Jumat, 03 Februari 2023

PENGAUDITAN BERBASIS RISIKO (RISK BASED AUDIT)

 MILINIA AMANDA P. S. & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

PROGRAM STUDI AKUNTASI - FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG - KABUPATEN MALANG

2022

 

ABSTRAK

Audit berbasis risiko (Risk Based Audit) merupakan metodologi pemeriksaan yang dipergunakan untuk memberikan jaminan bahwa risiko telah dikelola di dalam batasan risiko yang telah ditetapkan manajemen pada tingkatan korporasi. Pendekatan audit berbasis risiko berfokus dalam mengevaluasi risiko₋risiko baik strategis, finansial, operasional, regulasi dan lainnya yang dihadapi oleh organisasi.

Kata-Kata Kunci: Audit, Audit Berbasis Risiko

 

ABSTRACT

Risk Based Audit is an examination methodology used to provide assurance that risk has been managed within the risk limits set by management at the corporate level. The risk-based audit approach focuses on evaluating the strategic, financial, operational, regulatory and other risks faced by the organization.

Keys Word: Audit, Risk Based Audit

 

1.      PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang

Dalam sebuah perusahaan, pengauditan merupakan sesuatu yang sangat vital yang erat hubungannya dalam laporan keuangan. Para akuntan akuntan publik harus menekankan pemeriksaan laporan keuangannya dengan menekankan resiko‐resiko apa saja ditemukan para auditor dalam memberikan opini terhadap perusahaan yang diperiksanya. Proses audit merupakan suatu kewajiban yang harus dijalani di setiap organisasi atau perusahaan. Seiring dengan perkembangan proses audit yang dilakukan, mulai bermunculan pendekatan-pendekatan dengan melakukan audit. Pendekatan-pendekatan ini muncul untuk menyesuaikan keadaan atau organisasi klien yang berbeda-beda, sehingga hal ini akan meningkatkan kualitas, hasil, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas proses audit.

Internal auditor harus mendahulukan pengujian dan observasi pada aktivitas yang dinilai berisiko tinggi, tidak terperangkap pada rutinitas dan kegiatan yang kurang berisiko. Internal auditor harus mampu mengidentifikasi risiko-risiko yang dihadapi perusahaan telah cukup diantisipasi dan dimitigasi oleh perusahaan. Dengan melakukan audit berbasis risiko, diharapkan para internal auditor mampu mengatasi kelemahan-kelemahan yang dihadapi terkait dengan perencanaan tahunan audit dan melaksanakan pengujian-pengujian audit secara lebih efektif dan efsien

1.2.       Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1.             Mahasiswa dapat memahami tentang Audit Berbasis Risiko.

2.             Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana pelaksanaan Audit Berbasis Risiko.

1.3.       Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan ini antara lain:

1.             Manfaat Teoritis

Memberikan pemahaman menyangkut Audit Berbasis Risiko seperti peran, aspek yang diperlukan, langkahlangkah pelaksanaan, serta metodologi dari audit berbasis risiko.

2.             Manfaat Praktis

Memberi pengetahuan baru kepada penulis dan pembaca dalam memahami tentang apa itu audit berbasis risiko. Khusus bagi mahasiswa akuntansi agar mampu memahami tentang Audit Berbasis Risiko dan juga langkahlangkah pelaksanaan audit berbasis risiko supaya membantu mahasiswa dalam dunia kerja nantinya.

 

PEMBAHASAN

2.1.       Audit

2.1.1. Pengertian Audit

Audit merupakan suatu ilmu yang digunakan untuk melakukan penilaian terhadap pengendalian internal yang bertujuan untuk memberikan perlindungan dan pengamanan supaya dapat mendeteksi terjadinya penyelewengan dan ketidakwajaran yang dilakukan oleh perusahaan. Proses audit sangat diperlukan suatu perusahaan karena dengan proses tersebut seorang akuntan publik dapat memberikan pernyataan pendapat terhadap kewajaran atau kelayakan laporan keuangan berdasarkan international standards auditing yang berlaku umum. Untuk memahami pengertian audit secara baik, berikut ini pengertian audit menurut pendapat beberapa ahli akuntansi.

Menurut Agoes (2017), audit adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Sedangkan Menurut Mulyadi (2016), audit adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.

Sesuai dengan pengertian audit yang dikemukakan oleh para ahli maka disimpulkan bahwa audit adalah suatu proses pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor dengan mencari bukti dan memeriksa laporan keuangan yang diberikan oleh perusahaan serta memberikan opini apakah laporan keuangan suatu perusahaan dapat dipertanggungjawabkan dan sudah sesaui dengan standar penyususnan laporan keuangan yang ada. Selain itu, dapat dikatakan bahwa audit merupakan suatu proses pemeriksaan yang dilakukan secara sistematik terhadap laporan keuangan, pengawasan intern, dan catatan akuntansi suatu perusahaan. Audit bertujuan untuk mengevaluasi dan dan memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan berdasarkan buktibukti yang diperoleh dan dilakukan oleh seorang yang independen dan kompeten.

2.1.2. Tujuan Audit

Suatu perusahaan perlu memiliki pengendalian internal untuk menjamin tercapainya tujuan yang telah direncanakan. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut maka dalam pelaksanaan kegiatan harus diawasi dan sumber ekonomi yang dimiliki harus dikerahkan dan digunakan sebaik mungkin. Berdasarkan beberapa definisi audit yang telah dikemukakan di atas, dapat diketahui bahwa tujuan audit pada umumnya untuk menentukan keandalan dan integritas informasi keuangan; ketaatan dengan kebijakan, rencana, prosedur, hukum, dan regulasi; serta pengamanan aktiva. Dengan demikian tujuan audit menghendaki akuntan memberi pendapat mengenai kelayakan dari pelaporan keuangan yang sesuai standards auditing.

Menurut Tuanakotta (2014), tujuan audit adalah mengangkat tingkat kepercayaan dari pemakai laporan keuangan yang dituju, terhadap laporan keuangan itu. Tujuan itu dicapai dengan pemberian opini oleh auditor mengenai apakah laporan keuangan disusun dalam segala hal yang material sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku. Hal berbeda dikemukakan oleh Arens (2015), bahwa tujuan audit adalah untuk menyediakan pemakai laporan keuangan suatu pendapat yang diberikan oleh auditor tentang apakah laporan keuangan disajikan secara wajar dalam semua hal yang material, sesuai dengan kerangka kerja akuntansi keuangan yang berlaku. Pendapat auditor ini menambah tingkat keyakinan pengguna yang bersangkutan terhadap laporan keuangan.

2.2.       Audit Berbasis Risiko

Audit berbasis ISA merupakan pengertian lain dari audit berbasis risiko. Proses audit berbasis ISA merupakan proses audit berbasis risiko yang mengandung 3 langkah utama yaitu Risk Assessment (Penilaian Risiko), Risk Respone (Merespon Risiko), dan Report (Pelaporan). Audit berbasis risiko (Risk Based Audit) merupakan metodologi pemeriksaan yang dipergunakan untuk memberikan jaminan bahwa risiko telah dikelola di dalam batasan risiko yang telah ditetapkan manajemen pada tingkatan korporasi (Tuanakotta & Theodorus M., 2014).

Pendekatan audit berbasis risiko berfokus dalam mengevaluasi risiko₋risiko baik strategis, finansial, operasional, regulasi dan lainnya yang dihadapi oleh organisasi. Pendekatan audit berbasis risiko bukan berarti menggantikan pendekatan audit konvensional yang dijalankan oleh lembaga audit intern yang sudah berjalan selama ini, akan tetapi pendekatan ini hanya membawa suatu metodologi audit yang dapat dijalankan oleh auditor internal dalam pelaksanaan penugasan auditnya melalui pendekatan dan pemahaman atas risiko yang harus diantisipasi, dihadapi, atau dialihkan oleh manajemen guna mencapai tujuan.

Audit berbasis risiko dapat dipahami secara utuh maknanya dengan beberapa konsep dasar yang saling berkaitan, antara lain:

1.             Asuransi yang Layak (Reasonable Assurance)

Asurans yang layak merupakan asuransi yang tinggi, tetapi bukan pada tingkat tinggi yang mutlak (absolute level of assurance). Asurans yang layak dicapai ketika auditor memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat (sufficient appropriate audit evidence) untuk menekan risiko audit. Risiko audit adalah risiko dimana auditor memberikan opini yang salah ketika laporan keuangan disalahsajikan secara material. Auditor ingin menekan risiko audit ini ke tingkat rendah yang dapat diterima (to an acceptably low level). Dengan bukti audit yang cukup dan tepat, auditor sudah menekan risiko audit, namun tidak mungkin sampai ke tingkat nol, karena adanya kendala bawaaan dalam setiap audit. Auditor menekan risiko auditnya sampai ke tingkat yang disebut “an accepatbly low level”, atau tingkat rendah yang dapat diterima oleh auditor. Auditor tidak dapat memberikan absolute assurance (asurans mutlak). Auditor menarik kesimpulan auditnya dan mendasarkan opini atau pendapatnya kepada bukti-bukti audit.

2.             Kendala Bawaan (Inherent Limitations)

Tabel 1. Kendala Bawaan

Kendala

Penjelasan

Sifat Pelaporan Keuangan

Pembuatan laporan keuangan memerlukan:

a)     Judgement manajemen dalam menerapkan kerangka pelaporan keuangan, dan

b)    Keputusan atau penilaian subjektif (seperti estimasi) oleh manajemen dalam memilih berbagai tafsiran atau judgement yang akseptabel.

Sifat Bukti Audit yang Tersedia

Kebanyakan pekerjaan auditor dalam merumuskan pendapatnya adalah mengumpulkan dan mengevaluasi bukti audit. Bukti ini cenderung bersifat persuasif, dan tidak konklusif.

Bukti audit terutama diperoleh melalui pelaksanaan prosedur audit. Bukti ini juga meliputi informasi yang diperoleh dari sumber lain seperti: audit yang lalu; prosedur kendali mutu dalam rangka menerima/melanjutkan hubungan dengan klien; catatan pembukuan entitas; dan bukti audit yang dibuat tenaga ahli yang digunakan entitas

Sifat Prosedur Audit

Bagaimanapun bagusnya rancangan prosedur audit, ia tidak akan mampu mendeteksi setiap salah saji:

a)    Setiap sampel (kurang dari 100%) mengandung risiko bahwa salah saji tidak terdeteksi,

b)   Manajemen/pihak lain (sengaja/tidak) mungkin tidak memberikan semua informasi yang diminta,

c)    Kecurangan yang canggih disembunyikan dengan rapi,

d)   Prosedur audit untuk mengumpulkan bukti audit mungkin tidak mendeteksi informasi yang hilang.

Pelaporan Keuangan Tepat Waktu

Relevansi/informasi keuangan cenderung menurun dengan lewatnya waktu. Oleh karena itu, perlu ada keseimbangan antara keandalan informasi dan biayanya.

Pemakai laporan keuangan mempunyai ekspektasi bahwa auditor memberikan pendapat dalam waktu yang layak. Oleh karena itu, tidaklah praktis meminta semua informasi yang mungkin ada, atau menuntaskan semua masalah sehabis-habisnya, dengan asumsi bahwa informasi mengandung kesalahan/kecurangan sampai terbukti sebaiknya.

Sumber: Tuanakotta, 2014

3.             Lingkup Audit (Audit Scope)

Laporan auditor yang tidak dimodifikasi (unmodified auditor’s report) atau opini wajar tanpa pengecualian (WTP) tidak menjamin keberhasilan dan daya bertahan entitas itu di masa mendatang (future viability of theentity). WTP juga tidak mencerminkan apakah manajemen mengelola entitas secara efektif dan efisien. Setiap perluasan dari tanggung jawab audit yang utama, seperti yang mungkin ditetapkan dalam ketentuan perundang-undangan, mewajibkan auditor untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan tambahan dan memodifikasi atau memperluas laporan auditor sesuai dengan perluasan tanggung jawabnya (Tuanakotta & Theodorus M., 2014).

4.             Salah Saji yang Material (Material Misstatement)

Salah saji yang material (material messtatement) terjadi jika secara layak dapat diharapkan, akan mempengaruhi keputusan ekonomis pemakai laporan keuangan. Salah saji yang material bisa:

a)                  Terjadi secara sendiri-sendiri atau bersama. Misalnya, laporan keuangan mencantumkan pabrik senilai Rp 10 miliar. Pabrik itu tidak pernah dibangun atau dibeli. Laporan keuangan tersebut juga mengandung satu salah saji yang material. Laporan keuangan dapat juga berisi beberapa salah saji, yang secara agregatif atau tergabung, berjumlah material.

b)                  Berupa salah saji yang tidak dikoreksi (uncorrected misstatement), misalnya yang ditemukan oleh auditor dan dikomunikasikan kepada kepala bagian pembukuan (chief accountant), dan diakui sebagai salah saji, namun kepada bagian pembukuan tidak bersedia mengoreksinya.

c)                  Berupa pengungkapan yang menyesatkan (misleading disclosures) dalam laporan keuangan, atau pengungkapan yang tidak dicantumkan (missing disclosures) dalam laporan keuangan. Ini salah saji yang material secara kualitatif.

d)                 Berupa kesalahan (error) kecurangan (fraud).

5.             Asersi (Assertions)

Asersi (Assertions) merupakan pernyataan yang diberikan manajemen, secara ekplisit maupun implisit, yang tertanam didalam atau merupakan bagian dari laporan keuangan. Asersi berhubungan dengan pengakuan (recognition), pengakuan (measurement), penyajian (presentation), dan pengungkapan (disclosure) dari berbagai unsur laporan keuangan. Yang dimaksud dengan unsur laporan keuangan (elements in the financial statements) adalah angka-angka/jumlah (amounts) dan pengungkapan (disclosures). Asersi-asersi ini digunakan oleh auditor untk mempertimbangkan berbagai jenis kemungkinan salah saji yang bisa terjadi.

2.2.1. Ruang Lingkup, Tujuan dan Manfaat Audit Berbasis Risiko

Audit berbasis risiko memiliki ruang lingkup antara lain:

1.             Penilaian atas identifikasi risiko yang dilakukan oleh manajeman termasuk risiko bisnis yang dapat menghalangi pencapaian tujuan perusahaan,

2.             Mengetahui kadar dan dampak risiko yang menimpa perusahaan,

3.             Mempercepat eskalasi risiko tinggi kepada manajemen puncak,

4.             Kemampuan melakukan pemeriksaan manajemen risiko yang akan ditularkan kepada seluruh auditor maupun auditee.

Tujuan audit berbasis risiko yaitu untuk memberikan keyakinan kepada Komite Audit, Dewan Komisaris, dan Direksi bahwa:

1.             Perusahaan telah memiliki proses manajemen risiko dan proses tersebut telah dirancang dengan baik.

2.             Proses manajemen risiko telah diintegrasikan oleh manajemen ke dalam semua tingkat organisasi mulai dari tingkat korporasi, divisi, sampai unit kerja terkecil, dan telah berfungsi dengan baik.

3.             Kerangka kerja internal dan tata kelolah yang baik telah tersedia secara cukup dan berfungsi dengan baik guna mengendalikan risiko.

Adapun audit berbasis risiko ini memiliki manfaat bagi organisasi, antara lain adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Manfaat Audit Berbasis Risiko

Manfaat

Penjelasan

Flesibilitas Waktu

Karena prosedur penilaian risiko tidak menguji transaksi dan saldo secara rinci, prosedur itu dapat dilaksanakan jauh sebelum akhir tahun (dengan asumsi tidak ada perubahan operasional yang besar). Ini juga memberikan cukup waktu bagi klien untuk menanggapi temuan mengenai kelemahan pengendalian internal.

Upaya Tim Audit Terfokus pada Area Kunci

Dengan memahami dimana risiko salah saji material bisa terjadi dalam laporan keuangan, auditor dapat mengarahkan tim audit ke hal₋hal beresiko tinggi (high₋risk area) dan mengurangi pekerjaan pada lower risk area. Dengan demikian sumber daya/staff audit dimanfaatkan sebaik₋baiknya.

Prosedur Audit Terfokus pada Risiko

Prosedur audit yang dirancang untuk menanggapi risiko yang dinilai. Oleh karena itu, uji rincian (test of details) yang hanya menggapi resiko secara umum, akan dapat dikurangi secara signifikan atau bahkan sama sekali dihilangkan.

Pemahaman atas Pengendalian Internal

Pemahaman terhadap pengendalian internal (yang diwajibkan ISA) memungkinkan auditor mengambil keputusan yang tepat untuk menguji/tidak menguji efektifnya pengendalian internal.

Komunikasi Tepat Waktu

Pemahaman terhadap pengendalian internal yang meningkat, memungkinkan auditor mengidentifikasi kelemahan dalam pengendalian internal, yang sebelumnya tidak diketahui. Mengkomunikasikan kelemahan dalam pengendalian internal secara tepat waktu memungkinkan entitas mengambil tindakan yang tepat dan yang menguntungkan entitas. Hal ini juga menghemat waktu pelaksanaan audit.

 

2.2.2. Peran Audit Berbasis Risiko

Audit berbasis risiko juga memiliki peran, antara lain:

1.             Rencana audit difokuskan pada area yang paling memberikan nilai tambah dan aokasi sumber daya perusahaan.

2.             Dengan analisis risiko yang berkesinambungan, Internal Audit akan memiliki early warning Signals. sehingga penanganan risiko dapat dilakukan lebih proaktif dan dini.

3.             Mengkomunikasikan visi, misi, strategi kebijakan direksi dan mekanisme pelaporan yang berkaitan dengan manajemen risiko perusahaan ke seluruh jajaran perusahaan.

4.             Mengidentifikasi KPI (key performance index) dan CSA (control self₋assessment) yang berkaitan dengan risiko.

5.             Mengikutsertakan stakeholders utama dan komunitas investasi dalam kegiatan dan perkembangan manajemen risiko perusahaan.

2.2.3. Aspek yang Diperlukan dalam Penerepan Audit Berbasis Risiko

Adapun aspek-aspek yang perlu diperhatikan seorang auditor dalam melakukan pendekatan audit berbasis risiko, antara lain:

1.             Dalam menerapkan audit berbasis risiko, auditor perlu mengidentifikasi wilayah/area yang memiliki risiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan manajemen. Misalnya dalam audit keuangan, risiko salah saji yang tinggi pada penyajian laporan keuangan. Wilayah/area yang memiliki risiko yang tinggi tersebut akan memerlukan pengujian yang lebih mendalam.

2.             Auditor dapat mengalokasikan sumber daya auditnya yang berdasarkan hasil identifikasi atas kemungkinan dan dampak terjadinya risiko. Wilayah risiko yang rendah akan menjadi prioritas akhir alokasi sumber daya audit.

Dalam melaksanakan audit berbasis risiko, auditor harus melakukan analisis dan penafsiran risiko yang dihadapi. Untuk melakukan penafsiran dan analisis risiko tersebut, auditor perlu memerhatikan hal-hal berikut ini:

1.             Risiko kegiatan dari auditi (the auditee business risk), yaitu risiko terjadinya suatu kegiatan yang dapat memengaruhi pencapaian tujuan dan sasaran manajemen. Risiko yang dimaksud bukan hanya risiko atas salah saji laporan keuangan saja, namun juga risiko tidak tercapainya sasaran/tujuan yang telah ditetapkan.

2.             Cara manajemen mengurangi atau meminimalisasi risiko.

3.             Wilayah/area yang mengandung risiko dan belum diidentifikasi oleh manajemen secara memadai atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh manajemen.

2.2.4. Pelaksanaan Audit Berbasis Risiko

Dalam ISA 200 disajikan standar tentang pelaksanaan suatu audit berbasis risiko, antara lain:

1.             Skeptisme Professional (ISA 200.15)

Auditor wajib merencanakan dan melaksanakan suatu audit dengan skeptisme profesiomal dengan menyadari bahwa mungkin ada situasi yang menyebabkan laporan keuangan disalah sajikan secara material.

2.             Kearifan Professional (ISA 200.16)

Auditor wajib melaksanakan kearifan professional dalam merencanakan dan melaksanakan suatu audit atas laporan keuangan.

3.             Asuransi yang Layak (ISA 200.17)

Untuk memperoleh asuransi yang layak, auditor memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat untuk menekan risiko audit ke tingkat rendah yang dapat diterima, dengan demikian memungkinkan auditor menarik kesimpulan yang layak untuk digunakan sebagai dasar pemberian pendapat auditor.

4.             Gunakan Tujuan Sesuai ISAs yang Relevan (ISA 200.21)

Untuk mencapai tujuan menyeluruh, auditor wajib menggunakan tujuan yang dinyatakan dalam ISAs yang relevan dalam merencanakan dan melaksanakan audit tersebut, dengan memperhatikan keterkaitan diantara (berbagai) ISAs untuk:

a)    Menentukan apakah prosedur audit tambahan disamping yang diwajibkan ISAs memang diperlukan untuk mencapai tujuan yang dinyatakan dalam ISAs;

b)   Mengevaluasi apakah bukti audit yang cukup dan tepat sudah diperoleh.

Audit berbasis risiko memiliki 3 langkah dalam pelaksanaannya, yaitu:

1.             Risk Assesment

Penilaian risiko untuk mengidentifikasi dan menilai risiko salah saji material dalam laporan keuangan, merancang dan melaksanakan prosedur audit selanjutnya untuk menanggapi risiko salah saji. Mengacu pada ISA 315.3 mengenai tujuan auditor pada tahap risk assessment adalah mengidentifikasi salah saji yang material karena kecurangan atau kesalahan pada tingkat laporan keuangan dan asersi melalui pemahaman entitas dan lingkungannya termasuk pengendalian intern entitas yang memberikan dasar untuk merancang dan mengimplementasikan tanggapan terhadap resiko (salah saji material) yang dinilai. Keharusan yang dilakukan dalam tahap risk assessment menurut ISA 315.3 antara lain:

a)    Partner dan tim inti audit terlibat aktif dalam audit plan

b)   Skeptisme professional dalam upaya mencapai asuransi yang layak

c)    Rencanakan auditnya mencangkup waktu dalam audit plan akan memastikan tujuan audit terpenuhi

d)   Diskusi tim audit dan komunikasi berkelanjutan

e)    Focus identifikasi risiko yang relevan

f)    Evaluasi cerdas tenggapan manajemen atas risiko

2.             Risk Response

Merancang dan melaksanakan prosedur audit selanjutnya untuk menanggapi risiko salah saji material pada tingkat laporan keuangan dan asersi. Mengacu pada ISA 330.3 mengenai tujuan auditor pada tahap risk response adalah memperoleh bukti audit yang cukup tepat tentang resiko (salah saji material) yang dinilai dengan merancang dan mengimplementasi tanggapan yang tepat terhadap resiko tersebut. Dalam tahap ini, auditor mengembangkan prosedur audit responsif, yaitu prosdur audit yang menanggapi risiko yang dinilai.

3.             Reporting

Merumuskan pendapat berdasarkan bukti yang diperoleh; kemudian membuat dan menerbitkan laporan yang tepat sesuai kesimpulan audit. Jika semua prosedur sudah dilaksanakan dan kesimpulan dicapai, maka temuan audit dilaporkan kepada manajemen dan TCWG. Opini audit dirumuskan dan keputusan mengenai redaksi yang tepat untuk laporan auditor dibuat.

2.2.5. Metodologi Audit Berbasis Risiko

Pendekatan dan metodologi audit berbasis risiko dapat diilustrasikan dalam 3 tahapan besar yaitu:

1.             Asesmen Risiko

Tahapan ini digunakan untuk menentukan frekuensi, intensitas, dan waktu audit dengan cara mengidentifikasi, mengukur, dan menentukan prioritas risiko agar keterbatasan sumber daya yang kita miliki dapat diarahkan ke area dengan bobot risiko yang lebih tinggi. Tahap ini dapat ditiadakan apabila profil risiko yang dihasilkan oleh unit manajemen risiko korporasi sudah tersedia dan dapat diyakini keandalannya. Pada tahap asesmen risiko, internal auditor juga perlu menetapkan kriteria auditable units antara lain:

a)    Unit tersebut memberikan kontribusi yang berdampak cukup besar pada tujuan perusahaan

b)   Justifikasi biaya pengendalian atas unit yang memiliki potensi kerugian yang lebih besar daripada yang dikeluarkan untuk pengendalian termasuk biaya audit.

2.             Penyusunan Program Audit Internal

Selanjutnya berdasarkan hasil dari asesmen risiko, masing‐masing auditable units ditetapkan nilai akhirnya menggunakan faktor risiko seperti:

a)    Audit Assurance, melihat relevansi hasil kajian audit periode sebelumnya atas area yang memiliki risiko dengan rating yang tinggi.

b)   Materialistis, mengkaji area yang memiliki dampak risiko tinggi dengan menggunakan parameter keuangan maupun non keuangan.

c)    Residual risk, nilai risiko yang telah memerhitungkan faktor positif yang dimiliki perusahaan seperti pengendalian internal.

d)   Audit judgement, pertimbangan auditor atas perubahan sistem dan prosedur, restrukturisasi organisasi yang memiliki dampak kepada area tertentu.

3.             Pelaksanaan Program Audit Internal

a)    Mengkaji keselarasan sasaran unit operasional, direktorat, dan individu dengan tujuan perusahaan. Auditor internal harus memastikan bahwa tujuan bisnis sudah diterapkan secara efektif dan telah dikomunikasikan ke seluruh tingkatan dalam organisasi.

b)   Mengevaluasi efektivitas ketersediaan, kuantifikasi, dan penerapan selera dan batasan risiko (corporate risk appetite and risk tolerance) berdasarkan kebijakan dan prosedur di dalam perusahaan. Auditor internal harus dapat memberikan keyakinan bahwa manajemen bekerja dalam parameter risikoyang telah ditetapkan.

c)    Mendeteksi analisis kesenjangan praktik manajemen risiko dan prosedurnya berdasarkan kerangka kerja yang telah ditetapkan. Auditor internal harus melakukan evaluasi terhadap proses implementasi kerangka kerja penerapan manajemen risiko yang telah didokumentasikan dan diyakini dapat menafsir perubahan dinamis perusahaan.

d)   Menguji efektivitas dan perlindungan terhadap informasi dan akses terhadap pengendalian. Auditor internal harus memahami rancangan pengendalian dan ketepatannya berhubungan dengan bagaimana suatu tindakan pengendalian tersebut dilakukan secara konsisten sesuai dengan arah dan kebijakan perusahaan.

e)    Menyediakan jaminan independen dan berfungsi sebagai konsultan internal dalam rangka memastikan pencapaian tujuan perusahaan. Auditor internal harus memberikan jaminan yang objektif kedapa direksi bahwa risiko bisnis telah dikelolah secara tepat dan pengendalian internal telah berjalan secara efektif.

 

3. STUDI KASUS

3.1.       Studi Kasus

1.             Instansi: Direktorat Bina Sosial pada Departemen ABC

2.             Tujuan: Pelaksanaan program penaluran dana bergulir kepada UKM dalam rangka “untuk membantu modal kerja, memberdayakan dan memberikan nilai tambah peran usaha kecil menengah untuk mendorong peningkatan pendapatan masyarakat”.

3.             Risiko yang dikemukakan dan dianggap penting oleh manajemen pada aktivitas ini adalah sebagai berikut:

a)             Belum ada strategi penyaluran bantuan kepada UKM.

b)             Pedoman teknis yang ada belum dapat digunakan sebagai acuan oleh pelaksana di lapangan tentang mekanisme penyaluran dan pola “bergulir” kepada UKM yang lain.

c)             Adanya kelompok UKM yang ingin menguasai penyaluran karena mereka telah ditunjuk sebagai wakil kelompok UKM.

d)            Mahalnya biaya penyaluran melalui mitra lembaga keuangan yang dalam penganggaran biaya tersebut belum ditetapkan.

e)             Staf dan tenaga teknis yang ditugaskan meskipun telah mendapatkan pelatihan namun belum berpengalaman dalam pengelolaan dana berglir.

 


 

4. PEMBAHASAN

4.1.       Pembahasan Studi Kasus

1.             Langkah pertama adalah menyusun audit internal. Berdasarkan risiko di atas, maka pengendalian internal yang dapat dilakukan unutk menjamin agar program dapat mencapai tujuannya dapat diuraikan sebagai berikut:

a)             Menetapkan strategi penyaluran dan identifikasi kriteria UKM yang layak mendapatkan dana bergulir.

b)             Menyempurnakan pedoman teknis yang ada dengan pengaturan besarnya dana yang dapat diterima oleh UKM dan persyaratan dapat digulirkan kepada UKM yang belum memperoleh kesempatan.

c)             Penegasan adanya aturan bahwa hanya kelompok UKM yang memenuhi syarat yang mendapatkan bantuan dan tidak disalurkan kepada wakil kelompok.

d)            Mengupayakan negosiasi melalui program pendampingan untuk menekankan biaya dan usulan dana tambahan biaya pengelolaan yang belum tersedia.

e)             Penetapan program transfer keahlian melalui program pendampingan dengan pihak mitra lembaga keuangan untuk proses penyaluran dana kepada UKM.

2.             Langkah kedua adalah melaksanakan pengendalian internal tersebut. Penyelesaian tersebut dapat disajikan dengan diagram sebagai berikut.


 

Gambar 1. Pembahasan

 

 

RISIKO

 
Text Box: PENGENDALIAN INTERNAL

RISIKO

 
Text Box: PENGENDALIAN INTERNAL
 


 


5.      PENUTUP

5.1.       Simpulan

Audit berbasis risiko (Risk Based Audit) merupakan metodologi pemeriksaan yang dipergunakan untuk memberikan jaminan bahwa risiko telah dikelola di dalam batasan risiko yang telah ditetapkan manajemen pada tingkatan korporasi. Audit berbasis risiko berfokus dalam mengevaluasi risiko₋risiko baik strategis, finansial, operasional, regulasi dan lainnya yang dihadapi oleh organisasi. Audit berbasis risiko dilakukan dengan identifikasi risiko terlebih dahulu. Untuk bisa mengetahui risikonya harus mengenali terlebih dahulu siapa kliennya, prosesnya bisnisnya seperti apa, dan mencari risiko salah sajinya berada dimana, oleh karena itu hal ini butuh pengetahuan dan pengalaman yang lebih. Apabila telah menemukan risikonya, selanjutnya dapat melihat terkait dengan kuat atau lemahnya task control yang diketahui akan berpengaruh terhadap substantifnya. Risiko berbasis audit memiliki 3 langka utama yaitu Risk Assessment (Penilaian Risiko), Risk Respone (Merespon Risiko), dan Report (Pelaporan).

 

DAFTAR PUSTAKA

Agoes S. (2017). Auditing: Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh Akuntan Publik, Buku 1, Edisi 5. Jakarta: Salemba Empat.

Arens. (2015). Auditing dan Jasa Assurance Pendekatan Terintegrasi. Jilid 1. Edisi 15. Jakarta: Erlangga.

Mulyadi. (2016). Auditing Edisi 6. Jakarta: Salemba Empat.

Tuanakotta, T. M. (2014). Audit Berbasis ISA (International Standards on Auditing). Jakarta: Salemba Empat.

 

 

Tidak ada komentar: