Jumat, 03 Februari 2023

MANAJEMEN PAJAK UNTUK UMKM BERDASAR SAK EMKM DAN PP PAJAK UMKM

 MARCELLINO FELIX WIJAYA & DANIEL SUSAMA STEPHANUS

MAKALAH TUGAS AKHIR

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2022

 

ABSTRAK

Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang manajemen pajak yang paling sesuai dan efisien bagi para pelaku UMKM yang berdasar pada SAK EMKM dan PP Pajak untuk UMKM, sehingga para pelaku UMKM juga akan merasa adil ketika tarif pajak yang digunakan itu sudah sesuai dengan jumlah omzet yang dimiliki oleh UMKM. Oleh karena itu, manajemen perpajakan yang tepat bagi para pelaku UMKM dapat ditentukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, khususnya sesuai dengan SAK EMKM dan PP Pajak untuk UMKM.

Kata-kata kunci: Manajemen pajak, UMKM, SAK EMKM, PP Pajak

ABSTRACT

The purpose of this paper is to provide understanding and knowledge about the most appropriate and efficient tax management for MSME actors based on SAK EMKM and PP Pajak for MSMEs, so that MSME actors will also feel fair when the tax rate used is in accordance with the amount of turnover owned by MSMEs. Therefore, proper tax management for MSME actors can be determined based on applicable laws and regulations, especially in accordance with SAK EMKM and PP Pajak for MSMEs.

Keywords: Tax management, MSMEs, SAK EMKM, PP Pajak

1.      PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang

Manajemen pajak menjadi salah satu hal yang penting di masyarakat saat ini, khususnya untuk selalu membuat perencaan pajak bagi para pelaku usaha. Manajemen pajak adalah usaha menyeluruh yang dilakukan seorang manajer pajak dalam suatu perusahaan atau organisasi agar hal yang berhubungan dengan perpajakan dari perusahaan atau organisasi dapat dikelola dengan baik, efisien, dan ekonomis, sehingga memberikan kontribusi maksimum bagi suatu perusahaan itu. Manajemen pajak menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) didefinisikan sebagai suatu usaha menyelutuh yang dilakukan terus menerus oleh wajib pajak agar semua hal yang berkaitan dengan urusan perpajakan dapat dikelola dengan baik, ekonomis, efektif, dan efisien, sehingga dapat memberikan kontribusi yang maksimum bagi kelangsungan hidup wajib pajak tanpa mengorbankan kepentingan penerimaan negara (Prawati, 2021).

Adapun manajemen pajak juga dibutuhkan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dalam membayarkan pajak penghasilannya, yang seringkali memberatkan wajib pajak dikarenakan tarif pajaknya yang terlalu besar, sehingga mereka membutuhkan manajemen pajak untuk dapat memilih tarif pajak yang lebih menguntungkan dengan menggunakan tarif yang sesuai fasilitas Pasal 31E bagi wajib pajak badan dan Pasal 17 bagi wajib pajak pribadi atau mengajukan Surat Pemberitahuan untuk dapat menggunakan tarif pajak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) 23 Tahun 2018. Dengan demikian UMKM dapat membayarkan pajaknya yang terutang dengan jumlah yang lebih rendah tanpa melanggar ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Selain itu, IAI telah menerbitkan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro Kecil Menengah (SAK EMKM) untuk membantu UMKM menjadi lebih efisien, transparan, dan akuntabel dalam melakukan pencatatan transaksi keuangan dan pelaporan serta perhitungan pajaknya yang terutang. Oleh karena itu, dengan adanya SAK EMKM dan PP Pajak UMKM dapat memudahkan dan membantu UMKM dalam pembuatan manajemen perpajakan yang dibutuhkan untuk menentukan tarif pajak yang sesuai dan efisien.

1.2              Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dari makalah yang telah disusun oleh penulis adalah sebagai berikut:

1.      Memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang manajemen pajak untuk UMKM berdasar SAK EMKM dan PP Pajak UMKM.

2.      Menjelaskan manajemen pajak yang sesuai dan efisien untuk UMKM.

1.3              Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan penulis dengan adanya penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1.      Manfaat Teoritis

a.       Dapat memberikan kontribusi bagi manajer pajak dengan menerapkan manajemen pajak yang sesuai untuk UMKM.

b.      Dapat memperkaya ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan manajemen pajak untuk UMKM.

2.      Manfaat Praktis

a.       Bagi Lembaga Akademik

Dapat memberikan informasi bagi lembaga akademik mengenai manajemen pajak untuk UMKM berdasar SAK EMKM dan PP Pajak UMKM.

b.      Bagi Penulis

Dapat memperoleh gambaran perbandingan tentang teori dengan kehidupan nyata agar dapat mengetahui manajemen pajak yang sesuai dan efisien serta menguntungkan, khususnya bagi para pelaku UMKM.

 

2. LANDASAN TEORI

2.1              Manajemen Perpajakan

Menurut Fauziah & Tidajoh (2018), manajemen pajak adalah salah satu cara untuk dapat melakukan minimalisasi beban pajak dengan cara yang legal dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Terdapat tiga hal yang mendasari manajemen pajak, yaitu tax police, tax law, dan tax administration. Selain itu juga terdapat beberapa poin penting dalam manjaemen pajak, antara lain:

a.       Flexible yaitu dapat dimodifikasi sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku, kondisi bisnis, dan motivasi wajib pajak, namun masih dalam batas hukum yang legal.

b.      Personalized yaitu dirancang khusus sesuai dengan kondisi dan kemampuan wajib pajak sehingga manjaemen pajak dapat meringankan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

c.       A professional product yaitu saran terbaik dan paling kompeten akan pilihan manajemen pajak yang tersedia.

d.      Coordinated yaitu tinjauan dari berbagai aspek pajak salah satunya adalah aspek pajak penghasilan.

e.       Oriented as to time yaitu konsistensi yang mensyaratkan bahwa masa lalu membatas masa sekarang dan masa sekarang yang akan menentukan masa depan.

f.       Completely honest yaitu suatu itikad baik, tanpa adanya unsur tax avoidance dan tax evasion.

Jadi, manajemen pajak adalah suatu cara dalam proses perencanaan pajak yang digunakan untuntuk menentukan suatu tarif pajak yang paling efektif dan efisien dalam membayarkan pajaknya yang terutang tanpa melanggar ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dan tetap memerhatikan beberapa poin penting dan beberapa hal yang mendasari dalam suatu manajemen pajak dalam proses pembentukan dan pemberlakuan manajemen pajak itu sendiri yang berlaku di Indonesia.

2.2              Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

Menurut Korompis, et al. (2021), UMKM adalah suatu usaha atau bisnis yang biasanya dijalankan oleh perseorangan atau individu, rumah tangga, ataupun jenis badan usaha dengan kriteria dari skala yang kecil sampai menengah. Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008, terdapat beberapa jenis UMKM, antara lain:

a.         Usaha Mikro

Usaha mikro merupakan usaha produktif milik perseorangan atau bagan usaha perserorangan dengan penjualan atau omzet dari usaha mikro paling banyak sebesar Rp 300.000.000 juta/tahun dan memiliki jumlah aset bisnis maksimal sebesar Rp 50.000.000 di luar aset bangunan dan tanah.

b.        Usaha Kecil

Usaha kecil merupakan usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri dan dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha dengan kriteria memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 500.000.000 di luar tanah dan bangunan, serta memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000 sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000.

c.         Usaha Menengah

Usaha menengah merupakan usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri dan bukan termasuk anak perusahaan ataupun cabang perusahaan tertentu dengan kriteria kekayaan bersih harus lebih dari Rp 500.000.000 sampai dengan paling banyak sebesar Rp 10.000.000.000 dan penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000 sampai paling banyak sebesar Rp 50.000.000.000.

Jadi, UMKM adalah suatu bentuk usaha atau bisnis yang biasanya dijalankan atau dilaksanakan oleh satu orang atau individu maupun suatu rumah tangga ataupun suatu kelompok yang dinilai berdasarkan total aset atau kekayaan bersih dan total omzet yang jumlahnya tidak terlalu besar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

 

 

2.3              SAK EMKM

Menurut Korompis, et al. (2021), SAK EMKM adalah Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro Kecil dan Menengah yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan akan pelaporan keuangan entitas mikro, kecil, dan menengah. SAK EMKM ditujukan untuk digunakan oleh entitas yang dirasa masih belum mampu memenuhi syarat akuntansi yang diatur sesuai dengan SAK ETAP. SAK EMKM ini berlaku mulai tanggal 1 Januari 2018 yang diberikan oleh IAI sebagai dukungan organisasi profesi akuntan dalam peningkatan akuntabilitas pelaporan keuangan entitas dan mendorong kemajuan ekonomi. Selain itu, SAK EMKM juga disusun untuk membantu para pelaku usaha di sektor UMKM yang belum mengetahui secara keseluruhan detail dari proses pembuatan laporan keuangan untuk kegiatan bisnis dalam pelaporan transaksi dari seluruh aktivitas bisnis UMKM.

Menurut Setiawati (2021), pemahaman mengenai SAK EMKM harus dimiliki oleh para pelaku usaha khususnya para pelaku UMKM dikarenakan ini merupakan suatu kemampuan seseorang untuk mengukur, mengklasifikasi, dan mengikhtisarkan penyajian unsur-unsur dalam laporan keuangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam SAK EMKM.

Jadi, SAK EMKM merupakan suatu ketentuan yang digunakan untuk beberapa entitas yang masih belum mampu memenuhi syarat akuntansi yang diatur sesuai dengan SAK ETAP dalam membuat penyajian laporan keuangan, serta pemahamaan akan SAK EMKM bagi para pelaku UMKM harus dimiliki dikarenakan agar dalam proses pembuatan dan penyajian laporan keuangan mereka memiliki pemahaman akuntansi yang mencakup pengukuran, asumsi dasar, maupun penyajian laporan keuangan itu sendiri.

2.4              PP Pajak UMKM

Menurut Setiawati (2021), peraturan pemerintah yang mengatur tentang UMKM telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Dalam PP Nomor 46 Tahun 2013 ini diatur penurunan tarif yang awalnya 1% menjadi 0,5%, sehingga dengan adanya penurunan tarif ini akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak UMKM. Selain itu, juga terdapat peraturan pemerintah lain yang mengatur tentang UMKM, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 yang memberikan batasan waktu pemanfaatan tarif pajak penghasilan 0,5% yaitu 7 tahun untuk wajib pajak orang pribadi, 4 tahun untuk wajib pajak badan dengan bentuk koperasi, CV, atau Firma dan 3 tahun bagi wajib pajak badan yang berbentuk Perseroan Terbatas, sehingga setelah batasan waktu tersebut wajib pajak termasuk UMKM akan menggunakan skema UU PPh Pasal 17.

Jadi, peraturan pemerintah yang mengatur tentang UMKM diatur berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013 yang mengatur tentang pajak penghasilan dari usaha yang diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dan PP Nomor 23 Tahun 2018 yang mengatur tentang batasan waktu pemanfaatan tarif pajak penghasilan. Oleh karena itu, UMKM juga perlu diatur agar dalam pengelolaan tentang tarif pajak penghasilan di UMKM tersebut dapat terlaksana dengan efisien sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.5       Model Perpajakan UMKM

Menurut Fauziah & Tidajoh (2018), model perpajakan bagi UMKM dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu sistem standard regime dan sistem presumptive regime. Pada sistem standard regime tidak terdapat perbedaan perlakuan bagi para pelaku UMKM dan tidak ada fasilitas tarif yang lebih rendah, standar ini umumnya diterapkan pada negara-negara maju yang UMKM di negara tersebut telah memunyai kemampuan book-keeping yang memadai dan menjalankan administrasi secara efisien. Hal ini berbeda dengan sistem presumptive regime yang membebankan PPh berdasarkan pada kondisi wajib pajak, seringkali sistem ini diterapkan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia yang memiliki tingkat kepatuhan wajib pajak yang rendah dan sistem administrasi yang kurang memadai.

Jadi, model perpajakan UMKM di negara-negara tertentu dibedakan berdasarkan kondisi dan ketentuan yang berlaku di negara tersebut, serta disesuaikan dengan kondisi para pelaku UMKM apakah mereka sudah memunyai pengetahuan yang memadai atau belum mengenai pelaksanaan UMKM yang mereka miliki.


3. STUDI KASUS

3.1       Studi Kasus UMKM

Para pelaku UMKM yang merupakan orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan usaha dengan batasan omzet tertentu, sehingga setiap tahunnya wajib menyetorkan dan melaporkan pajak penghasilan dengan tarif pajak penghasilan yang dikenakan tergantung dari besarnya omzet pelaku UMKM tersebut. Sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah 23 Tahun 2018, yaitu penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu, dan dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dalam jangka waktu tertentu yaitu tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam 1 tahun pajak. Wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan Final, yaitu wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, atau perseroan terbatas.

Tarif pajak penghasilan yang bersifat final sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah 23 Tahun 2018 sebesar 0,5%, yang mulai diberlakukan 1 Juli Tahun 2018. Jumlah peredaran bruto atas penghasilan dari usaha setiap bulan yang merupakan dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan yang bersifat final. Selain itu, UMKM untuk wajib pajak badan juga harus melaporkan pajak bulanannya dalam bentuk Surat Keterangan Terdaftar yang diterima pada saat pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

 

4.  PEMBAHASAN

4.1       Strategi Manajamen Pajak (Tax Planning) bagi UMKM

Dalam melakukan manajemen pajak atau tax planning untuk UMKM dibutuhkan beberapa strategi, diantaranya adalah:

a.                   Memastikan pelaku UMKM memiliki Surat Keterangan Bebas (SKB)

Dengan adanya Surat Keterangan Bebas ini memiliki fungsi pada saat wajib pajak akan melakukan pekerjaan dengan wajib pajak badan lainnya. Misalnya, pada saat pelaku UMKM A merupakan suatu badan usaha berupa CV, CV A menerima penghasilan sewa mobil dari CV B yang memiliki omzet lebih dari Rp 4,8 miliar, sehingga atas transaksi yang dilakukan wajib dipotong PPh Pasal 23. Namun bagi CV A sebagai pelaku UMKM yang menggunakan tarif 0,5% dan tidak perlu dipotong PPh Pasal 23 cukup dengan memberikan SKB kepada lawan transaksi. Tetapi jika pelaku UMKM tidak memunyai SKB, maka akan mendapatkan bukti potong PPh Pasal 23, yang harus diinput pada Surat Pemberitahuan (SPT) PPh Tahunan Wajib Pajak Badan tersebut kemudian akan menyebabkan SPT yang menyebabkan lebih bayar, namun jika pelaku UMKM belum memiliki SKB, maka dapat mengajukan permohonan SKB ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

b.                  Mempertahankan omzet agar tidak lebih dari Rp 4,8 miliar

Dengan cara memertahankan omzet agar tidak lebih dari Rp 4,8 miliar dapat dilakukan dengan menghindari pengakuan pendapatan di muka, melakukan pemcahan invoice untuk menghindari omzet lebih dari Rp 4,8 miliar dan memisahkan badan usaha jika penghasilan didapatkan dari berbagai jenis usaha namun dalam satu badan usaha. Misalnya, pelaku UMKM memiliki usaha sepatu dan usaha sandal bila digabungkan omzetnya bisa melebihi Rp 4,8 miliar, maka pelaku UMKM dapat membuka badan usaha baru yang berbeda.

c.                   Memertimbangkan untuk melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Dalam hal ini, wajib pajak yang telah terlanjur memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP meskipun memiliki omzet di bawa Rp 4,8 miliar. Karena pada saat pelaku UMKM lebih memilih dikukuhkan sebagai PKP, maka memiliki kewajiban untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan bagi wajib pajak orang pribadi wajib melakukan pembukuan. Adapun yang harus dipertimbangkan ketika memiliki kewajiban tersebut harga barang atau harga jasa menjadi tinggi karena harga sudah termasuk PPN dan biaya administrasi PPN berupa tenaga kerja bagian mengelola PPN kemudian alat tulis kantor dan sebagainya. Namun, pencabutan pengukuhan PKP tidak disarankan jika pelaku UMKM ingin mengikuti lelang badan pemerintah/BUMN/BUMD untuk bekerjasama dengan pemerintah, kemudian dengan PKP, pelaku UMKM dapat mengkreditkan pajak masukan atas pembelian aktiva yang berhubungan dengan kegiatan usaha.

4.2       Beberapa aspek untuk melakukan tax planning bagi UMKM

Beberapa aspek yang perlu diperhatikan untuk melakukan tax planning bagi UMKM, antara lain:

a.                  Tarif

Wajib pajak UMKM orang pribadi dengan penghasilan neto di atas 6% dan UMKM badan dengan penghasilan neto di atas 4% dari penghasilan bruto sebaiknya menggunakan tarif pajak sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018. Bagi wajib pajak UMKM orang pribadi dengan penghasilan neto di bawah 6% dari penghasilan bruto sebaiknya menggunakan tarif pajak sesuai dengan ketentua Pasal 17 UU PPh, sedangkan bagi UMKM dengan penghasilan neto di bawah 4% dari penghasilan bruto sebaiknya menggunakan tarif pajak penghasilan sesuai dengan fasilitas Pasal 31E UU PPh. Dengan menggunakan tarif pajak berdasarkan kriteria ini, maka UMKM akan lebih diuntungkan karena jumlah pajak terutang menjadi lebih rendah.

b.                  Administrasi

Berhubungan dengan administrasi, aspek yang perlu diperhatikan dalam UMKM yaitu waktu pembayaran dan penyetoran pajak penghasilan, serta prosedur pengajuan penggunaan tarif. Pembayaran dan penyetoran pajak penghasilan dilakukan setiap bulan, paling lama tanggal 15 bulan berikutnya, hal ini perlu diketahui agar wajib pajak UMKM tidak terkena sanksi administrasi, keterlambatan penyetoran pajak sebesar 2% per bulan. Dengan terhindar dari denga, maka akan semakin kecil biaya yang dikeluarkan UMKM untuk dapat memenuhi kewajiban perpajakan. Bagi UMKM yang akan menggunakan tarif 0,5% sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, maka harus memberikan pemberitahuan secara tertulis ke Direktorat Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak, diserta dengan penyampaian SPT PPh tahun pajak terakhir.

c.                  Pembukuan

Selain itu, UMKM juga harus melakukan pembukuan yang sekurang-kurangnya laporan posisi keuangan yang berisi informasi mengenai harta, kewajiban, serta modal dan laporan laba rugi yang berisi informasi terkait penghasilan, biaya, penjualan, dan pembelian. Pembukuan juga merupakan kewajiban bagi wajib pajak yang memilih dikenai tarif pajak sesuai dengan ketentuan umum pajak penghasilan, pembukuan juga memberikan banyak manfaat bagi wajib pajak UMKM.

 

5.  PENUTUP

5.1       Simpulan

Proses manajemen pajak (tax planning) untuk UMKM diperlukan khususnya pemahaman akuntansi yang baik melalui peraturan dan pemahaman SAK EMKM dan PP Pajak bagi UMKM  dapat memberikan kualitas pencatatan akuntansi yang baik dalam menghasilkan laporan keuangan yang wajar sesuai dengan standar berlaku untuk penyusunan laporan fiskal untuk kepentingan perpajakan. Dikarenakan pelaku UMKM dengan pemahaman akuntansi yang baik mampu menjalankan kewajiban perpajakannya sehingga memiliki kepatuhan pajak yang lebih tinggi, namun apabila tidak cukup tersedianya sumber daya manusia bagi UMKM di penyusunan laporan keuangan formal dan penghitungan pajak sehingga dapat menghambat pelaporan perpajakan dan memengaruhi kepatuhan UMKM sebagai wajib pajak.

UMKM yang sebaiknya menggunakan tarif pajak sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 23 adalah UMKM orang pribadi dengan penghasilan neto atau di atas 6% dan UMKM badan dengan penghasilan neto di atas 4%. UMKM yang sebaiknya menggunakan tarif pajak Pasal 17 UU PPh adalah UMKM orang pribadi dengan penghasilan neto di bawah 6%. Selain itu, UMKM yang sebaiknya menggunakan fasilitas Pasal 31E adalah UMKM badan dengan penghasilan neto di bawah 4%.

5.2       Saran

Menurut penulis, perlu bagi pelaku UMKM agar memiliki proses perencanaan pajak yang baik dan efisien agar dalam proses perhitungan dan pembayaran pajaknya yang terutang dapat menggunakan tarif yang paling sesuai dengan omzet yang dimiliki UMKM tersebut, dan mereka tidak akan merasa keberatan apabila tarif yang dikenakan itu terlalu besar atau tinggi bagi mereka.  Dan selain itu, pelaku UMKM ini juga akan memiliki ketaatan dalam membayarkan pajaknya mereka yang terutang karena mereka sudah merasa puas dengan tarif pajak yang dikenakans sesuai dengan omzet yang dimiliki UMKM mereka. 

 

DAFTAR PUSTAKA

Daniati, N. (2020, 10 06). Tax Planning Bagi Pelaku UKM/UMKM. Retrieved from Pajak.io: https://blog.pajak.io/tax-planning-bagi-pelaku-ukm-umkm/

 

Fauziah, U., & E.Tidajoh, B. (2018). PERENCANAAN PAJAK UNTUK USAHA MIKRO, KECIL,DAN MENENGAH . Substansi, 199 -213.

 

Korompis, S., Tuerah, R., Tangon, J., & Malonda, D. (2021). PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN BERDASARKAN SAK EMKM (STUDI KASUS USAHA PETERNAKAN AYAM PETELUR DI DESA (STUDI KASUS USAHA PETERNAKAN AYAM PETELUR DI DESA . Jurnal Riset Akuntansi Politala, 75 - 82.

 

Prawati, L. D. (2021, 12 01). Apa Itu Manajemen Pajak? Retrieved from BINUS University: https://accounting.binus.ac.id/2021/12/01/apa-itu-manajemen-pajak/

 

Setiawati, E. (2021). IMPLEMENTASI SAK EMKM DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK PELAKU UMKM DI KOTA MATARAM. Jurnal Riset Akuntansi, 16 - 28.

 

 

Tidak ada komentar: