahaan yg bahkan dimiliki oleh negara.

Eva Bande, seorang pejuang rakyat yg baru saja dibebaskan dg grasi dr Presiden.  Eva Bande yg mendampingi rakyat Luwuk di Sulawesi Tengah menentang perluasan kebun sawit milik swasta. refleksi Sebagai akibatnya, Eva Bande mengalami kriminalisasi dan diputuskan sampe tingakatan Mahkamah Agung bersalah, tentu saja oleh rezim terdahulu, rezim SBY.  Tetapi dg grasi dr presiden terkini, Eva Bande dibebaskan.  Kuasa modal privat berkehendak, rakyat melawan, seharusnya  negara hadir sebagai pemegah dan bahkan pembela rakyat. Tetapi dalam kasus Eva Bande dan kawan2, negara malah berpihak pada privat, tentu saja dg berbagai pertimbangan ekonomi dan politis yg melatarbelakanginya.  Rakyat dikorbankan karena ada kepentingan ekonomi dan politik besar yg menguntungkan rezim berkuasa.  Peristiwa dan modus opernadi yg tidak hanya terjadi di Sulawesi, tidak pula hanya dirasakanoleh Eva Bande, ada banyak kawan yg berjuang yg akhirnya malah dikorbankan  dan ditumbalkan demi berlangsungnya investasi yg mebawa keuntungan bagi penguasa walaupun menyengsarakan rakyat dan merusak alam.

Aak Abdullah, seorang santri yg sadar akan arti penting Gunung, Hutan, dan Ranu yg ada di desanya untuk keberlangsungn kehidupan dan kesejahteraan rakyat.  Melihat Gunung Lemongan di Klakah, Lumajang, Jawa Timur yg gundul akibat penebangan secara membabi buta di akhir milenia kemarin yg berakibat pd matinya sumber2 air yg berakibat pd turunnya debit air di ranu2 yg ada di daki gunung.  dengan melakukan gerakan berbasis budaya dan agama, Aak melakukan penghijauan dan penghutanan kembali gunung lemongan.  gerakan rakyat yg digalang dengan nama Laskar Hijau bukan saja medapat sambutan baik dr rakyat sekitar gunung ttp juga mendapat tentangan dr MUai dan tentu saja Perhutani yg merasa dirugikan oleh gerakan Laskah Hijau.  Para ulama melalui MUai Kecamatan Klakah sempat memberi fatwa sesat pada aktivitas Laskar ahijau yg bernama Mualid Hijau krn menggabungkan gerakan agama dengan gerakan penghijauan.  suatu fatwa yg aneh dan sangat beraroma politis.  Sedangkan perhutani merasa dirugikan, krn dg gubdulnya hutan ada kesempatan utk menjadikan kawasan lindung menjadi hutan produksi.  Kehadiran Laskar Hijau yg menghutankan kembali gunung akan menjadi penghambat perluasan kawasan hutan produksi.  Intimidasi dan tekanan menjadi menu wajib keseharian Aak dan Relawan Laskar Hijau, bahkan pembakaran kawasan penghijauan bukan barang aneh, krn nyaris sll terjadi setiap musim kemarau.  bukannya melemah, ttp gerakan rakyat dan aktivitas Laskar Hijau malah membesar dan mendapat perhatian scr nasional.  Keadaan yg memaksa perhutani, perushaan pengelola hutan milik negara berfikir keras bila ingin melakukan tindakan sabotase.  Tidak berhenti sampai disitu, Relawan Lasakar Hijau juga membantu kawan2 di Desa Wotgalih, kawasan selatan Lumajang yg pantai di desa tersebut akan dilakukan penambangan pasir besi lagi oleh Aneka Tambang, perusahaan tambang milik negara.  Rakyat yg selama satu dasawarsa tidak mendapatkan manfaat apapun dr aktivitas tambang yg menghancurkan pantai mereka melakukan perlwanan keras dan terus berjuang smapai saat ini.  dalam kasus ini, pemerintah yg seharusnya hadir untuk menyejahterahkan rakyat dan mnjaga lestarinya tanah air, amalah berbalik menjadi eksploitator melalui perushaan yg dimilikinya.  Negara bukan hanya alpa ttp berperan aktif merusak alam dan mengancam hancurnya kehidupan di suatu kawasan. Kalau sudah begini, rakyat berharap pd siapa lagi kalau ukan pada dirinya sendiri.

Bergeser ke Pulau Bali.  tersebutlah sebuah rencana untuk melKukan rekalmi demi pembangunankawasan pariwisata eksklusif kelas dunia yg dilakukan dg cara mereklamasi Teluk Benoa.  Diawali dengan pembangunan jalan tol bandara yg scr teknis ada yg aneh, krn ada sayap2 yg menjadi semacam gerbang keluar dari jalan tol, dan itu ada di atas laut. Terbukti kemudian mucnul Surat keputusan gubernur bali yg mengininkan adanya reklamasi kawasan Teluk Benoa menjadi kawasan wisata.  Bahkan keputusan itu diperkuat dengan Keputusan Preiden (SBY) no 51 tahun 2014 untuk melakukan revitalisasi teluk benoa dengan jalan direklamasi seluas 700 hektar.  Keputusan yg bukan hanya akan merusak alam bali sebelah selatan tetapi juga akan mengahncurkan hidup nelayan yg ada disana dan tentu saja ancaman banjir krn teluk tidak lagi menjadi muara dari sungai.  Rakyat bergeak, melalui komunitas Forum rakyar Bali Menolak Reklamasi (ForBALI) terjadi perlwana. rakyat terhhadap kesewanangan kuasa modal yg didukung oleh penguasza lokal setingakt gubernur tetapi didukung pula oleh Presiden.  Skelai lagi, negara bukannya hadir tetapi malah berkhianat dan menjadi pendukung modal utk merusak alam dan menghancurkan kehidupan.  Rakyat walau sendiri, tetap bertahan dan terus melawan walau intimidasi, hajaran, bahkan berbagai tindakan kotor kuasa modal dan dukuanngan penguasa lama tidak menyrutka perjuangan.  Dengantidak terlalu berharap pada penguasa baru, dengan harapan Kepres Rekalamsi dicabut, seperti juga grasi diberikan pada Eva Bande, ForBALI tetap bergerak melawan dan terus berjuang untuk lestarinya alam dan lestarinya kehidupan rakyat di Teluk Benoa dan bahkan seluruh Bali.

Kembali ke Pulau Jawa, di Jawa Tengah, tepatnya di Rembang, kawasan perbukitan kapur Kendeng menarik minat Semen Indonesia utk membangun pabrik semen.  Semen Indoensia yg merupakan perusahaan milik negara memaksakankehendak untuk membangun apbrik abru, sedangkan rakyat Kendeng tidak menghendakinya krn takut kawasan kapur yg meruapakan kawasan sumber air akan rusak serta tentu saja tidak ingin hiduap menghirup polusi pabrik semen seumur hidup mereka.  Rakyat tidak rela tanah dan iarnya serta kebidupanya diruk oleh hadirnya pabrik semen yg jelas2 akan merubah bentang alam kendeng dan akan berpengaruh pd kehiduapankeseharian rakyat.  Negara kemana? jelas2 Smen Indoensia adalah perusahaan milik negara, tentu saja negara ada di belakang perusaahaan tersebut.  Nyatanya, gubernur jawa tengah saat ini, Mas Ganjar, tidak bisa berbuat banyak krn tersandera pd keputusan yg telah diambil oleh Gubernur sebelumnya, dan tentu saja tekana politik yg besar bila berani merubah keputusan pendirian pabrik semen yg sudah menjadi keputun pusat.  Negara bukan saja lalai dan alfa, tetapi negara secara aktif turut menjadi eksploitator alam dan menjadi pelaku aktif peruk alam dan penghancur kehidupan rakyat Kendeng.  Perlawanan terus dilakukan' rakyat terus menolak dan terus bertahan, tetapiaktivitas pembangunan pabrik terus berjalan dan berlangsung dengan perlindungan dan kawalan aparat kemanan karena kawasan pabrik telah ditetapkan sebagai kawasan vital milik negara.

Permasalahan laten lain yg melibatkan negara adalah kasu Lumpur Lapi do di Sidoajo yg belum kelar dn bahkan terus meluas dampaknya.  Berawal eksploitasi gas bumi oleh perusahaan yg saat itu dimiliki oleh sMenkokesra Asurizal Bakrie, dg cara eksplorsi yg sekenanya demi efisiensi meletuslah sumur lumpur yg menyembur sampai saat ini.  Bukannya ditindak tegas, perusahaan perusak dan pemilik perusahaan tetap dibiarkan bebas karena kedekatan dengan rezim berkuasa.  Bahkan, penanganan luapan lumpur diam il alih oleh negara melalui APBN.  Negara bukan hanya lalai, ttp dg sengaja menanggung dosa pelaku kejahatan lingkungan menjadi tanggungan negara.  Pemilik perusahaan dibebaskan dan akibat kejahatannya diam il alih oleh negara.  Akhirnya yg terjadi, rakyat korban lumour lapindo seakan2 dihadapkan pd negara sbg penanggung dosa lapindo.  Rakyat korban bukan algi berhadap2an dengan pelaku, etatpi rakyat berhadap2an denga negara.  Sekali lagi negara bukan saja tidak hadir, ttp hadir dg wajah baru sbg pelindung pemodal, negara berkhianat pd rakyat dan malahmenjadi pelindung pemodal. lebih menyakitkan lagi, rakyat korban ssaat berjuang seringkali dikorbankan sekali lagi (victimized the victimms) . perjuanganrakyat dikriminalisasi sbg kegiatan menghambat kerja negara utk menjaga fasum dan fasos yg dihancurkan oleh kuasa modal, rakyat korban difitnah sebagai penghambat pembangunan, rakayat korban diposisikan sebagai penganggu.  Negara dan media menjadi eksekutor yg kejam bagi rakyat yg berjuang demi ekadilan menjadi gerombolan pengacau keamanan dan ketertiban.  sedanagkan sang perusak yg sesungguhnya bukan saja bebas ttp malah diangkat dan dipuja sebagai salah satu penguasa terbaik.  Ironis, engara bukan hadir melindunagi rakyat ttp negara berkhianat dan menjadi usuh rakyat hanya demi emlindungi segelintir orang yang memiliki kuasa modal dan bernaung dibawah ketiak penguasa saat itu.  Tentu dengantimbal balik dan harga yg tidak murah.  Demi kelangsungan rezim' rakyat ditumbalkan dan dikrobankan.

Belumlagi pergolakan rakyat di berbagai temoat yg memperjuangkan tanahnya dari ekspansi modql baik dalam bentuk pabrikasi, perkebunanisai, pertambangan, seperti kasus di Timor dengan tambanga marmernya, papua dengan freeport, sumbawa dan sulawesi utara berhadapan dengan newmont, dan berbagai kaus diberbagai belahan bumi nusantara menjadikan perjuanganrakyat membela tanah air dan kehidupannya bukan kasus kecil di negara ini.  Negara bukannya hadir juga bukan alpa tetapi engara hadir sebagai pembela dan pelindung kuasa modal.  Rakyat bukan saja dibiarkan berjuanga sendiri, tetapi rakyat dijdikan musuh bersama kuassa modal dan rezim berkuasa,
.  Rakyat dikorbankan dan dijadikan tumbal atas nama pembangunan ekonomi dan tentu saja penggelembung pundi2 pribadi sang penguasa.  Rakyat yg telah menjadi korban kembali dikorbankan olh negara (victimized the victims) demi keberlangsungan investasi daneksploitasi alam guna timbunan kekayaan pemodal dan tentu saja penguasa sendiri.  Rakyat berjuang sendiri, rakyata bukan ssaja menghadapi kuasa modal, rakyat juga melawan penguasa yg rakus.  Rakyat bukan saja berjuang sendiri, tetapi rakyat dikeroyokmoleh kuasa modal dan penguasa yg berkelindan menjadi satu eksatuan atas nama pembangunan dan kekayaan.  Apa yg dilakukan oroleh rakyat? Rakyat yg menjadi korban, rakyat yg akan menjadi korban, rakyat yg akan terdampak, banhkan seluruh rakyat harus bersatu menjadi rakyat berjuang.  Bila Rakyat telah bersatu, tidak akan bisa dikalahkan, rakyat hanya perlu bersatu untuk melawan tirani modal dan nafsu rakus rezim.  Demi kelestarian alam, demi lestarinya kehidupan, rakyat harus terus melawan dalam satu kesatuan yg kokoh.  

Tanah dan air untuk rakyat, 
kehidupan nan lestari adalah milik rakyat, 
kesejahteraan hidup adalah hak rakyat,
hamemayu hayuning bahwana
mempercantik alam yg cantik adl kewajiban.....


Omah Sinau Sumberjo, Siang nang Mendung, Jumat 26 Desember 2014,

Tidak ada komentar: